pembebasan lahan adalah kegiatan membeli tanah kepada penduduk dalam jumlah besar
oleh Perseroan Terbatas (PT) yang sudah memiliki Ijin Lokasi (IL). Biasanya pembelian
dengan pola seperti ini dilakukan dengan cara pembayaran tunai kepada masing-masing
penduduk pemilik tanah.
Oleh karena itu harga tanah yang diakuisisi dengan pembebasan lahan ini masih sangat
murah karena memang kondisinya masih apa adanya. Fisiknya mungkin saja masih berupa
hutan belantara, sawah, empang atau rawa-rawa yang memerlukan pekerjaan persiapan yang
membutuhkan biaya. Tidak hanya itu, kebanyakan tanah seperti ini, alas haknyapun masih
belum bersertifikat atau masih berupa Girik, Surat Keterangan Tanah dari instansi
tertentu, Petok D, Eigendom Verponding atau jenis alas hak lainnya yang belum sertifikat.
Developer yang membeli tanah seperti ini tentu mempertimbangkan biaya yang dibutuhkan
untuk membuat sertifikatnya dan mempertimbangkan juga biaya yang dibutuhkan untuk
mengerjakan persiapan fisik lahan agar menjadi lahan siap bangun. Membeli tanah murah
seperti ini banyak dilakukan oleh developer properti yang ingin mengembangkan proyek di
suatu lokasi pada waktu yang akan datang.
Mereka menjadikan tanah yang mereka beli saat ini sebagai cadangan tanah atau yang lebih
dikenal dengan istilah bank tanah (land bank). Nantinya, mereka akan mengembangkan
lokasi tersebut ketika mereka anggap waktunya sudah tepat.
Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata guna lahan, baik yang
dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif,
sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda.
Setiap orang yang melanggar kewajiban dalam pemanfaatan lahan, dikenai sanksi
administratif.
Sanksi pidana bagi orang yang tidak menaati rencana tata guna lahan yang telah
ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi lahan adalah pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500 juta.