Anda di halaman 1dari 3

LAMPIRAN

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA


RS .................... X
NOMOR :
TENTANG
KEBIJAKAN PEMANTAUAN
SEDIAAN FARMASI, ALAT
KESEHATAN DAN BAHAN
MEDIS HABIS PAKAI DI RS
.................... X

KEBIJAKAN PEMANTAUAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN


DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI DI RS .................... X

I. Pemantauan
1. Pemantauan efek terapi dan efek yang tidak diharapkan dari obat harus dilakukan
pada setiap pasien.
2. Panitia Farmasi dan Terapi ditingkat Kelompok Satuan Medik (KSM) bertugas
memantau efek samping obat.
3. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru yang
masuk Formularium RS .................... dan obat yang terbukti dalam literature
menimbulkan efek samping serius.
4. Pemantauan efek samping obat perlu didokumentasikan dalam Formulir Pelaporan
Efek Samping Obat dan dicatat dalam rekam medik.
5. Efek samping yang harus dilaporkan ke Panitia Farmasi dan Terapi adalah yang
berat, fatal, meninggalkan gejala sisa sesuai Standar Prosedur Operasional
Pemantauan Efek Samping Obat.
6. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Panitia Farmasi
dan Terapi RS .....................
7. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah dokter,
perawat, apoteker di ruang rawat atau poliklinik.
8. Panitia Farmasi dan Terapi RS .................... melaporkan hasil evaluasi pemantauan
ESO kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan menyebarluaskannya ke seluruh
Kelompok Satuan Medik/Instalasi/Unit pelayanan di RS X sebagai umpan balik.

II. Kesalahan Obat


1. Kesalahan obat adalah kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan resep,
penyiapan/peracikan atau pemberian obat baik yang menimbulkan efek merugikan
ataupun tidak.
2. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas yang
melaporkan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau atasan langsungnya.
3. Pelaporan dilakukan secara tertulis menggunakan Formulir Laporan Insiden ke Tim
Keselamatan Pasien RS .................... X.
4. Kesalahan obat harus dilaporkan maksimal 2 x 24 jam setelah ditemukannnya
insiden.
5. Tipe kesalahan yang dilaporkan:
a. Kejadian Nyaris Cedera (KNC): terjadinya insiden yang belum terpapar ke pasien
b. Kejadian Tidak Cedera (KTC): suatu kejadian insiden yang sudah terpapar ke
pasien tetapi tidak menimbulkan cedera.
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD): suatu kejadian insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien.
-2-

6. Kesalahan obat dilaporkan dan ditindaklanjuti mengikuti Standar Prosedur


Operasional Pelaporan Insiden dan Standar Prosedur Operasional Pelaporan
Kesalahan Obat.
7. UMKK bertanggung jawab untuk menindaklanjuti laporan kesalahan obat.

III. Kajian Penggunaan Obat (Drug Utilisation Review)


1. Kajian penggunaan obat merupakan pengkajian sistematik terhadap seluruh aspek
penggunaan obat yang bertujuan untuk menjamin penggunaan obat yang aman dan
cost effective serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Program ini mengevaluasi, menganalisis dan menginterpretasikan pola penggunaan
obat baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hasil pengkajian selanjutnya menjadi
dasar dalam mengidentifikasi kekurangan dan mneyusun strategi untuk perbaikan.
2. Obat-obat yang diprioritaskan untuk ditinjau meliputi obat yang diduga banyak
digunakan secara tidak rasional, obat mahal dan obat yang sedang dievaluasi
apakah akan dimasukkan, dikeluarkan atau dipertahankan sebagai obat formularium.
3. Dalam setiap kali rapat Pantia Farmasi dan Terapi, statistik perencanaan dan
pemakaian obat harus disajikan dan didiskusikan untuk mengetahui permasalahan
pengadaan dan penggunaan obat yang sedang terjadi.
4. Dari data statistik obat dapat dilakukan analisis Pareto (analisis ABC). Pemecahan
masalah diutamakan pada kelompok obat yang menyerap biaya tinggi (Kelompok A)
dengan sasaran penekanan biaya secara bermakna.
5. Statistik obat berguna pula untuk menghitung tingkat konsumsi obat di RS
...................., yang dinyatakan dalam Defined Daily Dose (DDD) per 100 tempat tidur.
Dengan membandingkan tingkat konsumsi obat di RS .................... dengan rumah
sakit yang setara dapat ditentukan apakah penggunaan satu macam/kelompok obat
berlebihan, sedang, atau kurang.
6. Kajian Kuantitatif penggunaan obat perlu dilanjutkan dengan kajian kualitatif untuk
mengetahui sebab dari timbulnya masalah obat, dan bagaimana mengatasinya.
7. Kajian penggunaan obat harus berlanjut dengan penentuan strategi/intervensi yang
bertujuan untuk memecahkan masalah obat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
memajukan penggunaan obat yang rasional yaitu: edukasi (seminar, diskusi
kelompok, bimbingan perorangan, pelayanan informasi obat), tata laksana (audit,
umpan balik), dan pembatasan (penghentian otomatis, pembagian lini penggunaan
obat).

IV. Pedoman Pengobatan


1. Pedoman pengobatan merupakan bagian dari pedoman pelayanan medik untuk satu
penyakit tertentu yang diterbitkan oleh kelompok Satuan Medik (KSM). Pedoman itu
merupakan kesepakatan yang didasarkan pada bukti ilmiah tertinggi, disesuaikan
dengan kondisi local, disahkan oleh Komite Medik, dan harus diikuti oleh semua
dokter yang sedang melayani pasien dengan penyakit tersebut.
2. Pedoman pengobatan yang baik perlu mencakup informasi tentang pengobatan non
farmakologik, penggunaan obat sesedikit mungkin, pertimbangan pemberian obat
berdasarkan efektifitas dan biaya, obat yang digunakan tercantum dalam
Formularium, pernyataan obat mana yang masuk lini pertama, kedua, dan ketiga,
dosis dan lama pemberian, kontra indikasi dan efek samping dan tingkat keahlian
yang diizinkan meresepkan obat tertentu.
3. Satu pedoman pengobatan pertama kali dibuat rancangannya oleh tim yang ditunjuk
oleh Kepala Kelompok Satuan Medik (KSM), kemudian diedarkan ke seluruh staf
KSM dan Panitia Farmasi dan Terapi untuk dikomentari dan disempurnakan, dan
-3-

terakhir diuji cobakan di dalam pelayanan. Hasil uji coba diumpan balikkan ke seluruh
staf KSM dan Panitia Farmasi dan Terapi.
4. Agar selalu mengikuti kemajuan dan perkembangan pengobatan yang mutakhir,
maka pedoman pengobatan perlu ditinjau secara berkala, dimulai kembali dengan
penunjukan satu tim oleh Kepala KSM, kemudian disempurnakan dan diujicobakan
lagi.

V. Penilaian Obat baru


1. Obat baru harus dinilai aspek kemanjuran, kemanfaatan, keamanan, kualitas, dan
harganya. Penilaian obat baru harus dilakukan secara kritis yang bertujuan untuk
memasukkan obat baru itu ke dalam Formularium, atau untuk menggantikan obat
yang sudah ada dalam Formularium. Obat baru dapat menggantikan obat lama jika
secara ke seluruhan lebih unggul ditinjau dari aspek kemanjuran, kemanfaatan,
keamanan, kualitas, dan harganya.
2. Penilaian kemanjuran (efficacy) obat baru dilakukan melalui telaah kritis kepustakaan.
Penilaian kemanfaatan dilakukan melalui in-use trial dalam pelayanan dengan
menghitung seluruh biaya yang timbul akibat penggunaan obat itu (cost effectiveness
study) dan membandingkannya dengan pengobatan standar. Penilaian keamanan
dilakukan melalui telaah kritis kepustakaan, yang harus diikuti dengan program
pemantauan efek samping di tempat pelayanan. Penilaian kualitas obat jadi dilakukan
dengan memeriksa dokumentasi kendali mutu dari pabrik pembuat sediaan jadi yang
meliputi sifat fisika kimia bahan baku, formulasi, uji stabilitas, uji desintegrasi, uji
disolusi, dan uji bioavailabilitas dari batch pertama.
3. Sumber informasi yang digunakan dalam telaah kritis harus dapat dipercayai, yaitu
artikel asli yang diterbitkan oleh jurnal kedokteran yang mempunyai mekanisme pr
review, tinjauan kepustakaan berupa meta analisis ( Cochrane Library), News Letter
yang mempunyai reputasi baik, dan buku ajar informasi yang diterbitkan atau
disponsori oleh perusahaan farmasi perlu dibaca dengan cermat karena terkait
dengan promosi yang membesarkan efektifitas dan menutupi efek buruk obat.
4. Sebagai panduan untuk telaah kritis kepustakaan dapat dilaksanakan lembar cek list
agar dapat mengenali letak kesalahan dan bias dari suatu penelitian. Makin banyak
ditemui kesalahan dan penyimpangan dalam pelaksanaan dan penulisan laporan
penelitian, maka makin sukar untuk dipercaya hasil penelitian tersebut.
5. Instalasi Farmasi bertanggung jawab dalam pengelolaan obat penelitian,
berkoordinasi dengan peneliti agar sesuai dengan protokol yang digunakan.

Ditetapkan di X
Pada tanggal
DIREKTUR UTAMA,

YS
NIP ...............................

Anda mungkin juga menyukai