Konjungtivitis
Konjungtivitis
Disusun oleh :
D3 KEPERAWATAN
2019
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
a. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah salah satu dari penyakit mata
eksternal yang paling sering terjadi. Bentuk konjungtivitis ini mungkin
musiman atau musim-musim tertentu saja dan biasanya ada
hubungannya dengan kesensitifan dengan serbuk sari, protein hewani,
bulu-bulu, debu, bahan makanan tertentu, gigitan serangga, obat-obatan.
Konjungtivitis alergi mungkin juga dapat terjadi setelah kontak dengan
bahan kimia beracun seperti hair spray, make up, asap, atau asap rokok.
Asthma, gatal-gatal karena alergi tanaman dan eksim, juga berhubungan
dengan alergi konjungtivitis.
b. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri disebut juga “Pink Eye”. Bentuk ini
adalah konjungtivitis yang mudah ditularkan, yang biasanya disebabkan
oleh staphylococcus aureus. Mungkin juga terjadi setelah sembuh dari
haemophylus influenza atau neiseria gonorhe.
c. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis
bakteri hiperakut yang berat dan mengancam penglihatan.
d. Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus
(yang paling sering adalah keratokonjungtivitis epidermika) atau dari
penyakit virus sistemik seperti mumps dan mononukleus. Biasanya
disertai dengan pembentukan folikel sehingga disebut juga
konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya tertular dalam 24-48
jam.
e. Konjungtivitis Blenore
Konjungtivitis purulen (bernanah pada bayi dan konjungtivitis
gonore). Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat
pada bayi yang baru lahir.
4. PATHWAY
5. MANIFESTASI KLINIS
Umumnya, konjungtivitis mengenai kedua mata dengan derajat
keparahan yang berbeda. Gejala konjungtivitis adalah mata merah dengan
produksi sekret yang berlebih sehingga mata terasa lengket pada pagi hari
setelah bangun tidur. Selain itu, pasien dapat mengalami sensasi benda
asing, terbakar, atau gatal, serta fotofobia. Rasa nyeri yang muncul
biasanya menandakan kornea juga terkena.
Gejala yang dirasakan oleh pasien dapat bervariasi. Oleh karena itu,
penting untuk mengenali tanda dari konjungtivitis berupa :
a. Hiperemia
Mata tampak merah akibat dilatasi pembuluh darah. Jika tanpa disertai
infiltrasi seluler, menandai iritasi seperti angin, matahari, dan asap.
b. Epifora
Lakrimasi yang berlebihan sebagai respons terhadap sensasi benda
asing dan iritan yang harus dibedakan dengan transudat. Transudat
ringan yang timbul akibat pelebaran pembuluh darah dapat bercampur
dengan air mata.
c. Eksudasi
Kuantitas dan sifat eksudar (mukoid, purulen, berair, atau berdarah)
bergantung dengan etiologi penyakit.
d. Pseudoptosis
Jatuhnya kelopak bola mata karena infiltrasi pada otot Muller yang
dapat ditemukan pada konjungtivitis parah seperti keratokonjungtivitis
trakoma.
e. Hipertrofi papiler
Reaksi konjungtiva yang tidak spesifik berupa papil berukuran kecil,
halus, dan seperti beludru. Papil berwarna kemerahan pada infeksi
bacterial, sedangkan bentuk cobblestone ditemui pada konjungtivitis
vernal.
f. Kemosis
Pembengkakan konjungtiva yang sering ditemukan pada konjungtivitis
alergika, bakterial (konjungtivitis gonokokus), dan adenoviral.
g. Folikel
Hiperplasia limfoid lokal konjungtiva yang terdiri dari sentrum
germinativum yang paling sering ditemukan pada infeksi virus. Selain
infeksi virus, ditemui pula pada infeksi parasit dan yang diinduksi oleh
obat idoxuridine, dipivefrin, dan miotik.
h. Pseudomembran
Terbentuk akibat proses eksudatif dimana epitel tetap intak ketika
pseudomembran dibuang.
i. Konjungtiva lignose
Terbentuk pada pasien yang mengalami konjungtivitis membranosa
berulang.
j. Flikten
Diawali dengan perivaskulitis limfositik yang kemudian berkembang
menjadi ulkus konjungtiva. Selain itu, flikten menandakan reaksi
delayed hipersensitivitas terhadap antigen microbial.
k. Limfadenopati preaurikular
Pembesaran kelenjar getah bening yang dapat disertai rasa nyeri pada
infeksi akibat herpes simpleks, konjungtivitis inklusi, atau trakoma.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Mata
- Pemeriksaan tajam penglihatan
- Pemeriksaan dengan uji konfrontasi, kampimeter dan perimeter
(sebagai alat pemeriksaan pandangan).
- Pemeriksaan dengan melakukan uji fluoresein (untuk melihat
adanya efek epitel kornea).
- Pemeriksaan dengan melakukan uji festel (untuk mengetahui letak
adanya kebocoran kornea).
- Pemeriksaan oftalmoskop
- Pemeriksaan dengan slitlamp dan loupe dengan sentolop (untuk
melihat benda menjadi lebih besar disbanding ukuran normalnya).
b. Therapy Medik
Antibiotic topical, obat tetes steroid untuk alergi (kontra indikasi
pada herpes simplek virus).
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata
setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pegecatan
gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear.
Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan
giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.
7. PENATALAKSANAAN
Secara umum pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
sulfonamide (sulfacetamide 15%) atau antibiotic (gentamycin 0,3%),
chloramphenicol 0,5%. Konjungtivitis akibat alergi dapat diobati dengan
antihistamin (antazoline 0,5%, naphazoline 0,05%) atau dengan
kortikosteroid (dexamentosone 0,1%). Umumnya konjungtivitis dapat
sembuhmtanpa pengobatan dalam waktu 10-14 hari, dan dengan
pengobatan, sembuh dalam waktu 1-3 hari.
Adapun penatalaksanaan konjungtivitis sesuai dengan
klasifikasinya adalah sebagai berikut:
1. Konjungtivitis Bakteri
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat
diberikan antibiotic tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol,
folimiksin selama 3-5 hari. kemudian bila tidak memberikan hasil yang
baik, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak
ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata
disertai antibiotic spectrum obat salep luas tiap jam mata untuk tidur
atau salep mata 4-5 kali sehari.
2. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
o Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi
topical dan sistemik. Secret dibersihkan dengan kapas yang
dibasahi air bersih atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam.
o Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.
Pengobatan biasanya dengan perawatan di rumah sakit dan
terisolasi, medika menstosa :
- Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin
G 10.000-20.000/ml setiap 1 menit sampai 30 menit.
- Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul
pemberiansalep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
- Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan
gonokokus.
- Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik
yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negative.
3. Konjungtivitis Alergi
Penatalaksanaan keperawatan berupa kompres dingin dan
menghindarkan penyebab pencetus penyakit. Dokter biasanya
memberikan obat antihistamin atau bahan vasokonstkiktor dan
pemberian astringen, sodium kromolin, steroid topical dosis rendah.
Rasa sakit dapat dikurangi dengan membuang kerak-kerak dikelopak
mata dengan mengusap pelan-pelan dengan salin (gram fisiologi).
Pemakaian pelindung seluloid pada mata yang sakit tidak dianjurkan
karena akan memberikan lingkungan yang baik bagi mikroorganisme.
4. Konjungtivitis Viral
Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian
antihistamin/dekongestan topical. Kompres hangat atau dingin dapat
membantu memperbaiki gejala.
5. Konjungtivitis blenore
Pemberian penisilin topical mata dibersihkan dari secret.
Pencegahan merupakan cara yang lebih aman yaitu dengan
membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan memberikan
salep kloramfenikol. Pengobatan dokter biasnay disesuaikan dengan
diagnosis. Pengobatan konjungtivitis blenore :
o Penisilin topical tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat
diberikan setiap setengah jam pada 6 jam pertama disusul dengan
setiap jam sampai terlihat tanda-tanda perbaikan.
o Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari,
karena bila tidak maka pemberian obat tidak akan efektif.
o Kadang-kadang perlu diberikan bersama-sama dengan tetrasiklin
infeksi chlamdya yang banyak terjadi.
Tamsuri, Anas. 2010. Buku Ajar Klien Gangguan Mata dan Penglihatan.
Jakarta : EGC
Ilyas, Sidarta dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata Perhimpunan Dokter Spesialis
Mata Indonesia. Jakarta : CV. Sagung Seto
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III. Jakarta:
Media Aeuscualpius.