Anda di halaman 1dari 5

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA IKTERUS PADA NEONATORUM DI RUANGAN

NICU DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU TAHUN 2016

FEBRIANTI
Akademi kebidanan Internasional Pekanbaru
*Korespondensi penulis: febriantimaharani@gmail.com

Abstrak
Ikterus neonatorum yaitu diskolorisasi kuning pada kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin dalam
darah. Angka kejadian hiperbilirubin atau ikterus di Indonesia menurut data epidemiologi yang ada
menunjukan bahwa lebih dari 50% bayi baru lahir menderita ikterus. Beberapa faktor penentu terjadinya
ikterus pada neonatorum yaitu Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), prematur dan ASI. Adapun tujuan
penelitian untuk mengetahui Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Ikterus pada Neonatorum di Ruangan NICU
di RSUD Arifn Achmad Provinsi Riau Tahun 2016. Jenis penelitian kuantitatif dan desain penelitian deskriptif.
Lokasi penelitian dilaksanakan di Ruangan NICU RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2017 dan waktu
penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Maret sampai 14 Maret 2017. Populasinya adalah seluruh data bayi
Ikterus di Ruang NICU RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau yang berjumlah 46 kasus dan sampelnya
berjumlah 46 Ikterus. Instrument penelitian menggunakan lembaran ceklist dan tekhnik pengumpulan data
menggunakan data sekunder. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa dari 46 responden mayoritas BBLR <
2500 gr sebanyak 26 orang (56,5%), Bayi Prematur < 37 mgg sebanyak 18 orang (39,1%) dan faktor ASI
sebanyak 2 orang (4,4%). Dari hasil penelitian ini peneliti berharap bisa jadi bahan masukan instansi dapat
meningkatkan upaya pelayanan dan fasilitas inkubator serta terapi sinar kesehatan khususnya pada bayi
Ikterus.

Kata Kunci :BBLR, prematur, ASI, ikterus


.

PENDAHULUAN
Ikterus neonatorum yaitu diskolorisasi kuning pada kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin
dalam darah. Ikterus klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin 5-7 mg/dL. Ikterus
merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir, sebanyak 25-50% pada bayi cukup
bulan dan 80% pada bayi berat lahir rendah (Sudarti, 2014). Penyakit kuning muncul pada bayi karena banyak
sel darah merah yang pecah atau ketidak mampuan hati mengeluarkan bilirubin dari darah secara cepat
(Koplewich, 2015). Hiperbilirubin merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus dan jika tidak ditanggulangi dengan baik akan menyebabkan
keterbelakangan mental. Ikterus adalah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir yang terbagi
menjadi ikterus fisiologis dan ikterus patologis (Koplewich, 2015). Seringkali prematuritas berhubungan
dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada neonatus selain itu juga terjadi peningkatan hemolisiskarena
umur sel darah merah yang pendek pada bayi prematur. Pada BBLR pembentukan hepar belum sempurna
sehingga menyebabkan konjugasi bilirubin inderek menjadi bilirubin direk di hepar tidak sempurna (Lissaure,
2008). Bayi yang lahir dengan kehamilan kurang dari 37 minggu atau prematur lebih sering mengalami
hiperbilirubin dibandingkan bayi cukup bulan, hal ini di sebabkan oleh faktor kematangan hepar sehingga
konjugasi bilirubin inderek menjadi bilirubin direk belum sempurna. Bayi dengan berat kurang dari 2500 atau
BBLR juga sangat beresiko terkena ikterus (Abrahams, 2014). Menurut penelitian terdahulu oleh Tazami, 2013
di RUD Raden Mattaher Jambi, salah satu faktor penyebab ikterus yaitu prematuritas dan BBLR. Angka
kejadian ikterus yg di dapat oleh peneliti terdahulu yaitu 51,2% pada prematur dan 30,2% pada BBLR. Angka
kejadian Hiperbilirubin/Ikterus di Indonesia menurut data epidemiologi yang ada menunjukan bahwa lebih
dari 50% bayi baru lahir menderita ikterus (Abrahams, 2014). Sebagai rumah sakit rujukan utama Provinsi
Riau menemukan kejadian Ikterus neonatorum sebanyak 46 kasus pada tahun 2016, yang merupakan 15
penyakit terbesar pada neonatorum.

METODE

78
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain
penelitian deskriptif. Yang bertujuan untuk mengetahui gambaran Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Ikterus
di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2016. Waktu penelitian dilaksanakan pada 2 maret sampai 14
maret 2017. Populasi dan keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Sebagai populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh data bayi Ikterus di RSUD Arifin Ahmad Provinsi Riau yang berjumlah 46 bayi.
Tekhnik Sampling adalah suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang
ada, sehingga jumlah sampel akan memiliki keseluruhan populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan
memiliki keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2007). Dalam peneltian ini tekhnik pengambilan sampel
yang digunakan adalah sampel jenuh yaitu 46 bayi.
Analisa data yang digunakan adalah Analisa Univariat. Analisis ini dilakukan untuk melihat distribusi
frekuensi dan presentasi dari tiap-tiap variabel. Disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi guna
mendapatkan gambar umum. Tujuan analisis ini adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan Faktor-faktor
penyebab terjadinya ikterus pada neonatorum.

HASIL
Analisis Univariat
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa 56,5% neonatorum mengalami ikterus disebabkan oleh
faktor BBLR, 39,1 % neonatorum mengalami ikterus disebabkan oleh prematur dan 4,4% neonatorum
mengalami ikterus disebabkan oleh faktor ASI.

Tabel 1 : Distribusi Frekuensi Penyebab Ikterus di Ruangan NICU RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau Tahun 2016.
Faktor Penyebab Ikterus Frekuensi Presentasi(%)

BBLR 26 56,5

Prematur 18 39,1

Frekuensi ASI 2 4,4

Jumlah 46 100
Sumber: Analisis data sekunder
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 46 responden, mayoritas yang BBLR sebanyak 26 orang (56,5%),
Prematuritas sebanyak 18 orang (39,1%), dan yang kekurangan ASI sebanyak 2 orang (4,4%).

PEMBAHASAN
Faktor BBLR Penyebab Ikterus Pada Neonatorum
Dapat diketahui bahwa kasus ikterus dari 46 responden. Sebagian besar dipengaruhi oleh faktor
BBLR yaitu 26 orang (56,5%). Warna kuning (Ikterus) pada bayi baru lahir adakalanya merupakan kejadian
alamiah (Fisiologis), adakalanya menggambarkan suatu penyakit (Patologis) Kejadian ikterus sering dijumpai
pada bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), Dalam batas normal timbul pada hari kedua sampai
ketiga dan menghilang pada hari kesepuluh (Dewi, 2010).
Berat bayi lahir rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Menurut Zabeen (2010)
menyatakan bahwa bayi yang mengalami BBLR dan faktor prematuritas merupakan faktor risiko tersering
terjadinya ikterus neonatorum. Sukadi (2012), menjelaskan bahwa ikterus neonatorum merupakan keadaan
klinis pada bayi yang ditandai dengan perwarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin
indirek yang berlebih.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan Tazami (2013) mengatakan
bahwa, Pada Bayi BBLR kurang bulan mengalami peningkatan resiko terhadap infeksi karena cadangan
imunologublin maternal menurun , kemampuan untuk membentuk antibodi rusak dan sistem integument rusak
(kulit tipis dan kapiler rentan), dan hiperbilirubin disebabkan oleh faktor kematangan hepar, hingga konjugasi

79
bilirubin indirek menjadi direk belum sempurna. Dan BBLR cukup bulan juga dapat mengalami
hiperbilirubinemia disebabkan gangguan pertumbuhan hepar.
Peneliti berasumsi, dari hasil data yang di dapat bahwa mayoritas kejadian Ikterus dipengaruhi oleh
faktor BBLR hal ini dikarenakan bayi dengan BBLR rentan terkena infeksi pada tubuhnya karena luas
permukaan tubuh bayi relatif lebih kecil dibandingkan berat badan lahir bayi. Pada cuaca dingin, suhu
tubuhnya cenderung menurun. Panas tubuh juga bisa hilang oleh penguapan, sehingga akan menyebabkan bayi
menjadi kuning. Berat badan lahir yang kurang dari normal dapat mengakibatkan berbagai kelainan yang
timbul dari dirinya, salah satunya bayi akan rentan terhadap infeksi yang nantinya dapat menimbulkan ikterus
neonatorum. Banyak bayi lahir, terutama bayi yang BBLR (bayi dengan berat badan <2500 gram) mengalami
ikterus pada minggu pertama hidupnya. Karena kurang sempurna nya alat-alat dalam tubuh maka mudah
timbul beberapa kelainan diantaranya ketidak matangan hati atau ketidak sempurnaan pembentukan hati.
Ketidak matangan hati pada bayi memudahkan terjadinya ikterus neonatorum, hal ini dapat terjadi karena
belum matangnya fungsi hepar atau hati. Berat lahir besar (makrosomi) umumnya mempunyai kecenderungan
lebih sering mengalami trauma jalan lahir begitu pula pada bayi kecil disebebkan karena organ tubuhnya yang
masih lemah. Berat badan lahir < 2500 gram mempunyai presentase tertinggi terhadap kecenderungan
timbulnya ikterus neonatorum.

Faktor Prematur Penyebab Ikterus Neonatorum


Dapat diketahui bahwa dari 46 responden, sebagian besar dipengaruhi oleh faktor Prematur sebanyak
18 orang (39,1%).
ikterus merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi, Ikterus merupakan manifestasi klinis dari
hiperbilirubinemia. Sekitar 25 – 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu pertama. Angka kejadian
iketrus lebih tinggi pada bayi kurang bulan, dimana terjadi 60% pada bayi cukup bulan dan pada bayi kurang
bulan terjadi sekitar 80%. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi
patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian (Rinawati, 2009).
(IDAI, 2008) Salah satu penyebab hiperbilirubinemia adalah kelahiran prematur. Hiperbilirubinemia
yang dialami oleh bayi prematur disebabkan karena belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses
eritrosit. Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit disebut
bilirubin, Bilirubin ini yang menyebabkan kuning pada bayi dan apabila jumlah bilirubin semakin menumpuk
ditubuh menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin
yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila
kadar bilirubin darah 5–7 mg/dl.
Menurut Onyearugha (2011) mengungkapkan bahwa pada bayi prematur memiliki hepar yang imatur
sehingga fungsi hepar belum matur sehingga hanya sedikit bilirubin indirek yang di ubah menjadi bilirubin
direk. Sehingga kadar bilirubin indirek meningkat yang dapat mengakibatkan pewarnaan ikterus pada kulit
dan sklera, sehingga kejadian ikterus lebih banyak pada bayi prematur di bandingkan bayi cukup bulan.
Penelitian ini didukung oleh peneliti terdahulu Tazami (2013) yaitu menyebutkan bahwa, Seringkali
prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada neonatus. Aktivitas uridine
difosfat glukoronil transferase hepatic jelas menurun pada bayi prematur, sehingga konjugasi bilirubin tak
terkonjugasi menurun. Selain itu juga terjadi peningkatan hemolisis karena umur sel darah merah yang pendek
pada bayi prematur.
Peneliti berasumsi, dari hasil data yang di dapat bahwa mayoritas kejadian ikterus dipengaruhi
oleh faktor prematur. Bayi prematur rentan terkena infeksi dan itu merupakan salah satu penyebab
terjadinya ikterus. Ketidak matangan hepar atau hati pada bayi prematur menyebabkan hati tidak dapat
mengelolah bilirubin secara cepat seperti bayi yang normal. Organ hati yang belum matang menjadi
penyebab kuning. Oleh sebab itulah penyakit kuning dikait-kaitkan dengan organ hati. Jika orang
dewasa memiliki sakit kuning identik dengan penyakit liver atau hati, sedangkan bayi yang memiliki
penyakit kuning dikaitkan dengan organ hati yang belum matang. Hati di dalam tubuh bayi berfungsi
sebagai pengurai bilirubin dan dikeluarkan melalui BAB. Organ hati yang belum matang tidak bisa
menguraikan bilirubin sehingga terjadi penumpukkan bilirubin yang menyebabkan bayi menjadi kuning.
Salah satu faktor yang menyebabkan bayi menjadi prematur yaitu saat ibu mengandung bayi nya. Saat
hamil yang menyebabkan bayi bisa lahir prematur diantara nya perdarahan antepartum seperti plasenta
previa dan solusio plasenta. Ketuban pecah dini (KPD) juga penyebab bayi terlahir prematur.

80
Faktor ASI Penyebab Ikterus Neonatorum
Dapat diketahui bahwa dari 46 responden sebagian kecil dipengaruhi oleh faktor pemberian ASI
sebanyak 2 orang (4,4%).
ASI adalah suatu emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam organik yang disekresi oleh
kedua kelenjar payudara ibu dan merupakan makan terbaik untuk bayi. Selain memenuhi segala kebutuhan
makanan bayi baik gizi, imunologi, atau lainnya sampai pemberian ASI memberi kesempatan bagi ibu
mencurahkan cinta kasih serta perlindungan kepada anaknya (Bahiyatun, 2009).
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapat
cukup ASI. Seperti diketahui ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar BAB dan BAK.
Akan tetapi pemberian ASI juga harus dibawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus ASI justru
meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice) (Marmi dkk, 2012).
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang di sampaikan oleh Sunar (2009) yaitu salah satu manfaat
pemberian ASI bagi bayi adalah menjadikan bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit
kuning (ikterus). Jumlah bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang seiring diberikannya kolostrum yang
dapat mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tidak diberi pengganti ASI.
Penelitian ini di dukung oleh peneliti terdahulu yang dilakukan oleh Kharunnisak (2013) ASI adalah
sumber makanan terbaik bagi bayi selain mengandung komposisi yang cukup sebagai nutrisi bagi bayi,
Pemberian ASI juga dapat meningkatkan dan mengeratkan jalinan kasih sayang antara ibu dengan bayi serta
meningkatkan kekebalan tubuh bagi bayi itu sendiri. Ikterus merupakan penyakit yang sangat rentan terjadi
pada bayi baru lahir, terutama dalam 24 jam setelah kelahiran, dengan pemberian ASI yang sering, bilirubin
yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus akan dihancurkan dan dikeluarkan melalui urine. Oleh sebab itu,
pemberian ASI sangat baik dan dianjurkan guna mencegah terjadinya ikterus pada bayi baru lahir.
Peneliti berasumsi, dari hasil data yang di dapat bahwa Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah
terbaik bagi bayi karena mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan pertama
kehidupan bayi. Namun, ada kalanya seorang ibu mengalami masalah dalam pemberian ASI. Kendala yang
utama adalah karena produksi ASI tidak lancar. ASI mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan
dan perkembangan serta ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh yang sangat berguna bagi kesehatan bayi
dan kehidupan selanjutnya. Air Susu Ibu adalah makanan terbaik untuk bayi sebagai anugerah Tuhan yang
nilainya tidak dapat digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam menghasilkan
manusia yang berkualitas. Oleh sebab itulah ASI sangat erat kaitannya dengan kesehatan bayi apabila bayi
kurang mendapatkan ASI akan mudah terjadinya ikterus.

KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian tentang Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Ikterus Pada Neonatorum
di Ruangan NICU di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2016. Dapat diambil kesimpulan yaitu,
Distribusi frekuensi BBLR penyebab Ikterus, Mayoritas pada bayi yang BBLR yaitu sebanyak 26 orang
(56,5%).
Distribusi frekuensi Prematur penyebab Ikterus, Mayoritas pada bayi lahir Prematur yaitu sebanyak 18 orang
(39,1%). Distribusi frekuensi faktor lain-lain penyebab Ikterus, pada bayi yang Kurang ASI yaitu sebanyak 2
orang (4,4%).

DAFTAR PUSTAKA
Abrahams, 2014. Panduan Kesehatan dalam Kehamilan. Tangerang; KARISMA Publishing Group
Arief, dkk. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta; Nuha Medika
Bahiyatun, 2009,
http://www.academia.edu/9582445/KTI_HUBUNGAN_PEMBERIAN_ASI_DENGAN_KEJADI
AN_IKTERUS_PADA_BAYI_BARU_LAHIR_0_-
_7_HARI_DI_RUMAH_SAKIT_UMUM_DAERAH_dr._ZAINOEL_ABIDIN_BANDA_ACEH
Diakses tanggal 20 maret 2017
Dewi, 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta; Aalemba Medika
IDAI, 2008, http://poltekkes-mataram.ac.id/cp/wp-content/uploads/2015/08/10.-Faiqah-1355-1362.pdf
Diakses tanggal 20 maret 2017

81
Khairunnisak, 2013,
http://www.academia.edu/9582445/KTI_HUBUNGAN_PEMBERIAN_ASI_DENGAN_KEJADIA
N_IKTERUS_PADA_BAYI_BARU_LAHIR_0_-
_7_HARI_DI_RUMAH_SAKIT_UMUM_DAERAH_dr._ZAINOEL_ABIDIN_BANDA_ACEH ,
Diakses tanggal 20 maret 2017
Khoirunnisa, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Dan Anak Balita. Jakarta; Nuha Medika
Koplewich, 2015. Penyakit Anak. Jakarta; Pretasi Putaka Publisher
Kristiyanasari, dkk, 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta; Nuha Medika
Lissaure, dkk. 2008. At a Glance Neonatologi. Jakarta; Erlangga
Marmi, dkk, 2009, http://abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/R0313029_bab2. pdf , Diakses tanggal 20 maret
2017
Mutianingsih, 2014. Hubungan Antara Bayi Berat Lahir Rendah Dengan Kejadian Ikterus, Hipoglikemi Dan
Infeksi Neonatorum Di RSUP NTB tahun 2012.
http://ws.ub.ac.id/selma2010/public/images/UserTemp/2014/04/24/20140424152826_7575.pdf
Malang; Univeritas Brawijaya. Diakses tanggal 2 januari 2017
Nurjanah, dkk. 2009. Faktor Faktor Pada Ibu Bersalin Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hiperbilirubin
Pada Bayi Baru Lahir Di Rumah Sakit Dustira Cimaih Tahun 2009.
http://www.stikesayani.ac.id/publikasi/e-journal/filesx/2010/201012/201012-003.pdfCimaih; Diakses
tanggal 30 Desermber 2016
Onyearugha, 2011, http://eprints.ums.ac.id/41639/1/NASKAH%20PUBLIKASI%20.pdf Diakses tanggal 20
maret 2017
Rinawati, 2009, http://poltekkes-mataram.ac.id/cp/wp-content/uploads/2015/08/10.-Faiqah-1355-1362.pdf
Diakses tanggal 20 maret 2017
Rukiyah, dkk. 2013. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta; Trans Info Media
Saputra, dkk. 2014. Panduan Kesehatan dalam Kehamilan. Tangerang Selatan; KARISMA Publishing
GROUP.
Sofian, 2011. Sinopsis Obstetri Obstetri Fisiologis Obstetri Patologis. Jakarta; EGC
Sudarti, 2014. Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus Resiko Tinggi. Yogyakarta; Nuha Medika
Sukadi, 2012, http://eprints.ums.ac.id/41639/1/NASKAH%20PUBLIKASI%20.pdf Diakses tanggal 20 maret
2017
Tazami, dkk. 2013. Gambaran Faktor Risiko Ikterus Neonatorum Pada Neonatus Di Ruangan Perinatologi
RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2013. http://online-journal.unja.ac.id. Univeritas Kedokteran
Jambi. Diakses tanggal 30 September 2016
Zabeen, 2010, http://eprints.ums.ac.id/41639/1/NASKAH%20PUBLIKASI%20.pdf Diakses tanggal 20 maret
2017

82

Anda mungkin juga menyukai