PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan utama pada
kelompok produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Diperkirakan
100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup
berat yang memerlukan perawatn di rumah sakit, dua pertiga berusia di bawah 30 tahun
dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari setengah pasien
cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pengguna
kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk
menjaga keselamatan di jalan raya. Di samping penerangan di lokasi kejadian dan selama
transportasi ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.Lebih dari 50% kematian
disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih dari
2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia dan lebih dari
100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping kecelakaan
industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat kekerasan.Trauma kepala
didefinisikan sebagai trauma non degeneratif-non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa
mekanis eksteral yang menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan
psikososial baik sementara atau permanen. Trauma kepala dapat menyebabkan kematian/
kelumpuhan pada usia dini.
Menurut penelitian nasional Amerika, di bagian kegawatdaruratan menunjukkan
bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma pada anak-anak adalah karena jatuh,
dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda keras.Penyebab cedera kepala pada
remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena
kekerasan. Insidensi cedera kepala karena trauma kemudian menurun pada usia dewasa;
kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan yang sebelumnya merupakan etiologi cedera
utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45 tahun.
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari cedera kepala?
b. Bagaimana etiologi dari cedera kepala?
c. Bagaimana manifestasi klinis dari cedera kepala?
d. Bagaimana klasifikasi cedera kepala?
e. Bagaimana pathway dari cedera kepala?
f. Bagaimana pathofisiologi dari cidera kepala?
g. Bagaimana diagnosis dari cedera kepala?
h. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan cedera kepala?
i. Bagaimana penatalaksanaan cedera kepala?
j. Bagaimana komplikasi cedera kepala?
k. Bagaimana pencegahan cedera kepala?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian cedera kepala.
b. Untuk mengetahui etiologi cedera kepala.
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis kepala.
d. Untuk mengetahui klasifikasi cedera kepala.
e. Untuk mengetahui pathway cedera kepala.
f. Untuk mengetahui pathofisiologi cedera kepala.
g. Untuk mengetahui diagnosis cedera kepala.
h. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang cedera kepala.
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan cedera kepala.
j. Untuk mengetahui komplikasi cedera kepala
k. Untuk mengetahui pencegahan cedera kepala.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tingkatan cedera kepala didasarkan oleh beberapa faktor, antara lain sifat cedera dan
kekuatan benturan. Beberapa kejadian umum yang menyebabkan cedera kepala sedang,
meliputi:
Jatuh.
Cedera saat berolahraga.
Kecelakaan lalu lintas.
Kekerasan fisik.
C. MANIFESTASI CIDERA KEPALA SEDANG
1. Cedera kepala sedang memiliki beragam gejala yang memengaruhi fisik maupun
psikologi penderitanya. Gejala-gejala tersebut meliputi:
Sulit berbicara.
Memar dan bengkak di sekitar kedua mata atau di sekitar telinga.
Gangguan pada pancaindra, seperti kehilangan pendengaran
Muntah terus-menerus .
Keluar darah atau cairan bening dari telinga atau hidung.
Disorientasi atau tidak dapat mengenali waktu, tempat, dan orang.
Kejang.
Kehilangan kesadaran.
Amnesia.
Nyeri,menetap atau setempat,biasanya menunjukkan fraktur
Fraktur pada kubah cranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut
Cedera Kepala
Tulang Otak
Ggn perfusi
jaringan Cerebral Oedema paru cardiac out put
1 kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak. Kekuatan benda yang bergerak akan
menyebabkan deformitas akibat percepatan,perlambatan,dan rotasi yang terjadi
secara cepat dan tiba-tiba terhadap kepala dan jaringan otak. Trauma tersebut bisa
menimbulkan kompresi dan regangan yang bisa menimbulkan robekan jaringan dan
pergeseran sebagian jaringan terhadap jaringan otak yang lain.
2 Kepala yang begerak membentur benda yang diam. Kepala yang sedang bergerak
kemudian membentur suatu benda yang tiba-tiba, sehingga mengakibatkan kerusakan
jaringan ditempat benturan dan pada sisi yang berlawanan. Pada tempat benturan
terdapat tekanan yang palin tinggi, sedang pada tempat yang berlawanan terdapat
tekanan negative paling rendah sehingga terjadi rongga dan akibatnya dapat terjadi
robekan.
3 Kepala yang tidak dapat bergerak karena menyender pada benda lain dibentuk oleh
benda yang bergerak ( kepala tergencet ) kepala yang tergencet pada awalnya dapat
terjadi retak atau hancurnya tulang tengkorak. Bila gencetannya hebat tentu saja
dapat mengakibatkan hancurnya otak.
Sebagai langkah awal, dokter akan memastikan bahwa pasien dalam kondisi stabil,
yang dilihat dari pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah. Kemudian, dokter akan
menanyakan beberapa hal terkait gejala, kondisi, serta penyebab cedera kepala kepada
pasien jika pasien sadar, atau kepada orang yang mengantarkan pasien ke rumah sakit jika
pasien tidak sadar.
Setiap nilai dalam kategori pemeriksaan dijumlahkan hingga menghasilkan total nilai.
Berdasarkan total nilai ini, cedera kepala diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu:
Nilai skala 15 (nilai tertinggi) menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan sadar seutuhnya,
dapat membuka mata secara spontan, berbicara, dan menerima instruksi. Sementara, nilai
skala 3 menunjukkan pasien dalam keadaan koma.
CT scan, untuk mendapatkan gambaran tulang yang patah secara cepat dan
mendeteksi kemungkinan perdarahan di otak, pembekuan darah (hematoma),
jaringan otak yang memar (kontusio), atau pembengkakan jaringan otak.
MRI, untuk mendapatkan gambaran otak secara detail. Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan setelah kondisi pasien stabil.
Prosedur operasi yang dapat dilakukan dokter terhadap pasien cedera kepala berat
adalah kraniotomi atau operasi dengan membuka tulang tengkorak. Tahapan prosedur
kraniotomi, antara lain:
5) Dokter akan membuat sebuah lubang di tulang tengkorak, sehingga terbuka akses
ke dalam otak.
6) Dokter akan mengeluarkan gumpalan darah yang mungkin terbentuk dan
memperbaiki pembuluh darah di otak yang rusak.
7) Setelah perdarahan di otak berhenti, potongan tulang tengkorak akan ditempatkan
kembali di posisi semula dan ditempelkan kembali dengan mur bahan logam.
d. Penanganan patah tulang tengkorak. Cedera kepala berat terkadang disertai dengan patah
tulang tengkorak. Kondisi ini berbahaya karena dapat meningkatkan risiko infeksi bakteri
dan meningkatkan tekanan pada otak. Dokter mungkin akan melakukan beberapa
tindakan, seperti:
1) Memberikan antibiotik jika terjadi patah tulang terbuka untuk mencegah infeksi.
2) Melakukan tindakan operasi jika patah tulang menekan otak.
Namun, sebagian besar patah tulang tengkorak dapat pulih dengan sendirinya. Proses
penyembuhan biasanya berlangsung sekitar 5-10 bulan.
Beberapa komplikasi cedera kepala sedang yang mungkin terjadi, antara lain adalah:
1. Infeksi. Risiko infeksi semakin tinggi jika terjadi patah tulang tengkorak akibat
cedera kepala. Hal ini dikarenakan patahan tulang tengkorak dapat merobek lapisan
tipis pelindung otak. Jika ini terjadi, bakteri bisa masuk ke dalam luka dan
menyebabkan infeksi.
2. Gangguan kesadaran. Beberapa penderita cedera kepala sedang mungkin
mengalami gangguan kesadaran, seperti koma atau vegetative state, yaitu kondisi
ketika pasien sadar, namun tidak responsif.
3. Gejala pasca gegar otak. Cedera kepala sedang dapat menyebabkan gegar otak.
Beberapa orang mungkin merasakan gejala jangka panjang akibat gegar otak, antara
lain:
Sakit kepala yang berlangsung terus-menerus.
Gangguan tidur.
Gangguan memori.
Konsentrasi buruk.
Tinnitus.
Gejala di atas umumnya berlangsung sekitar 3 bulan. Penderita dapat berkonsultasi dengan
dokter spesialis saraf atau psikiater jika gejala-gejala tersebut dirasakan.
a. Cedera otak. Cedera kepala sedang dapat menyebabkan cedera dan kerusakan otak.
Otak yang mengalami cedera atau kerusakan dapat menimbulkan gangguan lain,
seperti:
1) Meningkatnya risiko epilepsi.
2) Keseimbangan terganggu dan hilangnya koordinasi.
3) Berkurangnya produksi hormon.
4) Disfungsi indra pengecap dan penciuman.
5) Kesulitan berpikir, memproses informasi, dan memecahkan masalah.
6) Perubahan perilaku dan emosional.
Cedera kepala berat cenderung terjadi secara tiba-tiba. Namun, ada beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko cedera di bagian kepala. Hal-hal tersebut
meliputi:
A. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara hasil CT Scan dengan
nilai GCS pada pasien cedera kepala. Dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh efek buruk
cedera kepala karena melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Pengaruh secara
langsung terjadi beberapa saat setelah trauma terjadi sedangkan trauma secara tidak
langsung merupakan cedera otak sekunder yang bisa terjadi beberapa jam setelah kejadian
bahkan beberapa hari setelah penderita terpapar trauma. Cedera otak sekunder terjadi karena
perubahan aliran darah ke otak dan juga terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena
meningkatnya volume isi kepala. Kedua mekanisme tersebut memperberat cedera otak yang
sudah ada.Cedera otak bisa menimbulkan dampak fisik, kognitif, emosi dan sosial.
Prognosis cedera otak bisa sangat bervariasi dari mulai sembuh total sampai cacat menetap
bahkan kematian.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat
berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kozier, Berman dan Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta:
EGC
Sylvia, Price dan Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi
6. Vol. 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, dan Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Alih bahasa:
Kuncara. Jakarta: EGC
Moorhead, Sue, DKK.2013.N ursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcome
Kesehatan.Indonesia:Elsevier
M.Bulechek, Gloria,DKK.2013.Nursing Interventions Classification (NIC).Indonesia:Elsevier
PPNI.2017.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Doagnostik.Jakarta:PPNI