Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

a. Pengertian

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 949/Menkes/SK/VIII/2004),


Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau
meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu
(Lapau, Buchari. 2009).

Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu munculnya penyakit di luar kebiasaan


(base line condition) yang terjadi dalam waktu relatif singkat serta memerlukan
upaya penanggulangan secepat mungkin, karena dikhawatirkan akan meluas, baik
dari segi jumlah kasus maupun wilayah yang terkena persebaran penyakit
tersebut. Kejadian luar biasa juga disebut sebagai peningkatan kejadian kasus
penyakit yang lebih banyak daripada eksternal normal di suatu area atau
kelompok tertentu, selama suatu periode tertentu. Informasi tentang potensi KLB
biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus
indeks), keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi
informasi tentang potensi KLB bisa juga berasal dari petugas kesehatan, hasil
analisis atau surveilans, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan
laboratorium, atau media lokal (Tamher. 2008).

b. Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)

Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila


memenuhi kriteria sebagai berikut:

4
a) Timbulnya suatu penyakit/kesakitan yang sebelumnya tidak ada/tidak
diketahui.

b) Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun


waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, dst)

c) Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali atau lebih dibandingkan


periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).

d) Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat
atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya.

e) Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan 2 kali
lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya.

f) Case fatality rate dari suatu penyakit dalam kurun waktu tertentu
menunjukkan 50% atau lebih dibandingkan CFR dari periode sebelumnya.

g) Proporsional rate (PR) penderita baru dari periode tertentu menunjukkan


kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibandingkan periode yang sama dalam kurun
waktu/tahun sebelumnya.

h) Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis)

i) Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu
sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.

j) Beberapa penyakit yang dialami 1 (satu) atau lebih penderita : keracunan


makanan dan keracunan pestisida.

5
k) Dalam menentukan apakah ada wabah, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut dengan membandingkan jumlah yang ada saat itu dengan jumlah beberapa
minggu atau bulan sebelumnya.

l) Menentukan apakah jumlah kasus yang ada sudah melampaui jumlah yang
diharapkan.

(Tamher, 2008)

B. TINJAUAN UMUM PENYAKIT TYPHUS ABDOMINALIS

a. Pengertian

Typhus merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak
maupun orang dewasa. Tetapi demam tifoid lebih sering menyerang anak.
Walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan daripada orang dewasa. Typus
abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan
dan gangguan kesadaran. Jika diamati, lidah tampak berselaput putih susu, bagian
tepinya merah terang. Bibir kering, dan kondisi fisik tampak lemah, serta nyata
tampak sakit.

Jika sudah lanjut, mungkin muncul gejala kuning, sebab pada tipus organ hati bisa
membengkak seperti gejala hepatitis. Pada tipus limpa juga membengkak. Kuman
tipus tertelan lewat makanan atau minuman tercemar. Bisa jadi sumbernya dari
pembawa kuman tanpa ia sendiri sakit tipus. Kuman bersarang di usus halus, lalu
menggerogoti dinding usus

b. Etiologi (Penyebab)

Penyebab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhii A, dan
Salmonella paratyphii B. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak

6
berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan antigen
VI. Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasan aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 –
41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6 – 8. Lihat pada gambar berikut :

Gambar Virus Salmonella typhi di bawah mikroskop

c. Tanda dan Gejala

a) Demam, Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu. Bersifat


febris remitens dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu badan
berangsur-angsur naik setia hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam
keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu badan berangsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu keempat.

b) Gangguan pada saluran pencernaan, Pada mulut terdapat bau nafas tidak
sedap (halitosis), bibir kering dan pecah-pecah (rhagaden). Lidah tertutup selaput
putih kotor (coated tongue), ujung dan tepi lidah kemerahan, jarang disertai
tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati
dan limpa membesar diserta nyeri pada perabaan.

c) Gangguan kesadaran. Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun


tidak dalam, yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah
(kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).

7
d) Disamping gejala diatas, pada punggung atau anggota gerak dapat
ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam
kapiler kulit terutama ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang
ditemukan pula bradikardia dan epistaksis. ( Ngastiyah, 2005 ).

d. Epidemiologi

Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 – 810 kasus per
100.000 penduduk/tahun. Khususnya di kota kendari didapatkan 3285
kasus selama 2 tahun terakhir pada tahun 2010-2011. Insiden penderita berumur
1-9 tahun adalah 32.38%, 10-19 tahun adalah 33.91%, 20-29 tahun adalah
15.55%, 30-39 tahun adalah 8.43%, 40-49 tahun adalah 5.57%, 50-59 tahun
adalah 2.49% dan 60 tahun keatas 1.64%.

e. Patofisologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah),
Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat
menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat
ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang
akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang
biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial.

Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi


darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus
dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam

8
pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena
membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena
salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

f. Faktor Resiko

Penyakit Typhus dapat ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar
dengan kuman Typhus. Bila anda sering menderita penyakit ini kemungkinan
besar makanan atau minuman yang Anda konsumsi tercemar bakterinya. Hindari
jajanan di pinggir jalan terlebih dahulu atau telur ayam yang dimasak setengah
matang pada kulitnya tercemar tinja ayam yang mengandung bakteri Typhus ,
Salmonella typhosa, kotoran, atau air kencing dari penderita Typhus.

g. Upaya Pencegahan

Untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit ini kini sudah ada Vaksin
Tipes atau Tifoid yang disuntikkan atau secara minum obat dan dapat melindungi
seseorang dalam waktu 3 tahun atau dapat dengan cara :

Usaha terhadap lingkungan hidup :

Ø Penyediaan air minum yang memenuhi

Ø Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene

Ø Pemberantasan lalat.

Ø Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.

2. Usaha Terhadap Manusia

Ø Imunisasi.

Ø Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi dan personal hygiene.

9
h. Pengobatan

1. penggunaan obat

a) Kloramfenikol : Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada


pasien demam tifoid.Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral
atau intravena,sampai 7 hari bebas demam.Penyuntikan kloramfenikol siuksinat
intramuskuler tidak dianurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan
dan tempat suntikan terasa nyeri.Dengan kloramfenikol,demam pada demam
tifoid dapat turun rata 5 hari.

b) Tiamfenikol : Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama


dengan kloramfenikol.Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol
lebih jarang daripada klloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam
pada demam tiofoid dapat turun rata-rata 5-6 hari.

c) Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) : Efektivitas


ko-trimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol,Dosis untuk orang
dewasa,2 kali 2 tablet sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet
mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol).dengan ko-
trimoksazol demam rata-rata turun d setelah 5-6 hari.

d) Ampicillin dan Amoxicillin : Dalam hal kemampuan menurunkan demam,


efektivitas ampicillin dan amoxicillin lebih kecil dibandingkan dengan
kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunannnya adalah pasien demam tifoid
dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgBB
sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan Amoxicillin dan
Ampicillin, demam rata-rata turun 7-9 hari.

e) Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa


sefalosporin generasi ketiga antara lain cefoperazon, ceftriaxon, dan cefotaxime
efektif untuk demam tifoid tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum
diketahui dengan pasti.

10
f) Fluorokinolon : Fluorokinolon efektif untuk demam tifoid tetapi dosis dan
lama pemberian belum diketahui dengan pasti.

2. Perawatan

a) Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan.


Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari
untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.

b) Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan-perubahan


posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus.

3. Diet

a) Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk
menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.

b) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini


yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar)
dapat diberikan dengan aman kepada klien.

11

Anda mungkin juga menyukai