BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Salmonella typhi dan paratyphiditandai dengan keluhan dan gejala penyakit yang
tidak khas, berupa demam yang berlangsung lama, sakit kepala, nyeri sendi, sakit
tenggorokan, sembelit (biasanya pada dewasa), penurunan nafsu makan, nyeri
perut, terkadang nyeri saat buang air kecil dan batuk yang disertai darah dari
hidung, serta bintik-bintik kecil merah muda di dada dan perut pada minggu kedua
selama 2-5 hari (hanya terjadi pada sekitar 10%).Masa inkubasi penyakit
tergantung pada besarnya jumlah bakteri yang menginfeksi, biasanya berlangsung
3 hari sampai dengan 1 bulan, rata-rata berlangsung 8-14 hari (WHO, 2003).
Gambaran klinis tifoid sangat bervariasi, dari gejala yang ringan sekali
(sehingga tidak terdiagnosis) dan dengan gejala yang khas (sindrom demam
tifoid) sampai dengan gejala klinis berat yang disertai komplikasi. Gambaran
klinis juga bervariasi berdasarkan daerah atau negara dan waktu kejadian.
Gambaran klinis di negara berkembang bisa jadi berbeda dengan negara maju, dan
gambaran klinis pada tahun 2000 di daerah atau negara yang sama bisa berbeda
dengan kejadian pada tahun 1960 (Menkes, 2006).
Pada tahun 2000 diperkirakan demam tifoid menyebabkan lebih dari 21,6
juta kesakitan dan 216.510 kematian, dan paratifoid menyebabkan lebih dari lima
juta kesakitan. Insidensi lebih dari 100/100000 penduduk per tahun terjadi di
wilayah Asia Selatan, Asia Tengah, Asia Tenggara dan wilayah bagian selatan
Afrika. Dari jumlah tersebut, 70-80% kasus dan kematian terjadi di Asia, dimana
penyakit ini menjadi endemik (WHO, 2003).
Berdasarkan penelitian Buckle yang melakukan sistematik review pada
beberapa negara, angka kejadian demam tifoid dari tahun 1980 sampai dengan
tahun 2009 bahwa rata-rata angka kejadian demam tifoid dari 0,1/100.000
penduduk di Negara Eropa Timur dan Eropa Tengah serta Asia sampai dengan
724,6/100.000 penduduk di Wilayah sub Afrika Selatan. Sedangkan rata-rata
1
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM TIFOID PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2013
RINA HUDAYANI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
angka kejadian paratifoid dari 0,8/100.000 penduduk di sub Afrika dan Asia
Selatan. Berdasarkan review tersebut, diperkirakan pada tahun 2010 angka
kejadian demam tifoid sebesar 13,5 juta atau antara 9,1-17,8 juta (Buckle et al.,
2012).
Di Indonesiademam tifoid masih sangat endemis dan terjadi sepanjang
tahun di seluruh wilayah. Angka kejadian masih tinggi, berkisar antara 350-
810/100.000 penduduk. Demikian juga dari telaah kasus demam tifoid di rumah
sakit besar di Indonesia, menunjukkan angka kesakitan cenderung meningkat
setiap tahun dengan rata-rata 500/100.000 penduduk. Angka kematian
diperkirakan sebesar 0,6-5% (Menkes, 2006). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 bahwa prevalensi demam tifoid klinis nasional adalah
1,6%, tersebar diseluruh kelompok umur dan merata pada umur dewasa.
Prevalensi tifoid klinis banyak ditemukan pada kelompok umur sekolah (5-14
tahun) yaitu 1,9%, terendah pada bayi (0,8%) dan relatif lebih tinggi di wilayah
pedesaan (1,8%) dibandingkan perkotaan (1,2%). Prevalensi tifoid cenderung
lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan rendah (6,6%) dibandingkan
kelompok berpendidikan tinggi (2,1%) (Balitbangkes, 2008).
Demam tifoid juga masih menjadi masalah kesehatan utama di Kabupaten
Kebumen. Hal ini bisa dilihat pada kasus KLB Kabupaten Kebumen, data 10
besar penyakit dan peningkatan kasus demam tifoid dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data dari profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen, Kejadian
Luar Biasa (KLB) demam tifoid terjadi pada tahun 2007 sampai dengan 2010
sebagaimana tersaji pada gambar 2 berikut :
2
1,8
Attack Rate
1,6
1,4
1,2
1
2007 2008 2009 2010 2011
AR 1,42 1,65 1,21 1,36 0
Tabel 2. Data Penyakit Demam Tifoid Rawat Jalan Berdasarkan Kelompok Umur
di Rumah Sakit Kabupaten Kebumen Tahun 2009 - 2011
Golongan Umur (Tahun)
Tahun
<1 1 – 4 5 – 14 15 – 44 ≥ 45 Jumlah Urutan ke
2009 39 111 196 270 320 936 1
2010 0 15 29 73 19 136 4
2011 132 267 313 440 227 1379 2
Sumber : Laporan Bulanan RL2b1
Tabel 3. Data Penyakit Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Kelompok Umur
di Rumah Sakit Kabupaten Kebumen Tahun 2009 - 2011
Golongan Umur (Tahun)
Tahun
<1 1 – 4 5 – 14 15 – 44 ≥ 45 Jumlah Urutan ke
2009 70 164 339 719 1231 2523 1
2010 7 35 103 271 150 566 2
2011 84 230 266 635 400 1615 1
Sumber : Laporan Bulanan RL2a1
produk susu yang terkontaminasi oleh karier atau penderita yang tidak
teridentifikasi. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan
memindahkan mikroorganisme dari tinja ke makanan. Di dalam makanan
mikroorganisme berkembang biak memperbanyak diri mencapai dosis infektif
(Kandun, 2000).
Peranan air dalam penularan demam tifoid tidak dapat diabaikan, karena
air adalah unsur yang ada dalam makanan dan minuman, dan juga digunakan
untuk mencuci tangan, bahan makanan, peralatan untuk masak atau makan. Jika
air terkontaminasi dan higiene yang baik tidak dapat dipraktekkan, maka
kemungkinan makanan yang dihasilkan juga akan terkontaminasi (WHO, 2005).
Pemutusan rantai transmisinya berkaitan dengan penyediaan fasilitas dan
kebiasaan yang baik dari perorangan untuk menghalangi pencemaran oleh tinja
atau menghindari masuknya sumber antara ke mulut.Oleh karena itu perilaku
perorangan yang mencakup kebiasaan mencuci tangan, buang air besar,
pemakaian air, pengolahan cara makan serta kebersihan perorangan dan rumah
tangga sangat berperan (CDC, 2003).
Beberapa penelitian tentang faktor risiko kejadian demam tifoid juga
mendukung pernyataan tersebut. Saluran pembuangan air kotor yang tidak
memenuhi syarat kesehatan, sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dan tidak cuci tangan dengan menggunakan sabun sebelum makan
berhubungan secara bermakna dengan kejadian demam tifoid di Semarang
(Gasem et al., 2001). Hal ini diperkuat dengan penelitian pada pasien rawat inap
RSUD dr. H. Soemarmo Sosroatmodjo Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur
bahwa orang yang cuci tangan tidak pakai sabun sebelum makan mempunyai
peluang terkena demam tifoid sebesar 2,625 (Rakhmanet al., 2009). Pada
penelitian di Kabupaten Purworejo orang yang tidak pernah cuci tangan pakai
sabun sebelum makan mempunyai risiko 22,05 kali terkena demam tifoid.
Sementara kebiasaan kadang-kadang cuci tangan pakai sabun sebelum makan
mempunyai peluang 7,04 kali lebih besar terkena demam tifoid dibanding orang
yang selalu menggunakan sabun saat cuci tangan sebelum makan. Kebiasaan
kadang-kadang dan sering makan/jajan di warung pinggir jalan mempunyai risiko
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM TIFOID PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2013
RINA HUDAYANI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
4,16 dan 5,80 kali terkena demam tifoid (Santoso, 2006). Selain dari faktor
perilaku, kepemilikan dan kualitas sarana sanitasi juga merupakan faktor risiko
kejadian demam tifoid. Berdasarkan penelitian di Jatinegara, Jakarta, masyarakat
yang tidak memiliki jamban mempunyai peluang terkena demam tifoid sebesar
2,90 kali lebih besar dibanding masyarakat yang mempunyai jamban (Vollaard et
al., 2004).
Berdasarkan penelitian di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali
bahwa pada masyarakat dengan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan
meningkatkan risiko terkena demam tifoid sebesar 3,274 dibanding pada
masyarakat dengan jamban yang memenuhi syarat kesehatan (Zulfikar,
2011).Pada negara berkembang penjaja makanan kaki lima menjadi sumber
penting penularan penyakit bersumber makanan. Faktor penting lain sebagai
penyebab prevalensi penyakit yang ditularkan melalui makanan adalah kurangnya
pengetahuan penjamah makanan atau konsumen (WHO, 2005).
Data profil Kabupaten Kebumen pada tahun 2011disebutkan bahwa
masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat sebesar 80,4%, masih dibawah
standar yang ditetapkan yaitu 85%. Keberadaan rumah dan kondisi sanitasi serta
kesehatan lingkungan Kabupaten Kebumen sebagian besar juga belum sesuai
dengan indikator yang ditetapkan. Diantaranya adalah cakupan rumah sehat,
kepemilikian jamban sehat, pengelolaan air limbah rumah tangga, akses air bersih,
dan Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM) (Dinas Kesehatan, 2011).
Data program kesehatan lingkungan selengkapnya disajikan pada tabel 5 berikut :
Tabel 5. Target dan Pencapaian Target Program Kesehatan LingkunganKabupaten
Kebumen Tahun 2011
Program Kesehatan Target (%) Pencapaian (%)
Lingkungan
Rumah Sehat 85 65,76
Jamban 75 75,2
Pengelolaan Air Limbah 85 58,1
Tempat-tempat umum 80 70,13
Akses Air Bersih 80 75,7
Sumber: Profil DKK Kebumen 2011
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM TIFOID PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2013
RINA HUDAYANI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan yaitu apakah sumber air bersih, kualitas jamban, kebiasaan Buang
Air Besar (BAB),kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan,
kebiasaan jajan makanan diluar rumah,dan riwayat penyakit demam tifoid dalam
keluarga merupakan faktor risiko kejadian demam tifoid pasien rawat inap di
Rumah Sakit Kabupaten Kebumen tahun 2013?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Menganalisis faktor risiko kejadian demam tifoid pada pasien rawat inap
di Rumah Sakit Kabupaten Kebumen tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis hubungan sumber air bersih dengan kejadian demam tifoid
pasien rawat inap di Rumah Sakit Kabupaten Kebumen tahun 2013.
b. Menganalisis hubungan kualitas jamban dengan kejadian demam tifoid
pasien rawat inap di Rumah Sakit Kabupaten Kebumen tahun 2013.
c. Menganalisis hubungan kebiasaan BAB dengan kejadian demam tifoid
pasien rawat inap di Rumah Sakit Kabupaten Kebumen tahun 2013.
d. Menganalisis hubungan kebiasaan cuci tangan dengan sabun sebelum
makan dengan kejadian demam tifoid pasien rawat inap di Rumah Sakit
Kabupaten Kebumen tahun 2013.
e. Menganalisis hubungan kebiasaan jajan makanan di luar rumah dengan
kejadian demam tifoid pasien rawat inap di Rumah Sakit Kabupaten
Kebumen tahun 2013.
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM TIFOID PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2013
RINA HUDAYANI
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi Dinas Kesehatan dalam menetapkan
dan menentukan kebijakan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit akibat makanan dan minuman (Food and Water Borne Disease)
khususnya penyakit demam tifoid serta pengelolaan program kesehatan
lingkungan.
2. Sebagai bahan masukan kepada keluarga dan penderita terhadap perbaikan
kondisi sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan khususnyaberkaitan
dengan penularan penyakit demam tifoid.
3. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan penelitian tentang penyakit
demam tifoid.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian-penelitian lain yang hampir sama dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti berdasarkan penelusuran kepustakaan diantaranya adalah :