Anda di halaman 1dari 36

ABSTRAK

Adsorbsi adalah pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain,
sebagai alkibat dari pada ketidak jenuhan gaya-gaya permukaan tersebut. adsorbsi
merupakan peristiwa penyerapan adsorbat oleh adsorben. Contoh proses adsorbsi,
yaitu sistem pengolahan air limbah dalam industri tekstil yang menghilangkan
warna Pada percobaan isoterm adsorbsi, bertujuan untuk menentukan isoterm
adsorbsi menurut Freundlich bagi proses asam asetat pada arang. Bahan yang
digunakan adalah berupa arang yang digunakan sebagai karbon aktif 1 gram, asam
asetat 0,5M sampai 0,03131M, larutan standar NaOH 0,1 M, dan indikator PP. Hal
tersebut dilakukan dengan langkah mencampurkan larutan asam asetat masing-
masing konsentrasi dan HCL dengan arang aktif lalu dilakukan pengocokkan
terhadap larutan dan dilajutkan dengan proses penyaringan sehingga akan
didapatkan filtratnya sebelum dilakukan titrasi secara alkalimetri. Nilai adsorpsi
larutan asam terbesar terjadi pada larutan yang konsentrasinya besar, sehingga nilai
adsorpsi berbanding lurus dengan konsentrasi larutan yang digunakan.
Kata kunci: adsorbsi, adsorbat, adsorben, asam asetat, arang aktif

ABSTRACT
Adsorption is the collection of molecules of a substance on the surface of other
substances, as a result of the unsaturation of these surface forces. adsorption is the
adsorbate absorption event. Examples of adsorption processes, namely wastewater
treatment systems in the textile industry that eliminate color In the adsorption
isotherm experiment, aims to determine the adsorption isotherm according to
Freundlich for the acetic acid process in charcoal. The material used is in the form
of charcoal used as 1 gram of activated carbon, 0.5M to 0.03131M acetic acid, 0.1
M NaOH standard solution, and PP indicators. This is done by the step of mixing
CH3COOH solution of each concentration and HCL with activated charcoal then
matching the solution and continuing with the screening process so that the filtrate
will be obtained before titration by alkalimetry. The biggest adsorption value of
acid solution occurs in solutions with large concentrations, so the adsorption value
is directly proportional to the concentration of the solution used.
Keywords: activated charcoal, adsorption, adsorbate, adsorbent, asetat acid

i
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI .............................................................................................. i


ABSTRAK ................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Tujuan Praktikum ...................................................................... 1
1.2 Teori .......................................................................................... 1
BAB II METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat – Alat ................................................................................. 12
2.2 Bahan-Bahan ............................................................................ 12
2.3 Prosedur Percobaan ................................................................... 12
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Praktikum......................................................................... 14
3.2 Pembahasan ............................................................................... 14
BAB IV KESMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ............................................................................... 17
4.2 Saran .......................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 18
LAMPIRAN A .......................................................................................... 19
LAMPIRAN B .......................................................................................... 20
LAMPIRAN C ........................................................................................... 26
LAMPIRAN D ........................................................................................... 28
LAMPIRAN E ........................................................................................... 31

ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kurva Isoterm Adsorpsi Langmuir ........................................ 5
Gambar 1.2 Pendekatan isoterm adsorpsi Langmuir ................................. 5
Gambar 1.3 Pendekatan isoterm adsorpsi BET ......................................... 7
Gambar 1.4 Kurva Isoterm Adsorpsi Freundlich ...................................... 8
Gambar 3.1 Grafik Hubungan Konsentrasi Akhir Asam Asetat (C) dengan Berat
Zat Terlarut per Gram Adsorben (x/m) .................................. 16
Gambar 3.2 Grafik Hubungan Log Konsentrasi Akhir Asam Asetat (C) dengan
Log Berat Zat Terlarut per Gram Adsorben (x/m) ................. 16

iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Perbedaan Adsorbsi Fisik dan Adsorbsi Kimia.......................... 2
Tabel 3.1 Data Perhitunngan ...................................................................... 14

iv
BAB I
TEORI
1.1 Tujuan Praktikum
Menentukan isoterm adsorpsi menurut Frendlich bagi proses adsorpsi asam
asetat pada arang

1.2 Teori
1.2.1 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau
antar fasa, dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi
atau adsorben (Tony, 1989). Ditinjau dari bahan yang teradsorpsi dan bahan
pengadsorben adalah dua fasa yang berbeda, oleh sebab itu dalam peristiwa
adsorpsi, meteri teradsorpsi akan terkumpul antar muka kedua fasa tersebut. Pada
adsorpsi fisika terjadi proses cepat dan setimbang (reversible) sedangkan adsorpsi
kimia berlangsung secara lambat tetapi irreversible.
Adsorpsi merupakan terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada
permukaan adsorben. Mekanisme penjerapan tersebut dapat dibedakan menjadi dua
yaitu, jerapan secara fisika (fisisorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi). Pada
proses fisisorpsi gaya yang mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gaya-gaya Van
Der Waals. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi
fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol. Sedangkan pada proses adsorpsi kimia,
interaksi adsorbat dengan adsorben melalui pembentukan ikatan kimia. Kemisorpsi
terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke
permukaan adsorben melalui gaya Van Der Waals atau melalui ikatan hidrogen.
Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam
adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia
(biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan
bilangan koordinasi dengan substrat.

1
2

Table 1.1 Perbedaan Adsorpsi Fisik dan Adsorpsi Kimia


No. Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia
1 Molekul terikat pada adsorben Molekul terikat pada adsorben oleh
oleh gaya Van Der Walls ikatan kimia
2 Mempunyai entalpi reaksi -4 Mempunyai entalpi reaksi -40 sampai
sampai -40 kJ/mol -800 kJ/mol
3 Dapat membentuk lapisan Membentuk lapisan monolayer
multilayer
4 Adsorpsi hanya terjadi pada suhu Adsorpsi dapat terjadi pada suhu
di bawah titik didih adsorbat tinggi
5 Jumlah adsorpsi pada permukaan Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan fungsi adsorbat merupakan karakteristik adsorben
dan adsorbat
6 Tidak melibatkan energi aktifasi Melibatkan energi aktifasi tertentu
tertentu
7 Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik
(Sumber : Tony, 1989)
Adsorpsi secara umum adalah proses pengumpulan benda-benda terlarut
yang terdapat dalam larutan antara dua fase, yaitu fase padat (adsorben) dan fase
cair (pelarut, biasanya air) yang mengandung spesies terlarut yang akan diserap
(adsorbat, ion logam). Tony (1989) menyatakan bahwa adsorpsi merupakan
akumulasi sejumlah senyawa, ion maupun atom yang terjadi pada batas antara dua
fasa. Adsorpsi terjadi jika gaya tarik antara zat terlarut dengan permukaan penyerap
dapat mengatasi gaya tarik antara pelarut dengan permukaan penyerap. Jenis
interaksi yang terjadi antara logam dengan permukaan sel adalah interaksi ionik,
interaksi pengomplekan, interaksi pertukaran ion dan pengendapan.
Kriteria adsorben yang baik menurut Sukardjo (1985) :
1.Adsorben-adsorben digunakan biasanya dalam wujud butir berbentuk bola,
belakang dan depan, papan hias tembok, atau monolit-monolit dengan garis
tengah yang hidrodinamik antara 5 dan 10 juta.
2.Harus mempunyai hambatan abrasi tinggi.
3

3.Kemantapan termal tinggi.


4.Diameter pori kecil, yang mengakibatkan luas permukaan yang diunjukkan
yang lebih tinggi dan kapasitas permukaan tinggi karenanya untuk adsorpsi.
5.Adsorben-adsorben itu harus pula mempunyai suatu struktur pori yang
terpisah jelas yang memungkinkan dengan cepat pengangkutan dari uap air
yang berupa gas.
Proses adsorpsi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a. pH
pH mempunyai pengaruh besar dalam proses adsorpsi karena pH mampu
mempengaruhi terjadinya interaksi ion logam dengan gugus aktif adsorben.
b.Konsentrasi logam
Konsentrasi logam sangat berpengaruh terhadap penyerapan logam oleh
adsoben. Pada permukaan penyerap, dalam hal ini biomassa terimobilisasi
terdapat sejumlah sisi aktif yang proporsional dengan luas permukaan
penyerap. Jadi dengan memperbesar konsentrasi larutan serapan logam
akan meningkat secara linier hingga konsentrasi tertentu. Silika gel, stirena,
divinilbenzena, dan polisulfon akan bekerja baik dengan konsentrasi logam
sebesar 5 ppm (Tony, 1989).
c. Waktu Kontak
Waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben selama proses adsorpsi
berlangsung dipertahankan konstan.
d.Tumbukan Antar Partikel
Proses adsorpsi tergantung pada banyaknya tumbukan yang terjadi antara
partikel-partikel adsorbat dan adsorben. Tumbukan antar partikel ini dapat
dipercepat dengan adanya kenaikan suhu.
e. Karakteristik dari adsorben
Ukuran partikel dan luas permukaan adsorben akan mempengaruhi proses
adsorpsi. Semakin kecil ukuran partikel akan semakin cepat proses adsorpsi
yang terjadi dan semakin besar luas permukaan adsorben maka penyerapan
yang terjadi semakin merata.
1.2.2 Penentuan Isoterm Adsorpsi
4

Percobaan adsorpsi yang paling umum adalah menentukan hubungan


jumlah gas teradsorpsi (pada adsorben) dan tekanan gas (Setyawan, 2010).
Pengukuran ini dilakukan pada suhu tetap, dan hasil pengukuran digambarkan
dalam grafik dan disebut isoterm adsorpsi (Setyawan, 2010).

1.2.3 Isoterm Adsorpsi Langmuir


Pada tahun 1916, Irving Langmuir mempresentasikan modelnya untuk
adsorpsi spesies ke permukaan sederhana. Langmuir dianugerahi Hadiah Nobel
pada tahun 1932 untuk karyanya mengenai kimia permukaan. Dia berhipotesis
bahwa permukaan tertentu memiliki sejumlah situs ekuivalen dimana spesies dapat
“menempel”, baik dengan physisorption atau chemisorptions. Teorinya dimulai
ketika ia mendalilkan bahwa molekul gas tidak pulih secara elastis dari permukaan,
tetapi dipegang olehnya dengan cara yang mirip dengan kelompok molekul dalam
benda padat. Langmuir menerbitkan dua makalah yang membuktikan asumsi
bahwa film yang diserap tidak melebihi ketebalan satu molekul. Percobaan pertama
melibatkan mengamati emisi elektron dari filamen yang dipanaskan dalam
gas. Yang kedua, bukti yang lebih langsung, memeriksa dan mengukur film-film
cair pada lapisan permukaan yang menyerap. Dia juga mencatat bahwa secara
umum kekuatan atraktif antara permukaan dan lapisan pertama zat yang teradsorpsi
jauh lebih besar daripada kekuatan antara lapisan pertama dan kedua. Namun, ada
beberapa contoh di mana lapisan-lapisan berikutnya mungkin berkondensasi
dengan kombinasi suhu dan tekanan yang tepat.
Pada tahun 1918, Langmuir menurunkan teori isoterm adsorpsi dengan
menggunakan model sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada
permukaannya. Pendekatan Langmuir meliputi lima asumsi mutlak, yaitu :
1.Gas yang teradsorpsi berkelakuan ideal dalam fasa uap.
2.Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer.
3.Permukaan adsorbat homogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan
untuk molekul gas sama.
4.Tidak ada interaksi antar molekul adsorbat.
5.Molekul gas yang teradsorpsi terlokalisasi, artinya mereka tidak bergerak
pada permukaan.
5

Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis


dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang
diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan molekul-molekul zat yang tidak
teradsorpsi. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat dituliskan sebagai berikut.
𝐶 1 1
𝑥 = 𝑥 + 𝑥 𝐶 ............................................. (1)
𝑚 ( ) 𝑘 ( )
𝑚 𝑚𝑜𝑙 𝑚 𝑚𝑜𝑙

Dimana C merupakan konsentrasi adsorbat dalam larutan, x/m adalah konsentrasi


adsorbat yang terjerap per gram adsorben, k adalah konstanta yang berhubungan
dengan afinitas adsorpsi dan (x/m)mak adalah kapasitas adsorpsi maksimum dari
adsorben. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir dapat disajikan seperti pada Gambar
1.1.

Gambar 1.1 Kurva Isoterm Adsorpsi Langmuir (Setyawan, 2010)

Gambar 1.2 Pendekatan isoterm adsorpsi Langmuir (Setyawan, 2010)

Pada kesetimbangan, laju adsorpsi dan desorpsi gas adalah sama. Bila θ
menyatakan fraksi yang ditempati oleh adsorbat dan P menyatakan tekanan gas
yang teradsorpsi, maka :
k1  k 2 P(1   ) ..................................................... (2)
6

dengan k1 dan k2 masing – masing merupakan tetapan laju adsorpsi dan desorpsi.
Jika didefinisikan a = k1 / k2, maka :
P

(a  P) ............................................................ (3)
Pada adsorpsi monolayer, jumlah gas yang teradsorpsi pada tekanan P (y) dan
jumlah gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer dihubungkan
dengan θ melalui persamaan sebagai berikut :
y

ym ................................................................... (4)
ym P
y
a  P ............................................................... (5)
Teori isoterm adsorpsi Langmuir berlaku untuk adsorpsi kimia, dimana reaksi yang
terjadi adalah spesifik dan umumnya membentuk lapisan monolayer.

1.2.4 Isoterm Adsorpsi Brunauer, Emmet and Teller (BET)


Isoterm ini berdasar asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang
homogen. Perbedaan isoterm ini dengan Langmuir adalah BET berasumsi bahwa
molekul-molekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di
permukaannya. Pada isoterm ini, mekanisme adsoprsi untuk setiap proses adsorpsi
berbeda-beda. Mekanisme yang diajukan dalam isoterm ini adalah isoterm
Langmuir biasanya lebih baik apabila diterapkan untuk adsorpsi kimia, sedangkan
isoterm BET akan lebih baik daripada isotherm Langmuir bila diterapkan untuk
adsoprsi fisik (Anonim, 2008).
Teori isoterm adsorpsi BET merupakan hasil kerja dari S. Brunauer, P.H.
Emmet, dan E. Teller. Teori ini menganggap bahwa adsorpsi juga dapat terjadi di
atas lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isoterm adsorpsi BET dapat
diaplikasikan untuk adsorpsi multilayer. Keseluruhan proses adsorpsi dapat
digambarkan sebagai :
1.Penempelan molekul pada permukaan padatan (adsorben) membentuk
lapisan monolayer
7

2.Penempelan molekul pada lapisan monolayer membentuk lapisan


multilayer

Gambar 1.3 Pendekatan isoterm adsorpsi BET (Anonim, 2008)

Pada pendekatan ini, perbandingan kekuatan ikatan pada permukaan


adsorben dan pada lapisan adsorbat monolayer didefinisikan sebagai konstanta c.
Lapisan adsorbat akan terbentuk sampai tekanan uapnya mendekati tekanan uap
dari gas yang teradsorpsi. Pada tahap ini, permukaan dapat dikatakan ”basah (wet)”.
Bila V menyatakan volume gas teradsorpsi, Vm menyatakan volume gas yang
diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer, dan x adalah P/P*, maka isoterm
adsorpsi BET dapat dinyatakan sebagai :
V cx

Vm (1  x)(1  x  cx) ......................................... (6)
Kesetimbangan antara fasa gas dan senyawa yang teradsorpsi dapat dibandingkan
dengan kesetimbangan antara fasa gas dan cairan dari suatu senyawa. Dengan
menggunakan analogi persamaan Clausius – Clapeyron, maka :
d ln P  H ads

dT RT 2 .................................................... (7)
dimana ΔHads adalah entalpi adsorpsi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
tekanan kesetimbangan dari gas teradsorpsi bergantung pada permukaan dan entalpi
adsorpsi.
1.2.5 Isoterm Adsorpsi Freundlich
Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich didasarkan atas terbentuknya
lapisan monolayer dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben.
Namun pada adsorpsi Freundlich situs-situs aktif pada permukaan adsorben bersifat
heterogen. Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich dapat dituliskan sebagai berikut.

Log (x/m) = log k + 1/n log c .................................... (8)


8

Sedangkan kurva isoterm adsorpsinya disajikan pada Gambar 1.4

Gambar 1.4 Kurva Isoterm Adsorpsi Freundlich (Sandi,2008)

Sandi (2008) menjelaskan hal-hal yang dapat dilihat dari kurva isoterm adalah
sebagai berikut.

1. Kurva isoterm yang cenderung datar artinya isoterm yang digunakan


menyerap pada kapasitas konstan melebihi daerah kesetimbangan
2. Kurva isoterm yang curam artinya kapasitas adsorpsi meningkat seiring
dengan meningkatnya konsentrasi kesetimbangan
Adsorpsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorben merupakan
hal yang penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna
larutan (decolorizing) dengan menggunakan batu apung (charcoal) dan proses
pemisahan dengan menggunakan teknik kromatografi.
Pendekatan isoterm adsorpsi yang cukup memuaskan dijelaskan oleh H.
Freundlich. Menurut Freundlich, jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorben
dan c adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan, maka :
y = k c1/n .................................................................. (9)
1
log y  log k  log c
n ............................................(10)
dimana k dan n adalah konstanta empiris. Jika persamaan (8) diaplikasikan untuk
gas, maka y adalah jumlah gas yang teradsorpsi dan c digantikan dengan tekanan
gas. Plot log y terhadap log c atau log P menghasilkan kurva linier. Dengan
menggunakan kurva tersebut, maka nilai k dan n dapat ditentukan.

1.2.6 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Adsorbsi


9

Faktor- faktor yang mempengaruhi efektifitas adsorbsi antara lain:

1.Jenis adsorban, seperti arang batok, batubara (antrasit), sekam, dan lain-
lain.
2.Temperatur lingkungan (udara, air, cairan), proses adsorpsi makin baik
jika temperaturnya makin rendah.
3.Jenis adsorbat, tergantung pada bangun molekul zat, kelarutan zat (makin
mudah larut, makin sulit diadsorpsi), taraf ionisasi (zat organik yang tidak
terionisasi lebih mudah diadsorpsi).
Berdasarkan jenis adsorbatnya, tingkat adsorpsi digolongkan menjadi tiga,
yaitu:

1.Adsorbsi lemah (weak), terjadi pada zat anorganik kecuali golongan


halogen (salah satunya adalah klor).
2.Adsorpsi menengah (medium), terjadi pada zat organik alifatik.
3.Adsorpsi kuat (strong) terjadi pada senyawa aromatik (zat organik yang
berbau (aroma) dengan struktur benzena, C6H6).
1.2.7 Proses Adsorpsi
Putra (2009) menjelaskan proses adsorpsi mempunyai empat tahapan
antara lain:

1. Transfer molekul-molekul adsorbat menuju lapisan film yang mengelilingi


adsorben.
2. Difusi adsorbat melalui lapisan film (film diffusion process).
3. Difusi adsorbat melalui kapiler atau pori-pori dalam adsorben (proses
adsorpsi sebenarnya).
4. Adsorpsi adsorbat pada dinding kapiler atau permukaan adsorben.
5. Adsorpsi dibatasi terutama oleh proses film diffusion dan pore diffusion, hal
ini tergantung oleh besarnya pergolakan dalam sistem. Jika pergolakan antar
partikel karbon dan fluida relatif kecil, maka lapisan film disekeliling
partikel akan tebal sehingga adsorpsi berlangsung lambat. Apabila
dilakukan pengadukan yang cukup maka kecepatan difusi film akan
meningkat.
1.2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
10

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan adsorpsi suatu


adsorben diantaranya adalah sebagai berikut.

1.Luas Permukaan Adsorben


Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak asorbat yang diserap,
sehingga proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semaki kecil ukuran diameter
partikel maka semakin luas permukaan adsorben.
2.Ukuran Partikel
Makin kecil ukuran partikel yang digunakan maka semakin besar
kecepatan adsorpsinya. Ukuran diameter dalam bentuk butir adalah lebih dari 0,1
mm, sedangkan ukuran diameter dalam bentuk serbuk adalah 200 mesh.

3.Waktu Kontak

Semakin lama waktu kontak dapat memungkinkan proses difusi dan


penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. Konsentrasi zat-zat organic
akan turun apabila kontaknya cukup dan waktu kontak biasanya sekitar 10-15
menit.

4.Distribusi Ukuran Pori

Distribusi pori akan mempengaruhi distribusi ukuran molekul adsorbat


yang masuk kedalam partikel adsorben. Kebanyakan zat pengasorpsi atau
adsorben merupakan bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung
terutama pada dinding-dinding pori atau letak-letak tertentu didalam partikel
tersebut.

1.2.9 Adsorben Berdasarkan Bahan

1.Adsorben Organik
Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang
mengandung pati. Adsorben organik ini sudah mulai digunakan sejak tahun 1979
untuk mengeringkan berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa
digunakan untuk adsorben diantaranya adalah ganyong, singkong, jagung, dan
gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada kualitas
tumbuhan yang akan dijadikan adsorben.

2.Adsorben Anorganik
11

Adsorben anorganik ini mulai dipakai pada awal abad ke-20. Dalam
perkembangannya, pemakaian dan jenis dari adsorben ini semakin Beragam dan
banyak dipakai orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal dari bahan-
bahan non pangan, sehingga tidak terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan
kualitasnya cenderung sama (Jauhar, Edo, Haryo, 2007).
BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM
2.1 Alat
1. Erlenmeyer 250 ml
2. Pipet volume 10 ml
3. Labu ukur
4. Termometer
5. Buret
6. Batang pengaduk
7. Pipet tetes
8. Corong kaca
9. Cawan porselein
10. Gelas piala 250 ml

1.3 Bahan
1. Asam asetat 0,5 M sampai 0,0313 M
2. Larutan standar NaOH 0,1 M
3. Karbon aktif
4. Indikator PP
5. Aluminium foil
6. Kertas saring

1.4 Prosedur Kerja


1. Arang diaktifkan dengan cawan porselein yang dipanaskan di oven.
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup masing – masing 1 gram
arang,yang ditimbang dengan teliti.
2. Larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,5 M, 0,25 M, 0,125 M, 0,0625
M, dan 0,0313 M disediakan, dibuat melalui pengenceran, masing –
masing sebanyak 100 ml, Masing – masing larutan dimasukkan ke
erlenmeyer yang telah berisi arang. Ditutup dan dibiarkan selama 30
menit. Selama 30 menit tersebut, larutan dikocok selama satu menit secara
teratur setiap 10 menit.

12
13

3. Temperatur selama percobaan dicatat dan dijaga agar tidak terjadi


perubahan temperatur yang terlalu besar.
4. Setelah 30 menit, tiap larutan disaring menggunakan kertas saring yang
kering.
5. Dari dua larutan dengan konsentrasi paling tinggi diambil 10 ml, larutan
berikutnya diambil 25 ml, dan dari dua larutan dengan konsentrasi paling
rendah diambil masing – masing 50 ml, kemudian dititrasi dengan larutan
standar NaOH 0,1 M dengan menggunakan indikator PP.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Praktikum


3.1.1 Data Perhitungan

Tabel 3.1 Data Perhitungan


Konsentrasi Konsentrasi
M X Log
No Asam Mula- Asam Akhir x/m Log C
(gr) (gr) x/m
Mula (M) (M)
1 1 0,5 0,28 1,32 1,32 0,1206 0.5528
2 1 0,25 0,09 0,96 0,96 -0,0177 -1.046
3 1 0,125 0,024 0,606 0,606 -0,2175 -1.619
4 1 0,0625 0,0034 0,354 0,354 -0,4560 -2.469
5 1 0,0313 0,0016 0,1782 0,1782 -0.7490 -2.796

3.2 Pembahasan
Pada percobaan ini akan ditentukan harga tetapan-tetapan adsorpsi isoterm
Freundlich bagi proses adsorpsi CH3COOH terhadap arang yang digunakan sebagai
karbon aktif. Isoterm adsorpsi adalah hubungan banyaknya adsorbat yang dapat
diserap oleh adsorben pada suhu yang kosntan.
Dalam melakukan percobaan isoterm adsorbsi, mula-mula arang
diaktifkan dengan cara dipanaskan. Pemanasan dilakukan dengan tujuan agar pori-
pori yang ada pada permukaan arang akan membuka dan rongga didalamnya juga
akan melebar, hal ini akan berpengaruh pada luas permukaan total yang dimiliki
oleh karbon hingga mencapai 2000 m2/gram sehingga semakin banyak adsorbat
yang dapat diserap, proses adsorbsi pun bisa semakin maksimal. Proses pemanasan
arang ini disebut dengan pengaktifan, dimana arang yang di treatment dengan cara
ini disebut arang aktif.
Arang yang telah aktif ditimbang dan dimasukkan kedalam 5 erlenmeyer
berbeda dengan masing – masing 1 gram arang. Didalam erlenmeyer tersebut
dimasukkan asam asetat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,5 M; 0,25 M;
0,125 M; 0,0625 M dan 0,0313 M. Asam asetat ini didapat dengan mengencerkan

14
15

larutan sebelumnya dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Setelah dimasukkan


kedalam erlenmeyer, campuran antara asam asetat dan arang diaduk selama 1 menit
dengan interval waktu setiap 10 menit sekali, proses ini dilakukan dalam waktu 30
menit. Pengadukan dilakukan untuk membuat molekul asam asetat bergerak lebih
cepat dan acak, sehingga kemungkinannya untuk bertemu dan bertabrakan dengan
permukaan arang semakin besar, sehingga semakin banyak molekul asam asetat
yang dapat diserap oleh permukaan arang.
Setelah 30 menit, campuran tersebut disaring dengan menyisakan arang
pada bagian atas kertas saring dan larutan asam asetat lolos kedalam wadah akibat
perbedaan besar molekul. Filtrat penyaringan tersebut diambil dengan volume 10
ml untuk 2 larutan pertama yang paling kuat, 25 ml untuk larutan ke 3, dan 50 ml
untuk 2 larutan terlemah, perbedaan volume ini berfungsi agar proses titrasi dapat
dilaksanakan lebih cepat dan volume NaOH yang digunakan lebih sedikit sehingga
proses menjadi lebih efektif. Masing-masing filtrate dititrasi dengan indikator
phenolpthalein untuk mengetahuin unsur asam bebas yang masih terkandung dalam
filtrate tersebut. Titrasi dilakukan hingga warna filtrat berubah menjadi keunguan,
semakin sedikit volume yang dibutuhkan dalam titrasi mengindikasikan bahwa
makin sedikit jumlah asam bebas yang berada dalam larutan tersebut, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pada campuran tersebut asam asetat yang diadsorbsi oleh
arang semakin besar.. pada perocabaan yang kami lakukan, diapat volume NaOH
yang dipakai adalah 28 ml untuk asam asetat 0,5 N, 9 ml untuk asam asetat 0,25
M, 6 ml untuk asam asetat 0,125 M, 1,7 ml untuk asam aseta 0,0625 M dan 0,8 ml
untuk asam asetat 0,0313 M.
Pada percobaan ini didapat bahwasannya terjadi pengurangan konsentrasi
sebelum dan sesudah ditambahkan arang aktif. Hal ini dikarenakan terjadinya
proses adsorbsi zat-zat terlarut oleh arang aktif sehingga konsentrasi asam asetat
pada larutan berkurang. Berdasarkan tabel 3.1 dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi asam asetat maka perbandingan antara berat zat terlarut dan
adsorben semakin besar. Jadi, konsentrasi asam dan berat zat terlarut per adsorben
memiliki hubungan berbanding lurus.
16

1.5

0.5

0
1 2 3 4 5

X/m C

Gambar 3.1 Grafik Hubungan Konsentrasi Akhir Asam Asetat (C) dengan
Berat Zat Terlarut per Gram Adsorben (x/m)

Pada gambar 3.2 dapat dilihat bahwa hubungan antara Log konsentrasi
akhir asam (C) dengan Log berat zat terlarut per gram menunjukkan hubungan yang
linear. Sehingga pada percobaan ini memenuhi persamaan isoterm Freundlich.

Gambar 3.2 Grafik Hubungan Log Konsentrasi Akhir Asam Asetat (C)

0.5
0
-0.5
-1
-1.5
-2
-2.5
-3

Log x/m Log C

dengan Log Berat Zat Terlarut per Gram Adsorben (x/m)

Dari perhitungan, didapatkan harga n dan k pada CH3COOH yaitu sebesar 4.44
dan 3.374. Nilai n dan k adalah tetapan dari persamaan isoterm adsorpsi dengan
persamaan log x/m = log k + n log C.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Arang aktif dapat mengadsorpsi CH3COOH dalam larutannya.
2. Semakin besar konsentrasi CH3COOH semakin kecil nilai x/m nya.
3. Isoterm adsorpsi dilakukan pada suhu kamar yang dipertahankan agar
tetap konstan.
4. Isoterm adsorpsi menurut Freundlich pada asam asetat oleh arang dapat
ditentukan dengan memplot grafik antara log x/m dengan log C. Intercept
yang diperoleh merupakan nilai tetapan n dan k.
1.2 Saran
Sebaiknya dilakukan standarisasi terhadap larutan NaOH terlebih dahulu,
dan ketelitian yang tinggi dalam membuat larutan asam asetat serta dalam
pengencerannya. Begitu juga ketelitian dalam menimbang arang pada percobaan.
Setelah praktikum alat dikembalikan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Setyawan, Heru. 2010. Kimia Permukaan. http://www.its.ac.id/personal/files


/material/2542-heru-che-KF8.pdf. Diakses pada 3 Oktober 2019
Sukardjo.1985. Kimia Fisika.Yogyakarta:Bina Aksara.
Tony, Bird. 1989. Kimia Fisika untuk Universitas. Jakarta:Gramedia.
Anonim. 2008. Isotherm Adsorpsi. http://smk3ae.wordpress.com/2008/12/03/iso
therm-adsorpsi/. Diakses pada 6 Oktober 2019.
Putra. 2009. Isoterm Adsorpsi. http://www.scribd.com/doc/34669191/Isoterm-
adsobsi. Diakses pada 6 Oktober 2019.
Sandi. 2008. http://www.scribd.com/doc/32979730/Adsorpsi-Isotherm. Diakses
pada 6 oktober 2019.

18
19
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

A. Pengenceran Asam Asetat


*konsentrasi asam asetat = 96%
𝑔
* Massa Jenis = 1,05
𝑐𝑚3

* Mr asam asetat = 60
1000 𝑥 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑥 % 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
M:
𝑀𝑟 𝑍𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
1000 𝑥 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑥 % 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
:
𝑀𝑟 𝑍𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
10 𝑥 1,05 𝑥 96
: : 16.8 M
60

B. Pengenceran Asam Asetat


(i) CH3COOH 0,5 M
16,8 x V1 = 0,5 M x 100 ml
V1 = 2.97 ml
(ii) CH3COOH 0,25 M
0,5 x V1 = 0,25 M x 100 ml
V1 = 50 ml
(iii) CH3COOH 0,125 M
0,25 x V1 = 0,125 M x 100 ml
V1 = 50 ml
(iv) CH3COOH 0,0625 M
0,125 x V1 = 0,0625 M x 100 ml
V1 = 50 ml
(v) CH3COOH 0,0313 M
0,0625 x V1 = 0,0313 M x 100 ml
V1 = 50 ml

20
21

C. Melarutkan NaOH
*Mr = 40 *Vol = 100 ml *M = 0,1 M
𝑔𝑟𝑥1000
M=
𝑀𝑟𝑥 𝑣
𝑔𝑟𝑥1000
0,1=
40𝑥 100

gr = 0,4 gram
D. Konsentrasi Akhir Asam Asetat
(i) CH3COOH 0,5 M
M1 x 10 = 0,1 M x 28 ml
M1 = 0,28 M
(ii) CH3COOH 0,25 M
M1 x 10 = 0,1 M x 9 ml
M1 = 0,09 M
(iii) CH3COOH 0,125 M
M1 x 25 = 0,1 M x 6 ml
M1 = 0,024 M
(iv) CH3COOH 0,0625 M
M1 x 50 = 0,1 M x 1,7 ml
M1 = 0,0034M
(v) CH3COOH 0,0313 M
M1 x 50 = 0,1 M x 0,8 ml
M1 = 0,0016 M
E. Menghitung Nilai X (gram)
(i) Mawal CH3COOH = 0,5 M
Mol = M x V
= 0,5 M x 100 ml = 50 mmol
Makhir CH3COOH = 0,28 M
Mol = M x V x perbandingan
= 0,28 M x 10 ml x 10 = 28 mmol
22

Mol yang diserap = mol awal- mol akhir


= 50-28
= 22 mmol
Gr = n x Mr
= 22 x 60
= 132 mg = 0,132 gram
(ii) Mawal CH3COOH = 0,25 M
Mol = M x V
= 0,25 M x 100 ml = 25 mmol
Makhir CH3COOH = 0,09 M
Mol = M x V x perbandingan
= 0,009 M x 10 ml x 10 = 9 mmol
Mol yang diserap = mol awal- mol akhir
= 25 - 9
= 16 mmol
Gr = n x Mr
= 16 x 60
= 960 mg = 0,96 gram
(iii) Mawal CH3COOH = 0,125 M
Mol = M x V
= 0,125 M x 100 ml = 12,5 mmol
Makhir CH3COOH = 0,024 M
Mol = M x V x perbandingan
= 0,024M x 25 ml x 4 = 2,4 mmol

Mol yang diserap = mol awal- mol akhir


= 12,5 – 2,4
= 10,1 mmol
Gr = n x Mr
= 10,1 x 60
= 606 mg = 0,606 gram
23

(iv) Mawal CH3COOH = 0,0625 M


Mol = M x V
= 0,0625 M x 100 ml = 6,25 mmol
Makhir CH3COOH = 0,0034 M
Mol = M x V x perbandingan
= 0,0034 M x 50 ml x 2 = 0,34 mmol
Mol yang diserap = mol awal- mol akhir
= 6,25 – 0,34
= 5,91 mmol
Gr = n x Mr
= 5,91 x 60
= 354,6 mg = 0,354 gram
(v) Mawal CH3COOH = 0,0313 M
Mol = M x V
= 0,0313 M x 100 ml = 3,13 mmol
Makhir CH3COOH = 0,0016 M
Mol = M x V x perbandingan
= 0,0016 M x 50 ml x 2 = 0,16 mmol
Mol yang diserap = mol awal- mol akhir
= 3,13 - 0,16
= 2,97 mmol
Gr = n x Mr
= 2,97 x 60
= 178,2 mg = 0,1782 gram
F. Nilai X/m dan Logm (x/m)
(i) *X = 1,32 gram * m = 1 gram
𝑥
*𝑚 = 1,32
𝑥
*log (𝑚) = log (1,32) = 0.1206

(ii) *X = 0,96 gram * m = 1 gram


𝑥
*𝑚 =0,96
𝑥
*log (𝑚) = log (0,96) -0.0177
24

(iii) *X = 0,606 gram * m = 1 gram


𝑥
*𝑚 = 0,606
𝑥
*log (𝑚) = log (0,606) = - -0.2175

(iv) *X = 0,354 gram * m = 1 gram


𝑥
*𝑚 =0,354
𝑥
*log (𝑚) = log (0,0034) = - -0,4560

(v) *X = 0,1782 gram * m = 1 gram


𝑥
*𝑚 =0,1782
𝑥
*log (𝑚) = log (0,1782) = - -0.7490

G. Nilai Log C
(i) Log (0,28) = -0.5528
(ii) Log (0,09) = -1.046
(ii) Log (0,024) = -1.619
(iv) Log (0,0034) = -2.469
(iv) Log (0,0016) = -2.796
H. Menghitung nilai K dan n

x/m = K.C1/2
Log (x/m) = Log (K.C1/n)
Log (x/m)= Log k + Log C1/n
Log (x/m) = Log K + 1/n Log C
Dengan Log (x/m) adalah y dan Log C adalah X, maka
Y= 1/n x + log k
(i) Y = 1/n (-1.619) + Log K
(ii) Y = 1/n (-2.469) + Log K
𝑦−𝑦1 𝑥−𝑥1
Maka =
𝑦2−𝑦1 𝑥2−𝑥1
𝑦−−𝟎,𝟐𝟏𝟕𝟓 𝑥− −1,619
=
−0,4560−−𝟎,𝟐𝟏𝟕𝟓 −2,469−−𝟏,𝟔𝟏𝟗
𝑦+0,2175 𝑥+1,619
=
−0,2385 −0,85
25

−0,85 𝑦 + 0,184875 = −0,2175𝑥 − 0,3861


-0,85 y = -0,2175x – 0,201225
Y= 0,225 x + 0,2367
1/n= 0,225 Log K= 0,2367
n= 4,44 k= 3,374
LAMPIRAN C
TUGAS

Tabel C.1 Data Perhitungan


No M Konsentrasi Konsentrasi x 𝒙 𝒙 Log C
𝒍𝒐𝒈
𝒎 𝒎
asam mula- asam akhir
(gram) (gram)
mula

1. 5 0,5M 0,28M 1,32 1,32 0,1206 -0,5578

2. 5 0,25M 0.09M 0,96 0,96 -0,0177 -1,046

3. 5 0,125M 0,024M 0,606 0,606 -0,2175 -1,619

4. 5 0,0625M 0.0034M 0,354 0,354 -0,4560 -2,469

5. 5 0,0313M 0.0016M 0,1782 0,1782 -0,7490 -2796

Temperature: 30°C

I. Menghitung nilai K dan n


x/m = K.C1/2

Log (x/m) = Log (K.C1/n)


Log (x/m)= Log k + Log C1/n
Log (x/m) = Log K + 1/n Log C
Dengan Log (x/m) adalah y dan Log C adalah X, maka
Y= 1/n x + log k
(iii) Y = 1/n (-1.619) + Log K
(iv) Y = 1/n (-2.469) + Log K
𝑦−𝑦1 𝑥−𝑥1
Maka =
𝑦2−𝑦1 𝑥2−𝑥1
𝑦−−𝟎,𝟐𝟏𝟕𝟓 𝑥− −1,619
=
−0,4560−−𝟎,𝟐𝟏𝟕𝟓 −2,469−−𝟏,𝟔𝟏𝟗
𝑦+0,2175 𝑥+1,619
=
−0,2385 −0,85

26
27

−0,85 𝑦 + 0,184875 = −0,2175𝑥 − 0,3861


-0,85 y = -0,2175x – 0,201225
Y= 0,225 x + 0,2367
1/n= 0,225 Log K= 0,2367
n= 4,44 k= 3,374
LAMPIRAN D

PERTANYAAN

1. Apakah proses adsorpsi ini merupakan adsorpsi fisik atau khemisorpsi ?


Proses adsorpsi terjadi secara fisika karena memiliki ciri molekul yang
terikat pada adsorben oleh gaya Van der Walls, mempunyai entalpi reaksi dan tidak
bersifat spesifik.
2. Apakah perbedaan kedua jenis adssorpsi ini ? Berikan beberapa contoh kedua
jenis adsorpsi ini !
* Adsorpsi Fisika
- Molekul terikat pada adsorben oleh gaya Van der Walls.

- Mempunyai entalpi reaksi -4 sampai -40 kJ/mol.

- Dapat membentuk lapisan multilayer.

- Adsorpsi hanya terjadi pada suhu dibawah titik didih adsorbat.

- Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan fungsi adsorbat.

- Tidak melibatkan energi aktivasi tertentu.

- Bersifat tidak spesifik.

* Adsorpsi Kimia

- Molekul terikat pada adsorben oleh ikatan kimia.

- Mempunyai entalpi reaksi -40 sampai 800 kJ/mol.

-Membentuk lapisan monolayer.

-Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi.

- Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan karakteristik adsorben dan adsorbat.

- Melibatkan energi aktivasi tertentu.

- Bersifat spesifik.

28
29

Contoh : Adsorpsi SDBS

* Adsorpsi fisik : adsorpsi nitrogen pada besi secara fisik nitrogen cair pada -190˚C
akan teradsorpsi pada besi.

* Adsorpsi kimia : pada suhu 500˚C nitrogen teradsorpsi cepat pada permukaan
besi.
3. Bagaimana isoterm adsorpsi Freundlich untuk adsorpsi gas pada permukaan zat
padat ?
a) Adsorpsi bersifat selektif, artinya suatu adsorben dapat menyerap banyak
sekali suatu gas, tetapi tidak menyerap gas – gas tertentu.
b) Adsorpsi terjadi sangat cepat, hanya kecepatan adsorpsi makin berkurang
dengan makin banyaknya gas yang diserap.
c) Jumlah gas diserap tergantung temperatur, makin jauh jarak antara
temperature penyerapan dari temperature kritis, makin sedikit jumlah gas
yang diserap.
d) Adsorpsi tergantung dari luas permukaan adsorben, makin porous
adsorben makin besar daya adsorpsinya.
e) Adsorpsi tergantung jenis adsorben dan pembuatan adsorben. Misalnya,
arang dari suatu bahan yang dibuat dengan berbagai cara, mempunyai
daya serap berbeda pula.
f) Jumlah gas yang diadsorpsi persatuan berat adsorben, tergantung tekanan
parsial gas, makin besar tekanan makin banyak gas yang diserap. Namun
demikian, bila penyerapan telah jenuh, tekanan tidak berpengaruh.
g) Adsorpsi merupakan proses reversible. Bila tidak terjadi reaksi kimia,
penambahan tekanan menyebabkan penambahan adsorpsi dan
pengurangan tekanan menyebabkan pelepasan gas yang diserap
4. Mengapa isoterm adsorpsi Freundlich untuk adsorpsi gas pada permukaan zat
padat kurang memuaskan dibandingkan dengan isoterm adsorpsi Langmuir ?
a) Karena isoterm Freundlich memiliki situs – situs aktif pada permukaan
adsorben bersifat heterogen. Sedangkan isoterm Langmuir bersifat
homogen, maka lebih memuaskan menggunakan isoterm Langmuir.
30

b) Karena persamaan isotherm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara


teoritis dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-
molekul zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan molekul-
molekul zat yang tidak teradsorpsi.
5. Bagaimana bentuk kurva isotherm adsorpsi Langmuir (antara N dengan C
untuk larutan dan v/m dengan P untuk gas) ?

Gambar D.1 Grafik antara N dengan C untuk larutan isotherm adsorpsi


Langmuir
LAMPIRAN E
DOKUMENTASI

Gambar C.1 Arang yang sedang dioven. Gambar C.2 Arang setelah
dioven.

Gambar C.3 Arang dimasukkan Gambar C.4 Larutan


ke dalam erlenmeyer CH3COOH
0,5 M, 0,25 M
0,125M, 0,0625
M, dan
0,0313M.

Gambar C.5 Arang ditambahkan Gambar C.6 Penyaringan


CH3COOH. larutan dan
arang.

31
32

Gambar C.7 Proses titrasi

Anda mungkin juga menyukai