Anda di halaman 1dari 12

A.

Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain
(Stuart & Sudeen, 1998).

Konsep diri merupakan sebuah konstruk psikologis yang telah lama menjadi pembahasan
dalam ranah ilmu-ilmu sosial (Marsh & Craven, 2008).

Konsep diri adalah pemahaman tentang diri sendiri yang timbul akibat interaksi dengan
orang lain. Konsep diri merupakan faktor yang menentukan (determinan) dalam komunikasi kita
dengan orang lain (Riswandi, 2013: 64).

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini bisa
bersifat psikologis, sosial dan fisis, menurut William D Brooks dalam Jalaludin Rakhmat (2015:
98)

2. Komponen Konsep Diri

Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian konsep diri tersebut
dikemukakan oleh Stuart & Sudeen (1998), yang terdiri dari:

a. Identitas diri
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh
individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari individu bahwa
dirinya berbeda dengan orang lain. Identitas diri merupakan sintesis dari semua
aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh, tidak dipengaruhi oleh
pencapaian tujuan, atribut atau jabatan dan peran.
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan
memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya.
Kemandirian timbul dari perasaan berharga (respek pada diri sendiri),
kemampuan dan penguasaan diri. Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak
bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi
yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri,
mengatur diri dan menerima diri.
Ciri individu dengan identitas diri yang positif:
1) Mengenal diri sebagai organisme yang utuh terpisah dari orang
lain
2) Mengakui jenis kelamin sendiri.
3) Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagaisuatu
keselarasan.

4) Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.

5) Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang.

6) Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat dicapai/


direalisasikan (Suliswati dkk, 2005).

b. Citra tubuh (body image)

Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau tidak
disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan bentuk, fungsi,
penampilan dan potensi tubuh. Citra tubuh sangat dinamis karena secara konstan berubah
seiring dengan persepsi dan pengalaman-pengalaman baru. Citra tubuh harus harus
realistis karena semakin dapat menerima dan menyukai tubuhnya individu akan lebih
bebas dan merasa aman dari kecemasan. Individu yang menerima tubuhnya apa adanya
biasanya memiliki harga diri tinggi dari pada individu yang tidak menyukai tubuhnya.

Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek
psikologisnya. Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap citra tubuhnya akan
memperlihatkan kemampuan mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses di
dalam kehidupan (Suliswati dkk, 2005).

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi gambaran diri seseorang, seperti,


munculnya Stresor yang dapat menggangu integrasi gambaran diri. Stresor-stresor
tersebut dapat berupa :

1) Operasi.
Seperti: mastektomi, amputsi, luka operasi yang semuanya
mengubah gambaran diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi
plastik, protesa dan lain – lain.
2) Kegagalan fungsi tubuh.
Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi
yaitu tidak mengkui atau asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan
dengan fungsi saraf.
3) Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fngsi tubuh.
Seperti sering terjadi pada klien gangguan jiwa , klien
mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan
kenyataan
4) Tergantung pada mesin.
Seperti klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai
tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik engan
penggunaan lntensif care dipandang sebagai gangguan.
5) Perubahan tubuh berkaitan
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan
merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia.
Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif.
6) Umpan balik interpersonal yang negative
Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan,
makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri.
7) Standard sosial budaya
Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap
pada setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya
tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti
adanya perasaan minder.

Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan tanda dan
gejala, seperti :

1) Syok Psikologis
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak
perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis
digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak
dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme
pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk
mempertahankan keseimbangan diri.
2) Menarik diri
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan ,
tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara
emosional. Klien menjadi pasif, tergantung , tidak ada motivasi dan
keinginan untuk berperan dalam perawatannya.
3) Penerimaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau
berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi
dengan gambaran diri yang baru.

Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif,
jika tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap
maladaptif sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu :

1) Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.


2) Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.

3) Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.

4) Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.

5) Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.

6) Mengungkapkan keputusasaan.

7) Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh. (Salbiah, 2003).

b. Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya
bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan
tipe orang yang diinginkan atau disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai
yang ingin diraih.
Pembentukan ideal diri dimulai pada masa kanak-kanak dipengaruhi oleh
orang yang penting pada dirinya yang memberikan harapan atau tuntutan tertentu.
Seiring dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut
dan dan akan membentuk dasar dari ideal diri. Pada usia remaja, ideal diri akan
terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia
yang lebih tua akan dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya
kekuatan fisik dan perubahan peran dan tanggung jawab.
Ideal diri harus cukup tinggi supaya mendukung respek terhadap diri,
tetapi tidak terlalu tinggi, terlalu menuntut, samar-samar atau kabur. Ideal diri
berperan sebagai pengatur internal dan membantu individu mempertahankan
kemampuannya menghadapi konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal
diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri :

1) Menetapkan ideal diri sebatas kemampuan.

2) Faktor kultur dibandingkan dengan standar orang lain.

3) Hasrat melebihi orang lain

4) Hasrat untuk berhasil.

5) Hasrat untuk memenuhi kebutuhan realistikhasrat menghindari kegagalan.


6) Adanya perasaan cemas dan rendah diri. (Suliswati dkk, 2005)

c. Peran diri

Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu didalam
kelompok sosialnya. Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam
kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan
memvalidasi pada orang yang berarti. Setiap orang disibukan oleh beberapa peran
yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur kehidupan.
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan
cocok dengan ideal diri ( Suliswati dkk, 2005)

Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap peran:

1) Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran

2) Tanggapan yang konsisten dari orang-orang yang berarti terhadap


perannya.

3) Kecocokan dan keseimbangan antar peran yang diembannya.

4) Keselarasan norma budaya dan harapan individu terhadap perilaku.

5) Pemisahan situasi yang akan menciptakan penampilan peran yang


tidak sesuai.

e. Harga diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart & Sudeen, 1998).
Frekuensi tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi.
Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari
diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari
orang lain (Keliat, 1992).

Karakteristik gangguan harga diri meliputi : tampak atau tersembunyi,


menyatakan kekurangan dirinya, mengekspresikan rasa malu atau bersalah, menilai diri
sebagai individu yang tidak memiliki kesempatan, ragu-ragu untuk mencoba
sesuatu/situasi yang baru, mengingkari masalah yang nyata pada orang lain,
melemparkan tanggung jawab terhadap masalah, mencari alasan untuk kegagalan diri,
sangat sensitive terhadp kritikan, merasa hebat (Stuart, 2007).
Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah meliputi: mengkritik diri
sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang
lain, gangguan dalam berhubungan, rasa diri penting yang berlebihan, perasaan tidak
mampu, mudah tersinggung atau marah yang berlebihan, perasaan negative mengenai
tubuhnya sendiri, pandangan hidup yang pesimis, kecemasan (Stuart, 2007).

Harga diri ada 2 macam : harga diri rendah kronis dan harga diri rendah situasi
(Carpenito, 2001 ).

1) Harga diri rendah kronis adalah suatu kondisi penilaian diri yang negative
berkepanjangan pada seseorang atas dirinya. Karakteristiknya antara lain :
Mayor: untuk jangka waktu lama / kronis :Pernyataan negatif atas dirinya,
ekspresi rasa malu / bersalah, penilaian diri seakan-akan tidak mampu
menghadapi kejadian tertentu, ragu-ragu untuk mencoba sesuatu yang
baru. Minor: Seringnya menemui kegagalan dalam pekerjaan, tergantung
pada pendapat orang lain, presentasi tubuh buruk, tidak asertif
bimbang,dan sangat ingin mencari ketentraman.
2) Harga diri rendah situasional suatu keadaan dimana seseorang memiliki
perasaan-perasaan yang negatif tentang dirinya dalam berespon terhadap
peristiwa (kehilangan, perubahan). Karakteristiknya :
Mayor: Kejadian yang berulang / berkala dari penilaian diri yang negatif
dalam berespon terhadap peristiwa yang pernah dilihat secara positif,
menyatakan perasaan negatif tentang dirinya ( putus asa, tidak berguna).
Minor: Pernyataan negatif atas dirinya, mengekspresikan rasa
mal/bersalah, penilaian diri tidak mampu mengatasi peristiwa/situasi
kesulitan membuat keputusan, mengesolasi diri.

3. Pembentukan Konsep Diri

Hardy dan Heyes (Sobur, 2003) menjelaskan konsep diri terbentuk dalam waktu yang
lama, dan pembentukan ini tidak bisa diartikan bahwa reaksi yang tidak biasa dari seseorang
dapat mengubah konsep diri.

Sobur juga menyebutkan konsep diri pada dasarnya tersusun atas berbagai tahapan. Yang
paling dasar adalah konsep diri primer, yaitu konsep yang terbentuk atas dasar pengalamannya
atas lingkungan terdekatnya, yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Pengalaman yang berbeda yang
diterima melalui anggota rumah. Konsep tentang bagaimana dirinya banyak bermula dari
perbandingan antara dirinya dan saudara- saudaranya.

Berikutnya konsep diri sekunder. Konsep diri sekunder banyak diterima dari konsep diri
primer. Hubungan yang luas yang diterima orang lain di luar lingkungan rumahnya akan
memperolehkonsep diri yang baru dan berbeda dari apa yang sudah terbentuk dalam lingkungan
rumahnya dan hal ini menghasilkan konsep diri sekunder.
Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang- orang disekitarnya.
Apa yang dipersepsi individu mengenai individu, tidak terlepas dari struktur, peran, dan status
sosial yang disandang seoarang individu. Struktur, peran, dan status sosial merupakan gejala
yang dihasilkan dari adanya interaksi individu satu dan individu lain, antara individu dan
kelompok, atau kelompok dan kelompok ( Lindgre,1973)18

4. Faktor- faktor yang memengaruhi

Pudjijogyanti (Yulius Beny Prawoto, 2010: 23-26) mengemukakan berapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan konsep diri sebagai berikut.

a. Peranan citra fisik


Tanggapan mengenai keadaan fisik seseorang biasanya didasari oleh adanya keadaan
fisik yang dianggap ideal oleh orang tersebut atau pandangan masyarakat umum.
Seseorang akan berusaha untuk mencapai standar di mana ia dapat dikatakan mempunyai
kedaaan fisik ideal agar mendapat tanggapan positif dari orang lain. Kegagalan atau
keberhasilan mencapai standar keadaan fisik ideal sangat mempengaruhi pembentukan
citra fisik seseorang.

b. Peranan jenis kelamin


Peranan jenis kelamin salah satunya ditentukan oleh perbedaan biologis antara laki-laki
dan perempuan. Masih banyak masyarakat yang menganggap peranan perempuan hanya
sebatas urusan keluarga. Hal ini menyebabkan perempuan masih menemui kendala dalam
mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Sementara di sisi lain, laki-laki
mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.

c. Peranan perilaku orang tua


Lingkungan pertama dan utama yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah
lingkungan keluarga. Dengan kata lain, keluarga merupakan tempat pertama dalam
pembentukan konsep diri seseorang. Salah satu hal yang terkait dengan peranan orang tua
dalam pembentukan konsep diri anak adalah cara orang tua dalam memenuhi kebutuhan
fisik dan psikologis anak.

d. Peranan faktor social


Interaksi seseorang dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya merupakan salah satu
hal yang membentuk konsep diri orang tersebut. Struktur, peran, dan status sosial
seseorang menjadi landasan bagi orang lain dalam memandang orang tersebut

5. Rentang respon diri


Konsep diri terdiri atas lima komponen yaitu perubahan dalam Citra Tubuh, Ideal Diri,
Harga Diri, Peran dan Identitas. Rentang individu terdapat konsep diri berfluktuasi sepanjang
rentang respons konsep diri yaitu adaptif sampai maladaptif.

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonal-


Diri positif rendah identitas lisasi

Gambar : Rentang respon konsep diri (Stuart dan Sudden 1998) Keterangan :

a. Aktualisasi diri : pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.

b. Konsep diri positif : apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari hal –hal positif maupun yang negative dari dirinya.

c. Harga diri rendah : individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih
rendah dari orang lain.

d. Identitas kacau : kegagalan individu mengintegrasikan aspek – aspek identitas masa


kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa yang
harmonis.

e. Depersonalisasi: perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang
lain.

6. Masalah keperawatan yang timbul dengan konsep diri

Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi
pembahasan perasaan, pikiran atau pandangan dirinya sendiri yang negatif. Gangguan konsep
diri dapat juga disebabkan adanya stresor. (Muhith, 2015) &(Potter & Perry, 2005) Masalah
keperawatan gangguan konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu
a. Gangguan Citra Tubuh
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh
perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna, dan objek yang
sering kontak dengan tubuh. Gangguan tersebut diakibatkan kegagalan dalam
penerimaan diri akibat adanya persepsi yang negatif terhadap tubuhnya secara fisik
(Muhith, 2015).

Klien dengan gangguan citra tubuh mempresepsikan saat ini dia mengalami
sesuatu kekurangan dalam menjaga integritas tubuhnya dimana dia merasa ada yang
kurang dalam hal integritas tubuhnya sehingga ketika berhubungan dengan
lingkungan sosial merasa ada yang kurang dalam struktur tubuhnya. Persepsi yang
negatif akan struktur tubuhnya ini menjadikan dia malu berhubungan dengan orang
lain. (Muhith, 2015)Tanda dan gejala gangguan citra tubuh:
1) Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
2) Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau akan terjadi
3) Menolak penjelasan perubahan tubuh.
4) Persepsi negatif pada tubuh.
5) Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang.
6) Mengungkapkan keputusasaan.
7) Mengungkapkan ketakutan.

b. Gangguan Ideal Diri


Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai, tidak realistis,
ideal diri yang samar, dan tidak jelas serta cenderung menuntut. Pada klien yang
dirawat di rumah sakit umunya ideal dirinya dapat terganggu atau ideal diri klien
terhadap hasil pengobatan yang terlalu tinggi dan sukar di capai.(Muhith, 2015)
Tanda dan gejala gangguan ideal diri:
1) Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya, misal saya tidak bisa ikut ujian
karena sakit, saya tidak bisa lagi jadi peragawati karena bekas luka operasi
diwajah saya, kaki saya yang dioperasi membuat saya tidak bisa lagi main bola.
2) Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi, misal saya pasti bisa
sembuh pada hal prognosa penyakitnya buruk; setelah sehat saya akan sekolah lag
i padahal penyakitnya mengakibatkan tidak mungkin lagi sekolah.
(Muhith, 2015)/

c. Gangguan Peran
Gangguan penampilan peran adalah berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, putus hubungan kerja. Peran
membentuk pola perilaku yang diterima secara sosial yang berkaitandengan fungsi
seorang individu dalam berbagai kelompok sosial. (Potter & Perry,2005) & (Muhith,
2015) Sepanjang hidup seseorang menjalani berbagai perubahan peran. Perubahan
normal yang berkaitan dengan pertumbuhan dan maturasi mengakibatkan
transisi perkembangan.Transisi tersebut antara lain:
1) Transisi situasi, terjadi ketika orangtua, pasangan hidup, atau teman dekat
meninggal atau orang pindah rumah, menikah, bercerai, atau ganti pekerjaan.
2) Transisi sehat-sakit adalah gerakan dari keadaan yang sehat atau sejahtera kearah
sakit atau sebaliknya. Perubahan fungsi peran atau bahkan berhentinya fungsi
peran yang biasa dilakukan tersebut menyebabkan seseorang harus menyesuaikan
dengan suasana baru sesuai dengan peran pengganti yang didapatkan atau
seseorang harus mampu menyesuaikan dengan kondisi yang dialami setelah
kehilangan fungsi peran yang biasa dilakukan. Masing-masing dari transisi ini
dapat mengancam konsep diri yang mengakbatkan konflik peran, ambiguitas
peran, atau ketegangan peran. (Potter & Perry, 2005) &(Muhith, 2015)a)

d. Konflik Peran
Konflik peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran. Jika seseorang
diharuskan untuk secara bersamaan menerima dua peran atau lebih yang tidak
konsisten, berlawanan, atau sangat eksklusif, maka dapat terjadi konflik
peran.Terdapat tiga jenis dasar konflik peran yaitu interpersonal, antar-peran, dan
peran personal. Konflik interpersonal terjadi ketika satu orang atau lebih mempunyai
harapan yang berlawanan atau tidak cocok secara individu dalam peran
tertentu.Konflik antar-peran terjadi ketika tekanan atau harapan yang berkaitan
dengan satu peran melawan tekanan atau harapan yang saling berkaitan. Konflik
personal terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai personal individu. (Potter &
Perry, 2005)

e. Gangguan Harga Diri


Harga diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten dan bernilai. Gangguan
harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri
identik dengan harga diri yang rendah. Orang dengan harga diri rendah sering merasa
tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan ansietas (Potter & Perry,2005) &
(Muhith, 2015).
Banyak stresor yang mempengaruhi harga diri seseorang (bayi, usia
bermain, prasekolah, dan remaja) seperti ketidakmampuan memenuhi harapan orang
tua, kritik yang tajam, hukuman yang tidak konsisten, persaingan antar saudara
sekandung, dan kekalahan berulang dapat menurunkan nilai diri. Stresor yang
mempengaruhi harga diri orang dewasa mencakup ketidakberhasilan dalam pekerjaan
dan kegagalan dalam berhubungan. (Potter & Perry, 2005) Menurut beberapa ahli
dikemukakan faktor-Fator yang mempengaruhi gangguan harga diri, seperti:

1) Perkembangan individu
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tu
a menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal
mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak
berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian
dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak
adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri
akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu
mengatur dan mengontrol,membuat anak merasa tidak berguna.
2) Ideal diri tidak realistis
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak
untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat
dicapai, seperti cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada
kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan
akhirnya percaya diri akan hilang
3) Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.
4) Sistim keluarga yang tidak berfungsi
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun
harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif
dan berulang-ulang akan merusak harga diri anak. Harga diri anak akan
terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak adekuat. Akhirnya
anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan
di lingkungannya.
5) Pengalaman traumatik yang berulang
Misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual. Penganiayaan yang dialami
dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan
atau perampokan. Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan.
Respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari
trauma, mengubah artitrauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya
koping yang biasa berkembang adalah depresi dan denial pada
trauma.Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi
secara:
a) Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba
Contoh: harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus
hubungankerja, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban
pemerkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
b) Kronik, yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung
lama.Contoh: sebelum sakit atau sebelum dirawat seseorang telah memiliki
cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah
persepsi negative terhadap dirinya. (Muhith, 2015)Tanda dan gejala gangguan
harga diri:
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat
tindakanterhadap penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut jadi botak
setelah dapat terapi sinar pada penderita kanker.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya ini tidak akan terjadi jika saya
segera ke rumah sakit, menyalahkan atau mengejek diri sendiri.
c. Merendahkan martabat. Misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain dan lebih suka sendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya memilih
alternatif tindakan.
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah dan disertai harapan yang
surammungkin klien ingin mengakhiri keidupan. (Muhith, 2015)

Anda mungkin juga menyukai