Anda di halaman 1dari 15

TUGAS AKHIR – RC 091380

STUDI PENGARUH EKSENTRISITAS TERHADAP FAKTOR REDUKSI


PADA KOLOM BETON BERTULANG BUJURSANGKAR DENGAN
MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC 6.0

STUDY OF ECCENTRICITY EFFECTS ON REDUCTION FACTORS OF


SQUARE REINFORCED CONCRETE COLUMNS USING VISUAL BASIC 6.0
PROGRAM

RADITYA ADI PRAKOSA


NRP 3106 100 096

DOSEN PEMBIMBING
Ir. Iman Wimbadi, MS.
Tavio ST., MT., Ph.D

JURUSAN TEKNIK SIPIL


Fakultas teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi sepuluh Nopember
Surabaya 2010

1
Bab I difokuskan pada penyelesaian problem utama dan
Pendahuluan bukan pada pembuatan antar-mukanya (user
interface). Akan tetapi, hasil yang diperoleh pun
1.1 Latar Belakang perlu dibandingkan dengan program lain yang
Seiring perkembangan IPTEK, banyak ilmuwan serupa seperti PCA Column, sehingga dapat
yang mulai mengembangkan teknologi dalam dunia menghasilkan output yang lebih efisien.
ketekniksipilan. Tak terkecuali beton bertulang,
material komposit yang paling banyak dijumpai dalam 1.2 Perumusan Masalah
pembangunan struktur bangunan. Perumusan masalah yang akan dibahas antara lain :
Banyak bangunan struktur yang runtuh 1. Bagaimana pengaruh ratio eksentrisitas pada
disebabkan oleh kegagalan struktur pada kolom. Sebab, diagram interaksi P-M kolom?
komponen struktur utama pada bangunan adalah kolom 2. Bagaimana bentuk diagram distribusi daya dukung
sebagai penerima beban bangunan maupun beban luar kolom sesuai ratio eksentrisitas yang terjadi?
yang bekerja pada struktur yang selanjutnya akan 3. Bagaimana membuat simulasi perbandingan antara
diteruskan ke dalam pondasi. Oleh sebab itu, ratio eksentrisitas dan koefisien variasi tahanan
perencanaan kolom harus mendapat perhatian lebih. kolom?
Terlebih kolom menerima kombinasi beban yaitu beban 4. Bagaimana mencari faktor reduksi kekuatan layan
aksial serta momen lentur yang diakibatkan oleh beban kolom terhadap pengaruh eksentrisitas yang dengan
eksentris maupun beban lateral akibat angin dan gempa sesuai Unified Design Provisions yang terdapat pada
atau dapat pula akibat beban lantai yang tidak ACI 318-2002?
seimbang. 5. Apakah faktor reduksi yang telah dianalisis sesuai
Di Indonesia, peraturan beton bertulang masih dengan kurva antara faktor reduksi dan regangan
menggunakan SNI 2847-2002 mengenai “Tata Cara tarik berdasarkan tata cara perhitungan beton
Perhitungan Struktur Beton untuk Gedung” dimana bertulang ACI 318-2002?
peraturan ini mengacu pada ACI 1999 dan ASTM.
Sedangkan teknisi beton bertulang di Indonesia maupun 1.3 Tujuan
luar negeri banyak yang telah memakai metode desain Adapun tujuan yang ingin dicapai antara lain :
terbaru yaitu Unified Design Provisions yang ada di 1. Membuat suatu program bantu dalam dunia
dalam tata cara perhitungan beton bertulang ACI 318- ketekniksipilan yang sederhana dan mudah
2002 dalam hal pengurangan kekuatan yang mampu diterapkan untuk mengetahui faktor reduksi
dipikul oleh komponen struktur bangunan. Perbedaan kekuatan kolom sesuai ACI 318-2002.
dari kedua code tersebut menyangkut faktor reduksi 2. Mampu merencanakan kolom dengan beban
kekuatan kolom dimana SNI 03-2847-2002 masih eksentris yang sesuai dengan ACI 318-2002.
berdasarkan besarnya beban aksial sedangkan ACI 318- 3. Mengetahui bahwa nilai output aplikasi program
2002 menggunakan regangan tarik untuk menentukan yang telah dibuat dapat dipertanggungjawabkan
besarnya faktor reduksi. dengan memverifikasi diagram interaksinya dengan
Pengaruh eksentrisitas beban yang bekerja PCA Column.
terhadap faktor reduksi ini dapat dihitung
dengan melakukan analisa manual kemampuan 1.4 Batasan Masalah
layan kolom maupun dengan menggunakan Ruang lingkup permasalahan dan pembahasan pada
program bantu seperti program Visual Basic 6.0 tugas akhir ini dibatasi oleh beberapa hal antara lain :
yang nantinya akan dipergunakan dalam 1. Studi tugas akhir ini hanya meninjau elemen
struktur beton bertulang yang mengalami
penyelesaian tugas akhir ini. Hal ini dikarenakan
kombinasi momen lentur dan gaya aksial yaitu
Visual Basic 6.0 tidak memerlukan kolom.
pemrograman khusus untuk menampilkan 2. Studi tugas akhir ini hanya meninjau kolom
jendela (window) dan cara penggunaannya juga berpenampang bujursangkar dengan tulangan
berbasis visual. Selain itu, Visual Basic 6.0 longitudinal 4 sisi (four side equal) dan jumlah
adalah bahasa pemrograman yang revolusioner tulangan kelipatan 4.
yaitu mengacu pada event dan berorientasi 3. Studi tugas akhir ini hanya meninjau kolom
objek. Visual Basic 6.0 juga dapat menciptakan pendek yang mengalami beban aksial dan momen
aplikasi dengan mudah karena hanya uniaksial tanpa knick atau faktor tekuk.
memerlukan sedikit penulisan kode – kode 4. Studi tugas akhir ini hanya menganalisis diagram
interaksi P-M kolom, kurva perbandingan ratio
program sehingga kegiatan pemrograman dapat

2
eksentrisitas dengan koefisien variasi tahanan keruntuhan yang berupa keruntuhan tekan sulit dihindari.
global, serta kurva perbandingan faktor Apabila beban pada kolom bertambah, maka retak akan
reduksi kekuatan kolom dan regangan tarik banyak terjadi di seluruh tinggi kolom pada lokasi – lokasi
sesuai ACI 318-2002 (Unified Design tulangan sengkang. Dalam keadaan batas keruntuhan (limit
Methode). state of failure), selimut beton di luar sengkang (pada
5. Studi tugas akhir ini hanya menggunakan kolom bersengkang) atau di luar spiral (pada kolom
bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. berspiral) akan lepas sehingga tulangan memanjangnya
akan mulai kelihatan. Apabila bebannya terus ditambah,
1.5 Manfaat maka terjadi keruntuhan dan tekuk local (local buckling)
Adapun manfaatnya antara lain : tulangan memanjang. Dapat dikatakan bahwa dalam
1. Dapat digunakan oleh praktisi beton bertulang keadaan batas keruntuhan, selimut beton lepas dahulu
untuk lebih memahami dasar analisis faktor sebelum lekatan baja-beton hilang.
reduksi kekuatan kolom sesuai peraturan ACI Seperti halnya balok, kekuatan kolom dievaluasi
318-2002. berdasarkan prinsip – prinsip dasar sebagai berikut :
2. Dapat digunakan untuk membuat peraturan 1. Distribusi regangannya linier di seluruh tebal
tentang tata cara perhitungan beton bertulang kolom.
yang sesuai dengan perkembangan peraturan 2. Tidak ada gelincir antara beton dengan tulangan
beton bertulang yang ada di luar negeri dan baja (ini berarti regangan pada baja sama dengan
dapat diterapkan di Indonesia. regangan pada beton yang mengelilinginya).
3. Regangan beton maksimum yang diizinkan pada
Bab II keadaan gagal (untuk perhitungan kekuatan)
Tinjauan Pustaka adalah 0,003.
4. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak
2.1 Pengertian dan Prinsip Dasar Kolom digunakan dalam perhitungan.
Kolom adalah batang tekan vertikal dari
rangka (frame) struktural yang memikul beban dari 2.2 Kekuatan Kolom Pendek dengan Beban Sentries
balok. Kolom meneruskan beban – beban dari elevasi Apabila suatu kolom dengan luas penampang
atas ke elevasi lebih bawah hingga akhirnya sampai ke brutonya Ag dengan lebar b dan tinggi total h, bertulangan
tanah melalui pondasi. Karena kolom merupakan baja dengan luas total Ast (terbagi pada semua sisi kolom)
komponen tekan, maka keruntuhan pada satu kolom maka Luas bersih penampang beton adalah Ag - Ast.
merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan Gambar 2.1 menjelaskan tentang pembebanan
kolaps (runtuhnya) lantai yang bersangkutan dan juga pada beton dan baja pada saat beban kolom meningkat.
runtuh bats total (ultimate total collapse) beserta Pada awalnya, baik beton maupun baja berperilaku elastis.
seluruh strukturnya. Pada saat regangannya mencapai sekitar 0,002 sampai
Keruntuhan kolom struktural merupakan hal 0,003, beton mencapai kekuatan maksimum f’c. Secara
yang sangat berarti ditinjau dari segi ekonomis maupun teoritis, beban maksimum yang dapat dipikul oleh kolom
segi manusiawi. Oleh karena itu, dalam merencanakan adalah beban yang menyebabkan terjadinya tegangan f’c
kolom perlu lebih waspada yaitu dengan memberikan pada beton. Penambahan beban lebih lanjut bisa saja terjadi
kekuatan cadangan yang lebih tinggi daripada yang apabila strain hardening pada baja terjadi sekitar regangan
dilakukan pada balok dan elemen struktural horisontal 0,003.
lainnya, terlebih lagi karena keruntuhan tekan tidak
memberikan peringatan awal yang cukup jelas.
Keserasian tegangan dan regangan yang
digunakan dalam analisis atau desain seperti pada balok
juga dapat diterapkan pada kolom. Akan tetapi, disini
ada suatu faktor baru (selain momen lentur) yang ikut
masuk dalam perhitungan, yaitu adanya gaya tekan.
Karena itu, perlu ada penyesuaian dalam menyusun
persamaan – persamaan keseimbangan penampang
dengan meninjau kombinasi gaya tekan dan momen
lentur.
Banyaknya penulangan dalam hal balok telah
Gambar 2.1 Hubungan tegangan-regangan pada beton dan
dikontrol agar balok dapat berperilaku daktail. Dalam baja (beban sentris)
hal kolom, beban aksial biasanya dominan sehingga

3
Dengan demikian kapasitas beban sentris penampang melintang suatu kolom segi empat tipikal
maksimum pada kolom dapat diperoleh dengan dengan diagram distribusi regangan, tegangan dan gaya
menambahkan kontribusi beton yaitu sebesar (Ag-Ast) padanya. Diagram ini berbeda dengan diagram yang
0,85f’c dan kontribusi baja yaitu sebesar (Astfy). Ag menjelaskan tentang adanya gaya nominal memanjang Pn
adalah luas bruto total penampang beton. Ast adalah yang bekerja pada keadaan runtuh dan mempunyai
luas total tulangan baja (Ast = As + A’s). Yang eksentrisitas e dari pusat plastis (atau bisa saja pusat
digunakan dalam perhitungan adalah 0,85f’c bukan f’c geometri) penampang. Tinggi sumbu netral ini sangat
karena kekuatan maksimum yang dapat dipertahankan menentukan kekuatan kolom.
pada struktur aktual mendekati harga 0,85f’c. Sehingga Persamaan gaya dan momen dari Gambar 2.3
kapasitas beban sentris maksimum (P0) dinyatakan untuk kolom pendek dapat dinyatakan sebagai gaya tahan
sebagai berikut: aksial nominal dalam keadaan runtuh
P0 = 0,85 f’c (Ag – Ast) + Astfy (2.1) Pn = Cc + Cs – Ts (2.4)
Gambar 2.2 menjelaskan tentang beban yang sentris −
a − −
meyebabkan tegangan tekan yang merata di seluruh Mn = Pne = Cc ( y - ) + Cs ( y - d’) + Ts (d - y ) (2.5)
bagian penampang. Pada saat terjadi keruntuhan, 2
tegangan dan regangannya terjadi secara merata di Karena :Cc = 0,85ƒ’c ba
seluruh bagian penampang. Cs = A’sƒ’s
0,002 Ts = Asƒs
0,85f 'c Persamaan (2.1) dan (2.2) dapat pula ditulis sebagai :
A'sfy
Pn = 0,85ƒ’cba + A’sƒ’s - Asƒs (2.6)
Mn=Pne = 0,85ƒ’cba( - a 2 ) + A’sƒ’s( - d’) + Asƒs(d - )
d
h Cc = 0,85f 'c (Ag - Ast)
(2.7)
Untuk eksentrisitas kecil, kuat aksial beban diambil 80%
Asfy
dan 85% masing – masing untuk sengkang dan spiral.
d'
Rumusnya menjadi :
b
(a) (b) (c) Pn(max) = 0,8 [0,85ƒ’c (Ag – Ast) + Astƒy] (2.8)
Gambar 2.2 Geometri, Regangan, dan Tegangan Kolom untuk kolom bersengkang
(beban sentris); (a) Penampang Melintang; (b) Pn(max) = 0,85 [0,85ƒ’c (Ag – Ast) + Astƒy] (2.9)
Regangan Beton; (c) Tegangan (dan gaya – gaya) untuk kolom berspiral
Untuk eksentrisitas kecil, kuat aksial beban diambil 0,003(c − d ' )
80% dan 85% masing – masing untuk sengkang dan ƒ’s = Esε’s = Es ≤ ƒy (2.10)
spiral sehingga persamaan 2.1 menjadi seperti berikut:
c
Pn(max) = 0,8 [0,85ƒ’c (Ag – Ast) + Astƒy] (2.2) 0,003(d − c)
ƒs = Esεs = Es ≤ ƒy (2.11)
untuk kolom bersengkang c
Pn(max) = 0,85 [0,85ƒ’c (Ag – Ast) + Astƒy] (2.3)
untuk kolom berspiral d'
Beban nominal ini masih harus direduksi lagi y h/2
dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan Φ. A's
d
Biasanya untuk desain, besarnya (Ag – Ast) dapat h
As
dianggap sama dengan Ag tanpa kehilangan ketelitian.

2.3 Kekuatan Kolom Pendek dengan Beban


Eksentris b
Selain menerima beban aksial, kolom juga Pusat plastis Penampang melintang
mengalami momen lentur. Momen ini dapat
εc =
dikonversikan menjadi suatu beban P dengan
Pn
eksentrisitas e. Momen lentur ini dapat bersumbu
tunggal (uniaxial) seperti dalam hal kolom eksterior Cs
Cs
bangunan bertingkat banyak. ε' c Cc Cc
e
Kekuatan kolom yang dibebani eksentris e'
Sumbu netral (d - d')
seperti beban aksial dan lentur, pada prinsipnya Pusat plastis

mengenai distribusi tegangan dan blok tegangan segi Ts


empat ekuivalennya hampir sama dengan balok seperti Ts

pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. memperlihatkan εs

4
4. Kondisi beban berimbang. Saat eksentrisitas terus
Regangan : Tegangan : Tegangan : ditambah akan dicapai suatu kondisi dimana
d −c ƒs = Esεs ≤ ƒy ƒs = Esεs ≤ ƒy tulangan pada sisi tarik mencapai leleh dan pada
εs = 0,003 ƒ’s = Esε’s ≤ ƒy ƒ’s = Esε’s ≤ ƒy saat bersamaan, beton pada sisi lainnya mencapai
c tekan maksimum 0,85 f’c. Kondisi ini disebut
c = jarak sumbu netral
c − d' y = jarak pusat plastis kondisi pada beban berimbang (balance).
ε’s = 0,003 5. Momen besar, beban aksial relatif kecil. Jika
c e = eksentrisitas beban ke
pusat plastis eksentrisitas terus ditambah keruntuhan terjadi
e’ = eksentrisitas beban ke akibat tulangan meleleh sebelum hancurnya beton.
tulangan tarik 6. Momen lentur besar. Pada kondisi ini, keruntuhan
d’ = selimut efektif terjadi seperti halnya pada sebuah balok.
tulangan P P P
e e
Gambar 2.3 Tegangan dan Gaya – gaya pada
Kolom

2.4 Keruntuhan Kolom (a) (b) (c)


Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila
tulangan bajanya leleh karena tarik atau terjadinya
kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu dapat
P P
pula kolom mengalami keruntuhan apabila terjadi e e M
kehilangan stabilitas lateral, yaitu terjadi tekuk.

2.4.1 Beban Aksial dan Lentur pada Kolom


Kolom akan melentur akibat momen dan
momen tersebut akan cenderung menimbulkan tekanan (d) (e) (f)
pada satu sisi kolom dan tarikan pada sisi lainnya. Gambar 2.4 Kolom Menerima Beban dengan Eksentrisitas yang
Tergantung pada besar relatif momen dan beban aksial, terus Diperbesar
banyak cara yang dapat menyebabkan rutuhnya kolom.
Gambar 2.4 memperlihatkan kolom yang memikul 2.4.2 Keruntuhan Tarik (Under – reinforced)
beban Pn. Dalam beberapa bagian dari gambar, beban Keruntuhan tarik akibat momen lentur ultimate
ditempatkan pada eksentrisitas yang semakin besar terjadi jika tulangan baja mencapai leleh lebih dahulu yaitu
sehingga menghasilkan momen yang semakin besar regangannya (εs) sama atau lebih besar dibanding regangan
pula. Setiap kasus dari keenam kasus tersebut dibahas pada saat leleh (εy). Kondisi tersebut dapat terjadi jika
singkat sebagai berikut : jumlah tulangan baja (As) yang dipasang relatif sedikit.
1. Beban aksial besar dan Momen diabaikan maka Awal keadaan runtuh dalam hal eksentrisitas yang
pada kondisi ini keruntuhan akan terjadi oleh besar dapat terjadi dengan lelehnya tulangan baja yang
hancurnya beton, dengan semua tulangan dalam tertarik. Peralihan dari keruntuhan tekan ke keruntuhan
kolom mencapai tegangan leleh dalam tekan. tarik terjadi pada e = eb. Jika e lebih besar daripada eb atau
2. Beban aksial besar dan momen kecil sehingga Pn < Pnb, maka keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan
seluruh penampang tertekan. Jika suatu kolom tarik yang diawali oleh lelehnya tulangan tarik.
menerima momen lentur kecil (yaitu eksentrisitas Dalam praktek biasanya digunakan penulangan
kecil), seluruh kolom akan tertekan tetapi tekanan yang simetris, yaitu A’s = As, dengan maksud mencegah
di satu sisi akan lebih besar dari sisi lainnya. kekeliruan dalam penempatan tulangan tarik dan tulangan
Tegangan tekan maksimum dalam kolom akan tekan. Penulangan yang simetris juga diperlukan apabila
sebesar 0,85 f’c dan pada kondisi ini keruntuhan ada kemungkinan tegangan berbalik tanda, misalnya karena
akan terjadi oleh runtuhnya beton dan semua arah angin atau gempa yang berbalik.
tulangan tertekan.
3. Eksentrisitas lebih besar atau ditingkatkan dari 2.4.3 Keruntuhan Tekan (Over – reinforced)
kasus sebelumnya maka gaya tarik akan mulai Keruntuhan tekan terjadi jika serat tekan beton εc
terjadi pada satu sisi kolom dan baja tulangan pada = εcu = 0,003. Sedangkan serat tarik baja εs < εy.
sisi tersebut akan menerima gaya tarik yang lebih Keruntuhan dimulai dari beton terlebih dahulu sedangkan
kecil dari tegangan leleh. Pada sisi yang lain tulangan baja masih dalam batas elastis ( fs < fy ), jenis
tulangan mendapat gaya tekan. keruntuhan ini sifatnya getas (tiba – tiba) tanpa didahului

5
oleh lendutan yang cukup besar khususnya bila beton 2.5 Persamaan pada Kolom Bertulang pada Empat Sisi
tidak diberi tulangan pengekangan yang cukup. Apabila suatu kolom segiempat mempunyai tulangan pada
Agar dapat terjadi keruntuhan yang diawali keempat sisinya dan semua tulangan yang sejajar tidak
dengan hancurnya beton, eksentrisitas e gaya normal simetris, maka solusinya harus dicari berdasarkan prinsip –
harus lebih kecil daripada eksentrisitas balanced eb dan prinsip pertamanya.
tegangan pada tulangan tariknya lebih kecil daripada Pn = 0,85ƒ’cba + A’sƒ’s - Asƒs (2.18)
tegangan leleh, yaitu ƒs < ƒy. −
a −
Dalam proses analisis (maupun desain) Mn =Pne = 0,85ƒ’cba ( y - ) + A’sƒ’s ( y - d’) + Asƒs (d -
diperlukan persamaan dasar keseimbangan yaitu 2
persamaan (2.6) dan persamaan (2.7). Selain itu, −
diperlukan pula prosedur coba – coba dan penyesuaian, y) (2.19)
serta adanya keserasian regangan di seluruh bagian Untuk itu Persamaan (2.16) dan (2.17) harus disesuaikan
penampang. terlebih dahulu. Kontrol keserasian regangan harus tetap
dipertahankan di seluruh bagian penampang.
2.4.4 Keruntuhan Balanced Gambar 2.5 memperlihatkan kolom yang
Keruntuhan balance atau keadaan batas bertulangan pada keempat sisinya. Anggapan yang
tercapai jika serat desak beton εcu = 0,003 dan serat digunkan disini adalah :
tarik baja εs = εy (regangan pada titik leleh yang Gsc = titik berat gaya tekan pada tulangan tekan
pertama). Kondisi balance digunakan sebagai acuan Gst = titik berat gaya tarik pada tulangan tarik
untuk mengetahui apakah suatu penampang mempunyai Fsc = resultan gaya tekan pada tulangan = ΣA’s ƒsc
keruntuhan tarik atau keruntuhan tekan. Fst = resultan gaya tarik padae  tulangan = ΣA’s ƒst
c  c
Dari segitiga yang sebangun dapat diperoleh h/2 ysc
persamaan tinggi sumbu netral pada kondisi balanced, h yst
cb yaitu :
Cb 0,003
= (2.12)
d f
y
0,003 +
E
s
Atau dengan menggunakan Es = 2 x 105 MPa :
600
Cb = d (2.13)
600 + f y
Gambar 2.5 Kolom yang mempunyai tulangan pada keempat
600 sisinya : (a) penampang melintang; (b) regangan; (c) gaya –gaya
ab = β1C b = β1d (2.14) dengan metoda numerik
600 + f y
Beban aksial nominal pada kondisi balanced Pnb dan Keseimbangan antara gaya – gaya dalam dengan momen
eksentrisitasnya eb dapat ditentukan dengan dan gaya luar harus terpenuhi yaitu :
menggunakan ab pada persamaan (2.3) dan (2.4). Pn = 0.85ƒ’cbß1c + Fsc - Fst (2.20)
Pnb = 0,85.ƒ’c.b.ab + A’sƒ’s - Asƒy (2.15) ⎛h 1 ⎞
− a − Pn e = 0.85 f 'c bβ1c⎜ − β1c ⎟ + Fsc yst + Fst yst
Mnb = Pnbeb = 0,85ƒ’cbab ( y - ) + A’sƒ’s ( y - d’) +
⎝2 2 ⎠
2 (2.21)
− Coba – coba dan penyesuaian diterapkan dengan
Asƒy (d - y ) ` (2.16) menggunakan suatu asumsi tinggi garis netral c, yang
((
b b
) )
Dimana ƒ’s = 0,003 Es c − d ' c ≤ ƒy (2.17)
berarti pula tinggi blok tegangan ekuivalen a diketahui.
Besarnya regangan pada setiap lapis (layer) tulangan
− ditentukan dengan menggunakan distribusi regangan seperti
dan y adalah jarak tepi tertekan ke pusat plastis atau yang diperlihatkan pada Gambar 2.5 (b) untuk menjamin
terpenuhinya keserasian regangan. Tegangan pada setiap
geometris.
tulangan diperoleh dengan menggunakan persamaan :
Perlu dicatat bahwa karena Ab dan f’s diketahui, maka
baik Pnb maupun eb dapat dihitung tanpa memerlukan si c − si
ƒsi = Esεsi = Esεc = 600 (2.22)
− c c
suatu coba–coba. Apabila A’s = As, maka y = 0,56 Dimana ƒsi harus ≤ ƒy

6
Carilah Pn untuk c yang diasumsikan tadi
dengan menggunakan Persamaan (2.20). Substitusikan
besarnya gaya normal tersebut ke dalam persamaan
(2.19) dan peroleh c. Apabila c ini belum cukup dekat
dengan c yang diasumsikan semula, lakukan coba –
coba berikutnya. Gaya tahanan nominal Pn yang
sesungguhnya pada penampang ini adalah yang
diperoleh pada coba – coba terakhir sehubungan dengan
c yang sudah benar.
Dalam banyak hal, disarankan untuk selalu
menggunakan tulangan baja pada sisi yang tegak lurus
terhadap sumbu lentur –sekalipun secara teoritis tidak
diperlukan- paling sedikit 25% dari luas tulangan
memanjang utamanya.

2.6 Diagram Interaksi Kolom Beton Bertulang


Hampir semua elemen struktur tekan pada
struktur beton diperlakukan untuk menerima momen
sebagai tambahan terhadap beban aksial. Hal ini bisa
diakibatkan oleh beban yang tidak terletak pada tengah Gambar 2.7 Distribusi Regangan Berkaitan dengan
Titik pada Diagram Interaksi
kolom seperti pada gambar 2.5 (b) atau juga sebagai
hasil penahan daripada keadaan tidak seimbang momen Gambar 2.7 menggambarkan beberapa seri dari
pada ujung balok yang didukung oleh kolom. distribusi regangan dan menghasilkan titik – titik pada
diagram interaksi. Distribusi regangan A dan titik A
menunjukkan keadaan murni aksial tekan. Titik B
menunjukkan hancurnya satu muka kolom dan gaya tarik
sebesar nol pada muka lainnya. Bila kuat tarik beton
diabaikan pada proses perhitungan, hal ini menunjukkan
terjadinya retak pada bagian bawah muka penampang.
Diagram interaksi untuk kolom umumnya dihitung
dengan mengasumsikan regangan yang didistribusikan
dimana setiap regangan bersesuaian dengan titik tertentu
pada diagram interaksi, dan menghitung nilai yang
bersesuaian dengan P dan M. Bila titik – titik tersebut telah
dihitung, barulah hasilnya ditunjukkan dengan diagram
interaksi.
Proses perhitungan ditunjukkan pada gambar 2.6
untuk satu regangan tertentu. Potongan penampang
digambarkan pada Gambar 2.8 (a) dan satu regangan
distribusi diasumsikan seperti pada Gambar 2.8 (b).
Maksimum regangan tekan beton diatur sebesar 0,003,
Gambar 2.6 Beban Aksial dan Momen pada Kolom bersesuaian dengan kegagalan kolom. Lokasi garis netral
Jarak e diartikan sebagai eksentrisitas terhadap dan regangan pada tiap tulangan dihitung dari distribusi
beban. Kedua kasus ini pada dasarnya sama yaitu beban regangan. Hasilnya kemudian digunakan untuk
P eksentris pada gambar 2.6 (b) bisa diganti dengan menghitung besarnya blok tekanan dan besarnya gaya yang
beban P yang bekerja pada aksis centroidal ditambah bekerja pada tiap tulangan, seperti pada Gambar 2.8 (c).
dengan momen, M = Pe, terhadap sumbu centroid. Gaya pada beton dan tulangan yang ditunjukkan pada
Kapasitas penampang kolom beton bertulang Gambar 2.8 (d) dihitung dengan mengalikan gaya dengan
dapat dinyatakan dalam bentuk diagram Interaksi P – M luas dimana gaya tersebut bekerja. Akhirnya, gaya aksial Pn
yang menunjukkan hubungan beban aksial dan momen dihitung dengan menjumlahkan gaya – gaya individual
lentur pada kondisi batas. Setiap titik kurva pada beton dan tulangan, dan momen Mn dihitung dengan
menunjukkan kombinasi P dan M sebagai kapasitas menjumlahkan gaya – gaya ini terhadap titik pusat daripada
penampang terhadap suatu garis netral tertentu. potongan penampang. Nilai Pn dan Mn ini menggambarkan
satu titik di diagram interaksi.

7
2.8 Distribusi Normal, Beta Index, Safety Factor, serta
Reabilitas
Bila dalam suatu kumpulan tes tekan beton yang
hasilnya telah ditabelkan dan diurutkan sesuai interval kelas
tertentu, kemudian dilakukan pembuatan grafik per interval
kelas dan titik tengah dari tiap interval tersebut ditarik garis
seperti pada gambar 2.9. Grafik tersebut disebut sebagai
distribusi normal yang dijabarkan dengan cara
deterministik
Dengan mengetauhi parameter-parameter
distrubusi yang ada termasuk nilai rata-rata dan standar
deviasi, maka dengan menggunakan rumus distribusi gauss
seperti pada persamaan 2.27 didapatkan sebuah distribusi
normal sesuai parameter yang ada.
1 ⎡ 1 ⎛ x − µ ⎞2 ⎤
f (x ) = exp ⎢ − ⎜ ⎟ ⎥ (2.27)
σ 2π
⎣⎢ 2⎝ σ ⎠ ⎥ ⎦
Gambar 2.8 Perhitungan Pn dan Mn untuk kondisi
regangan tertentu
2.7 Nilai rata-rata, Varians, Standar Deviasi, dan Bila µ x = 0 dan σ x =1 maka akan didapatkan
Koefisien Variasi bentuk khusus dari Performance Density Function (f(x)).
Nilai rata-rata (mean value) suatu populasi Maka rumus Distribusi Gauss menjadi
harus selalu mengacu pada nilai rata-rata aritmatiknya
1 ⎡ 1 2⎤
dengan menggunakan persamaan 2.23. Sedangkan f (x ) = exp − x −∞< x <∞ (2.28)
varians digunakan untuk mengetahui berapa besar 2π ⎢⎣ 2 ⎥⎦
variasi daripada penyebaran yang terjadi, dimana Sehingga disebut sebagai Standard Normal Density
varians dirumuskan dengan persamaan 2.24. Standar Function
deviasi digunakan untuk menyatakan besarnya nilai Sehingga perumusan di bawah ini disebut sebagai
varisai daripada penyebaran yang terjadi di sekitar titik Standar Normal Variasi dengan grafik seperti pada gambar
rata-rata seperti pada persamaan 2.25. Koefisien variasi 2.10.
merupakan suatu konstanta yang menyatakan besar β 1 ⎡ 1 2⎤
kecilnya penyebaran yang terjadi. Hal ini dikarenakan f (x ) = ∫ exp − y dy (2.29)
standar deviasi yang lebih besar terhadap standar −∞ 2π ⎢⎣ 2 ⎥⎦
deviasi yang lainnya belum tentu penyebaran yang Nilai Index Reability ini biasa disebut Beta Index
terjadi juga lebih besar, sehingga perlu adanya dimana hubungannya dapat diketauhi dengan besarnya
koefiesien variasi ini untuk mengukur besar atau Safety Factor (SF) dimana SF merupakan nilai mean dari
kecilnya penyebaran tersebut. Koefisien variasi suatu tahanan (µR) dibagi dengan nilai mean dari suatu
didefinisikan sebagai nilai rata-rata suatu populasi beban (µS). SF ini dirumuskan seperti pada persamaan di
dibagi dengan besarnya nilai standar deviasi seperti bawah ini:
pada persamaan 2.26. µR
∑ xi SF = (2.30)
µ (mean ) = (2.23) µS
n
Dimana: xi = nilai tiap anggota populasi 2.9 Metode Box Muller untuk Random f’c dan fy
N = jumlah anggota populasi Metode Box dan Muller ini digunakan untuk
n merandom nilai f’c dan fy sehingga tercapai sebuah populasi
2
σ = ∑ ( xi − x ) (2.24) yang diinginkan sesuai standar deviasi dan rata-rata dari
i =1 kedua nilai tersebut tanpa melakukan pengetesan benda uji
n sebanyak yang akan disimulasikan. Untuk setiap nilai f’c
σ = ∑ ( xi − x ) (2.25)
i=1 dan fy yang dimasukkan merupakan nilai mean dari hasil
pengetesan benda uji yang ada, untuk beton minimal 30
µ benda uji. Hal ini dilakukan untuk mengetauhi standar
Ω= (2.26)
σ deviasi dari benda uji. Berdasarkan peraturan yang ada,
nilai mean f’c dan fy pada persamaan berikut:

8
f 'c Ide dasar yang perlu digaris bawahi dalam suatu
µf 'c = (2.31) tahanan dan persyaratan beban berbasis probabilitas
⎛ ⎛ 1.34Ωf 'c ⎞ ⎞ relative sederhana adalah kegagalan structural terjadi jika
⎜⎜1 − ⎜ ⎟ ⎟⎟
⎝ ⎝ 100 ⎠ ⎠ tahanan R lebih kecil daripada beban S yang terjadi, dengan
fungsi konerja atau keadaan batas {g(R,S) = R - S}.
fy Dimana R dan S memiliki nilai yang beragam
µf y = (2.32)
sehingga dapat digambarkan distribusi normalnya dengan
⎛ ⎛ 1.125Ωf y ⎞⎞
⎜1 − ⎜⎜ ⎟⎟ ⎟⎟ mengetauhi standar deviasi sebagai akibat

⎝ ⎝ 100 ⎠⎠ keanekaragaman.
Variable random yang digunakan oleh metode Dalam menentukan besarnya factor desain tahanan
ini adalah variable “k”. Dimana k merupakan sebuah dan beban digunakan metode nilai rata-rata (Diktat Kuliah
nilai standar deviasi yang dikalikan oleh sebuah nilai Statistik Terapan, Ir. Iman Wimbadi, MS). Perumusan
random yang bergantung pada mutu beton dan mutu metode nilai rata-rata dijabarkan pada persamaan 2.37
baja yang dipergunakan pada kolom dengan persamaan berikut:
seperti pada persamaan 2.33, 2.34, 2.35 dan 2.36 R−S R−D−L
berikut: β= = (2.37)
2 2 2 2 2
Untuk mutu beton, f’c σR +σS σR +σD +σL
⎛ 1 ⎞ Pada studi ini parameter D dan L ditetapkan dan
k = σf 'c ⎜⎜ 2 log ⎟ cos(2πv 2 ) (2.33)
v1 ⎟⎠
dinyatakan dalam rasio beban hidup rata-rata terhadap
⎝ beban mati rata-rata (L/D). kedua parameter ini merupakan
⎛ 1 ⎞ data masukan pada perhitungan, sehingga satu-satunya
k = σf 'c ⎜⎜ 2 log ⎟⎟ sin (2πv 2 ) (2.34) parameter statistic yang belum diketauhi adalah nilai σR .
⎝ v2 ⎠ Nilai σR = ΏR * R, nilai ΏR ini yang akan dicari melalui
Untuk mutu baja, fy analisi penampang yang berasal dari diagram interaksi.
Pada gambar, tahanan kolom dicirikan sebagai
⎛ 1 ⎞
k = σf y ⎜⎜ 2 log ⎟ cos(2πv 2 ) (2.35) panjang garis dari titik asal ke permukaan kegagalan
⎝ v1 ⎟⎠ (failure surface) dari diagram interaksi kolom. menurut
Diniz dan Frangopol, tahanan kolom didefinisikan pada
⎛ 1 ⎞ persamaan 2.38 berikut:
k = σf y ⎜⎜ 2 log ⎟⎟ sin (2πv 2 ) (2.36)
v2 ⎠ 2
⎝ 2 ⎛M ⎞
Dimana nilai v1 dan v2 merupakan nilai R = P +⎜ ⎟ (2.38)
random yang berada pada interval 0 hingga 1. sehingga ⎝ h⎠
nilai k akan bernilai positif dan negatif di sekitar nilai Dengan M merupakan kapasitas lentur dan P
mean atau nilai random mean f’c= µf’c + k dan untuk merupakan kapsitas aksial dan h merupakan tinggi kolom.
nilai random mean fy= µfy + k. sedangkan menurut. Sedangkan menurut Ellingwood
(1997), Israel et.al (1987) menetapkan kinerja beban
2.10 Load Factor Resistance (LRFD) sebagai persamaan 2.39 berikut:
Tujuan utama dari perencanaan dan desain 1
⎧⎪ 2⎫ 2
teknik adalah untuk memastikan kemampuan dari 2 ⎡ (D − L )e ⎤ ⎪
S = ⎨(D − l ) +
sebuah system atau produk teknik. Pada umumnya, ⎢⎣ h ⎥⎦ ⎬ (2.39)
untuk tujuan mendisain struktur secara rutin, criteria ⎩⎪ ⎪ ⎭
atau format mendisain dapat ditentukan sebagai suatu Sehingga fungsi keadaan batas dapat dirumuskan
ketetapan dalam peraturan atau standar bangunan yang sebagai berikut:
kemudian disebut Load Resistance Factor Design.
⎡ ⎤ ⎧ ⎫
Dalam peraturan ACI 2002 yang digunakan untuk
G ( R, S ) = R − S =
⎢ 2 ⎛⎜ M ⎞2 ⎥
( ) ⎡ ( ) ⎤2
⎟ − ⎪⎨ D − l 2 + ⎢ D − L e ⎥ ⎪⎬
mendisain komponen struktur menggunakan Load ⎢P + ⎜ ⎟ ⎥
⎢⎣ ⎝ h ⎠ ⎥ ⎪ ⎢⎣ h ⎦⎥ ⎪
Resistance Factor Design didalam menentukan factor- ⎦ ⎩ ⎭
faktor desain yang nantinya digunakan sebagai batasan (2.40)
serta aturan disain suatu komponen struktur dengan Koefisien variasi dari suatu perencanaan disain
tingkat reabilitas atau resiko. Oleh sebab itu, untuk kolom dapat diambil dari diagram interaksi dimana variable
mendapatkan suatu peraturan (code) mengenai batasan- yang ada memiliki variasi sendiri-sendiri. Variable yang
batasan desain perlu ditetapkan suatu level resiko atau berpengaruh tersebut terdiri dari beton dan baja tulangan
reabilitas tertentu. seperti yang tampak pada gambar 2.10 yang nantinya dapat

9
digunakan untuk mendapatkan faktor reduksi yang
sesuai dengan Unified Design.

Gambar 2.11 Variasi φ yang terjadi Berdasarkan pada


nilai εt yang terjadi (fy =400MPa)
Gambar 2.10 Dispersi Tahanan Kolom pada Suatu Diagram
Interaksi
2.11 Unified Design Provison Bab III
Konsep perhitungan menggunakan ketetapan Metodologi
unified design (Unified Design Provisions) ini pertama
kali diperkenalkan oleh Robert F. Mast (Unified Design 3.1 Bagan Alir Penyelesaian Tugas Akhir
Provisions for Reinforced and Prestressed Concrete
Flexural and Compression Members, ACI Journal,
Maret - April 1992). Konsep utama yang berubah
dalam unified design ini adalah tentang bagian lentur
diganti dengan konsep tension controlled sections.
Selain itu, juga dibuat satu konsep tentang compression
controlled sections. Tension dan compression
controlled sections didefinisikan dalam hubungannya
dengan regangan tarik tulangan pada kekuatan nominal.
Rasio penulangan dalam keadaan seimbang (ρb) tidak
lagi diperlukan. Keuntungan dari cara berpikir ini
adalah memperjelas perlakuan untuk bagian - bagian
yang menerima beban aksial yang kecil maupun yang
menerima beban aksial yang besar. Ketentuan tentang
faktor reduksi kapasitas (Φ) juga diganti.
Tujuan pemakaiaan faktor reduksi adalah:
1. Adanya kemungkinan variasi dari kekuatan
material dan dimensi
2. Adanya kemungkinan ketidaktelitian dalam
perencanaan.  
3. Mencerminkan arti pentingnya suatu bagian
dalam struktur.
4. Diharapkan struktur mampu menerima beban
yang direncanakan.
Nilai φ menurut unified design provisions
seperti pada gambar 2.11 di bawah ini:
• Tension Controlled Members : 0,9
• Compression Controlled Members : 0,65 atau
0,7 (untuk tulangan Spiral), dengan transisi
diinterpolasikan secara lurus berdasarkan
regangan yang ada.

10
3.3 Algoritma dan Metode Interaksi untuk Faktor
Reduksi
Untuk mendapatkan kombinasi P dan M pada diagram
interaksi maka solusi yang dapat dilakukan adalah dengan
mengadopsi algoritma numerik, meskipun algoritma
manual juga dapat dibuat tetapi akan cukup kompleks.
Untuk menentukan P dan M tersebut perlu mempelajari
sifat diagram interaksi yang ada dengan mendapatkan
minimal lima titik yaitu :
1. Beban aksial tekan maksimum (teori)
Kolom dalam keadaan beban konsentris dapat
dituliskan rumus sebagai berikut :
Pn 0 = 0,85 f’c(Ag – Ast) + fy.Ast (3.1)
2. Beban aksial tekan maksimum yang diijinkan,
Pn maks = 0,8 P0 → Mn = Pn maks . emin (3.2)
3. Beban lentur dan aksial pada kondisi balanced,
nilainya ditentukan dengan mengetahui kondisi
regangan beton
εcu = 0,003 dan baja εs = εy = f y E s (3.3)
4. Beban lentur pada kondisi beban aksial nol, kondisi
Gambar 3.1 Metodologi Pelaksanaan Tugas Akhir seperti balok.
5. Beban aksial tarik maksimum,
3.2 Studi Literatur n
Pada tahap ini dilakukan studi literatur mengenai
konsep dasar kolom termasuk tipe – tipe kolom,
Pn-T = ∑− A
n =1
st fy (3.4)

perilakunya ketika menerima beban aksial dan momen 6. Eksentrisitas beban pada kolom,
lentur serta kapasitas kolom yang digambarkan dalam e = M n Pn (3.5)
diagram interaksi P-M kolom. Literatur-literatur yang
digunakan antara lain :
3.4 Analisa Statistik
1. MacGregor, J.G. 1992. Reinforced Concrete
Dengan menggunakan konsep probabilitas, dilakukan
Mechanics and Design, Edisi kedua, Prentice Hall ya
analisa pengaruh dari data-data yang ada terhadap faktor
Inc.
reduksi pada perhitungan kekuatan kolom. karena
2. Nawy, E.G. 1985. Reinforced Concrete : A
menggunakan konsep probabilitas maka perhitungan dan
Fundamental Approach, Prentice Hall Inc.
analisa yang dipergunakan menggunakan teori statistik.
3. McCormac, J.C. 2001. Design of Reinforced
Concrete, Edisi kelima, John Wiley & Sons.
4. Wang, C.K. dan Salmon, C.G. 1985. Reinforced
Concrete Design, Edisi keempat, Harper & Row
Inc.
5. Mast, R.F. Maret-April 1992. Unified Design
Provisions for Reinforced and Prestressed
Concrete Flexural and Compression Members,
ACI Structural Journal, V.89, No.2.
6. Dewobroto, W. 2003. Aplikasi Sain dan Teknik
dengan Visual Basic 6.0, Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo.
7. Dewobroto, W. 2005. Aplikasi Rekayasa
Konstruksi dengan Visual Basic 6.0 (Analisis dan
Desain Penampang Beton Bertulang sesuai SNI tidak
03-2847-2002). Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo.

11
Gambar 3.3 Flowchart untuk Membuat Bilangan Random
Mutu Beton (f’c)

Gambar 3.5 Flowchart untuk Membuat Grafik Eksentrisitas


dan Koefisien Variasi

Gambar 3.4 Flowchart untuk Membuat Bilangan Lanjutan. Gambar 3.5 Flowchart untuk Membuat Grafik
Random Mutu Tulangan (f’y) Eksentrisitas dan Koefisien Variasi

12
proses debugging jika terjadi kesalahan pada saat
penyusunan program.

Prosedur Pengoperasian
Berikut ini merupakan langkah – langkah untuk
mengoperasikan program :
1. Langkah pertama untuk memulai program, klik ITS
Column.exe dua kali sehingga muncul tampilan
pertama jendela utama program ITS Column seperti
pada gambar 4.1.

Lanjutan. Gambar 3.5 Flowchart untuk Membuat Grafik


Eksentrisitas dan Koefisien Variasi Gambar 4.1 Tampilan GUI jendela utama ITS Column
2. Langkah kedua adalah memulai project baru dengan
cara klik menu Input > General Information. Menu ini
berisi tentang nama project baru, nama kolom yang
akan didesain, dan nama perencana. Ketiga parameter
tersebut boleh dikosongi karena tidak akan
mempengaruhi jalannya program. Selain itu, terdapat
juga menu pilihan untuk design code yang akan
digunakan. Klik OK untuk keluar dari jendela input
General Information jika data yang diisikan oleh user
diyakini sudah benar atau cancel untuk membatalkan
data yang telah diinputkan.

Gambar 3.6 Flowchart untuk Membuat Grafik Distribusi


Kekuatan Kolom

Bab IV
Gambar 4.2 Input General Information
Pengoperasian Program
3. Langkah ketiga adalah menginputkan data – data
Penjelasan Program material/bahan termasuk data statistik yang nantinya
Program bantu untuk menghitung faktor reduksi akan digunakan yaitu kuat tekan beton, ƒ’c , kuat leleh
yang sesuai dengan code ACI 318-2002 ini dibuat tulangan baja, ƒy , cov ƒ’c , cov ƒy , jumlah iterasi untuk
dengan menggunakan bahasa pemrograman visual basic diagram interaksi, dan jumlah bilangan random untuk
6.0. Program ini dibuat dengan membagi menjadi men-generate statiktik kuat tekan beton dan kuat leleh
beberapa modul dengan harapan untuk mempermudah tulangan baja dengan cara klik menu Input > Material

13
Properties. Setelah itu akan muncul jendela seperti ataukah menggunakan batasan jumlah tulangan (Based
pada gamabar 4.3. Ketika data ƒ’c diinputkan, on The Number of Bar). Jika user memilih
parameter – parameter yang lain akan berubah menggunakan Based on Reinforcement Ratio maka
dengan sendirinya seperti modulus elastisitas beton user tidak perlu menginputkan data untuk nBar.
(Ec), tegangan maksimal beton (ƒ’c), dan beta Sebaliknya, jika user memilih menggunakan Based on
dengan menganggap bahwa regangan batas beton The Number of Bar maka user harus menginputkan
sebesar 0,003. Selanjutnya, ketika data ƒy seluruh data termasuk nBar. Perlu diingat bahwa
diinputkan, parameter yang berubah adalah jumlah tulangan yang diinputkan harus kelipatan empat
regangan baja dengan menganggap nilai modulus karena yang dibahas dalam tugas akhir ini hanya
elastisitas sebesar 200000 MPa dan regangan batas kolom berpenampang persegi dengan tulangan
baja sebesar 0,002. di samping itu, setelah user longitudinal empat sisi (four side equal). Jadi, akan
memasukkan parameter baik cov ƒ’c maupun cov akan ada kotak pesan kesalahan apabila nilai nBar
ƒy , maka parameter S ƒ’c dan S ƒy akan terisi bukan kelipatan 4. Di samping itu, jika ratio tulangan
sesuai batas margin mutu beton dan besi tulangan. yang diisikan kurang dari 1% atau bahkan lebih dari
Perlu diketauhi bahwa semua parameter yang telah 8% maka program akan memberikan peringatan berupa
diisikan ke dalam form material section ini akan kotak pesan kepada user bahwa jumlah yang
tampak pada form utama yaitu berada pada list box diinputkan tidak sesuai peraturan ACI 318-2002 dan
di bagian bawah gambar penampang kolom. diminta untuk kembali memasukkan parameter rasio
tulangan. Untuk lebih jelasnya, lihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.3 Input Material Properties


4. Langkah keempat adalah input property
Gambar 4.5 Input Four Side Equal
penampang. Klik menu Input > Section >
Rectangular untuk membuka jendela input 6. Langkah keenam adalah memasukkan input beban
penampang seperti pada gambar 4.4. Di dalam aksial dan momen dengan cara klik menu Input > Load
menu ini, user diminta untuk memasukkan data > Factored. Di dalam menu ini user menginputkan
luas penampang yang terdiri dari panjang dan lebar beban aksial pada kolom Load dan momen pada kolom
kolom. X-Moment. Setelah menginputkan beban – beban di
atas, klik insert agar tersimpan di dalam Listbox lalu
klik OK. Perlu diingat, user hanya dapat menginputkan
beban aksial dan momen sekali saja untuk bisa di-plot
ke dalam diagram interaksi P-M..

Gambar 4.4 Input Rectangular Section


5. Langkah kelima adalah memasukkan data – data
seperti diameter tulangan longitudinal, selimut
beton (decking), dan diameter tulangan tranversal
(sengkang) dengan cara klik menu Input > Initial
Reinforcement > Four Side Equal. Sebelum user
menginputkan data – data di atas, user diharuskan
memilih terlebih dahulu apakah menggunakan
rasio tulangan (pilihan Based on Reinforcement Gambar 4.6 Input Factored Load
Ratio) untuk menangkap titik kombinasi beban

14
7. Langkah ketujuh adalah memeriksa apakah
kapasitas kolom mampu menahan beban kombinasi
aksial dan momen lentur yang bekerja. Selain itu,
perlu juga diperiksa apakah rasio tulangan
longitudinal yang dibutuhkan berada di antara 1% -
8% sesuai ACI 318-2003. Langkah tersebut dapat
dilakukan dengan cara klik menu Solve > Check
Column Capacity. Jika kondisi tersebut sudah
sesuai, program akan me-running hingga faktor
reduksi beserta coefficient variation terhadap
eksentrisitas yang terjadi sesuai parameter yang
telah diisikan.
8. Langkah yang terakhir adalah merunning program
untuk mengetauhi distribusi tahanan kolom dengan
cara klik tombol ‘plot’ dari tab interaction diagram
untuk mendapatkan distribusi kekuatan kolom
sesuai eksentrisitas yang diinginkan. Proses
running ini membutuhkan waktu sekitar 1 jam
karena proses iterasinya terjadi jutaan kali kali.

15

Anda mungkin juga menyukai