Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN

DOSEN PENGAMPU : Ns. Indri Heri Susanti, S.Kep.,M.Kep

DISUSUN OLEH :

1. Arum Anindika L ( 180102012 )


2. Citra Tunjung Kusuma B ( 180102016 )
3. Evita Prioningsih ( 180102022 )
4. Fanisa Wulandari ( 180102024 )
5. Hardi Fauzul F ( 180102028 )
6. Intan Kusuma Wardani (180102029 )
7. Lutfatul Latifah (180102034 )
8. Nova Tri Nugra S (170102041 )
9. Novitasari (180102040 )
10. Ratna Mujiatun (180102046 )
11. Tika Mutiyani ( 180102054 )
12. Yuliana Dewi S (180102059 )

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA 2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat serta taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyusun makalah tentang
“Manajemen Konflik Dalam Keperawatan”. Adapun tujuan kami dalam penyusunan
makalah ini adalah sebagai bentuk pemenuhan tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan.

Makalah ini dapat diwujudkan atas upaya partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam kegiatan
penyusunan makalah ini. Khususnya kepada Dosen Pembimbing dan rekan-rekan kelompok
penyusun.

Tak ada gading yang tidak retak, demikian juga dengan makalah kami ini yang masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik anda sangat kami harapkan demi
perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

2
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................................... 5
BAB II..................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
A. Pengertian Konflik ...................................................................................................................... 6
B. Tipe konflik................................................................................................................................. 6
C. Penyebab Konflik........................................................................................................................ 8
D. Proses Konflik........................................................................................................................... 11
E. Strategi dan Ketrampilan Manajemen Konflik ......................................................................... 11
F. Penyelesaian Konflik ................................................................................................................ 13
G. Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan ................................................................... 14
H. Hasil Konflik............................................................................................................................. 16
BAB III ................................................................................................................................................. 18
PENUTUP ............................................................................................................................................ 18
A. Simpulan ................................................................................................................................... 18
B. Saran ......................................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 19

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia memiliki sejumlah dorongan, tujuan dan kebutahan yang unik dan selalu
menuntut untuk dipuaskan. Bumi ini terdiri dari orang- orang seperti ini yang bergerak dari
segala penjuru, melalui massa dan ruang didalam perjalan mereka jika perjalan ini
dibayangkan sebagai sebuah kapsul yang memuat satu orang yang melintasi kapsul – kapsul
lain, maka setiap akan bersifat otonomi, dan manusia tidak dapat diperhitungkan secara
sosilogis; dan teori system umum akan berlaku.

Di satu segi, manusia adalah kapsul- kapsul tetapi kebutuhan- kebutuhanya dipenuhi dengan
menjadi tergantung (dependen) dan saling tergantung (interdependep) dengan kapsul lain.
Bila semua orang dan kapsul- kapsul mereka menginkan hal- hal yang komplemen, yaitu, apa
yang dinginkan oleh seseorang adalah apa yang ingin diberikan oleh orang lain, dan apa yang
ingin dipertahankan oleh seseorang adalah apa yang tidak dinginkan oleh orang lain, apa
system- system dapat hadir dengan itegrasi total. Tetapi, harmoni seperti ini tidak hadir
didalam realita konflik hadir didalam ketidakadaan integrasi total yang harmonis. Karenanya
, konflik selalu ada meskipun ditekan.manusia memmang tidak berfikir menyakini, dan
meinginkan hal yang sama. Konflik adalah sebuah kemutlakan; pemimpin harus belajar untuk
secara efektif menfasilitasi penyelesauian konflik diantara orang –orang agar tujuan dapat
tercapai, inilah yang merupakan isi dari bab ini. Bab mulai dengan pengertian konflik, diikuti
oleh bahasan tentang tipe dan penyebab konflik. Isi area ini menyusun tahap proses konflik
serta strategi dan manajemen konflik. Penyelesaian serta hasil produktif dan destruktif dari
konflik menjadi topic akhir.

4
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan konflik ?

2. Apa saja tipe-tipe konflik ?

3. Apakah penyebab konflik ?

4. Bagaimana proses konflik ?

5. Bagaimanakah strategi dan manajemen konflik ?

6. Bagaimanakah cara penyelesaian konflik ?

7. Apa saja hasil dari konflik ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan konflik

2. Mengetahui tipe-tipe konflik

3. Mengetahui penyebab konflik

4. Mengetahui proses konflik

5. Mengetahui strategi dan manajemen konflik

6. Mengetahui cara penyelesaian konflik

7. Mengetahui hasil dari konflik

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konflik

Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari perasaan,
hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di dalam
individu atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang
destruktif atau konstruktif.

Deutsch (1969) dalam lamonica (1986), mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan
atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman keseimbangan antara perasaan,
pikiran, hasrat dan perilaku seseorang. Douglass & bevis (1979) mengartikan konflik sebagai
suatu bentuk perjuangan diantara kekuatan interdependen. Perjuangan tersebut dapat terjadi
baik di dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di dalam kelompok (intragroup
conflict).

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi akibat adanya pertentangan
pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu taupun pada tatanan yang lebih
luas, seperti antar-individu, antar-kelompok, atau bahkan antar-masyarakat. Konflik dianggap
sebagai suatu bentuk perjuangan maka dalam penyelesaian konflik seharusnya diperlukan
usaha-usaha yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan positif individu atau
kelompok, mpeningkatan kesadaran, pemahaman diri dan orang lain, dan perasaan positif
kearah hasil interaksi atau hubungan dengan orang lain.

B. Tipe konflik

Konflik timbul didalam diantara dan antara orang- orang adanya perbedaan adanya pada
kenyataan definisi, pandangan, otoritas, tujuan, nilai, dan kendali konflik dalam organisasi
secra strukturan otoritas, dan sebagainya. Sering berupa perselisihan antar departemen:

1. Konflik di dalam pengirim

Pengirim sama pesan saling berlawaan. Contoh pemimpin yang sama menutut
pelayanan yang tinggi, menolak memecat anggota staff tidak kompeten dan menolak
pengontrak staff tambahan

2. Antar pengirim

Pesan – pesan yang berlawan dari dua atau lebih pengirim. Contoh pimpinan tertinggi
dari keperawatan mendapat dikategorikan sebagai konflik vertika atau horizontal.
Konflik vertical meliputi perbedaan antara pemimpin dan anak buah. Hal inin sering
diakibatkan oleh komunikasi dan kurang penyebaran persepsi dan perilaku yang tepat

6
untuk peran diri sendiri atau orang lain. Konflik horizontal adalh garis konflik antara
staff dan ada hubungan dengan praktik keahlian

ekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan menekankan kebutuhan untuk


memakai keperawatan primer sebagai model pelayanan keperawatan; anak buah yakin
bahwa mereka dapat mencapai layanan keperawatan yang individual dan bermutu
dengan menggunakan metode keperawatan tim

3. Antar pesan

Orang yang sama ternasuk didalam kelompok- kelompok yang berkonflik. Contoh
Direktur keperawatan adalah seorang anggota kelompok konsumen masyarakat yang
sedang berusaha untuk mengkonsilidasi pelatyanan obsteri dan pediatric didaerahnya,
dengan menempatkan semau ahli pediatric terbagi diantara dua rumah sakit lainya.
Perawat yang sama juga merupakan pegawai di salah satu rumah sakit yang ingin
tetap mempertahankan kedua pelayanan tersebut dirumah sakitnya.

4. Peran pribadi

Orang yang sama nilai- nilainya berlawanan (ketidak sesuaian kognitif). Contoh
perawat percaya bahwa pasien di klinik harus menerima perhatian individual dari
seseorang perawat yang mengikuti perkembangannya pada setiap kunjungan. Syarat –
syarat dari kedudukannya dan system pelayanan yang ada membuat tujuan ini jarang
bisa tercapai, jika tidak boleh dibilang bahwa tidak mungkin tercapai.

5. Antar pribadi

Dua atau lebih orang bertindak sebagai pendukung kelompok- kelompok yang
berbeda. Contoh direktur keperawatan bersaing dengan direktur lain untuk sebuah
posisi baru.

6. Didalam kelompok

Nilai- nilai baru dari luar dimasukkan pada kelompok yang ada. Contoh pendidikan
yang berkelajutan diwajibkan oleh pemerintah untuk setiap perpanjangan ijin kn
keperawatan. Lembaga pelayanan kesehatan desa tidak mempunyai dana untuk
pengirim perawat untuk mengikuti program pendidikan berkelanjutan, dan staff
perawat, yang dibayar murah tetapi puas, tidak dapat membianyayi sendiri pendidikan
lanjutan mereka.

7. Antar kelompok

Dua atau lebih kelompok dengan tujuan yang berlawanan. Contoh departemen
keperawatan menuntut bahwa para perawata diruang operasi dan pemulihan secara
organisional berada dibawah keperwatan. Departemen bedah, yang terdiri dari dari
para dokter, menyakini bahwa mereka harus mengendalikan perawat- perawat di area
ini.

7
8. Peran mendua

Seseorang tidak menyadari harapan olrang lain terhadap sebuah peran tertentunya.
Contoh seorang pengawas perawat yang baru tidak mempunyai gambaran tentang
posisinya dan tidak mempunyai pengalaman sebelumnnya sebagai pengawas.

9. Beban peran yang terlalu

Seseorang tidak dapat memenuhi harapan orang lain untuk perannya. Contoh seorang
sarjana muda baru diharapkan oleh direktur keperawatan untuk bertanggung jawab
terhadap 40 tempat tidur di unit penyakit kronis dan akut pada dinas malam.

C. Penyebab Konflik

Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik terutama dalam suatu
organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang menentang, stres, kondisi
ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas,
kekurangan sumber daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.

1. Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog


rasional, dapat menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan
orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam
perilaku menentang, yaitu :

a. Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak,


dan menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif
yang di sengaja.

b. Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan


kepatuhan semu atau palsu dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain,
namun sambil melakukan ejekan dan hinaan.

c. Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah


dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.

2. Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres
yang timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam
lingkungan kerja seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu
sedikit beban yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan
orang lain yang ada dalam organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.

3. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan
kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk
keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara

8
individu yang terlibat didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu
ruangan atau bangsal, dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan,
seperti dokter juga mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan
terjadinya konflik.

4. Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan


usulan-usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter
yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak
acuh dengan saran-saan dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat
memperkeruh suasana. Kondisi ini akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang
terlibat dalam pengelolaan klien merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal.
Misalnya kata-kata ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari perawat
sebagai bentuk ketidak puasan tehadap penanganan yang dilakukan profesi lain.

5. Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat
begitu percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak
yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan
ini akan semakin menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah
melibatkan pihak diluar tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi,
konflik yang muncul pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan
banyak variable di dalamnya.

6. Eksklusifisme, adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki


kemampuan yang lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang
mengakibatkan terjadinya konflik antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal
ini bisa terjadi manakala sebuah kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal
keperawatan) diberikan tanggung jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau
area pelayanan tertentu, lantas memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang
ada dibangsal tersebut karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu
dibandingakan dengan kelompo lain.

7. Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan


seringkali mengakibatkan konflik seorang perawatan yang berperan lebih dari satu
peran pada waktu yang hamper bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak
ditemukan dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di
komunitas. Contoh peran ganda, antara lain satu sisi perawat sebagai pemberi
pelayanan keperawatan kepada klien, namun pada saat yang bersamaan yang harus
juga berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau bahkan sebagai manager
dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini sering terjadi kebingunan untuk

9
menentukan mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu oleh perawat tersebut dan
kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya, sering terjadi kegagalan
melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atay
kelompok.

8. Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap


sumber absolute terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia,
sering memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi.
Contoh konflik yang dapat terjadi, yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui
pemikiran bahwa segala sesuatu pasti di hubungkan dengan uang, persaingan
memperebutkan menangani klien, dan tidak jarang juga terjadi persaingan dalam
memperebutkan jabatan atau kedudukan.

9. Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan
mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan
terlalu tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat
memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang
perubahan sebagai suatu ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan
perubaan akan menjadi tidak nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan
dilakukan terlalu dalam tatanan organisasinya.

10. Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup
berpengaruh dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan
pembagian yang tidak merata anatar satu orang dan orang lain sering menyebabkan
munculnya konflik. Terlebih lagi bila individu yang bersangkutan tidak dilibatkan
dalam pengambilan keputusan untuk menentukan besar-kecilnya imbalan atau sering
disebut dengan sistem imbalan. Pemberian imbalan yang tidak didasarkan atas
pertimbangan professional sering menimbulkan masalah yang pada gilirannya dapat
memunculkan suatu konflik.

11. Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang
tidak seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar oleh manager,
penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat
sering kali berujung dengan terjadinya konflik ditatanan organisasi yang
bersangkutan.

10
D. Proses Konflik

La Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980) membagi proses konflik dalam enam
tahapan, yaitu kondisi yang mendahului, konflik yang dipersepsi, konflik yang dirasakan,
perilaku yang dinyatakan, penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian akibat
konflik. Kondisi yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik seperti yang sudah
didiskusikan sebelumnya. Setelah terjadi suatu konflik, konflik yang ada dipersepsi atau
berusaha diketahui. Kondisi yang ada diantara pihak yang terlibat atau di dalam diri dapat
menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsi ini pada umumnya bersifat logis,
tidak personal, dan sangat objektif. Di sisi lain konflik akan dirasakan secara subjektif karena
individu merasa ada konflik relasi. Perasaan semacam ini sering diasumsikan sebagai suatu
yang dapat mengancam integritas diri, memunculkan permusuhan, perasaan takut dan bahkan
timbulnya perasaan tidak berdaya. Akibat dari kondisi-kondisi tersebut, beberapa individu
kemudian melakukan bentuk perilaku nyata seperti perilaku agresif, pasif, aseptif, persaingan,
debat, atau ada beberapa individu yang mencoba memecahkan masalah atau konflik. Langkah
selanjutnya yang dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan
atau menekan konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjnjian siantara yang terlibat
atau kadang melalui tindakan “penaklukan” pada pihak yang terlibat. Oleh karena itu, upaya
untuk menyelesaikan sisa atau akibat konflik tersebut sudah selayaknya dilakukan oleh pihak
yang terlibat. Jika hal itu tidak dilakukan, dapat memunculkan konflik baru pada tempat dan
waktu yang berbeda.

E. Strategi dan Ketrampilan Manajemen Konflik

Beberapa strategi dapat dipakai untuk menyelesaikanterjadinya konflik. Strategi-


strategi tersebut adalah menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerjasama.

Pendekatan strategi konflik dengan cara menghindar memungkinkan kedua kelompok


atau pihak yang terlibat konflik menjadi dingin dan berusaha mengumpulkan informasi.
Teknik menghindar dapat digunakan apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang
potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak menguntungkan. Selanjutnya baru diatur
kembali untuk pertemuan penyelesaian konflik. Dengan demikian, pihak yang terlibat konflik
diberi kesempatan untuk merenungkan dan memikirkan alternative penyelesaiannya. Strategi
akomodasi digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan wadah untuk menampung
keinginan pihak yang terlibat konflik. Dengan cara ini dimungkinkan terjadi peningkatan
kerjasama dan pengumpulan data-data yang akurat dan signifikan untuk pengambilan suatu
kesepakatan. Cara kompetisi dapat dilakukan seorang manajer dengan cara menunjukkan
kekuasaan yang terkait dengan posisinya untuk menyelesaikan konflik, terutama yang terkait
dengan tugas dan tanggungjawab stafnya. Strategi yang biasa digunakan adalah melalui
peningkatan motivasi antar staf guna menimbulkan rasa persaingan yang sehat. Strategi
kompromi dilakukan dengan mengambil jalan tengah diantara pihak-pihak yang terlibat
konflik. Hal ini biasanya bersifat sementara sehingga bila situasinya sudah stabil, perlu

11
dikumpulkan pihak yang terlibat konflik untuk selanjutnya dapat dilakukan penyelesaian
masalah secara tuntas. Cara lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik adalah
dengan cara kerjasama. Cara ini dilakukan dengan melibatkan pihak yang terlibat konflik
untuk melakukan kerjasama dalam rangka menyelesaikan konflik. Cara ini biasanya
menimbulkan perasaan puas di kedua belah pihak yang terlibat konflik

Bentuk ketrampilan yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola konflik pada


umumnya berupa kegiatan pencegahan. Ketrampilan tersebut berkisar pada kegiatan berikut.

 Membuat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua pihak.
 Menciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini akan membuat
orang menjadi senang dalam memberikan usulan, member kekuatan bagi mereka
meningkatkan pemikiran kreatif, memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik.
 Mengungkapkan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai
adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.
 Menekankan pemecahan masalah secara damai, dan membangun suatu jembatan
pengertian.
 Menghadapi konflik dengan tenang dan memberikan pendidikan tentang perilaku.
 Memainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik.
 Mempertimbangkan waktu dengan baik untuk semuanya, dan jangan menunda waktu
yang tidak menentu.
 Memfokuskan pada masalah dan bukan pada kepribadian.
 Mempertahankan komunikasi dua arah.
 Menekankan pada kesamaan kepentingan.
 Menghindari penolakan berlebihan.
 Mengetahui hambatan untuk kerjasama.
 Membedakan perilaku yang menentang dengan perilaku normal dalam kesalahan
kerja.
 Menguatkan dalam menghadapi orang yang marah.
 Menetapkan siapa yang memiliki masalah.
 Menetapkan kebutuhan yang terlalaikan.
 Membangun kepercayaan dengan mendengarkan dan mengklarifikasi.
 Merundingkan kembali prosedur pemecahan masalah

12
F. Penyelesaian Konflik

Konflik yang terjadi dalam suatu tatanan organisasi misalnya bangsal keperawatan harus
dikenali sifat, jenis, penyebab, lamanya, dan kepelikan konflik dalam rangka untuk
menyelesaikannya. Seorang manajer atau kepala ruangan harus segera mengambil inisiatif
untuk memfasilitasi penyelesain konflik yang positif. Manajer dapat saja “mengabaikan”
konflik yang terjadi atau harus ikut campur tangan dalam penyelesaiannya. Jika persoalan
yang mendasari konflik sangat kecil, dalam arti hanya melibatkan dua orang (perawat,
perawat dengan profesi lain) dan tidak mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan
secara bermakna, seorang manajer tidak harus ikut campur untuk mnyelesaikan konflik.
Meskipun demikian, manajer dapat member izin agar pihak yang terlibat membuat perjanjian
mengenai persoalan yang sedang dihadapi dan cara apa yang sekiranya dapat dilakukan untuk
menyelesaikan konflik. Sebaliknya, bila konflik yang terjadi sangat mempengaruhi
pemberian asuhan keperawatan pada klien, seorang manajer dapat mengambil inisiatif untuk
ikut seta aktif menyelesaikan konflik yang sedang terjadi denga pertimbangan untuk
mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat menimpa klien.

Beberapa strategi dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik, seperti penggunaan disiplin,
pertimbangan tahap kehidupan, komunikasi, lingkaran kualitas dan latihan keasertifan.

1. Penggunaan disiplin

Dalam menggunakan displin untuk mengelola atau mencegah terjadinya konflik,


seorang manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan dan ketepatan
organisasi yang berlaku. Berbagai aturan dapat digunakan untuk mengelola konflik,
antara lain penggunaan disiplin yang progresif, pemberian hukuman yang sesuai
dengan pelanggaran yang dilakukan anggota, penawaran bantuan untuk
menyelesaikan masalah pekerjaan, penentuan pendekatan terbaik utnuk setiap
personil, pendekatan individual, tegas dalam keputusan, penciptaan rasa hormat dan
rasa percaya diri diantara anggota utnuk mengatasi masalah kedisiplinan.

2. Pertimbangan tahap kehidupan

Konflik juga dapat diselesaikan melalui pemberian dukungna pada anggota untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam tahap perkembangan kehidupannya.
Ada tiga tahap perkembangan yaitu tahap dewasa muda, setengah baya, dan setelah
umur 55 tahun. Masing-masing tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik
yang berbeda. Misalnya, tahap dewasa muda dicirikan dengan kegiatan mengejar atau
rasa “haus” akan pengetahuan, keterampilan, dan selalu ingin bergerak kearah
kemajuan dan tahap setengah baya dicirikan dengan perilaku atau keinginan untuk
membantu perawat mudah dalam mengembangkan karirnya, serta tahap diatas umur
55 tahun dicirikan dengan perilaku pengintegrasian ide ego dengan tujuan yang
diinginkan. Atas dasar ciri tersebut maka seorang manajer harus mampu
mengidentifikasi karakteristik pada masing-masing tahap perkembangan sebagai
dasar untuk menyelesaikan konflik.

13
3. Komunikasi

Komunikasi yang merupakan bagian mendasar manusia dapat dimanfaatkan dalam


penyelesaian konflik. Komunikasi merupakan suatu seni yang penting digunakan
untuk memelihara suatu lingkungan kondusif-terapeutik. Dalam situasi ini, seorang
manajer dapat melakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya konflik
melalui pengajaran pada staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran yang
harus dilakukan, pemberian informasi yang jelas pada setiap personel secara utuh,
pertimbangan matang tentang semua aspek situasi emosi, dan pengembangan
keterampilan dasar yang menyangkut orientasai realitas, ketengan emosi, harapan-
harapan positif yan gdapat membangkitkan respons positif, cara mendengar aktif, dan
kegiatan dan menerima informasi.

4. Lingkaran kualitas

Cara lain yan gdapat digunakan untuk mencegah terjadinya konflik adalah lingkaran
kualitas. Cara ini telah digunakan untuk mengurangi terjadinya sters melalui kegiatan
manajemen personel. Lingkaran kualitas ini dapat digunakan melalui kegiatan
manajemen partisipasi, keanggotaan dalam panitia, program pengembangan
kepemimpinan, latihan-latihan kelas, penjenjangan karier, perluasan kerja, dan rotasi
kerja.

5. Latihan keasertifan

Seorang manajer dapat juga melatih stafnya dalam hal keasertifan untuk mencegah
atau mengelola konflik. Sifat asertif dapat juga diajarkan melalui progam
pengembangan staf. Pada program ini perawat diajarkan cara belajar melalui respon
yang baik. Manajer dapat belajar mengendalikan personel supaya mampu memegang
aturan. Bila mereka tidak puas, mereka mencoba melakukan sesuatu untuk mencapai
kepuasan itu. Pada umunya perilaku asertif dapat dipelajari melalui studi kasus,
bermain peran, dan diskusi kelompok.

G. Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan

Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan merupakan gabungan antara logika


dan daya, dan jika tepat, akan menciptakan jalan keluar yang memuaskan. Sekalipun tidak
mudah untuk mengambil keputusan dalam berbagai kondisi yang dihadapi, tetapi keputusan
tetap harus diambil dalam setip kegiatan yang dilakukan organisasi. Karena setiap keputusan
memiliki dampak pada waktu yang akan datang, oleh karena itu keputusan yang dapat
diambil harus dapat diterima secara rasional karena keputusan yang diambil harus
berdasarkan informasi yang akurat, tepat, dan lengkap. Berdasarkan hal tersebut perlu dibuat
langkah-langkah pengambilan keputusan yang mempertimbangkan ketepatan, keakuratan,
dan kelengkapan informasi pendukung tersebut.

14
Tahap pertama, pengkajian situasi. Tahap ini terdiri dari tiga proses yang dilakukan,
yaitu identifikasi masalah, diagnosis penyebab dari masalah, dan identifikasi tujuan dari
penyelesaian masalah melalui keputusan yang akan diambil. Pada proses identifikasi
masalah, pengambilan keputusan perlu membedakan apa yang benar-benar masalah dan
gejala dan apa yang menjadi sebab akibat dari gejala dan masalah tersebut. Pada proses
diagnosis penyebab masalah, pengambil keputusan menentukan secara pasti apa yang
menjadi sebab dan apa yang menjadi akibat. Proses terakhir dari tahap investigasi situasi
adalah identifikasi tujuan dari keputusan yang akan diambil. Pada proses ini, pengambil
keputusan perlu menentukan tujuan dari keputusan yang akan diambil.

Tahap kedua, perumusan alternative solusi. Pada tahap ini, pengambil keputusan
mencoba membangun beberapa alternative solusi untuk diputuskan guna diambil sebagai
langkah solusi. Tahap ini akan sangat tidak efektif jika masukan berupa ide-ide kreatif
dihasilkan melalui keterlibatan seluruh lapis pekerja yang terkait dengan masalah yang
dihadapi. Salah satu metode yang digunakan metode brain storming/curah ide, yang seluruh
pihak dilibatkan dalam penentuan alternative secara kreatif dan bebas dalam menawarkan
berbagai langkah solusi yang terkait dengan masalah. Agar tahapan ini berjalan efektif dan
efisien, maka perlu dipimpin oleh seorang yang mampu mengendalikan proses pertemuan
secara efektif dan efisien. Pada tahap ini evaluasi belum dilakukan, artinya berbagai
alternative yang barangkali secara financial misalnya tidak memungkinkan, untuk sementara
ditampung dulu, karena pada tahap ini seluruh ide ditampung tamping tanpa harus
mengevaluasinya terlebih dahulu.

Tahap ketiga, pengujian alternative. Pada tahap ini, pengambil keputusan melakukan
evaluasi dan penilaian terhadap berbagai alternative yang muncul untuk kemudian diambil
satu atau lebih alternative yang dianggap terbaik. Untuk dapat menentukan alternative solusi
yang terbaik, maka pendekatan bagan alur (flow chart) dapat dipergunakan untuk
mendapatkan alternative-alternatif yang memungkinkan.

Tahap keempat, pelaksanaan dan evaluasi alternative. Jika keputusan sudah diambil,
maka langkah berikutnya adalah mengimplementasikan alternative yang telah diputuskan
untuk dijalankan. Sebelum dijalankan maka tentunya perlu direncanakan akan seperti apa dan
bagaimana alternative tersebut dijalankan. Proses ini dilakukan pada proses perencanaan
implementasi. Pada tahap ini ditentukan siapa, apa saja, dan bagaimana alternative tersebut
akan dijalankan. Setelah direncanakan, implementasi dilakukan sehingga proses berikutnya
adalah implementasi dari rencana alternative yang akan dijalankan. Pada proses ini, apa yang
telah direncanakan dari alternative yang akan dijalankan kemudian diimplementasikan. Untuk
memastikan langkah implementasi tersebut berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang
telah dirumuskan, maka perlu dilakukan proses pengawasan terhadap implementasi
alternative. Proses ini dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang telah dijalankan sesuai
dengan apa yang telah direncanakan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

15
Rintangan terhadap pengambilan keputusan yang efektif tidak memutuskan, menghindari
keputusan terperangkap aspek-aspek risiko, ketakutan, dan kekhawatiran yang tidak
diinginkan. Pegang teguh, menolak menghadapi isu, pada akhirnya akan menemukan
gangguan, reaksi berlebihan, membiarkan satu situasi diluar control, membiarkan emosi yang
mengontrol, “vacillating”, menghilangkan keputusan.

H. Hasil Konflik

Konflik mengakibatkan hasil yang dapat produktif untuk pertumbuhan individu atau
organisasi. Sebalikanya,konflik dapat sangat destruktif( Kramer, Schmalenberg, 1978;lLewis
1976, Myrtle, Glogow, 1978; Nielsen, 1977) Deutsh( 1969, 1973) menegenali empat factor
utama yang menentukan hasil konflik: isu, kekuasaan, kemampuan menanggapai kebutuhan,
dan komunikasi bahasan berikut ini diberikan oleh Kramer dan Schmalenberg (1978).

1. Isu

Pada konflik yang destruktif, isu di besarkan, dirumuskan secara luas dengan
tambahan secara rinci , dan bermuatan emosi. Pada konflik yang konstuktif, isu
difokuskan dan dipertahankan dalam ukuran yang dapat ditangani. Hanya isu perifer
yang berhubungan hal pokok yang dididkusikan, dan proses pilihannya adalah aksi
(tindakan) bukan reaksi.

2. Kekuasaan

Pada kekuasaan destruktif, situasi dipertahankan atau diubah melalui ancaman dan
paksaan. Suasananya adalah persaingan dengan hasil menang dan kalah. Kekuasaan
konstruktif meliputi penemuan jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin berupa
kompromi atau sebuah jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin diterima yang
mungkin berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang baru; kebutuhan dan
pandangan pribadi tidak dipaksakan pada orang lain

3. Kemampuan Menanggapi Kebutuhan

Pada konflik destruktif, hanya kebutuhan sendiri saja yang dipertimbangkan. Dengan
berjalanya waktu seseorang menjadi semakian yakin bahwa keyakinananya dan
perilakunya adalah benar. Penyelesaaian konflik yang konstruktif ditandai secara khas
oleh penyelesaian yang menanggapi kebutuhan semua pihak yang terlibat.

4. Komunikasi

Saling tidak percaya, persepsi yang salah, dan peningkatan muatan emosi tertentu saja
membentuk konflik yang destruktif. Penyelesaian yang konstruktif meliputi dialog
terbuka dan jujur, slaing berbagi kekawatiran, dan mendengarkan dengan hasrat untuk
memahami orang lain. Tujuanya adalah memebuka masalah sehingga dapat dihadapi
secara efektif.

16
Konflik dapat bermanfaat bagi organisasi, bila pemimpin mempunyai kemahiran
dalam memfasilitasi penyelesain konflik yang konstruktif. Jika perbedaan pendapat
tentang sesuatu isu disuarakan dan jika masalah dibuka, hali ini menunjukan bahwa
orang- orang terlibat dan peduli. Lawan dari cinta bukanlah benci, tetapi
ketidakpedulian. Pada cinta dan benci terdapat enerji mereka yang dicintai seseorang
akan memepunyai kekuasaan untuk menibulkan kebencian. Ketidakpedulian bersifat
kosong. Enerji ditimbulkan melalui penyelesaian konflik yang efektif dapat
diguanakan secara positif kearah pencapain tujuan. Nielsen (1977) mengatakan bahwa
konflik adalah akar perubahan pribadi dan social’( hlm153). Konflik merangsang
penyelesaian masalah dan hasil penyelesaian yang kreatif, konflik dapat dinikmati,
danmemungkinkan perkembangan identitas pribadi.

17
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari perasaan,
hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di dalam
individu atau di dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang
destruktif atau konstruktif. Secara structural, konflik dapat vertical, yaitu melibatkan
perbedaan antara pemimpin dan anak buah, atau horizontal, yaitu garis relative staf. Sembilan
tipe konflik tercatat dalam literature : di dalam pengirim, di dalam peran, peran pribadi, antar
pribadi, di dalam kelompok, di antara kelompok, peran mendua, dan beban peran yang terlalu
besar.

Penyebab konflik adalah unik dan bermacam-macam. Tetapi, penyebab umumnya telah
dinyatakan dan dibahas. Penyebab umum ini antara lain perilaku menentang, stress, kondisi
ruangan yang terlalu sempit, kewenangan dokter-perawat yang berlebihan, perbedaan nilai
dan keyakinan, eksklusifisme, peran ganda perawat, kekurangan sumber daya insani,
perubahan, imbalan serta komunikasi. Proses konflik dimulai dengan kondisi pendahulu,
kemudian bergerak ke konflik yang di presepsi dan atau dirasakan. Selanjutnya adalah
perilaku, lalu konflik untuk diselesaikan atau ditekan.

Penyelesaian konflik yang konstruktif adalah sebuah aspek penting dari tanggung jawab
menejerial. Sejumlah pendekatan, termasuk kemungkinan keterlibatan dan menejemen yang
mempunyai tujuan, juga didiskusikan. Tidak ada metoda terbaik untuk memfasilitasi
penyelesaian konflik. Seorang pemimpin harus mempunyai pengetahuan tentang
kemungkinan strategi bersamaan dengan pengetahuan tentang proses memimpin dan
mengatur orang; kemudian harus dipilih dan dilaksanakan strategi yang terbaik untuk situasi
yang unuk tersebut

B. Saran
Konflik adalah sebuah kemutlakan, pemimpin harus belajar untuk secara efektif
memfasilitasi penyelesaian konflik diantara orang-orang agar tujuan dapat tercapai. Dari hasil
pembahasan di atas, diharap para pembaca baik yang merupakan calon pemimpin ataupun
yang telah menjadi pemimpin, agar dapat me-manajemen institusi atau organisasinya dengan
baik agar terbebas dari konflik yang ada.

18
DAFTAR PUSTAKA
Hani Handoko. Manajemen Personalia dan Sumber Daya manusia. Yogyakarta : BPFE. 2001.

Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat

Monica. 1998. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.

Satrianegara M fais, & siti saleha.2009.”Buku Aajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan
Kesehatan Serta Kebidanan”. Jakarta.salemba medika.

Simamora, R. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.

Soetopo, Hendyat. 2010. Perilaku Organisasi Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Supriyatno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC.

Swanburg,Russel C.2000.”Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen


Keperawatan”.Jakarta:EGC

Wahyudi. Manajemen Konflik Dalam Organisasi, Edisi Kedua. Bandung : Alfabeta. 2006.

19

Anda mungkin juga menyukai