Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Mayoritas dari lesi yang terjadi pada mammae adalah benigna. Hampir 40% dari pasien
yang mengunjungi poliklinik dengan keluhan pada mammae mempunyai lesi jinak. Perhatian
yang lebih sering diberikan pada lesi maligna karena kanker payudara merupakan lesi maligna
yang paling sering terjadi pada wanita di negara barat walaupun sebenarnya insidens lesi benigna
payudara adalah lebih tinggi berbanding lesi maligna.
Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan pertambahan risiko untuk menjadi
kanker, maka prosedur bedah yang tidak diperlukan harus dihindari. Pada masa lalu, kebanyakan
dari lesi benigna ini dieksisi dan hasilnya terdapat peningkatan dari jumlah pembedahan yang
tidak diperlukan. Faktor utama adalah karena pandangan dari wanita itu sendiri bahwa lesi ini
adalah sebuah keganasan. Oleh karena itu, penting bagi ahli patologi, ahli radiologi dan ahli
onkologi untuk mendeteksi lesi benigna dan membedakannya dengan kanker payudara in situ
dan invasif serta mencari faktor risiko terjadinya kanker supaya penatalaksanaan yang sesuai
dapat diberikan kepada pasien.
Penggunaan mammografi, Ultrasound , Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan juga
biopsi payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi benigna pada mayoritas dari
pasien.
Selain tingginya insiden dari ;lesi mamae yang bersifat benign, keganasan pada kelenjar
mamae juga menjadi penyebab utama kematian pada wanita. Kanker adalah salah satu penyakit
yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat,
kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular (Ama,
1990). Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di
antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh
dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang (Parkin,et al 1988 dalam
Sirait, 1996).
Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000
penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun ke tahun akibat
peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan pola penyakit
(Tjindarbumi, 1995). Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, kanker
menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab utama kematian di Indonesia.
Angka proporsi penyakit kanker di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4 (SKRT 1980)
menjadi 4,3 (SKRT 1986), 4,4 (SKRT 1992), dan 5,0 (SKRT 1995). Data Profil Kesehatan
RI 1995 menunjukkan bahwa proporsi kanker yang dirawat inap di rumah sakit di Indonesia
mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%. Selain itu, peningkatan proporsi penderita
yang dirawat inap juga terjadi peningkatan di rumah sakit DKI Jakarta pada 1993 dan 1994,
dari 4,5% menjadi 4,6%.
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi,
yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus kanker payudara baru
yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di negara maju,
sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang (Moningkey, 2000). Di Amerika
Serikat, keganasan ini paling sering terjadi pada wanita dewasa. Diperkirakan di AS 175.000
wanita didiagnosis menderita kanker payudara yang mewakili 32% dari semua kanker yang
menyerang wanita. Bahkan, disebutkan dari 150.000 penderita kanker payudara yang berobat
ke rumah sakit, 44.000 orang di antaranya meninggal setiap tahunnya (Oemiati, 1999).
American Cancer Society memperkirakan kanker payudara di Amerika akan mencapai 2 juta
dan 460.000 di antaranya meninggal antara 1990-2000 (Moningkey, 2000).
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim di
Indonesia (Tjindarbumi, 1995). Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia
tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki tempat
teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara
ditemukan pada stadium lanjut (Moningkey,
2000). Data dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut golongan
penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari tahun 1992-1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8
(Ambarsari, 1998).
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan jelas
oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam keadaan lanjut. Hal inilah yang
menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut. Padahal, pada stadium dini kematian
akibat kanker masih dapat dicegah. Tjindarbumi (1982) mengatakan, bila penyakit kanker
payudara ditemukan dalam stadium dini, angka harapan hidupnya (life expectancy) tinggi,
berkisar antara 85 s.d. 95%. Namun, dikatakannya pula bahwa 70--90% penderita datang ke
rumah sakit setelah penyakit parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya sangat tidak
memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi dan atau radiasi. Pengobatan
pada stadium dini untuk kanker payudara menghasilkan kesembuhan 75% (Ama, 1990).
Pengobatan pada penderita kanker memerlukan teknologi canggih,
ketrampilan, dan pengalaman yang luas. Perlu peningkatan upaya pelayanan kesehatan,
khususnya di RS karena jumlah yang sakit terus-menerus meningkat, terlebih menyangkut
golongan umur produktif. Informasi tentang faktor-faktor ketahanan hidup memberikan
manfaat yang besar. Bukan hanya untuk peningkatan penanganan penderita kanker payudara,
tapi juga untuk memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat tentang kanker
payudara dan perkembangan serta prognosis penyakit tersebut di masa mendatang.
1.1. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang tumor
mamae terkait definisi, faktor resiko, patofisiologis, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan
dan komplikasinya.
1.2. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pemahaman
penulis maupun pembaca mengenai tumor mamae beserta patofisiologi dan penanganannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Tumor Ganas Payudara
Epidemiologi
Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada negara berkembang, yaitu
sekitar 18% dari seluruh kelompok kanker. Insidensi di negara Inggris yaitu 2 : 1000 wanita tiap
tahun, dengan prevalensi yaitu 2% wanita pada umur 50 tahun. Kurva insidensi Ca mammae
menurut usia terus meningkat sejak usia 30 tahun. Ca mammae jarang sekali ditemukan pada
usia kurang dari 20 tahun. (Henry M.M, Thompson J.N, 2007).

Etiologi
Etiologi Ca mammae masih belum diketahui secara pasti, namun penyebabnya sangat
mungkin multi faktorial yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara lain:
1. Usia
Insiden kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur seorang wanita.
Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang
timbul sebelum menopause, adapun pada usia sebelum 35 tahun, yang paling sering
menyebabkan benjolan pada payudara adalah fibroadenoma dan penyakit fibrokistik. Kanker
dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya
cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut,
sehingga survival rates-nya lebih rendah
2. Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih, dibandingkan wanita
Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada wanita yang tinggal di daerah
industrialisasi.
3. Pernah menderita kanker payudara
Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae primer mempunyai
resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca mammae kontralateral. Wanita yang
pernah menderita kanker in situ atau kanker invasif memiliki risiko tertinggi untuk menderita
kanker payudara. Setelah payudara yang terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker
pada payudara yang sehat meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.
4. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara
Kemungkinan ini lebih besar bila keluarga itu menderita kanker bilateral atau pramenopause.
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi 2-3 kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau
saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih tinggi jika anggota
keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40 tahun. Risiko lebih meningkat bila
terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.
Risiko juga meningkat apabila keluarga menderita kanker bilateral atau saat premenopause.
5. Hormonal
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk
berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru memberikan efek
protektif. WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan maupun penurunan insidens
Ca mammae yang berhubungan dengan penggunaan kotrasepsi injeksi seperti depot-
medroxyprogesterone acetate (DMPA). Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan
kesimpulan bahwa penggunaan esterogen sebagai terapi penganti hormon (Hormone
Replacement Therapy = HRT) pada wanita perimenopause dan post menopause sedikit
meningkatkan resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika pada wanita yang menerima
Estrogen Hormon Replacement Therapy tersebut sebelumnya pernah menderita kelainan
benigna pada mammae-nya
6. Faktor diet
The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of Sciences
menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan berlemak dan insiden dari Ca
mammae. Makanan yang berlemak tinggi dan dalam jangka waktu panjang dapat
meningkatkan resiko Ca mammae dua kali lipat karena, akan meningkatkan kadar estrogen
serum, sehingga akan meningkatkan risiko kanker. Beberapa penelitian juga menunjukkan
bahwa wanita yang sering minum alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih
besar. Karena alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum
7. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker
Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah menderita
penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya jumlah saluran air susu dan
terjadinya kelainan struktur jaringan payudara (hiperplasia atipik).
8. Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun
Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara. Risiko menderita
kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang mengalami menarche sebelum usia 12
tahun.
9. Menyusui dan Menopause
Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih dari 6 bulan selama
hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk menderita Ca mammae dibandingkan
wanita yang tidak menyusui. Namun saat ini pendapat itu tidak lagi disetujui. Untuk wanita
yang mengalami menopause pada usia diatas 55 tahun, resiko timbulnya Ca mammae 2 kali
lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mulai menopause sebelum usia 45 tahun.
Induksi menopause buatan dapat menurunkan resiko Ca mammae, misalnya pada wanita-
wanita yang mengalami oophorectomy (pengangkatan ovarium) pada usia kurang dari 35
tahun.
10. Kepadatan Jaringan Payudara
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang pemeriksaan mammogramnya
menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya
meningkat
11. Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa penelitian
menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara kemungkinan karena tingginya
kadar estrogen pada wanita yang obesitas. Sumber estrogen utama pada wanita
postmenopause berasal dari konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal dari
jaringan lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen
jangka panjang. Penelitian membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai hubungan
langsung dengan berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali
lebih tinggi daripada wanita tidak obese.

12. Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan pernah menjalani
pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut postpartum mastitis, dan yang pernah
menjalani pemeriksaan fluoroscopy thorax untuk pengobatan TBC paru, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk menderita Ca mammae. Exposure multiple dengan dosis yang relative
kecil beresiko sama dengan exposure tunggal dosis besar.
13. Paritas dan Fertilitas
Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih tinggi untuk
menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara. Wanita yang pernah hamil dan
melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai resiko Ca mammae sekitar 1/3 kali dibandingkan
dengan wanita yang hamil untuk pertama kalinya pada usia diatas 35 tahun. Hal ini
berhubungan dengan adanya rangsangan secara terus menerus oleh esterogen dan kurangnya
konsentrasi progesterone dalam darah, akan tetapi wanita yang hamil dan melahirkan untuk
pertama kalinya pada usia diatas 30 tahun mempunyai resiko menderita Ca mammae lebih
tinggi dibandingkan nullipara.
14. Perubahan payudara tertentu
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat abnormal pada
pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila memiliki tipe-tipe sel
abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].
15. Perubahan Genetik
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara,
antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor
supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma,
poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2
berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan
mengekspresikan reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan
mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal
cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.

Staging
Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer

Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer

Tis Carcinoma in situ

Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ

Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ

Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's disease yang
berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut ukuran tumor)

T1 Tumor ≤ 2 cm

T1mic Microinvasion ≤ 0.1

T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm

T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm

T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm

T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

T3 Tumor > 5 cm

T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding dada atau kulit,
seperti yang diuraikan dibawah ini :

T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis


T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada nodul
satelit terbatas di kulit payudara yang sama

T4c Kriteria T4a dan T4b

T4d Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah Bening—Klinis (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah diangkat)

N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan

N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan atau terfiksasi,
atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral tetapi secara
klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau melekat
ke struktur lain sekitarnya.

N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan
tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB


aksilla, atau secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral tetapi secara
klinis terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau metastasis ke
KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB
infraklavikula atau aksilla ipsilateral

N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral

N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla

N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening Regional—Patologia anatomi (pN)

pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak
dilakukan pemeriksaan patologi)
pN0b Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada pemeriksaan
tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated tumor cells (ITC)
diartikan sebagai sekelompok tumor kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya
dideteksi hanya dengan immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler

pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)

pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC cluster
tidak lebih dari 0.2 mm

pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan molekuler
(-) (RT-PCR)

pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan molekuler
(+) (RT-PCR)

pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak

pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)

pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila

pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis melalui


diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak

pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi secara
mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak (jika
berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila, KGB internal mammary
diklasifikasikan sebagai pN3b)

pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla

pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)

pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti
terdapat metastasis ke KGB aksilla
pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara klinis ke
KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB
aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis microscopic
metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau ke KGB supraklavikular
ipsilateral

pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau metastasis ke
KGB infraklavikula

pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1
atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla dan
dalam KGB internal mammary dengan kelainan mikroskopis yang terdeteksi
melalui diseksi KGB sentinel, tidak tampak secara klinis

pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral

Metastasis Jauh (M)

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak terdapat metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau dengan
pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB.
Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang
selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer
Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227–228.

Tabel 1.4. TNM Stage Groupings


Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T1a N0 M0

Stage IIA T0 N1 M0

T1a N1 M0

T2 N0 M0

Stage IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stage IIIA T0 N2 M0

T1a N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stage IIIB T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stage IIIC Any T N3 M0

Stage IV Any T Any N M1


T1 termasuk T1 mic.

SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer
Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.

Diagnosis
a. Anamnesa
Gejala yang yang paling sering meliputi 3 :
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit mungkin
berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel kanker
telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe yang berada di sekitar
payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke
tulang, hati, paru-paru, dan otak.(4)
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada payudaranya.
Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan meliputi pembesaran atau
asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret,
ulserasi atau eritema kulit payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50%
wanita dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya
berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.(6)

b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat edema (peau
d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6
Gambar 2. 16 Pemeriksaan Mamae dengan Inspeksi

2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi kelenjar limfe
di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba atau suatu
lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya, bentuk, mobilitas atau
fiksasinya.6
c. Pemeriksaan penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan
yang paling dapat diandalkan untuk
mendeteksi kanker payudara sebelum
benjolan atau massa dapat dipalpasi.
Karsinoma yang tumbuh lambat dapat
diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui palpasi. (6,9)
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan teknik ini terus
dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas gambarnya. Mammografi
konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1 sentigray (cGy) setiap penggunaannya.
Sebagai perbandingan, Foto X-ray thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi.
Mammografi dapat digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik. Mammografi
mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO). MLO
memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk kuadran lateral atas dan
axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang lebih
baik pada aspek medial dan memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara dengan tingkat
false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%. Gambaran mammografi yang
spesifik untuk karsinoma mammae antara lain massa padat dengan atau tanpa gambaran
seperti bintang (stellate), penebalan asimetris jaringan mammae dan kumpulan
mikrokalsifikasi. Gambaran mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada
wanita muda, yang mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada.
Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma mammae
stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%. Protokol saat ini berdasarkan National
Cancer Center Network (NCCN) menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus
dilakukan pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan
payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan mammografi. Pada suatu
penelitian atas screening mammography, menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap
karsinoma mammae stadium II, III dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan
mammografi.7
2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk membantu
hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan untuk menentukan massa
yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan dengan USG, kista mammae
mempunyai gambaran dengan batas yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas
echo di bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus,
berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas yang tegas.
Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas
tegas dengan peningkatan akustik. USG juga digunakan untuk mengarahkan fine-needle
aspiration biopsy (FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG
merupakan pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak dapat
mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm.6
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada mammografi, lesi
payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada pemeriksaan klinis dan mammografi
tidak didapat kelainan, maka kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat
kecil.(6)
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan untuk skrining.
Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma mammae yang rekuren atau
jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam memeriksa mammae kontralateral pada wanita
dengan karsinoma payudara, menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma
lobuler atau menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.(7)
4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi
merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional dengan resiko yang
rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari karsinoma
mammae dan juga dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin
terlewatkan. Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan
tingkat false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan
menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif,
kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil
negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti jaringan dengan
jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core needle biopsy dari massa yang
dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.7
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum memutuskan tindakan
defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat dipercaya. FNAB atau core-needle
biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang
rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open
biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional
mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-
needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga
suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi
eksisional, seluruh massa payudara diambil.2,7
5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker sebagai salah satu
faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae. Biomarker ini mewakili gangguan
biologik pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker
ini digunakan sebagai hasil akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan
termasuk perubahan histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah
pada karsinoma. (8)
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara lain (1)
petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2)
petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth
factor receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal
growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53. (6)
Penatalaksanaan
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif. Pengobatan pada
stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan
II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan atau
tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.
Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan sitostatika adjuvant.
Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama untuk mengurangi
penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium IIIb atau yang dinamakan locally
advanced pengobatan utama adalah radiasi dan dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal
terapi dan sitostatika. Stadium IV pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu
hormonal dan khemoterapi.
Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4)
dan bahkan inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi multimodalitas,
tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan pada pasien dengan stadium
IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat
direseksi. (7,10)
A. Terapi secara pembedahan
1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer hingga
batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening)
aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy,
mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk
wanita dengan karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya
memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi
dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas karsinoma
mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan mammae normal yang
adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas
status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk penentuan
stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel node biopsy merupakan prosedur
staging yang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel
node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.7
Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:
 Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh tumornya saja. Cara ini tidak dianjurkan untuk
Ca mammae
 Eksisi seluruh tumor beserta jaringan mammae yang melekat pada tumor untuk
meyakinkan batas jaringan bebas tumor.
 Eksisi seluruh tumor beserta seluruh quadrant mammae yang mengandung tumor dan
kulit yang menutupinya (quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasien-pasien dengan
tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm). Mastectomy segmental harus
dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa radiasi resiko kekambuhannya tinggi.
2. Modified Radical Mastectomy
Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada payudara yang kecil),
kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi merupakan indikasi
dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical Operation)
Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa digunakan oleh
para ahli bedah.
 Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon
M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor dan kelenjar
limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon memodifikasi prosedur Patey
dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat M. pectoralis minor, sehingga kelenjar
limfe apical (level III) dapat diangkat dan saraf pectoral lateral dari otot mayor
dipertahankan.
 Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss
Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M. Pectoralis
minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar limfe paling atas,
Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang memperoleh manfaat dengan
adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level tertinggi. Ini yang membuat prosedur
Auchincloss menjadi prosedur yang paling populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.
3. Total Mastectomy
Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang mencakup operasi
pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia pectoralis. Total mastectomy tidak
mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan terapi radiasi post operasi. Prosedur ini
didasarkan pada teori bahwa KGB merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae
dan seharusnya tidak diangkat, juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan
penyebaran sel-sel ganas sebagai akibat trauma operasi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006)
B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk wanita
dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko
rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga
diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi dan
metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi
adjuvan. (6)
2. Kemoterapi
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan pada Ca
mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan pada Ca mammae yang
sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant. Biasanya diberikan kombinasi CMF
(Cyclophosphamide, Methotrexate, Fluorouracil).
Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah pembedahan
dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan ini menunda kembalinya
kanker dan memperpanjang angka harapan hidup penderita. Pemberian beberapa jenis
kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa pembedahan
maupun penyinaran, obat-obat tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker payudara.
Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka di mulut yang
menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya sementara. Pada saat ini muntah
relatif jarang terjadi karena adanya obat ondansetron. Tanpa ondansetron, penderita akan
muntah sebanyak 1-6 kali selama 1-3 hari setelah kemoterapi. Berat dan lamanya muntah
bervariasi, tergantung kepada jenis kemoterapi yang digunakan dan penderita. Selama
beberapa bulan, penderita juga menjadi lebih peka terhadap infeksi dan perdarahan. Tetapi
pada akhirnya efek samping tersebut akan menghilang.
Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan sebagai terapi lanjutan
setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia berhubungan dengan estrogen dan memiliki
beberapa efek yang sama dengan terapisulih hormon (misalnya mengurangi risiko terjadinya
osteoporosis dan penyakit jantung serta meningkatkan risiko terjadinya kanker rahim). Tetapi
tamoxifen tidak mengurangi hot flashes ataupun merubah kekeringan vagina akibat
menopause.
Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada:
 Kanker yang didukung oleh estrogen
 Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2 tahun setelah
terdiagnosis
 Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita.
 Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia 40 tahun dan
masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen dalam jumlah besar atau
kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami menopause. Tamoxifen memiliki sedikit
efek samping sehngga merupakan obat pilihan pertama. Selain itu, untuk menghentikan
pembentukan estrogen bisa dilakukan pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung
telur) atau terapi penyinaran untuk menghancurkan ovarium.
Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pemberian
obat penghambat hormon, maka digunakan obat penghambat hormon yang lain.
Aminoglutetimid adalah obat penghambat hormon yang banyak digunakan untuk
mengatasi rasa nyeri akibat kanker di dalam tulang. Hydrocortisone (suatu hormon steroid)
biasanya diberikan pada saat yang bersamaan, karena aminoglutetimid menekan pembentukan
hydrocortisone alami oleh tubuh.
a. Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae tanpa
pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran
tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka
kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi
pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan
status reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan kemoterapi
adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid, doxorubisin, 5-
fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif dan lebih besar
dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan. Rekomendasi pengobatan saat ini,
berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel adalah modified radical mastectomy
diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi. (6)
b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum dilakukan
tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan
lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah kemoterapi neoadjuvan
dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila
diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa
inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran
tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti
dengan kemoterapi dan radioterapi. (6)
3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor hormonal
yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90%
karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat
pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen sekitar 60%
pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih
rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari
kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah
dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan
tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun.
Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi
neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang
positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen),
dipilih sebagai terapi awal.6,7
4. Terapi antibodi anti-HER2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru didiagnosis, saat
ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik pada pasien tanpa pembesaran
KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan karena dengan regimen adriamycin
menberikan respon yang lebih baik pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu.
Pasien dengan overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang
ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.
2.4.9 Prognosis
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun 1983-1987
telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir program data,
didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%,
dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%. (6)
BAB III
KESIMPULAN

1. Tumor Mamae (payudara) diklasifikasikan menjadi 2 kelompok kategori yaitu, tumor


payudara jinak (benign) dan tumor payudara ganas (maligna).
2. Hampir 40 % pasien wanita yang datang berobat ke dokter atau rumah sakit, datang dengan
kelainan lesi jinak payudara. Selain tingginya insiden dari lesi mamae yang bersifat benign,
keganasan pada kelenjar mamae juga menjadi penyebab utama kematian pada wanita.
3. Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan pertambahan risiko untuk menjadi kanker,
maka prosedur bedah yang tidak diperlukan harus dihindari.
4. Penggunaan mammografi, Ultrasound , Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan juga biopsi
payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi benigna pada mayoritas dari
pasien.
5. Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi, yaitu 20%
dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang
didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di negara maju,
sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang (Moningkey, 2000).
6. Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah karsinoma serviks
uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin payudara.
7. Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui prosedur pemeriksaan
klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold standard diagnostik menggunakan
pemeriksaan histopatologik
DAFTAR PUSTAKA

1. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et all, ed.
The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins. p 40.
2. Evans A, Ellis I. 2002. Breast Benign Calcification. In: Evans A, Pinder S, Wilson R,
Ellis I, ed. 2002. Breast Calcification a Diagnostic Manual. London: Greenwich Medical
Media. p 4, 5-6, 12, 20
3. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood W.C, ed.
Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University Press. p 107
4. Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery. Second edition.
Elsevier. p 453
5. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder G, ed. Atlas of
Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p 19-21
6. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In: Schroder G, ed.
Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 67, 81-82
7. Zollinger R.M. 2003. Additional Procedures. In: Zollinger Sr, ed. Zollinger Atlas of
Surgical Operation. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company

Anda mungkin juga menyukai