Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia”

Di Susun Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok


Pada Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pengampu: " Ns. Evy Marlinda, M.Kep. Sp.Kep.An ”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

1. BELLA AJENG PRATIWI (P07120117051)


2. PURNAMA SARI (P07120117073)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
DIPLOMA III KEPERAWATAN
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik yang berjudul “Makalah
Penyakit Hiperbilirubinemia“ makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dan
diajukan untuk memenuhi standar proses pembelajaran pada mata kuliah
Keperawatan Anak.
Meskipun telah berusaha segenap kemampuan, namun penulis menyadari
bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan di hari
kemudian.
Akhir kata, penyusun berharap makalah semoga makalah ini dapat
bermanfaat dalam proses pembelajaran di Jurusan Keperawatan Poltekkes
Banjarmasin.

Banjarbaru, 20 Maret 2019

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.2 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.4 Tujuan .................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Konsep Hiperbilirubinemia .................................................................... 4
1. Pengertian ........................................................................................ 4
2. Klasifiksi ......................................................................................... 5
3. Etiologi ............................................................................................ 8
4. Pathway ........................................................................................... 9
5. Manifestasi Klinis ........................................................................... 10
6. Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 10
7. Penatalaksanaan .............................................................................. 10
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia ................................ 12
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 16
3.1 Simpulan .............................................................................................. 16
3.2 Saran .................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini bertujuan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Indikator derajat
kesehatan masyarakat komponen kesehatan,diantaranya adalah Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Indonesia masih
menuai presentasi di ASEAN (Association of South East Asia Nations)
Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per
kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000
per kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina
26/1000 per kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia
cukup tinggi yakni 26,9/2000 per kelahiran hidup.
Menurut Pola penyakit penyebab kematian bayi menunjukkan bahwa
proporsi penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi
adalah premature dan Berat Badan Lahir Rendah / BBLR (35%), kemudian
asfiksia lahir (33,6%). Penyakit penyebab kematian neonatal kelompok umur
8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus 9,5%,
sepsis, pneumonia, diare), kemudian feeding problem (14,3%).
Berdasarkan data dari The Fifty Sixth Session of Regional Committee,
WHO (World Health Organization), pada tahun 2003, kematian bayi terjadi
pada usia neonatus dengan penyebab infeksi 33%, asfiksia/ trauma 28%,
BBLR 24%, kelainan bawaan 10%, dan lain-lain 5%. Salah satu penyebab
mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal
sebagai kernikterus). Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus
neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi,
juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi,
paralysis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.
Ikterus adalah suatu keadaan kulit dan membran mulkosa yang warnanya
menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen empedu di dalam darah
dan jaringan tubuh. Hiperbiliirubin adalah suatu keadaan dimana kadar

1
bilirubiin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern-
ikterus, jika tidak ditanggulangi denga baik. Sebagian besar hiperbilirubin
ini proses terjadinya mempunyai dasar yang patologik. Angka kejadian bayi
hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini disebabkan
oleh perbedaan dalam faktor penyebab seperti umur kehamilan, berat badan
lahir, jenis persalinan dan penatalaksanaan.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah pada
sebagian neonates, ikterus akan di temukan pada minggu pertama dalam
kehidupannya. Di kemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60
% bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada
sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan
menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus
harus mendapat perhatian terutama bilaikterus di temukan dalam 24 jam
pertama kehidupan bayi. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang
berlangsung lebih dari satu minggu serta bilirubin direk lebih dari1 mg/dl
juga keadaan yang menunjukan kemungkinan adanya ikterus patologik.
Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan harus di lakukan sebaik-baiknya
agar akibat buruk ikterus dapat di hindarkan.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian dari hiperbilirubin ?
2. Apa penyebab timbulnya hiperbilirubin pada anak ?
3. Bagaimana proses terjadinya hiperbilirubin pada anak ?
4. Bagaimana tanda dan gejala yang timbul dari hiperbilirubin pada anak ?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostic untuk mengetahui kadar bilirubin ?
6. Bagaimana penatalaksanaan hiperbilirubin pada anak ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus di lakukan pada pasien anak
yang terkena hiperbilirubin ?

2
1.3. TUJUAN
1. Mahasiswa mengetahui pengertian dari hiperbilirubin
2. Mahasiswa mengetahui penyebab timbulnya hiperbilirubin pada anak
3. Mahasiswa mengetahui proses terjadinya hiperbilirubin pada anak
4. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala yang timbul dari hiperbilirubin
pada anak
5. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostic untuk mengetahui kadar
bilirubin
6. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan hiperbilirubin pada anak
7. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan yang harus di lakukan pada
pasien anak yang terkena hiperbilirubin

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. KONSEP HIPERBILIRUBINEMIA


1. Pengertian
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus.(Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Bilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang
disebabkan oleh kerusakan sel darah merah (SDM). Ketika SDM
dihancurkan, hasil pemecahannya terlepas kesirkulasi, tempat
hemoglobin terpecah menjadi dua fraksi ; heme dan globin. Bagian
globin (protein) digunakan lagi oleh tubuh, dan bagian heme diubah
menjadi bilirubin tidak terkonjugasi, yaitu suatu zat tidak larut yang
terikat pada albumin.
2. KlasifikasiI
a. Bilirubin Ensefalopati Dan kernicterus
Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi
klinis yang mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system
syaraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai nuclei batang
otak. Sedangkan istilah kern ikterus adalah perubahan neuropatologi
yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di
otak terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum.
b. Ikterus Fisiologik
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan
ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak
melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi
menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada
bayi. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik
sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996),
(Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005) :
1) Timbul pada hari kedua - ketiga.

4
2) Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg%
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%
perhari.
4) Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
5) Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
6) Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
c. Ikterus Patologik
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar
konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan
keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila
kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg%
pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
Karakteristik Hiperbilirubinemia sebagai berikut Menurut (Surasmi,
2003) :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus <
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
d. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus
subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar
ventrikulus IV.

5
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan
pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari
20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy
ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis
berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.

Tabel. Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer

Derajat Perkiraan
Daerah ikterus
ikterus kadar bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%
III Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga 11,4 mg/dl
tungkai atas (di atas lutut)
IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

6
3. Etiologi
a. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
b. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam
hati.
c. Gangguan konjugasi bilirubin.
d. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel
darah merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula
timbul karena adanya perdarahan tertutup.
e. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,
misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan
tertentu.
f. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati
dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma.
4. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat
ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
di otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar
bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.

7
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek
akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan
berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
5. Pathway

Hemoglobin

Globin Heme

Biliverdir Fe.co

Peningkatan destruksi eritrosit ( Gangguan konjungasi bilirubin / gangguan


transport bilirubin / peningkatan siklus enterohepatik ) Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikan dengan albumin meningkat

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjungasi

Sebagian masuk kembali ke siklus emerohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah > pengeluaran meconium


terlambat /obstruksi usus > tinja berwarna pucat OtakO
KKerusakan
Integritas Ikrerus pada sclera leher dan badan bilirubin indirex > 12 mg/dl
kulit Kern Ikterus
Indikasi fototerapi

Sinar dengan Intensitas tinggi

Resti injuri Kekurangan volume cairan tubuh Hipertermi

8
6. Manifestasi klinis
a. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
b. Letargik (lemas)
c. Kejang
d. Tidak mau menghisap
e. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
f. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
(Ngastiyah, 2005)
g. Perut membuncit
h. Pembesaran pada hati
i. Feses berwarna seperti dempul (Ni Luh Gede Y, 1995)
j. Tampak ikterus; sklera, kuku, kulit dan membran mukosa. Joundice
pada 24 jam pertama yang disebabkan oleh penyakit hemolitik waktu
lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik/infeksi.
k. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap.
(Suriadi, 2001)
7. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1) Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar
billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar
billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
2) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
3) Protein serum total.
b. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
c. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.
8. Penatalaksaan
a. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak
dini (pemberian ASI).
b. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.

9
c. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
d. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil
transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan
clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu
sering digunakan.
e. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
f. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin
patologis dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui
tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
g. Transfusi tukar
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan
foto terapi.
h. Terapi Obat-obatan
Misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin
di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu
juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut
bilirubin bebas ke organ hari.

10
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBINEMIA
A. PENGKAJIAN
1. Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh
(hipertermi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan
tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit
tampak kuning dan mengelupas (skin resh), sclera mata kuning
(kadang-kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna urine
dan feses. Pemeriksaan fisik.
2. Riwayat penyakit
Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau
golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme
hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.
3. Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan.
4. Pengkajian psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua
merasa bersalah, perpisahan dengan anak.
5. Hasil Laboratorium :
a. Kadar bilirubin 12mg/dl pada cukup bulan.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai 15mg/dl.
B. DIAGNOSA
1. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan panas dari efek
fototerapi
2. Resiko terjadi injury berhubungan dengan kerusakan produksi Sel Darah
Merah (lebih banyak dari normal) & immaturity hati & efek phototherapy
3. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar
lingkungan panas.
4. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
kadar bilirubin

11
II. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan Rencana Tindakan Rasional
keperawatan
1 Resiko tinggi Selama diberikan asuhan 1. Timbang berat badan bayi 1. 77% tubuh infant adalah cairan sehingga
defisit volume keperawatan cairan tubuh tiap hari. BB merupakan salah satu indikator
cairan berhubungan neonatus adekuat dengan kriteria 2. Observasi tanda- tanda kehilangan cairan
dengan panas dari hasil: dehidrasi : penurunan output 2. Tanda dehidrasi memperlihatkan adanya
efek fototerapi 1. Tugor kulit baik urine, fontanel cekung, kulit kehilangan cairan
2. Membran mukosa lembab kering dengan turgor buruk, 3. Kekurangan cairan menyebabkan jumlah
3. Intake dan output cairan mata cekung). urin menjadi berkurang / tidak ada
seimbang 3. Perhatikan warna dan 4. Penambahan minimal 10% untuk
4. Nadi, respirasi dalam batas frekuensi defekasi dan urine. mengantisifasi penguapan oleh efek
normal ( N: 120-160 x/menit, 4. Tingkatkan masukan cairan fototerapi
RR 40 - 60 x/menit ) sedikitnya 10%. (1.2 kg x 5. Mengidentifikasi kelebihan pemberian
suhu ( 36,5-37,5 C ) 150 cc + 10% = 196 cc/hr) cairan
5. Observasi suara napas dan
JVP

12
1. 2 2. Resiko terjadi Akan mendapatkan therapi yang 1. Anjurkan pada ibu untuk 1. Untuk meningkatkan ekskresi
injury berhubungan tepat untuk mempercepat ekskresi segera memberikan ASI bilirubin melalui feses.
dengan kerusakan bilirubin segera setelah lahir. 2. Untuk mengetahui peningkatan kadar
produksi Sel Darah Kriteria Hasil : 2. Kaji kulit untuk bilirubin.
Merah (lebih 1. Bayi dapat minum segera mengetahui tanda 3. Untuk menetapkan peningkatan kadar
banyak dari setelah lahir. joundice. bilirubin.
normal) & 2. Bayi terlindung dari 3. Chek kadar bilirubin 4. Untuk membedakan joundice
immaturity hati & sumber cahaya ( jika ditentukan ) dengan bilirubinometry phisiologik (tampak setelah 24 jam)
efek phototherapy transcutaneous. dengan Joundice yg disebabkan oleh
4. Catat waktu / awal penyakit hemolytic/yg lain (tampak
terjadinya joundice. sebelum 24 jam).
5. Kaji status kesehatan 5. Hal tersebut akan meningkatkan
bayi secara keseluruhan, resiko kerusakan otak dari
terutama beberapa hyperbilirubinemia.
faktor (hypoxia,
hypothermia,
hypoglikemi &
metebolik asidosis).

13
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi keadaan umum 1. Mengetahui perkembangan keadaan
temperature tubuh keperawatan selama pasien umum dari pasien
(Hipertermia) diharapkan suhu dalam rentang 2. Observasi tanda-tanda vital 2. .Mengetahui perubahan tanda-tanda vital
berhubungan normal. pasien pasien
dengan terpapar  Termoregulation 3. Anjurkan pasien untuk 3. Mencegah terjadinya dehidrasi sewaktu
lingkungan panas. Kriteria hasil : banyak minum panas
1. Suhu tubuh dalam rentang 4. Anjurkan pasien untuk 4. Meminimalisir produksi panas yang
normal banyak istirahat diproduksi oleh tubuh
2. Nadi dan respirasi dalam batas 5. Anjurkan pasien untuk 5. Membantu mempermudah penguapan
normal memakai pakaian yang tipis panas
3. Tidak ada perubahan warna 6. Beri kompres hangat di 6. Mempercepat dalam penurunan produksi
kulit beberapa bagian tubuh panas
Indicator Skala : 7. Beri Health Education ke 7. Meningkatkan pengetahuan dan
 Tidak pernah menunjukkan. pasien dan keluarganya pemahaman dari pasien dan keluarganya
 Jarang menunjukkan mengenai pengertian, 8. Membantu dalam penurunan panas

 Kadang menunjukkan penanganan, dan terapi yang

 Sering menunjukkan diberikan tentang

 Selalu menunjukkan penyakitnya


8. Kolaborasi dalam
pemberian obat sesuai

14
indikasi, contohnya :
paracetamol
4 Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan 1. Ubah posisi tidur tiap 2 jam 1. memungkinkan pemajanan seimbang dari
gangguan integritas keperawatan selama proses 2. Lakukan masase pada bagian permukaan kulit terhadap sinar fluoresen,
kulit berhubungan keperawatan diharapkan integritas yang tertekan batas maksimal sirkulasi efektif akibat
dengan kulit kembali baik/ tidak terjadi, 3. Pantau kulit bayi dan suhu inti penekanan = 2 jam.
peningkatan kadar dengan setiap 2 jam atau lebih sering 2. Melancarkan sirkulasi darah
bilirubin kriteria : sampai stabil 3. fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi
1. Kadar bilirubin dalam batas 4. Tutupi mata bayi dengan sebagai respons terhadap pemajanan sinar,
normal ( 0,2 – 1,0 mg/dl ) potongan kain, pastikan radiasi dan konveksi.
2. Kulit tidak berwarna kuning/ bahwa potongan kain tersebut 4. mencegah kemungkinan kerusakan retina
warna kuning mulai berkurang tidak menutupi hidung bayi dan konjungtiva dari sinar intensitas tinggi.
3. Tidak timbul lecet akibat 5. cuci area perineal setelah 5. membantu mecegah iritasi dan ekskoriasi
penekanan kulit yang terlalu setiap BAB dan BAK, ganti dari defekasi yang sering atau encer.
lama diapers 6. penurunan kadar bilirubin menandakan
6. Ukur kadar bilirubin serum keefektifan fototerapi, peningkatan yang
setiap hari kontinu menandakan hemolisis yang
kontinu dan dapat menandakan kebutuhan
terhadap transfuis tukar.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total
yang lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditendai dengan ikterus
pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi
meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat
perlengketan kadar bilirubin pada otak. Hiperbilirubin ini keadaan fisiologis
(terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonates
kurang bulan).
Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu dan
prematuritas. Selain itu, asupan ASI pada bayi juga dapat mempengaruhi
kadar bilirubin dalam darah.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatn, perawat juga harus
menerapkan universal precaution agar keselamatan penderita dan perawat
dapat terjaga.
3.2 Saran
Bagi pembaca di sarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan
dengan Ikterus pada bayi, Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang
bermanfaat untuk menanganinya secara efektif dan efisien.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah, A. 1999. Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam


A.H. Markum (ed), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal : 313-317

Suriadi, Yuliani Rita. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV.
Sagung seto

Ngastiyah. 2005 Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Wong, Donna L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

http://www.docstoc.com/docs/159606809/Anak---Hiperbilirubin

http://growupclinic.com/2012/05/07/penanganan-terkini-hiperbilirubinemia-atau-
penyakit-kuning-pada-bayi-baru-lahir/

17

Anda mungkin juga menyukai