Anda di halaman 1dari 40

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran

pernafasan yang bersifat akut dengan berbagai makan gejala (sindrom). Penyakit

ini disebabkan oleh berbagai sebab (multifaktorial). Meskipun saluran organ

pernafasan yang terlibat adalah hidung, laring, tenggorok, bronkus, trakea, dan

paru-paru, tetapi yang menjadi focus adalah paru-paru.1

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting

morbiditas dan mortalitas pada anak. Anak dibawah lima tahun adalah kelompok

umur yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit infeksi dan membutuhkan

zat gizi yang relatif lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang lain. Hal ini

disebabkan masih tingginya angka kematian karena ISPA terutama pada bayi dan

balita.2

Hampir 4 juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya

disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Insiden menurut umur balita

diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode

per anak/ tahun di negara maju. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China

(21 juta) dan Pakistan (10 juta) dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-

masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13%

1
2

kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Episode batuk-pilek pada

balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun.3

Penyakit ISPA sering terjadi pada anak balita, karena sistem pertahanan

tubuh anak masih rendah Kejadian batuk pilek pada balita di Indonesia

diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-rata

mendapat serangan batuk-pilek 3 sampai 6 kali setahun. Penyakit ISPA dapat

ditularkan melalui air ludah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman

yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya. Infeksi saluran

pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada

semua golongan umur, tetapi ISPA yang berlanjut menjadi Pneumoni sering

terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi

dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene.4

Di Indonesa ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting

karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1

dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode

ISPA setiap tahunnya.40 % -60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh

penyakit ISPA.Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20

% -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada

bayi berumur kurang dari 2 bulan.5


3

Hasil penelitian yang telah pernah dilakukan ketika ibu mengetahui

bahwa anak mereka menunjukkan gejala ISPA yaitu batuk dan pilek maka

mereka akan memberikan obat tradisional sebagai penanganan pertama, ada juga

yang menganggap remeh gejala ISPA dan membiarkan anaknya tanpa melakukan

penanganan pertama untuk mencegah penyakit tersebut, padahal umur anak

tergolong sangat rentan untuk terkena penyakit ISPA dan perlu dilakukan

penanganan segera mungkin agar tidak menular ke balita yang lainnya.5

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti ditemukan insiden ISPA antara

bulan november sampai dengan bulan desember sekitar 50 kasus pada balita dari

330 balita yang terdaftar diposyandu kecamatan sungaimas, insiden ini terus

meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Tingginya angka kejadian ini

disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu dan warga setempat dalam

menangani secara dini kasus ISPA pada balita, penyebab lainnya juga

dikarenakan penanganan awal yang terlambat pada balita karena ibu menganggap

ini adalah penyakit biasa dan melihat anaknya yang masih sehat dan bisa

bermain.

Berdasarkan masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk membuat

penelitian tentang “Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang

Pertolongan Pertama ISPA Pada Balita di UPTD Puskesmas Kajeung

Kecamatan Sungaimas Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015”.


4

1.2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah pokok

penelitian dalam penelitian ini adalah bagaimana Gambaran Tingkat

Pengetahuan Ibu Tentang Pertolongan Pertama ISPA Pada Balita di UPTD

Puskesmas Kajeung Kecamatan Sungaimas Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015.

1.3. Tujuan Penelitian.

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana gambaran tingkat pengetahuan ibu

tentang pertolongan pertama ISPA pada balita di UPTD puskesmas

kajeung kecamatan sungaimas kabupaten aceh barat tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA.

b. Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu tentang penyebab dari

penyakit ISPA.

c. Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu tentang gejala-gejala

penyakit ISPA.

d. Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu tentang pencegahan

dan penatalaksanaan ISPA.


5

1.4. Manfaat Penelitian.

1.4.1 Bagi Peneliti.

Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang penelitian,

khususnya mengenai bidang yang akan diteliti yaitu tentang gambaran

tingkat pengetahuan ibu tentang pertolongan pertama ISPA pada balita.

1.4.2 Bagi Masyarakat.

Untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang penanganan awal ISPA

serta untuk mengurangi angka kesakitan ditimbulkan penyakit ISPA.

1.4.3 Intitusi pendidikan.

Untuk menambah bahan bacaan dan untuk meningkatkan pengetahuan

terhadap penanganan awal ISPA.

1.4.4 Tempat Penelitian.

Agar para petugas kesehatan baik dokter maupun perawat dapat melakukan

edukasi dan memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai

anak bagaimana cara melakukan penanganan awal yang baik pada balita.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Nafas Atas

2.1.1 Definisi

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi

akut yang melibatkan organ saluran pernapasan, hidung, sinus, faring, atau

laring.Penyebab terjadinya ISPA adalah virus, bakteri dan

jamur.Kebanyakan adalah virus. Pencegahan ISPA sangat erat kaitannya

dengan sistem kekebalan tubuh yang dimiliki oleh seseorang.6

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi

saluranpernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-

paru yangberlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur

saluran di ataslaring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian

saluran atas danbawah secara stimulan atau berurutan.7

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan

ataulebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli

termasukjaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan

pleura.8

2.1.2 Etiologi

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan

riketsia.Bakteri penyebab ISPA seperti :Diplococcus

6
7

pneumonia,Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus

aureus, Hemophilusinfluenza, Bacillus Friedlander. Virus seperti

:Respiratory syncytial virus, virusinfluenza, adenovirus, cytomegalovirus.

Jamur seperti :Mycoplasma pneumocesdermatitides, Coccidioides immitis,

Aspergillus, Candida albicans.9

ISPA bisa disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia. Infeksi bakterial

merupakan penyulit ISPA oleh virus terutama bila ada epidemi/ pandemi

Bakteri penyebab ISPA misalnya dari genus Streptococcus, Haemophylus,

Stafilococcus, Pneumococcus, Bordetella, dan Corynebakterium. Virus

penyebab ISPA antara lain grup Mixovirus (virus influenza, parainfluenza,

respiratory syncytial virus), Enterovirus (Coxsackie virus, echovirus),

Adenovirus, Rhinovirus, Herpesvirus, Sitomegalovirus, virus Epstein-Barr.

Jamur penyebab ISPA antara lain Aspergillus sp, Candidia albicans,

Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis,

Cryptococcus neoformans.10

2.1.3 Epidemiologi

Infeksi saluran pernapasan akut sampai saat ini masih merupakan

masalah kesehatan utama terutama di Negara berkembang, seperti

Indonesia.Sebagian besar hasil penelitian di Negara berkembang

menunjukkan bahwa 20-30% kematian bayi dan anak balita disebabkan

oleh ISPA.Penyakit ISPA merupakan penyebab tersering terjadinya


8

kematian pada anak. Episode penyakit ISPA pada balita di Indonesia

diperkirakan sebesar 3-6 kali pertahun, ini berarti seorang balita rata-rata

mendpat serangan ISPA sebanyak 3-6 kali setahunnya.11

2.1.4 Klasifikasi

ISPA diklasifikasikan bermacam-macam tergantung daripeninjauannya

yaitu:14

a. Tinjauan Anatomis

1) Infeksi pernapasan akut bagian atas yaitu infeksi akut

yangmenyerang hidung sampai epiglotis misalnya Rhinitis akut

danSinusitis.

2) Infeksi pernapasan akut bagian bawah yaitu infeksi akut

yangmenyerang bagian bawah epiglottis sampai alveoli paru.

b. Tinjauan etiologi penyebab terdiri dari lebih dari 300 jenis virus,bakteri

dan riketsia.Tinjauan Daftar Tabulasi Dasar (DTD).Daftar Tabulasi

Dasar (DTD) disusun atas dasar ICD(International Classification

Disease) seperti dipteri, batuk rejan danbronchitis.

c. Tinjauan derajat keparahan penyakit

Dalam penentuan derajat keparahan penyakit, dibedakanatas dua

kelompok yaitu umur kurang dari 2 bulan dan umur 2bulan sampai

kurang dari 5 tahun sebagai berikut :


9

1) Bukan pneumonia adalah salah satu atau lebih gejala berikutbatuk

pilek biasa (common cold) yang tidak menunjukkan

gejalapeningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan

penarikandinding dada ke dalam.

2) Pneumonia adanya batuk dan atau kesukaran bernafas

disertaipeningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur.

Adanyanafas cepat (fast breathing), hal ini ditentukan dengan

alatmenghitung frekuensi pernapasan. Batas nafas cepat

adalahfrekuensi nafas sebanyak :

a) 60 kali per menit atau lebih pada usia kurang 2 bulan.

b) 50 kali per menit atau lebih pada usia 2 bulan sampai kurangdari

1 tahun.

c) 40 kali per menit atau lebih pada usia 1 sampai 5 tahun.

d) Pneumonia berat adanya nafas cepat, yaitu frekuensi

nafassebanyak 60 kali per menit atau lebih atau adanya

penarikanyang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam

(severechest indrawing.)ISPA dapat menyerang anak-anak dan

dewasa. Orang dewasamempunyai daya tahan tubuh yang lebih

baik, sehingga biasanyapenyakitnya tidak terlalu berat,

sedangkan pada anak-anak terutamabayi biasanya mudah

terserang dan jika terserang ISPA keadaan bayilebih cepat

memburuk.
10

2.1.5 Patofisiologi

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dari interaksi bibit

penyakit dengan tubuh pejamu. Respon inflamasi pada lokasi infeksi

merupakan hasil mekanisme imun spesifik dan nonspesifik pejamu dalam

melawan invasi mikroba dengan mencegah pertumbuhannya atau

selanjutnya menghancurkannya. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran

pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran

pernafasan bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau reflek

oleh laring. Jika reflek tersebut gagal maka akan merusak lapisan epitel dan

lapisan mukosa saluran pernafasan. Kerusakan tersebut menyebabkan

peningkatan aktifitas kelenjar mucus sehingga mengeluarkan mukosa yang

berlebihan. Rangsangan cairan mukosa tersebut yang akhirnya

menyebabkan batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi

terjadinya infeksi sekunder bakteri. Infeksi sekunder bakteri ini

menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat

saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan

batuk yang produktif.13

2.1.6 Manifestasi Klinis


11

Seorang anak yang menderita ISPA bisa menunjukan bermacam-

macam tanda dan gejala, seperti batuk, bersin, serak sakit tenggorokan, sakit

telinga, keluar cairan dari telinga, sesak nafas, pernafasan yang cepat, nafas

yang berbunyi, penarikan dada ke dalam, bisa juga mual, muntah, tidak mau

makan, badan lemah dan sebagainya.1

a. Tanda dan Gejala ISPA ringan

Tanda dan gejala untuk ISPA ringan antara lain batuk, pilek, suara serak,

dengan atau tanpa panas atau demam.Tanda yang lainnya adalah

keluarnya cairan dari telinga yang lebih dari dua minggu, tanpa rasa sakit

pada telinga.

b. Tanda dan Gejala ISPA sedang

Tanda dan gejala ISPA sedang meliputi tanda dan gejala pada ISPA

ringan ditambah satu atau lebih tanda dan gejala seperti pernafasan yang

lebih cepat (lebih dari 50 kali per menit), wheezing (nafas menciut-ciut),

dan panas 39oC atau lebih. Tanda dan gejala lainnya antara lain sakit

telinga, keluarnya cairan dari telinga yang belum lebih dari dua minggu,

sakit campak.

c. Tanda dan Gejala ISPA berat

Tanda dan gejala ISPA berat meliputi tanda dan gejala ISPA ringan atau

sedang ditambah satu atau lebih tanda dan gejala seperti penarikan dada

ke dalam pada saat menarik nafas yang merupakan tanda utama ISPA

berat, stridor, dan tidak mampu atau tidak mau makan. Selain itu tanda
12

dan gejala dapat disertai kulit kebiru-biruan (sianosis), nafas cuping

hidung (cuping hidung ikut bergerak 17 kembang kempis waktu

bernafas), kejang, dehidrasi, kesadaran menurun, terdapatnya membran

(selaput) difteri.7

Menurut WHO penyakit ISPA adalah penyakit yang sangatmenular,

hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahantubuh,

misalnya karena kelelahan atau stres.Pada stadium awal, gejalanya

beruparasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti

bersin terusmenerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan

nyeri kepala.Permukaan mukosa hidung tampak merah dan

membengkak.Infeksi lebih lanjutmembuat sekret menjadi kental dan

sumbatan di hidung bertambah. Bila tidakterdapat komplikasi, gejalanya

akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yangmungkin terjadi adalah

sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi salurantuba eustachii,

hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru). Secara umumgejala ISPA

meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza(pilek),

sesak napas, mengi atau kesulitan bernapas).14

2.1.7 Diagnosis

Pneumonia yang merupakan salah satu dari jenis ISPA adalah

pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibanding dengan gabungan

penyakit AIDS,malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih


13

dari 2 juta balita meninggal karena pneumonia (1 balita/20 detik) dari 9 juta

total kematian balita. Di antara 5 kematian balita, 1 di antaranya disebabkan

oleh pneumonia.Bahkan karena besarnya kematian pneumonia ini, pneumonia

disebut sebagai “pandemic yang terlupakan” atau “the forgotten pandemic”.

Namun, tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia

disebut juga pembunuh Balita yang terlupakan atau “the forgotten killer of

children”.15

Diagnosis etiologi pnemonia khususnya pada balita sulit untuk

ditegakkan karena dahak biasanya sukar diperoleh.Sedangkan prosedur

pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk

menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pnemonia, hanya biakan

spesimen fungsi atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat

diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pnemonia.

Pemeriksaan cara ini sangat efektif untuk mendapatkan dan menentukan jenis

bakteri penyebab pnemonia pada balita, namun di sisi lain dianggap prosedur

yang berbahaya dan bertentangan dengan etika (terutama jika semata untuk

tujuan penelitian). Dengan pertimbangan tersebut, diagnosis bakteri penyebab

pnemonia bagi balita di Indonesia mendasarkan pada hasil penelitian asing

(melalui publikasi WHO), bahwa Streptococcus, Pnemonia dan Hemophylus

influenzae merupakan bakteri yangselalu ditemukan pada penelitian etiologi di

negara berkembang. Di negara majupnemonia pada balita disebabkan oleh

virus.Diagnosis pnemonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau
14

kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi napas (napas cepat) sesuai

umur. Penentuan napas cepat dilakukan dengan cara menghitung frekuensi

pernapasan dengan menggunakan sound timer.

Batas napas cepat adalah :15

a. Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per

menitatau lebih.

b. Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali

permenit atau lebih.

c. Pada anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi pernapasan sebanyak 40 kali

permenit atau lebih.

Diagnosis pneumonia berat untuk kelompok umur kurang 2 bulan

ditandaidengan adanya napas cepat, yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60

kali per menitatau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada

sebelah bawah kedalam. Rujukan penderita pnemonia berat dilakukan dengan

gejala batuk ataukesukaran bernapas yang disertai adanya gejala tidak sadar dan

tidak dapatminum. Pada klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosisnya adalah

batuk pilekbiasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non-

pnemonia lainnya.15
15

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah berupa biakan

virus, serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan bila diagnosis

itu penyebabnya bakteri maka pemeriksaan yang harus dilakukan adalah

pemeriksaaan sputum, biakan darah, dan biakan cairan pleura.16

2.1.9 Pengobatan

Adapun pengobatan ISPA sebagai berikut :17

1. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,

oksigen dan sebagainya.

2. Pneumonia: diberi obat antibiotik Kotrimoksasol peroral. Bila penderita

tidak mungkin diberikan kotrimoksasol atau mungkin dengan pemberian

kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat diberikan obat antibiotic

pengganti seperti ampisilin, amoksilin atau penisilin prokain.

3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan

di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat

batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,

dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun

panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada

pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai

pembesaran kelenjar getah bening di leher, dianggap sebagai radang


16

tenggorokan oleh kuman streptococcus dan harus diberi antibiotik selama

10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus

diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

2.1.10 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi

saluran eustacii, infeksi telinga tengah, hingga bronchitis dan pneumonia

(radang paru).16

2.1.10 Pencegahan ISPA

1. Menjauhkan diri dari penderita ISPA

2. Menghindarkan anak dari asap rokok

3. Memberikan makanan bergizi setiap hari

4. Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi

5. Menjaga kebersihan lingkungan dan sirkulasi udara sekitar (menjaga

lantai tidak lembab, membuka jendela setiap hari, menjaga kemurnian

makanan dan minuman).12


17

2.2 Pertolongan Pertama ISPA

Cara mengatasi ISPA pada balita. Beberapa hal yang perlu dikerjakan

seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA menurut sebagai

berikut:18

1. Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan

parasetamol atau kompres, bayi di bawah 2 bulan dengan demam harus

segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari

cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus

dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih,

celupkan pada air tiga kali sehari.

2. Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu

jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh

diberikan tiga kali sehari.

3. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu

lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika mintah.Pemberian ASI pada bayi

yang menyusui tetap diteruskan.

4. Pemberian minuman
18

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak

dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan

akan, menambah parah sakit yang diderita.

5. Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan

rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.Jika pilek, bersihkan hidung

yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi

yang lebih parah.Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang

berventilasi cukup dan tidak berasap.Apabila selama perawatan dirumah

keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau

petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapatkan obat antibiotik, selain

tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan

benar 5 hari penuh dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik,

usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan

untuk pemeriksaan ulang.

2.3 Pengetahuan

2.3.1Pengertian pengetahuan

Pengetahuan adalah seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan

pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya

termasuk manusia dan kehidupan. Pengetahuan mencakup penalaran,

penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu, termasuk


19

praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup

yang belum dibuktikan secara sistematis.19

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:19

1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang

lain, pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan

seseorang.

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang.

Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai

pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan orang yang tingkat

pendidikannya rendah.

3. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa

pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi

pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun

negatif.

4. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang misalnya radio, televisi, majalah, koran dan

buku.
20

5. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan

seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka

akan memiliki cukup dana untuk menyediakan atau membeli fasilitas

sumber informasi.

6. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap

sesuatu.

2.3.3 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan:19

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan

tingkat pengetahuan yang rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa

orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.


21

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap objek

yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip dalam konteks atau situasi

yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus stastistik dalam

perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-

prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam

pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tapi masih dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
22

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan

mengelompokkan.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya,

dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan dan dapat

menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah

ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap materi atau objek. Penilaian-penilaian

itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.3.4 Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden.19
23

2.4 Kerangka Teori

Pengetahuan faktor yang


mempengaruhi :20

1. Pengalaman
2. Tingkat Pendidikan
3. Keyakinan
4. Fasilitas
5. Sosial Budayaa
6. Penghasilan

ISPA Pada Balita

Pertolongan pertama:18

1. Mengatasi demam
2. Mengatasi batuk
3. Pemberian makanan
4. Lainya (pemakaian
selimut)

Gambar 2.1 Kerangka teori


24

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka penelitian yang berjudul Gambaran Tingkat

Pengetahuan Ibu Tentang Pertolongan Pertama ISPA Pada Balita di UPTD

Puskesmas Kajeung Kecamatan Sungaimas Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015.

Maka kerangka konsep yang digambarkan adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Umur

-
Pekerjaan
Pertolongan Pertama
- Pada ISPA
Pendidikan

-
Pengetahuan

Skema2.2 Kerangka Konsep


25

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis dan rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalahDeskriptifdimana penelitian diarahkan secara objektif dan sistematis untuk

mendeskripsikan atau menguraikan serta menganalisa suatu keadaan.21

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini direncana dan dilakukan mulai dari januari sampai februari

2016.

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan di lakukan di UPTD Puskesmas Kajeung Kecamatan

Sungaimas Kabupaten Aceh Barat.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

pendekatan cross sectional.

25
26

3.4. Subjek Penelitian

1.4.1 Populasi

Jumlah populasi dalam penelitian ini 330 yaituseluruhibu-ibu yang

mempunyai balita di Kecamatan Sungaimas Kabupaten Aceh Barat.

1.4.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi. Untuk menetapkan sampel dalam

penelitian ini didasarkan gunakan rumus slovin yang dilampirkan pada cara

pengambilan sampel.

Adapun kriteria inklusi dan ekslusi adalah sebagai berikut :

a. KriteriaInklusi

1) Bersedia menjadi responden.

2) Responden hadir saat pembagian kuesioner

b. Kriteria Eksklusi

1) Tidak bersedia menjadi responden.

2) Responden tidak hadir saat pembagian kuesioner

1.4.3 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik probability

sampling dengan menggunakan metode Random Samplingyaitu sebagian

populasidijadikan sampel dengan memenuhi kriteria inklusi yang dipilih

secara acak sehingga jumlah responden yang diperlukan terpenuhi.21


27

Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus

Slovin yaitu sebagai berikut :

N
n
1  N(d 2 )

330
n
1  330(0,12 )

n  76

Adapun jumlah sampel pada penelitian ini adalah berjumlah 76 orang.

Keterangan :

n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena
kesalahanpengambilansampel masih dapat ditoleril atau diinginkan 10%.

3.5. Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas (Independen)

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi objek

penelitian yang terdiri dari pengetahuan ibu.

3.5.2 Variabel Terikat (Dependen)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel

lain, dalam penelitian ini adalahpertolongan pertama ISPA pada balita.


28

3.6. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah “Hubungan Tingkat Pengetahuan

Masyarakat Terhadap Pencegahan Rinitis Alergi di Desa Lamgapang Kecamatan

Krung Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2015”. Dengan melakukan

pengumpulan data primer berupa pembagian kuesioner.

Tabel 3.1Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala


Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Dependent Operasional Ukur

Pertolongan Suatu tindakan Wawancara Kuesioner 1. Benar Ordinal


Pertama ISPA yang dilakukan
pada balita ibu saat balita 2. Salah
mengalami
manifestasi
klinis ISPA.

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Independen Operasional Ukur

Pengetahuan Pengetahuan Wawancara Kuesioner 1. Pengetahuan Ordinal


Ibu adalah seluruh Sangat baik
pemikiran, bila15-25.
gagasan, ide, 2. Pengetahuan
konsep dan Baik 10-15.
pemahaman 3. Pengetahuan
yang dimiliki Kurang <10
manusia tentang
dunia dan segala
29

isinya termasuk
manusia dan
kehidupan.
30

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitiann

Puskesmas Kajeung berlokasi di Desa Kajeung Kecamatan Sungaimas dengan

luas tanah untuk bangunan 15.268 m2, dan memiliki batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatas dengan sawah milik masyarakat

 Sebelah Barat berbatasan dengan rumah milik masyarakat

 Sebelah Timur berbatasan dengan jalan raya

 Sebelah Selatan berbatasan dengan rumah milik masyarakat

UPTD Puskesmas melayani seluruh penduduk kecamatan Sungaimas dan juga

daerah lain di sekitarnya, sehubungan dengan letak UPTD Puskesmas berada

ditengah rumah milik masyarakat kecamatan Sungaimas sehingga memudahkan

masyarakat setempat untuk datang berobat ke Pukesmas tersebut.

4.2 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap 76 orang

responden yang ada di UPTD Puskesmas Kajeung Kecamatan Sungaimas dengan

cara membagikan kuesioner dengan jumlah pertanyaan 25 soal berbentuk multiple

choice mengenai gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang pertolongan pertama

ISPA pada balita di UPTD Puskesmas Kajeung Kecamatan Sungaimas Kabupaten

30
31

Aceh Barat Tahun 2015. Adapun hasil penelitian dapat dilihat seperti pada tabel di

bawah ini :

4.2.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden pada penelitian ini menjelaskan tentang, umur, jenis

kelamin, pendidikan dan pekerjaan ibu. Adapun hasil yang didapatkan pada

karakteristik adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1.
Distribusi Karakteristik Responden di UPTD Puskesmas Kajeung Kecamatan
Sungaimas Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015.

Jumlah
No Kelompok Umur
N %
1 20-30 26 34,2
2 31-40 32 42,1
3. >40 18 23,7
Jumlah 76 100
Jumlah
No Pendidikan
N %

1 Dasar (SD/SMP) 26 34,2

2 Menengah (SMA/Sederajat) 32 42,1

3. Tinggi (DIII/S1/S2/Sederajat) 18 23,7


Jumlah 76 100
32

Jumlah
No Pekerjaan
N %

1 IRT 26 34,2

2 Swasta 32 42,1

3. PNS 18 23,7
Jumlah 76 100

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa 42,1% responden berada pada kelompok

umur 31-40 tahun, berjenis kelamin perempuan (47,7%), berpendidikan dasar/

SD/SMP (34,2%) dan (23,7%) ibu memiliki pekerjaan PNS.

4.2.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Pertolongan Pertama ISPA

Pada Balita

Variabel pengetahuan diukur dengan menggunakan kuesioner pada semua

pasien yang UPTD Puskesmas Kajeung Kecamatan Sungaimas Kabupaten Aceh

Barat. hasil penelitian pengetahuan pada pasien dikelompokkan menjadi tiga kategori

yaitu sangat baik, baik, dan kurang


33

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Tentang

Pertolongan Pertama ISPA Pada Balita Di UPTD Puskesmas Kajeung

Kecamatan Sungaimas Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015.

No Pengetahuan F %

1 Sabgat Baik 26 34,2

2 Baik 32 42,1

3. Tidak Baik 18 23,7

Total 76 100

Sumber : Data Primer 2015-2016

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 76 responden yang mempunyai

pengetahuan baik sekitar 26 orang (34,2%), pengetahuan cukup 32 orang

(42,1%) dan pengetahuan kurang sekitar 18 orang (23,7%).


34

BAB V

PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan

Ibu.

Hasil penelitian ini diketahui umur responden sebagian besar antara 31-40

tahun (42,1%). Dikutip22 rentang usia tertentu adalah baik untuk menjalankan peran

pengasuhan dan perawatan. Apabila terlalu muda atau tua, maka mungkin tidak dapat

menjalankan peran tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan

psikologis. Hal ini sesuai dengan Mubarak menyatakan bahwa salah satu yang

mempengaruhi pengetahuan dan perilaku seseorang adalah usia. Usia sangat

mempengaruhi masyarakat dalam memperoleh informasi yang lebih banyak secara

langsung maupun tidak langsung sehingga dapat meningkatkan pengalaman,

kematangan, dan pengetahuan. Seiring pertambahan usia seseorang maka kematangan

berpikirnya semakin meningkat, sehingga kemampuannya menyerap informasi dan

pengetahuan semakin meningkat pula termasuk dalam pengetahuan responden dalam

melakukan tindakan pertama pada saat balita mengalami ISPA.22

Tingkat pendidikan responden diketahui paling banyak lulusan

SMA/Menengah sebanyak 32 orang (42,1%). Banyaknya responden lulusan SMA

dapat dipengaruhi oleh kemampuan orang tua responden untuk membiayai

pendidikan sampai tingkat SMA, sedangkan untuk melanjutkan ke jenjang perguruan


35

tinggi kemampuan ekonomi orang tua sangat terbatas. Menurut Edelman and Midle

(1994) dalam buku Perry dan Potter (2005) menyatakan tingkat pendidikan seseorang

dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan semakin baik

pengetahuan yang dimilikinya. Responden dengan pendidikan SMA sudah dianggap

dapat menerima berbagai informasi pengetahuan tentang masalah ISPA pada balita,

termasuk bagaimana tindakan yang harus dilakukan seorang ibu pada saat balita

mengalami ISPA melalui media pendidikan kesehatan seperti saat mengikuti kegiatan

posyandu, membaca buku kesehatan ataupun petugas kesehatan dari puskesmas saat

pemeriksaan kesehatan baik ibu maupun balita.22


36

Hasil penelitian responden terhadap pekerjaan menunjukkan bahwa sebagian

besar responden sebagai swasta sebanyak 32 orang (42,1%). swasta dimasukkan

dalam klasifikasi bekerja. Sementara bekerja dikaitkan dalam masalah ekonomi.

Simamora (2004) menyatakan bahwa ekonomi 47 adalah kegiatan menghasilkan uang

di masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk dalam pembiayaan

perawatan balita saat mengalami ISPA seperti membeli obat. Menurut Julia (2004)

menyatakan bahwa pekerjaan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan yang

dimiliki seseorang. Berbagai informasi yang diterima responden menjadikan

pengetahuan ibu banyak dalam kategori sedang. Hasil penelitian Dewi (2010)

menyimpulkan variabel pekerjaan menunjukkan bahwa status pekerjaan mempunyai

hubungan dan pengaruh terhadap perawatan ISPA pada balita di wilayah kerja

puskesmas Karang Malang, Sragen.22

2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Pertolongan Pertama ISPA

Pada Balita

Berdasakan hasil penelitian yang sudah dilakukan, dari 76 responden di

UPTD Puskesmas Kajeung Kecamatan Sungaimas terdapat (34,2%) yang memiliki

pengetahuan baik, (42,1%) memiliki pengetahuan cukup dan terdapat (23,7%) yang

memiliki pengetahuan kurang. Penelitian ini tidak sama dengan yang dilakukan oleh

Yerianika yang berjudul tentang pengetahuan ibu terhadapa penanganan pertama

ISPA dari hasil penelitiannya yang dilakukan dari hasil wawancara terhadap 70
37

responden menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden cukup baik

yaitu sebanyak 48,6%, baik sebesar 28,6%. Sedangkan yang memiliki tingkat

pengetahuan yang kurang baik berjumlah 22,8%.23

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan manusia

sebagian besar diperoleh melalui mata dan telinga.20 Pengetahuan tentang pertolongan

pertama pada ISPA pada balita yang didapatkan oleh responden berasal dari berbagai

sumber seperti buku, media massa, penyuluhan, pendidikan dan melalui kerabat.

Adanya informasi baru mengenai suatu hal dari media massa memberikan landasan

kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.20 Pengetahuan

adalah salah satu faktor yang mempermudah (predisposing factor) terhadap

terbentuknya perilaku khususnya pengetahuan ibu tentang ISPA dan penanganan

pertamanya.23
38

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti mengambil kesimpulan

sebagai berikut:

a. Tingkat pengetahuan ibu sebagian besar dalam kategori cukup sebanyak (42,1%),

pengetahuan kurang sebanyak (23,7%) dan pengetahuan tinggi sebanyak

(34,2%).

b. Tingkat umur ibu sebagian besar dalam kategori umur 31-40 tahun sebanyak

(42,1%), umur 20-30 tahun sebanyak (34,2%) dan umur > 40 tahun sebanyak

(23,7%).

c. Tingkat Pendidikan ibu sebagian besar lulusan menengah/SMA sebanyak

(42,1%), berpendidikan dasar/SD (34,2%) dan berpendidikan tinggi (23,7%).

d. Tingkat pekerjaan ibu sebagian besar swasta sebanyak (42,1%), IRT (34,2%),

dan PNS (23,7%).


39

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian, maka disampaikan

beberapa saran sebagai berikut

a. Bagi responden

Diharapkan ibu untuk tetap bersedia meningkatkan pengetahuan tentang

ISPA dan tindakan yang lebih baik dengan cara aktif mengikuti kegiatan posyandu

anak, membaca buku kesehatan khususnya tentang ISPA sehingga dapat

meningkatkan kesadaran dalam hal pentingnya kesehatan bagi anak agar anak tidak

sampai terkena penyakit ISPA.


40

b. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Instansi pelayanan kesehatan, diharapkan semua petugas kesehatan di wilayah

kerja UPTD Puskesmas Kajeung dapat terus memberikan penyuluhan dan

informasi lebih lanjut terhadap masyarakat terutama ibu-ibu tentang

perawatan ISPA pada balita dengan baik dan benar.

c. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti lain diharapkan dapat mengembangkan lebih lanjut pada

penelitian sejenis, seperti membahas tentang cara melakukan pertolongan

pertama pada balita yang mengalami ISPA dengan baik dan benar.

d. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dengan penelitian ini dapat menambah referensi di perpustakaan

sehingga dapat dimanfaatkan bagi penelitian selanjutnnya.

Anda mungkin juga menyukai