Anda di halaman 1dari 2

Pendidikan inklusif mengisyaratkan untuk mengakomodir semua anak dalam kondisi apapun.

Pendidikan
diharapkan justru dapat mengentaskan kehidupan masyarakat, bukan memilih milih peserta didik. Salah
satu kategori anak yang harus mendapat tempat di lembaga pendidikan umum adalah anak-anak
berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif untuk kepentingan semua anak bangsa. Menelaah kata
"berkebutuhan khusus" membuat kita sering kali langsung terjebak pada gambaran perbedaan,
kesulitan, hambatan maupun gangguan yang bersembunyi di baliknya. Hakikat sebenarnya adalah setiap
individu memang tidak dapat kita samakan individu tumbuh dan berkembang dengan keunikan masing-
masing disertai kebutuhan khusus khas yang tiap individu berbeda kapasitasnya tanpa harus selalu kita
maknai dengan hal yang akan "menyulitkan".Termasuk untuk kebutuhan khusus anak-anak yang dulu
lebih dikenal sebagai anak cacat.

Perbedaan interindividual

Berarti membandingkan keadaan individu dengan orang lain dalam berbagai hal diantaranya perbedaan
keadaan menta (kapasitas kemampuan intelektual), kemampuan panca indra, kemampuan gerak
motorik, kemampuan komunikasi, perilaku sosial, dan keadaan fisik.

Perbedaan intraindividual

Adalah suatu perbandingan antara potensi yang ada dalam diri individu itu sendiri, perbedaan ini dapat
muncul dari berbagai aspek meliputi intelektual, fisik, psikologis dan sosial.

Maka dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan
perbedaan baik perbedaan interindividual maupun intraindividual yang signifikan, dan membutuhkan
layanan khusus dalam berbagai aspek kehidupan seperti dalam pembelajaran, komunikasi interaksi
dengan lingkungan dan lain-lain sehingga untuk mengembangkan potensinya pendidikan dan pengajaran
khusus mutlak diperlukan.

Anak berkebutuhan khusus dari sudut pandang paradigma lama dan paradigma baru

Di masa lalu ketidaktahuan orang tua dan masyarakat mengenai hakekat dan penyebab kecacatan
menimbulkan rasa takut dan perasaan bersalah, sehingga berkembang macam-macam kepercayaan dan
tahayul. Misalnya seorang ibu yang melahirkan anak penyandang cacat merupakan hukuman baginya
atas dosa-dosa nenek moyangnya. Oleh sebab itu di masa lalu, anak-anak berkebutuhan khusus sering
disembunyikan oleh orang tuanya, sebab memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan aib keluarga.
Peradaban manusia terus berkembang, pemahaman dan pengetahuan harus mengajarkan kepada
manusia bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk hidup. Pandangan seperti inilah yang
berhasil menyelamatkan kehidupan anak-anak berkebutuhan khusus. Menyelamatkan hidup anak-anak
berkebutuhan khusus menjadi penting karena dipandang sebagai simbol dari sebuah peradaban yang
lebih maju dari sari suatu bangsa, meskipun anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan perhatian
ekstra (Miriam, 2001)
Pandangan orang tua dan masyarakat yang menganggap bahwa memelihara dan membesarkan anak
merupakan investasi agar anak dapat membalas jasa orang tuanya menjadi tidak dominan. Anak
berkebutuhan khusus mulai diakui keberadaannya, dan oleh sebab itu mulai berdiri sekolah sekolah
khusus rumah-rumah perawatan dan panti sosial yang secara khusus mendidik dan merawat. Mereka
yang menyandang kecacatan dipandang memiliki karakteristik yang berbeda dari orang kebanyakan,
sehingga dalam pendidikannya mereka memerlukan pendekatan dan metode khusus sesuai dengan
karakteristiknya. Oleh sebab itu pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus harus dipisahkan (di sekolah
khusus) dari pendidikan anak-anak lainnya. Konsep pendidikan seperti inilah yang disebut dengan
Special Education (di Indonesia diterjemahkan sebagai Pendidikan Luar Biasa atau Pendidikan Khusus)
yang melahirkan sistem sekolah segresi (Sekolah Luar Biasa).

Di dalam konsep special education dan dalam sistem pendidikan segregasi anak berkebutuhan khusus di
lihat dari aspek karakteristik kecacatannya, sebagai dasar dalam memberikan layanan pendidikan
sehingga setiap kecacatan harus diberikan layanan pendidikan, yang khusus yang berbeda dari kecacatan
lainnya (dalam prakteknya terdapat sekolah khusus atau sekolah luar biasa untuk anak tunanetra,
Tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa). Layanan yang terpisah dari pendidikan biasa, pendidikan seperti
ini disebut dengan sistem pendidikan segregasi.

Dalam paradigma pendidikan khusus/PLB melahirkan layanan pendidikan yang bersifat regresi dan
layanan pendidikan integrasi. Layanan pendidikan segregasi yaitu layanan pendidikan yang diberikan
pada satu jenis kecacatan tertentu dalam bentuk sekolah khusus seperti sekolah khusus untuk anak
tunanetra, sekolah khusus untuk anak tunarungu, dst. Sementara itu, layanan pendidikan yang dianggap
lebih maju yaitu anak-anak menyandang kecacatan layanan pendidikan yang disatukan dengan anak
bukan penyandang cacat di sekolah biasa, dengan syarat anak-anak penyandang cacat dapat diterima di
sekolah biasa apabila dapat mengikuti ketentuan yang berlaku bagi anak-anak umum.

Faktor penyebab terjadinya keberbutuhan khusus

Kajian maupun referensi yang membahas faktor penyebab terjadinya keberbutuhan khusus pada anak
sebenarnya banyak sekali, akan tetapi benang merah yang dapat diambil menurut penyelidikan para ahli
faktor penyebab terjadinya kebutuhan khusus pada anak dapat dibagi menjadi tiga ranah yaitu prenatal
Natal dan postnatal. Ranah Prenatal, merupakan faktor penyebab yang mengelompokkan terjadinya
pada waktu anak masih di dalam kandungan atau sebelum kelahiran. Ranah Natal, merupakan faktor
penyebab yang pengelompokannya terjadi tepat pada waktu proses kelahiran. Ranah Post natal,
merupakan faktor penyebab yang pengelompokannya terjadi setelah proses kelahiran dan masa
pertumbuhan anak.

Anda mungkin juga menyukai