Anda di halaman 1dari 35

BAB 7:

ANALISIS IDEOLOGI GENDER


(Mata Kuliah Ekonomi Kependudukan)

Oleh :
Kelompok 7

Puspa Ayu (1211021091)


Sunarti (1211021113)
Wayan Ari Suda (1211021126)

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014/2015

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya permasalahan gender di muka bumi telah ada sejak adanya
manusia. Gender mencakup hal yang membedakan maskulin dengan feminim.
Perbedaan itu didasarkan pada kondisi fisik, fungsi dan kemampuan. Perbedaan
tersebut yang memerlukan adanya kesetaraan gender.

Gender pada jaman dahulu sebelum dikenalnya ilmu pengetahuan dan teknologi
tidak menjadi permasalahan khususnya bagi kaum feminis. Hal ini disebabkan
karena nilai-nilai budaya yang berkembang terkait dengan peran atau pembagian
kerja, tanggung jawab serta citra baku laki-laki dan perempuan pada saat itu
dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan sah-sah saja. Seiring dengan
perkembangan jaman yang diikuti oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi, perhatian masyarakat terutama kaum feminis terhadap fenomena sosial
yang terkait dengan isu gender mulai menjadi fokus perhatian.

Perhatian terhadap kesetaraan gender mulai muncul sejak abad 40 oleh kaum
Feminis di Barat. Kesadaran akan kesetaraan gender muncul karena adanya
kesadaran dari kaum feminis bahwa nasib kaum perempuan di masyarakat tidak
sebaik nasib lawan jenisnya. Gerakan untuk memperbaiki nasib perempuan mulai
muncul yang dipelopori oleh tokoh feminis Mary Wollstonecraft dan John
StuartMill (Amal, 1992)

2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini :
1. Apa pengertian dan konsep gender?
2. Apa model yang dapat digunakan dalam analisis gender?
3. Bagaiman gender dalam memepengaruhi pertumbuhan ekonomi?

1.3 Tujuan Makalah


Adapun tujuan dari makalah ini :
1. Untuk mengetahui pengertian dan konsep dasar gender
2. Untuk mengetahui model yang dapat digunakan dalam analisis gender
3. Untuk mengetahui gender dalam memepengaruhi pertumbuhan ekonomi?

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gender


 Kata “Gender” berasal dari bahasa Inggris “gender” berarti “jenis kelamin”.
Dalam Webter New World Dictionary, gender diartikan sebagai “perbedaan
yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah
laku”.
 Di dalam Women Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu
konsep kultural yang berupaya membut pembedaan (distinction) dalam hal
peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan
perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
 Hilany M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex and Gender, an
Introduction mengatakan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap
laki-laki dan perempuan (cultural ecpectations for women and men), Pendapat
ini sejalan dengan pendapat umumnya kaum feminis seperli Linda L. Lindsey,
yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang
sebagai laki-Iaki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (what
A given society difines as masculine or feminine is a component of gender).
 HT. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar
untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-Iaki dan perempuan pada
kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi
laki-laki dan perempuan.
 Elaine Showalter mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki
dan perempuan dilihat dari konstrukli sosial budaya. Ia menekankannya
sebagai konsep analisis (an analytic concept) yang dapat digunakan untuk
menunjukkan sesuatu.

4
 Kantor Menteri Urusan Peranan Wanita dengan ejaan “gender”. Gender
diartikan sebagai “interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin
yakni laki-laki dan perempuan. Gender biasanya dipergunakan untuk
menunjukkan pembagian karya yang dianggap tepat bagi laki-laki dan
perempuan.

Dari berbagli definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu
konsep yang digunakan untuk mengidentilikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi sosial budaya. Gender dalam arti ini mendefinisikan
laki-laki dan perempuan dari sudut non biologis. Konsep gender yakni suatu hal
yang melekat pada kaum laki-laki alan perempuan yang dikonstruksi secara sosial
maupun kultural sejarah perbedaan gender (gender difference) antara manum jenis
laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena
itu, terbentuknya perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya
dibentuk, disosia1iasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosil dan kultural
melalui ajaran keagamaan maupun negara.

Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan


perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan
dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak
kecil. Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini sering sekali mencampur
adukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati
(gender). Perbedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan
kembali tentang pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada
manusia perempuan dan laki-laki untuk membangun gambaran relasi gender yang
dinamis dan tepat serta cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat.
Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran
perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Secara umum adanya gender telah
melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat
dimana manusia beraktivitas. Sedemikian rupanya perbedaan gender ini melekat
pada cara pandang kita, sehingga kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan

5
sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri
biologis yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki.

Kata „gender‟ dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan
tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan
(konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian gender adalah hasil
kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya gender
bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu
berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat dipertukarkan
pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan budaya setempat.
Definisi gender menurut berbagai pustaka adalah sebagai berikut:
 Gender should be conceptualized as a set of relations, existing in social
institutions and reproduced in interpersonal interaction“ (Smith 1987; West
& Zimmerman 1987 dalam Lloyd et al. 2009: p.8) (gender diartikan sebagai
suatu set hubungan yang nyata di institusi sosial dan dihasilkan kembali dari
interaksi antar personal).
 Gender is not a property of individuals but an ongoing interaction between
actors and structures with tremendous variation across men‟s and women‟s
lives “individually over the life course and structurally in the historical
context of race and class” (Ferree 1990 dalam Lloyd et al. 2009: p.8) (Gender
bukan merupakan property individual namun merupakan interaksi yang
sedang berlangsung antar aktor dan struktur dengan variasi yang sangat besar
antara kehidupan laki-laki dan perempuan „secara individual‟ sepanjang
siklus hidupnya dan secara struktural dalam sejarah ras dan kelas).

Dengan demikian gender menyangkut aturan sosial yang berkaitan dengan jenis
kelamin manusia laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis dalam hal alat
reproduksi antara laki-laki dan perempuan memang membawa konsekuensi fungsi
reproduksi yang berbeda (perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan
dan menyusui; laki-laki membuahi dengan spermatozoa). Jenis kelamin biologis

6
inilah merupakan ciptaan Tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat
dipertukarkan dan berlaku sepanjang zaman.

Namun demikian, kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki menafsirkan


perbedaan biologis ini menjadi indikator kepantasan dalam berperilaku yang akhirnya
berujung pada pembatasan hak, akses, partisipasi, kontrol dan menikmati manfaat
dari sumberdaya dan informasi. Akhirnya tuntutan peran, tugas, kedudukan dan
kewajiban yang pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan dan yang tidak pantas
dilakukan oleh laki-laki atau perempuan sangat bervariasi dari masyarakat satu ke
masyarakat lainnya. Ada sebagian masyarakat yang sangat kaku membatasi peran
yang pantas dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, misalnya tabu bagi
seorang laki-laki masuk ke dapur atau mengendong anaknya di depan umum dan tabu
bagi seorang perempuan untuk sering keluar rumah untuk bekerja. Namun demikian,
ada juga sebagian masyarakat yang fleksibel dalam memperbolehkan laki-laki dan
perempuan melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya perempuan diperbolehkan
bekerja sebagai kuli bangunan sampai naik ke atap rumah atau memanjat pohon
kelapa, sedangkan laki-laki sebagian besar menyabung ayam untuk berjudi.

2.2 Perbedaan Konsep Gender dan Jenis Kelamin

Pengertian gender itu berbeda dengan pengertian jenis kelamin (sex). Tabel
berikut ini menyajikan perbedaan konsep gender dan jenis kelamin dan perbedaan
konsep kodrati dan bukan kodrati.

Tabel 2.2.1. Perbedaan konsep jenis kelamin (sex)/ kodrati dan gender/ bukan kodrat
beserta contoh-contohnya.

Jenis Kelamin (Seks) Gender


Contoh kodrati Contoh Bukan Kodrati
Peran reproduksi kesehatan berlaku Peran sosial bergantung pada waktu dan keadaan.
sepanjang masa.
Peran reproduksi kesehatan ditentukan Peran sosial bukan kodrat Tuhan tapi buatan
oleh Tuhan atau kodrat. manusia.

7
Menyangkut perbedaan organ biologis Menyangkut perbedaan peran, fungsi, dan
laki-laki dan perempuan khususnya pada tanggungjawab laki-laki dan perempuan sebagai
bagian alat-alat reproduksi. hasil kesepakatan atau hasil bentukan dari
Sebagai konsekuensi dari fungsi alat-alat masyarakat.
reproduksi, maka perempuan mempunyai Sebagai konsekuensi dari hasil kesepakatan
fungsi reproduksi seperti menstruasi, masyarakat, maka pembagian peran laki-laki adalah
hamil, melahirkan dan menyusui; mencari nafkah dan bekerja di sektor publik,
sedangkan laki-laki mempunyai fungsi sedangkan peran perempuan di sektor domestik dan
membuahi (spermatozoid). bertanggung jawab masalah rumahtangga.
Peran reproduksi tidak dapat berubah; Peran sosial dapat berubah:
sekali menjadi perempuan dan Peran istri sebagai ibu rumahtangga dapat berubah
mempunyai rahim, maka selamanya akan menjadi pekerja/ pencari nafkah, disamping masih
menjadi perempuan; sebaliknya sekali menjadi istri juga.
menjadi laki-laki, mempunyai penis,
maka selamanya menjadi laki-laki.
Peran reproduksi tidak dapat Peran sosial dapat dipertukarkan
dipertukarkan: tidak mungkin peran laki- Untuk saat-saat tertentu, bisa saja suami dalam
laki melahirkan dan perempuan keadaan menganggur tidak mempunyai pekerjaan
membuahi. sehingga tinggal di rumah mengurus rumahtangga,
sementara istri bertukar peran untuk bekerja
mencari nafkah bahkan sampai ke luar negeri
menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Membuahi Bekerja di dalam rumah dan dibayar (pekerjaan
publik/produktif di dalam rumah) seperti jualan
masakan, pelayanan kesehatan, membuka salon
kecantikan, menjahit/ tailor, mencuci
pakaian/loundry, mengasuh dan mendidik anak
orang lain (babbysitter/ pre-school).
Menstruasi Bekerja di luar rumah dan dibayar (pekerjaan
publik di luar rumah).
Mengandung/ hamil Bekerja di dalam rumah dan tidak dibayar
(pekerjaan domestik rumahtangga) seperti
memasak, menyapu halanam, membersihkan
rumah, mencuci pakaian keluarga, menjahit pakaian
Melahirkan anak bagi Perempuan Bekerja di luar rumah dan tidak dibayar (kegiatan

8
sosial kemasyarakatan) bagi laki-laki dan
perempuan.
Menyusui anak/ bayi dengan payudaranya Mengasuh anak kandung, memandikan, mendidik,
bagi Perempuan membacakan buku cerita, menemani tidur.
Menyusui anak bayi dengan menggunakan botol
bagi laki-laki atau perempuan.
Sakit prostat untuk Laki-laki Mengangkat beban, memindahkan barang,
membetulkan perabot dapur, memperbaiki listrik
dan lampu, memanjat pohon/ pagar bagi laki-laki
atau perempuan.
Sakit kanker rahim untuk Perempuan Menempuh pendidikan tinggi, menjadi pejabat
publik, menjadi dokter, menjadi tentara militer,
menjadi koki, menjadi guru TK/SD, memilih
program studi SMK-Tehnik Industri, memilih
program studi memasak dan merias bagi laki-laki
atau perempuan.

Konsep gender menjadi persoalan yang menimbulkan pro dan kontra baik di
kalangan masyarakat, akademisi, maupun pemerintahan sejak dahulu dan bahkan
sampai sekarang. Pada umumnya sebagian masyarakat merasa terancam dan
terusik pada saat mendengar kata “gender”. Berdasarkan diskusi dengan berbagai
kalangan, keengganan masyarakat untuk menerima konsep gender disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut:3.1
1. Konsep gender berasal dari negara-negara Barat, sehingga sebagian
masyarakat menganggap bahwa gender merupakan propaganda nilai-nilai
Barat yang sengaja disebarkan untuk merubah tatanan masyarakat
khususnya di Timur.
2. Konsep gender merupakan gerakan yang membahayakan karena dapat
memutarbalikkan ajaran agama dan budaya, karena konsep gender
berlawanan dengan kodrati manusia.
3. Konsep gender berasal dari adanya kemarahan dan kefrustrasian kaum
perempuan untuk menuntut haknya sehingga menyamai kedudukan laki-
laki. Hal ini dikarenakan kaum perempuan merasa dirampas haknya oleh
kaum laki-laki. Di Indonesia tidak ada masalah gender karena negara sudah

9
menjamin seluruh warga negara untuk mempunyai hak yang sama sesuai
dengan yang tercantum pada UUD 1945.
4. Adanya mind-set yang sangat kaku dan konservatif di sebagian masyarakat,
yaitu mind set tentang pembagian peran antara laki-laki dan perempuan
adalah sudah ditakdirkan dan tidak perlu untuk dirubah (misalnya kodrati
perempuan adalah mengasuh anak, kodrati laki-laki mencari nafkah).
Namun mind-set ini sepertinya masih terus berlaku meskipun mengabaikan
fakta bahwa semakin banyak perempuan Indonesia menjadi Tenaga Kerja
Wanita (TKW) ke luar negeri dan mengambil alih tugas suami sebagai
pencari nafkah utama.

Ketidak adilan Gender :


 Gender dan Marginalisasi Perempuan
Proses marginalisasi yang mengakibatkan kemiskinan. sesungguhnya banyak
sekali terjadi dalam masyarakat dan negara yang menimpa kaum laki-laki dan
perempuan yang disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya; penggusuran,
bencana alam atau proses eksploitasi, namun adalah satu bentuk pemiskinan,
disebabkan oleh gender. Ada beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan
waktu serta mekanisme protes marginalisasi kaum perempuan karena perbedaan
gender tersebut. Dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah,
keyakinan, tafsir agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu
pengetahuan.

Banyak studi telah dilakukan dalam rangka membahas program pembangunan


pemerintah yang menjadi penyebab kemiskinan kaum perempuan. Misalnya
program _adaya pangan atau revolusi hijau (green revolution) secara otonomi
telah menyingkirkan kaum perempuan dan pekerjaannya sehingga memiaskinkan
mereka. Di Jawa misalnya, program revolusi hijau dengan memperkenatkan jenil
padi unggul yang timbul lebih rendah, dan pendekatan panen dengan sistem
tebang menggunakan bibit tidak lagi memungkinkan pemanenan menggunakan
ani-ani padahal alat tersebut melekat dan digunakan oleh kaum perempuan.
Akibatnya banyak kaum perempuan miskin di dan termarginalkan yakni semakin

10
miskin dan tersingkir karena tidak mendapatkan pekerjaan disawah padi musim
panen. Berarti program revolusi hijau dirancang tanpa mempertimbankan aspek
gender.

Marginalisasi kaum perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan, tetapi rugi
dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur atau bahkan bangsa. Marginalisasi
terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk
diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan. Marginalisasi
juga diperkuat oleh adat-istiadat maupun tafsir keagamaan misalnya banyak di
antara suku-suku di Indonesia yang tidak memberi hak kepada perempuan untuk
mendapatkan waris sama sekali. Sebagian tafsir keagamaan memberi hak waris
setengah dari hak waris laki-laki terhadap kaum perempuan.

 Gender dan Subordinasi


Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan.
Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan
tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan
perempuan pada posisi yang tidak penting.

Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang
berbeda dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu. Di Jawa, dulu ada anggapan
bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya akan ke dapur
juga. Bahkan pemerintah pernah memiliki peraturan bahwa jika suami akan pergi
belajar (jauh dari keluarga), dia bisa mengambil keputusan sendiri. Sedangkan
bagi istri yang hendak tugas belajar ke luar negeri harus seizin suami. Dalam
rumah tangga, masih sering terdengar jika keuangan keluarga sangat terbatas, dan
harus mengambil kepulusan untuk menyekolahkan anak-anaknya, maka anak-
anak laki akan mendapatkan prioritas utama. Praktis/ perbuatan seperti itu
sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.

11
 Gender dan Stereotipe
Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu
kelompok tertentu. Celakanya, stereotipe aelalu merugikan dan menimbulkan
kelidakadilan. Stereotipe yang diberikan kepada suatu suku bangsa tertentu
misalnya Yahudi di Barat, Cina dan Asia Tenggara, telah merugikan suku bangsa
tersebut. Salah satu garis stereotipe itu adalah yang bersumber dari pandangan
gender. Banyak sekali ketidakadilan jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan
yang bersumber dari penandaan (stereotipe) yang dilakukan pada mereka.
Misalnya penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah
dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka tiap ada kasus
kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe ini. Bahkan
jika ada pemerkosaan yang dialami oleh perempuan, masyarakat
berkecenderungan menyalahkan korbannya. Masyarakat memiliki anggapan
bahwa tugas utama kaum perempuan adalah melayani suami. Stereotipe ini
berakibat wajar sekali bila pendidikan kaum perempuan dinomorduakan.
Stereotipe terhadap kaum perempuan ini terjadi di mana-mana. Banyak peraturan
pemerintah, aturan keagamaan, kultur dan kebiasan masyarakat yang
dikembangkan karena stereotipe tersebut.

 Gender dan Kekerasan


Kekerasan (violence) adalah serangan atau invansi (assault) terhadap fisik
maupun integritas mental pslikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama
manusia pada dasarya berawal dari berbagai sumber, namun jelas satu kekerasan
terhadap satu jenis ke1amin tertentu yang disebabkan oleh bias gender ini.
Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related violence.
Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang
ada dalam masyarakat. Banyak maestrim dan bentuk kejahatan yang bila
dikategorikan sebagai kekerasan gender, di antaranya:
Pertama, bentunk pemerkosaan terhadap perempuan, terrnamk dalam perkawinan.
Perkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan untuk mendapatkan
pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan.

12
Kedua, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi di rumah tangga
(domestic violence), termasuk tindak kekerasan dalam bentuk penyiksaan terhadap
anak-anak (cild abuse).
Ketiga, bentuk penyiksaan yang mengarah pada organ alat kelamin (genital
mutilation), misalnya penyunatan terhadap anak perempuan.
Keempat, kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution). Pelacuran merupakan
bentuk kekerasan terhadap perempuan yang diselenggerakan oleh suatu
mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan.
Kelima, kekerasan dalam bentuk propaganda pornografi adalah jenis kekerasan
lain terhadap perempuan. Jenis kekerasan ini termasuk jenis kekerasan non-fisik,
yakni pelecehan terhadap kaum perempuan dimana tubuh perempuan dijadikan
obyek demikian juga dengan seseorang.
Keenam, kekerasan dalam bentuk sterilisasi dalam Keluarga berencana (enforced
sterilization). Keluarga berencana di banyak tempat temyata telah menjadi sumber
kekerasan terhadap perempuan.
Ketujuh, adalah jenis kekerasan terselubung (molestion), yakni memegang atau
menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dari berbagai cara dan
kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis kekerasan seperli ini sering
terjadi di tempat pekerjaan ataupun di tempat umum, seperti dalam bus.
Kedelapan, tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan
di masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual atau sexual and
emotional harrasment.

Ada beberapa bentuk yang bisa dikategorikan pelecehan seksual, diantaranya


adalah:
 Menyampaikan lelucon jorok secara vulgar kepada seseorang dengan cara
dirasakan dengan sangat sensitif.
 Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor.
 Menginterogasi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya
atau kehidupan pribadinya.
 Meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk mendapatkan kerja
atau untuk mendapatkan promosi atau janji-janji lainnya.

13
 Menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa ada minat atau tanpa
seizin dari yang bersangkutan.

 Gender dan Beban Kerja (Double Burden)


Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin
serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua
pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan.
Manifestasi ketidakadilan gender dalam bentuk margina1isasi ekonomi,
subordinasi, kekerasan, stereotipe dan beban kerja tersebut terjadi di berbagai
tingkatan. Pertama, manifestasi ketidakadilan gender tersebut teljadi di tingkat
negara. Kedua, manifestasi ketidakadilan gender terjadi di tempat kerja,
organisasi, maupun dunia pendidikan. Ketiga, manifestasi ketidakadilan gender
juga terjadi pada adapt-istiadat, masyarakat di banyak kelompok etnik, dalam
kultur suku-suku atau dalam tradisi keagamaan.

Perpektif Teori Gender


Dalam studi gender dikenal beberapa teori yang cukup berpengaruh dalam
menjelaskan latar belakang perbedaan dan persamaan peran gender laki-laki dan
perempuan, antara lain sebagai berikut:

 Teori Psikoanalisa/ Identifikasi


Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud (18561939). Teori ini
mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan perempuan sejak
awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Freud menjelaskan kepribadian
seseorang tersusun atu tiga struktur. Pertama, id, sebagai pembawaan sifat-sifat
fisik biologis seseorang sejak lahir, termasuk nafau seksual dan insting yang
cenderung selalu agresif. Kedua, ego, bekerja dalam lingkup rasional dan
berupaya menjinakkan keinginan agresif dari id. Ego berusaha mengatur antara
keinginan subyektif individual dan tuntutan obyektif realitas sosia. Ketiga, super
ego, berfungsi sebagai aspek moral dalam kepribadian, berupaya mewujudkan
kesempurnaan hidup, lebih dari sekedar mencari kesenangan dan kepuasan.

14
 Teori Funsionalis Struktural
Teori ini berangkat dariuumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian
yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang
berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur, dan
menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut didalam masyarakat.

Sebenamya teori struktura1is dan teori fangsionalis dibedakan oleh beberapa ah1i,
seperti Hilany M. Lips dan SA. Shield. Teori strukturalis lebih condong ke
persoalan sosiologis, sedangkan teori fungsionalis lebih condong ke persoalan
psikoiogs. R. Dahrendolf, salah seorang pendukung teori ini, meringkaskan
prinsip-prinsip teori ini sebagai berikut:
- Suatu masyarakat adalah suatu kesatuan dari berbagai bagian.
- Sistem-sistem sosial senantiesa terpelihara karena mempunyai perangkat
mekanisme kontrol.
- Ada bagian-bagian yang tidak berfungsi tetapi bagian-bagian itu dapat
dipelihara dengan sendirinya atau hal itu melembaga dalam waktu yang cukup
lama.
- Perubahan terjadi secara berangsur-angsur.
- Integrasi sosial dicapai melalui persepakatan mayoritas anggota masyarakat
terhadap seperangkat nilai. Sistem nilai adalah bagian yang paling stabil di
dalam suatu sistem masyarakat. .

 Teori Konflik
Dalam soal gender, teori konflik diidentikkan dengan teoti Marx karena begitu
kuat pengaruh Karl Marx di dalamnya. Teon ini berangkat dari usmsi bahwa
dalam susunan di dalam suatu masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling
memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Siapa yang memiliki dan menguaai
smber-sumber produksi dan distribusi merekalah yang memiliki peluang untuk
memainkan peran utama di dalamnya.

Marx yang kemudian dilengkapi oleh Friedrich Engels mengemukakan satu


gagasan menarik bahwa perbedaan dan ketimpangan gender antara laki-laki dan

15
perempuan, tidak disebabkan oleh perbedaan sosioiogis, tetapi merupakan bagian
dari penindasan, dari kelas yang berkumpil dalam relasi produksi yang diterapkan
dalam konsep keluarga (family). Hubungan suami dan istri tidak ubahnya dengan
hubungan proletar dan borjuis, hamba dan tuan, pemeras dan yang diperas.
Dengan kata lain, ketimpangan gender dalam masyarakat bukan karena faktor
biologis atau pemberian Tuhan (divine creation), tetapi karena konstruksi
masyarakat (social contribution).

2.3 Sejarah Pergerakan Feminisme


Gerakan feminisme merupakan gerakan konflik sosial yang dimotori oleh
para pelopor feminisme dengan tujuan mendobrak nilai-nilai lama (patriarkhi)
yang selalu dilindungi oleh kokohnya tradisi struktural fungsional. Gerakan
feminism modern di Barat dimulai pada Tahun 1960-an yaitu pada saat timbulnya
kesadaran perempuan secara kolektif sebagai golongan tertindas (Skolnick 1987;
Porter 1987). Menurut Skolnick: Some feminists denounced the family as a trap
that turned women into slaves (beberapa feminis menuduh keluarga sebagai
perangkap yang membuat para perempuan menjadi budak-budak). Gerakan
feminisme yang berdasarkan model konflik berkembang menjadi gerakan-gerakan
feminisme liberal, radikal, dan sosialis atau Marxisme (Anderson 1983).
Berdasarkan berbagai literatur dapat disimpulkan bahwa filsafat feminism sangat
tidak setuju dengan budaya patriarkhi. Budaya patriarki yang berawal dari
keluargalah yang menjadi penyebab adanya ketimpangan gender di tingkat
keluarga yang kemudian mengakibatkan ketimpangan gender di tingkat
masyarakat. Laki-laki yang sangat diberi hak istimewa oleh budaya patriarki
menjadi sentral dari kekuasaan di tingkat keluarga. Hal inilah yang menjadikan
ketidaksetaraan dan ketidakadilan bagi kaum perempuan dalam kepemilikian
properti, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan akhirnya kurang
memberikan manfaat secara utuh bagi eksistensi perempuan.
Penghapusan sistem patriarki atau struktur vertikal adalah tujuan utama
dari semua gerakan feminisme, karena sistem ini yang dilegitimasi oleh model
struktural-fungsionalis, memberikan keuntungan laki-laki daripada perempuan.

16
Kesetaraan gender tidak akan pernah dicapai kalau sistem patriarkat ini masih
terus berlaku. Oleh karena itu, ciri khas dari gerakan feminisme adalah ingin
menghilangkan institusi keluarga, atau paling tidak mengadakan defungsionalisasi
keluarga, atau mengurangi peran institusi keluarga dalam kehidupan masyarakat
(Megawangi 1999). Untuk memahami konsep feminisme berikut diuraikan
berdasarkan sejarah berkembangnya gerakan feminisme yang mencakup dua
gelombang:
1. Gerakan Gelombang Pertama lebih pada gerakan filsafat di Eropa
yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de
Condorcet yang pada Tahun 1785, suatu perkumpulan masyarakat
ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg
(Selatan Belanda). Seorang aktivis sosialis utopis bernama Charles
Fourier pada Tahun 1837 memunculkan istilah feminisme yang
kemudian tersebar ke seluruh Eropa dan Benua Amerika. Publikasi
John Stuart Mill dari Amerika dengan judul The Subjection of
Women pada Tahun 1869 yang melahirkan feminisme Gelombang
Pertama.
2. Feminisme Gelombang Kedua dimulai pada Tahun 1960, dengan
terjadinya liberalisme gaya baru dengan diikutsertakannya
perempuan dalam hak suara di parlemen. Era Tahun 1960
merupakan era dengan mulai ditandainya generasi “baby boom”
(yaitu generasi yang lahir setelah perang dunia ke-2) menginjak
masa remaja akhir dan mulai masuk masa dewasa awal. Pada masa
inilah, masa bagi perempuan mendapatkan hak pilih dan
selanjutnya ikut dalam kancah politik kenegaraan.

2.4 Konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender


Berdasarkan pengertian gender yang gender menyangkut aturan sosial
yang berkaitan dengan jenis kelamin manusia laki-laki dan perempuan. Perbedaan
biologis dalam hal alat reproduksi antara laki-laki dan perempuan memang
membawa konsekuensi fungsi reproduksi yang berbeda (perempuan mengalami
menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui; laki-laki membuahi dengan

17
spermatozoa). Jenis kelamin biologis inilah merupakan ciptaan Tuhan, bersifat
kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan dan berlaku sepanjang
zaman.
a. Kesetaraan gender: Kondisi perempuan dan laki-laki menikmati
status yang setara dan memiliki kondisi yang sama untuk
mewujudkan secara penuh hak-hak asasi dan potensinya bagi
pembangunan di segala bidang kehidupan. Definisi dari USAID
menyebutkan bahwa “Gender Equality permits women and men
equal enjoyment of human rights, socially valued goods,
opportunities, resources and the benefits from development
results.3.5 (kesetaraan gender memberi kesempatan baik pada
perempuan maupun laki-laki untuk secara setara/sama/sebanding
menikmati hak-haknya sebagai manusia, secara sosial mempunyai
benda-benda, kesempatan, sumberdaya dan menikmati manfaat
dari hasil pembangunan).
b. Keadilan gender: Suatu kondisi adil untuk perempuan dan laki-
laki melalui proses budaya dan kebijakan yang menghilangkan
hambatan-hambatan berperan bagi perempuan dan laki-laki.
Definisi dari USAID menyebutkan bahwa “Gender Equity is the
process of being fair to women and men. To ensure fairness,
measures must be available to compensate for historical and social
disadvantages that prevent women and men from operating on a
level playing field. Gender equity strategies are used to eventually
gain gender equality. Equity is the means; equality is the result.3.5
(Keadilan gender merupakan suatu proses untuk menjadi fair baik
pada perempuan maupun laki-laki. Untuk memastikan adanya fair,
harus tersedia suatu ukuran untuk mengompensasi kerugian secara
histori maupun sosial yang mencegah perempuan dan laki-laki dari
berlakunya suatu tahapan permainan. Strategi keadilan gender pada
akhirnya digunakan untuk meningkatkan kesetaraan gender.
Keadilan merupakan cara, kesetaraan adalah hasilnya).

18
Wujud dari Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam keluarga, yaitu sebagai
berikut:
a. Akses diartikan sebagai “the capacity to use the resources necessary to be
a fully active and productive (socially, economically and politically)
participant in society, including access to resources, services, labor and
employment, information and benefits”.3.4 (Kapasitas untuk menggunakan
sumberdaya untuk sepenuhnya berpartisipasi secara aktif dan produktif
(secara sosial, ekonomi dan politik) dalam masyarakat termasuk akses ke
sumberdaya, pelayanan, tenaga kerja dan pekerjaan, informasi dan
manfaat). Contoh: Memberi kesempatan yang sama bagi anak perempuan
dan laki-laki untuk melanjutkan sekolah sesuai dengan minat dan
kemampuannya, dengan asumsi sumberdaya keluarga mencukupi.
b. Partisipasi diartikan sebagai “Who does what?”3.3 (Siapa melakukan
apa?). Suami dan istri berpartisipasi yang sama dalam proses pengambilan
keputusan atas penggunaan sumberdaya keluarga secara demokratis dan
bila perlu melibatkan anak-anak baik laki-laki maupun perempuan.
c. Kontrol diartikan sebagai ”Who has what?”3.3 (Siapa punya apa?).
Perempuan dan laki-laki mempunyai kontrol yang sama dalam
penggunaan sumberdaya keluarga. Suami dan istri dapat memiliki properti
atas nama keluarga.
d. Manfaat. Semua aktivitas keluarga harus mempunyai manfaat yang sama
bagi seluruh anggota keluarga.

2.5 Teori Gender atau Aliran Feminisme

Secara garis besar, aliran aliran feminisme terbagi dalam 2 (dua) kluster yaitu
kluster yang merubah nature (kodrati) perempuan, dan yang melestarikan nature
perempuan. Kluster merubah nature perempuan terdiri atas aliran-aliran
Feminisme Eksistensialisme, Feminisme Liberal, Feminisme Sosialis/ Marxis dan
Teologi Feminis. Adapun kluster melestarikan nature perempuan terdiri atas
aliran-aliran Feminisme Radikal dan Ekofeminisme (Megawangi 1999) (Gambar
2.5.1.).

19
Gambar 2.5.1 aliran-aliran feminisme (disarikan dari megawangi 1999)

Aliran-aliran feminisme terdiri atas (Megawangi 1999):

1. Perubahan Nature Perempuan


Tujuannya adalah untuk transformasi sosial dengan mengajak perempuan
masuk ke dunia maskulin. dunia maskulin dapat direbut apabila para perempuan
melepaskan kualitas femininnya dan mengadopsi kualitas maskulin.
a. Feminisme Eksistensialisme:
(1) Bergerak pada tataran individu tentang pentingnya sosialisasi
androgini (persamaan pengasuhan dan perlakuan antara laki-laki
dan perempuan).
(2) Eksistensi diri bukan merupakan kodrati bawaaan, namun dibentuk
oleh lingkungan sosial (Simone De Beauvoir: The Second Sex
1949).

b. Feminisme Liberal:
(1) Tujuannya adalah transformasi sosial melalui perubahan undang-
undang dan hukum agar perempuan dapat mengubah naturenya
sehingga dapat mencapai kesetaraan dengan laki-laki.
(2) Doktrin John Locke (hak asasi manusia untuk hidup, mendapatkan
kebebasan dan mencari kebahagiaan).

20
c. Feminisme Sosialis/ Marxist:
(1) Tujuannya adalah mencapai masyarakat sosialis yang dilakukan
mulai dari tingkat keluarga. Apabila sistem egaliter dapat tercipta
dalam keluarga, maka hal ini akan tercermin pula dalam kehidupan
sosial keluarga. Keluarga tradisional dikenal sebagai institusi
pertama yang melahirkan kapitalisme dengan sistem patriarkinya.
Oleh karena itu, intitusi keluarga inti harus digantikan dengan
keluarga kolektif, termasuk dalam menjalankan fungsi-fungsi
keluarga yang didominasi oleh kaum perempuan. Sebagai praksis
adalah adanya proses penyadaran kepada para perempuan bahwa
mereka adalah kelas yang tidak diabaikan. Disamping itu mulai ada
propaganda negatif tentang eksistensi keluarga dan tentang status
dan peran ibu sebagai “budak” dan “mengalami alienasi”. Tujuan
propaganda ini adalah untuk menggalang emotional yang tinggi
pada perempuan agar mendorongnya untuk mengubah keadaan.
Jadi pemberdayaan perempuan dalam hal ini adalah untuk
memperkuat basis material perempuan yang mengadopsi kualitas
maskulin.
(2) Karl Marx dan Friedrich Engels, memformulasikan kaum
perempuan yang kedudukannya sebagai kaum proletar pada
masyarakat kapitalis Barat.
(3) Tujuannya adalah untuk menghilangkan kelas termasuk institusi
keluarga.

d. Teologi Feminis:
(1) Teologi Feminis adalah pendekatan Marxis yang telah dimodifikasi
melalui pendekatan agama dengan memakai agama untuk
membebaskan perempuan dari belenggu keluarga dan laki-laki. Ide
ini berasal dari pendekatan laki-laki dalam memakai agama untuk
meligitimasi kekuasaannya. Oleh karena itu, kaum perempuan
mengadopsi pendekatan agama agar dapat diubah bukan untuk

21
melgitimasi pihak penguasa tetapi untuk meligitimasi pembebasan
golongan tertindas, termasuk kaum perempuan.
(2) Merupakan sebuah praksis yaitu bergerak dalam tataran konseptual
dengan mengubah penafsiran dan perubahan hukum-hukum
agama.

2. Pelestarian Nature Perempuan


Tujuannya adalah untuk meruntuhkan sistem patriarki, tetapi bukan
dengan menghilangkan nature, melainkan dengan menonjolkan kekuatan kualitas
feminin. Apabila perempuan masuk ke dunia maskulin dengan cara
mempertahankan kualitas femininnya, maka dunia dapat diubah dari struktur
hirarkis (patriarkis) menjadi egaliter (matriarkis).
a. Feminisme Radikal:
(1) Berkembang di USA pada kurun 1960an -1970an.
(2) Ketidakadilan gender bersumber pada perbedaan biologis antara
laki-laki dan perempuan yang hanya dapat termanifestasi dalam
institusi keluarga; Adanya peraturan 1(satu) tahun cuti di Swedia
untuk pekerja perempuan dan 3-6 bulan untuk pekerja laki-laki.
(3) Lembaga perkawinan adalah lembaga formalisasi untuk menindas
perempuan sehingga tujuannya adalah untuk mengakhiri “the
tyranny of the biological family”.
(4) Cenderung membenci makhluk laki-laki sebagai individu atau
kolektif. Lesbian adalah salah satu pembebasan dari dominasi laki-
laki.

b. Ekofeminisme:
(1) Ekofeminisme: gerakan yang ingin mengembalikan kesadaran
manusia akan pentingnya dihidupkan kembali kualitas feminin
dalam masyarakat.

22
(2) Tidak anti keluarga, melainkan mendukung peran keibuan, tetapi
masih menganggap bahwa sistem patriarkis adalah sistem yang
merusak.
(3) Mengkritik para feminis yang menyuruh perempuan membuang
nature, karena dengan semakin banyaknya para perempuan yang
mengadopsi kualitas maskulin, maka dunia tetap berstruktur
maskulin, yaitu identik dengan penindasan.
(4) Sangat peduli dengan kerusakan lingkungan hidup karena
menghilangnya kualitas pengasuhan dan pemeliharaan (kualitas
feminin).
(5) Ekofeminisme mempunyai manifesto yang disebut “A Declaration of
Interdependence”.
(6) Mengajak para perempuan untuk bangkit melestarikan kualitas
feminin agar dominasi sistem maskulin dapat diimbangi sehingga
kerusakan alam, degradasi moral yang semakin mengkhawatirkan
dapat dikurangi.

Dengan demikian dapat ditarik garis besar, sebenarnya aliran-aliran


feminisme muncul karena adanya ketimpangan gender atau gender gap yang
berkaitan dengan peran dan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan
masyarakat. Untuk mencapai pembangunan yang berkeadilan dan berkesetaraan
gender (gender equality) dan keadilan gender (gender equity), maka harus ada relasi
gender yang harmonis antara laki-laki dan perempuan (Gambar 2.5.2)

Gambar 2.5.2. Aliran Feminisme, Gap Dan Tujuan Pembangunan Serta


Solusi.

23
Hubungan ketimpangan gender dengan pertumbuhan ekonomi telah banyak menjadi
objek penelitian di berbagai negara. Laporan World Bank (2005) menyatakan bahwa
biaya disparitas gender tinggi, karena disparitas gender tidak hanya mengurangi
kesejahteraan perempuan, tetapi juga mengurangi kesejahteraan laki-laki dan anak-
anak dan menghalangi pembangunan ekonomi. Rendahnya tingkat pendidikan
perempuan menyebabkan human capital perempuan rendah dan rendahnya kualitas
pelayanan untuk anak, serta percepatan penyebaran HIV. Berdasarkan laporan,
diskriminasi gender dalam pasar tenaga kerja dan akses terhadap sumber daya
menyebabkan terjadi inefisiensi dalam alokasi input dan hilangnya output. Seguino
(2008) menyatakan beberapa argumentasi yang menjelaskan ketimpangan gender
dapat berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi antara lain:
a. Kesenjangan gender dalam pendidikan akan mengurangi jumlah rata-rata modal
manusia dalam masyarakat. Kesenjangan ini menghalangi bakat-bakat yang
memiliki kualifikasi tinggi yang terdapat pada anak perempuan yang pada
akhirnya akan mengurangi tingkat pengembalian investasi sector pendidikan.
b. Adanya eksternalitas dari pendidikan kaum wanita bagi penurunan tingkat
fertilitas, tingkat kematian anak, dan mendorong pendidikan yang lebih baik bagi
generasi mendatang. Penurunan fertilitas memberikan eksternalitas positif bagi
penurunan angka beban ketergantungan dalam angkatan kerja.

24
c. Pemerataan kesempatan dalam sektor pendidikan dan pekerjaan bagi setiap
gender memberikan dampak positif bagi kemampuan bersaing suatu Negara
dalam perdagangan internasional.
d. Bekal pendidikan dan kesempatan kerja di sektor formal yang lebih besar bagi
kaum wanita akan meningkatkan bargaining power mereka dalam keluarga. Hal
ini penting karena terdapat perbedaan pola antara perempuan dan laki-laki dalam
perilaku menabung dan investasi ekonomi baik non ekonomi seperti kesehatan
dan pendidikan anak yang akan meningkatkan modal manusia generasi
mendatang dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.

2.6 Pengertian dan Tehnik Analisis Gender


Analisis gender adalah suatu metode atau alat untuk mendeteksi kesenjangan
atau disparitas gender melalui penyediaan data dan fakta serta informasi tentang
gender yaitu data yang terpilah antara laki-laki dan perempuan dalam aspek akses,
peran, kontrol dan manfaat. Dengan demikian analisis gender adalah proses
menganalisis data dan informasi secara sistematis tentang laki-laki dan perempuan
untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran dan tanggung
jawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Syarat utama
terlaksananya analisis gender adalah tersedianya data terpilah berdasarkan jenis
kelamin. Data terpilah adalah nilai dari variabel variabel yang sudah terpilah antara
laki-laki dan perempuan berdasarkan topik bahasan/hal-hal yang menjadi perhatian.
Data terdiri atas data kuantitatif (nilai variabel yang terukur, biasanya berupa
numerik) dan data kualitatif (nilai variabel yang tidak terukur dan sering disebut
atribut, biasanya berupa informasi).
Di lain pihak alat analisis sosial yang telah ada seperti analisis kelas, analisis
diskursus (discourse analysis) dan analisis kebudayaan yang selama ini digunakan
untuk memahami realitas sosial tidak dapat menangkap realitas adanya relasi
kekuasaan yang didasarkan pada relasi gender dan sangat berpotensi menumbuhkan
penindasan. Dengan begitu analisis gender sebenarnya menggenapi sekaligus
mengkoreksi alat analisis sosial yang ada yang dapat digunakan untuk meneropong
realitas relasi sosial lelaki dan perempuan serta akibat-akibat yang ditimbulkannya.
Analisis gender merupakan alat dan tehnik yang tepat untuk mengetahui
apakah ada permasalahan gender atau tidak dengan cara mengetahui disparitas
gendernya. Dengan analisis gender diharapkan kesenjangan gender dapat

25
diindentifikasi dan dianalisis secara tepat sehingga dapat ditemukan faktor-faktor
penyebabnya serta langkah-langkah pemecahan masalahnya. Analisis gender sangat
penting khususnya bagi para pengambil keputusan dan perencanaan serta para peneliti
akademisi, karena dengan analisis gender diharapkan masalah gender dapat diatasi
atau dipersempit sehingga program yang berwawasan gender dapat diwujudkan.
Secara terinci analisis gender sangat penting manfaatnya, karena:
 Membuka wawasan dalam memahami suatu kesenjangan gender di daerah
pada berbagai bidang, dengan menggunakan analisis baik secara kuantitatif
maupun kualitatif.
 Melalui analisis gender yang tepat, diharapkan dapat memberikan gambaran
secara garis besar atau bahkan secara detil keadaan secara obyektif dan sesuai
dengan kebenaran yang ada serta dapat dimengerti secara universal oleh
berbagai pihak.
 Analisis gender dapat menemukan akar permasalahan yang melatarbelakangi
masalah kesenjangan gender dan sekaligus dapat menemukan solusi yang
tepat sasaran sesuai dengan tingkat permasalahannya.

Istilah-istilah yang digunakan dalam Analisis Gender meliputi:


 Akses adalah peluang atau kesempatan dalam memperoleh atau menggunakan
sumberdaya tertentu.
 Peran adalah keikutsertaan atau partisipasi seseorang/ kelompok dalam suatu
kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan.
 Kontrol adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil
keputusan.
 Manfaat adalah kegunaan sumberdaya yang dapat dinikmati secara optimal.
 Indikator adalah alat ukur berupa statistik yang dapat menunjukkan
perbandingan, kecenderungan atau perkembangan.
 Kegiatan produktif yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat dalam
rangka mencari nafkah. Kegiatan ini disebut juga kegiatan ekonomi karena
kegiatan ini menghasilkan uang secara langsung atau barang yang dapat
dinilai setara uang. Contoh kegiatan ini adalah bekerja menjadi buruh, petani,
pengrajin dan sebagainya.

26
 Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang berhubungan erat dengan
pemeliharaan dan pengembangan serta menjamin kelangsungan sumberdaya
manusia dan biasanya dilakukan dalam keluarga. Kegiatan ini tidak
menghasilkan uang secara langsung dan biasanya dilakukan bersamaan
dengan tanggung jawab domestik atau kemasyarakatan dan dalam beberapa
referensi disebut reproduksi sosial. Contoh peran reproduksi adalah
pemeliharaan dan pengasuhan anak, pemeliharaan rumah, tugas-tugas
domestik dan reproduksi tenaga kerja untuk saat ini dan masa yang akan
datang (misalnya masak, bersih-bersih rumah).
 Kegiatan kemasyarakatan yang berkaitan dengan politik dan sosial budaya
yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat yang berhubungan dengan
bidang politik, sosial dan kemasyarakatan dan mencakup penyediaan dan
pemeliharaan sumberdaya yang digunakan oleh setiap orang seperti air bersih/
irigasi, sekolah dan pendidikan, kegiatan pemerintah lokal dan lain-lain.
Kegiatan ini bisa menghasilkan uang dan bisa juga tidak menghasilkan uang.

Ada beberapa teknik analisis gender yang sering digunakan, yaitu Model
Harvard; Model Moser; Model SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat)
atau Model Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Ancaman; Model GAP (Gender
Analysis Pathway) atau Model Analisis Alur Gender; dan Model ProBA (Problem
Based Approach) atau Model Pendekatan Berbasis Masalah. Dalam buku ini analisis
gender yang dibahas hanya dibatasi pada Model Harvard dan Model Moser saja
karena kedua model ini tepat digunakan untuk analisis kesenjangan gender di tingkat
individu dan keluarga.

Teknik Analisis Gender Model Harvard


Analisis Model Harvard atau Kerangka Analisis Harvard, dikembangkan
oleh Harvard Institute for International Development, bekerja sama dengan
Kantor Women In Development (WID)-USAID. Model Harvard ini didasarkan
pada pendekatan efisiensi WID yang merupakan kerangka analisis gender dan
perencanaan gender yang paling awal. Tujuan kerangka Harvard adalah untuk: (1)
Menunjukkan bahwa ada suatu investasi secara ekonomi yang dilakukan oleh
perempuan maupun laki-laki, secara rasional, (2) Membantu para perencana

27
merancang proyek yang lebih efisien dan memperbaiki produktivitas kerja secara
menyeluruh, (3) Mencari informasi yang lebih rinci sebagai dasar untuk mencapai
tujuan efisiensi dengan tingkat keadilan gender yang optimal, (4) Memetakan
pekerjaan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dan melihat faktor penyebab
perbedaan.
Penggunaan kerangka analisis Harvard lebih cocok untuk perencanaan
proyek dibandingkan dengan perencanaan program atau kebijakan. Kerangka ini
juga dapat digunakan sebagai titik masuk (entry point) gender netral dan
digunakan bersamaan dengan kerangka Analisis Moser untuk mencari gagasan
dalam menentukan kebutuhan strategik gender. Kerangka Harvard pada mulanya
diuraikan di dalam Overholt, Anderson, Cloud and Austin, Gender Roles in
Development Projects: A Case Book, 1984, Kumarian Press: Connecticut.
Kerangka ini terdiri atas sebuah matriks yang mengumpulkan data pada tingkat
mikro (masyarakat dan rumahtangga), meliputi empat komponen yang
berhubungan satu dengan lainnya.
Secara garis besar kerangka Harvard dapat disimpulkan sebagai berikut:
 Tujuan/ Asumsi adalah: (a) Menunjukkan investasi dan kontribusi
ekonomi gender, (b) Membantu perencanaan proyek yang efisien dan
efektif, (c) Mencari informasi rinci (efisiensi proyek dan pencapaian
keadilan dan kesetaraan gender) dan (d) Memetakan tugas perempuan dan
laki-laki di tingkat masyarakat beserta faktor pembeda.
 Komponen/ Langkah meliputi analisis profil kegiatan 3 (tiga) peran atau
triple roles (terdiri atas peran publik dengan kegiatan produktifnya, peran
domestik dengan kegiatan reproduktifnya dan peran kemasyarakatan
dengan kegiatan sosial budayanya), profil akses dan kontrol dan faktor
yang mempengaruhi kegiatan akses dan kontrol.

Teknik Analisis Gender Model Moser


Teknik analisis model Moser atau Kerangka Moser dikembangkan oleh
Caroline Moser (Moser 1993) seorang peneliti senior dalam perencanaan gender.
Kerangka ini didasarkan pada pendekatan Pembangunan dan Gender (Gender and
Development/ GAD) yang dibangun pada pendekatan Perempuan dalam

28
Pembangunan (Women in Development/ WID). Kerangka ini kadang-kadang
diacu sebagai ”Model Tiga Peranan (Triple Roles Models). Adapun tujuan dari
kerangka pemikiran perencanaan gender dari Moser adalah: (1) Mempengaruhi
kemampuan perempuan untuk berpartisipasi dalam intervensi-intervensi yang
telah direncanakan, (2) Membantu perencanaan untuk memahami bahwa
kebutuhan-kebutuhan perempuan adalah seringkali berbeda dengan kebutuhan-
kebutuhan laki-laki, (3) Mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan melalui
pemberian perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan praktis perempuan dan
kebutuhan-kebutuhan gender strategis, (4) Memeriksa dinamika akses kepada dan
kontrol pada penggunaan sumber-sumberdaya antara perempuan dan laki-laki
dalam berbagai konteks ekonomi dan budaya yang berbeda-beda, (5) Memadukan
gender kepada semua kegiatan perencanaan dan prosedur dan (6) Membantu
pengklarifikasian batasan-batasan politik dan teknik dalam pelaksanaan praktek
perencanaan.
Ada 6 alat yang dipergunakan kerangka ini dalam perencanaan untuk
semua tingkatan, mulai dari tingkatan proyek sampai ke tingkatan perencanaan
daerah, yaitu:
 Alat 1 :Identifikasi Peranan Gender (“Tiga-Peran”, yang mencakup peran
produkstif, reproduktif, dan kemasyarakatan/ kerja sosial) yang mencakup
penyusunan pembagian kerja gender/ pemetaan aktivitas laki-laki dan
perempuan (termasuk anak perempuan dan anak laki-laki) dalam
rumahtangga selama periode 24 jam.
 Alat 2 :Penilaian Kebutuhan Gender. Moser mengembangkan alat ini
berdasarkan konsep yang dikembangkan oleh Maxine Molyneux pada
1984. Penilaian kebutuhan gender didasari atas kebutuhan perempuan
yang berbeda dengan laki-laki karena dan mempertimbangkan posisi
subordinat perempuan terhadap laki-laki dalam masyarakat. Kebutuhan-
kebutuhan dibedakan atas:
 Kebutuhan Praktis Gender berkaitan dengan kebutuhan kehidupan
sehari-hari seperti kebutuhan perempuan akan persediaan sumber air
bersih, makanan, pemeliharaan kesehatan dan penghasilan tunai untuk
kebutuhan rumahtangga, dan pelayanan dasar perumahan.

29
Mengidentifikasi kebutuhan praktis perempuan sangat penting untuk
memperbaiki kondisi kehidupan kaum perempuan meskipun masih
belum dapat merubah posisi subordinat perempuan.
 Kebutuhan Strategis Gender berkaitan dengan keadaan yang
dibutuhkan untuk mengubah posisi subordinat perempuan. Hal ini
berhubungan dengan isu kekuasaan dan kontrol, sampai dengan
eksploitasi pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Kebutuhan
strategis berhubungan dengan perjuangan penyusunan jaminan hukum
terhadap hak-hak legal, penghapusan tindak kekerasan, upah yang
sama/ setara, kesetaraan dalam memiliki properti, akses untuk
mendapatkan kredit dan sumberdaya lainnya dan kontrol perempuan
atas tubuhnya sendiri.
 Alat 3 :Pemisahan data/informasi berdasarkan jenis kelamin tentang
kontrol atas sumberdaya dan pengambilan keputusan dalam rumahtangga
(alokasi sumberdaya intra-rumahtangga dan kekuasaan dalam
pengambilan keputusan dalam rumahtangga). Alat ini digunakan untuk
menemukan siapa yang mengontrol sumberdaya dalam rumahtangga, siapa
yang mengambil keputusan penggunaan sumberdaya dan bagaimana
keputusan itu dibuat.
 Alat 4 :Menyeimbangkan peran gender antara laki-laki dan perempuan
dalam mengelola tugas-tugas produktif, reproduktif dan kemasyarakatan
mereka. Perlu juga diidentifikasi apakah suatu intervensi yang
direncanakan akan meningkatkan beban kerja perempuan atau menambah
penderitaan kaum perempuan.
 Alat 5 :Matriks Kebijakan WID (Women In Development) dan GAD
(Gender And Development) yang akan memberikan masukan untuk
pengarusutamaan gender.
 Alat 6 :Pelibatan stakeholder yang meliputi Organisasi Perempuan dan
institusi lain dalam Penyadaran Gender pada Perencanaan Pembangunan.
Tujuan dari alat ini adalah untuk memastikan bahwa kebutuhan
perempuan masuk dalam proses perencanaan pemerintah dalam

30
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di tingkat keluarga dan
masyarakat.

Proses Analisis Model Moser dapat diilustrasikan sebagai berikut:

 Analisis Pola Pembagian Kerja melalui Curahan Kerja (Profil Kegiatan)


untuk laki-laki maupun perempuan baik peran produktif, reproduktif,
maupun sosial kemasyarakatan di tingkat keluarga. Melalui analisis pola
pembagian kerja dalam keluarga akan memberikan gambaran sejauh mana
laki-laki mengambil bagian peran domestik, dan sejauh mana perempuan
mengambil bagian peran produktif. Disamping itu melalui analisis ini
diketahui pula seberapa jauh perempuan masih mempunyai waktu luang
untuk melakukan kegiatan produktif, kapan waktu itu tersedia agar tepat
dalam memberikan masukan ketrampilan teknis pada perempuan. Analisis
ini juga memberikan informasi tentang peluang baik laki-laki maupun
perempuan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada baik modal, alat-
alat produksi, teknologi, media informasi, pendidikan, dan sumberdaya
alam yang tersedia. Akhirnya, analisis ini memberikan informasi tentang
kekuatan pengambilan keputusan dan peluang untuk mendistribusikan
kekuatan tersebut antara laki-laki dan perempuan. Analisis Profil Akses
(peluang) dan Kontrol (kekuatan dalam pengambilan keputusan) yang
berkaitan dengan sumberdaya fisik (tanah, modal, alat-alat produksi),
situasi dan kondisi pasar (komoditi, tenaga kerja, pemasaran, kredit modal,
informasi pasar), serta sumberdaya sosial-budaya (media informasi,
pendidikan, pelatihan ketrampilan).
 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi profil kegiatan serta profil
akses dan kontrol agar dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan
hal-hal yang menghambat atau menunjang sebuah program/ proyek.
Faktor-faktor yang perlu dianalisis meliputi lingkungan budaya, tingkat
kemiskinan, distribusi pendapatan dalam masyarakat, struktur
kelembagaan, penyebaran pengetahuan, teknologi dan ketrampilan,
norma/nilai-nilai individu dan masyarakat, kebijakan lokal/regional,

31
peraturan/hukum, pelatihan dan pendidikan, kondisi politik, local wisdom
dan lain sebagainya.

32
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini yaitu :
1. Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentilikasi
perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial budaya. Gender
dalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut non biologis.
Konsep gender yakni suatu hal yang melekat pada kaum laki-laki alan
perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural sejarah perbedaan
gender (gender difference) antara manum jenis laki-laki dan perempuan terjadi
melalui proses yang sangat panjang. Pengertian gender itu berbeda dengan
pengertian jenis kelamin (sex). Tabel berikut ini menyajikan perbedaan konsep
gender dan jenis kelamin dan perbedaan konsep kodrati dan bukan kodrati
2. konsep gender berasal dari negara-negara Barat, sehingga sebagian
masyarakat menganggap bahwa gender merupakan propaganda nilai-nilai
Barat yang sengaja disebarkan untuk merubah tatanan masyarakat khususnya
di Timur. konsep gender merupakan gerakan yang membahayakan karena
dapat memutarbalikkan ajaran agama dan budaya, karena konsep gender
berlawanan dengan kodrati manusia. Konsep gender berasal dari adanya
kemarahan dan kefrustrasian kaum perempuan untuk menuntut haknya
sehingga menyamai kedudukan laki-laki. Di Indonesia tidak ada masalah
gender karena negara sudah menjamin seluruh warga negara untuk
mempunyai hak yang sama sesuai dengan yang tercantum pada UUD 1945.
Adanya mind-set yang sangat kaku dan konservatif di sebagian masyarakat,
yaitu mind set tentang pembagian peran antara laki-laki dan perempuan adalah
sudah ditakdirkan dan tidak perlu untuk dirubah (misalnya kodrati perempuan
adalah mengasuh anak, kodrati laki-laki mencari nafkah). Namun mind-set ini
sepertinya masih terus berlaku meskipun mengabaikan fakta bahwa semakin
banyak perempuan Indonesia menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke luar
negeri dan mengambil alih tugas suami sebagai pencari nafkah utama.

33
3. Dalam studi gender dikenal beberapa teori yang cukup berpengaruh dalam
menjelaskan latar belakang perbedaan dan persamaan peran gender laki-laki
dan perempuan: Teori Psikoanalisa/ Identifikasi, Teori Funsionalis Struktural,
Teori Konflik
4. Aliran aliran feminisme terbagi dalam 2 (dua) kluster yaitu kluster yang merubah
nature (kodrati) perempuan, dan yang melestarikan nature perempuan. Kluster
merubah nature perempuan terdiri atas aliran-aliran Feminisme Eksistensialisme,
Feminisme Liberal, Feminisme Sosialis/ Marxis dan Teologi Feminis. Adapun kluster
melestarikan nature perempuan terdiri atas aliran-aliran Feminisme Radikal dan
Ekofeminisme
5. Aliran-aliran feminisme muncul karena adanya ketimpangan gender atau gender
gap yang berkaitan dengan peran dan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam
keluarga dan masyarakat. Untuk mencapai pembangunan yang berkeadilan dan
berkesetaraan gender (gender equality) dan keadilan gender (gender equity),
maka harus ada relasi gender yang harmonis antara laki-laki dan perempuan.

34
DAFTAR PUSTAKA

http://wikipedia.com

. 2000. Rangkuman Bank Dunia : Pembangunan Perspektif


Gender. Bank Dunia

Harahap, Fahmi FA. 2014.Analisis Pengaruh Ketimpangan Gender Terhadap


Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Jawa Tengah.
Universitas Diponegoro

Raharjo, Yulfita.2012. Konsep Gender. Jakarta : AIPEG Gender Adviser

35

Anda mungkin juga menyukai