Anda di halaman 1dari 12

Kegiatan Belajar 3

PERKEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN


SENI RUPA DI SEKOLAH DASAR

Pendidikan seni di negara kita telah mengalami berbagai pembaharuan dari


waktu ke waktu. Pembaharuan dilakukan guna meningkatkan kualitas pendidikan
seni. Salah satu usaha pemerintah yang secara sentral memperbaharui sistem
pelaksanaan pendidikan seni adalah penyempurnaan kurikulum. Kurikulum yang
sedang dilaksanakan senantiasa dievaluasi dan disempurnakan setiap periode
tertentu untuk menghadapi perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan,
teknologi, dan dinamika kebudayaan secara keseluruhan. Kurikulum Pendidikan
Seni telah beberapa kali mengalami perubahan dan penyempurnaan.
Meninjau perkembangan atau perubahan kurikulum pendidikan seni di
Indonesia pada dasarnya melihat perkembangan konsep pendidikan seni yang
digunakan dalam kurikulum sekolah di Indonesia. Perkembangan ini secara
langsung menunjuk periodisasi tahun-tahun dimana kurikulum nasional
diberlakukan sejak Indonesia merdeka hingga saat ini. Walaupun demikian,
wawasan tentang penyelenggaraan pendidikan seni sebelum Indonesia merdeka
perlu juga diketahui untuk memberikan gambaran yang lebih utuh terhadap
perkembangan kurikulum pendidikan seni di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan
karena konsep yang menjadi latar belakang pembentukan kurikulum pendidikan
seni tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem atau konsep pendidikan sebelumnya
yang dibangun sejak masa penjajahan.

A. Kurikulum Pendidikan Seni sebelum Kemerdekaan


Seperti yang telah kita pelajari pada Kegiatan Belajar sebelumnya,
pengembangan kurikulum sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya
kebutuhan masyarakat, perkembangan disiplin ilmu dan perkembangan teknologi.
Berdasarkan beberapa sumber yang pernah mengikuti pendidikan di jaman
penjajahan Belanda, dapat digambarkan bahwa konsep kurikulum pendidikan seni
rupa yang berkembang pada masa itu merujuk pada konsep pendidikan seni yang
berlaku di negeri Belanda. Masa antara tahun 1930-1945 kurikulum pendidikan
seni sangat berorientasi vokasional dengan penekanan pada penguasaan
keterampilan menggambar yang sangat relevan dengan bidang ketukangan dan
industri kecil.
Periode antara tahun 1930-1945 sebenarnya diwarnai juga oleh suasana
penjajahan Jepang yang berlangsung singkat (dibandingkan masa penjajahan
bangsa Belanda). Masa yang singkat saat pendudukan Jepang ini tidak
memberikan pengaruh yang berarti terhadap perubahan atau perkembangan
kurikulum pendidikan seni rupa saat itu. Semangat anti Belanda (sekutu) yang
dihembuskan pemerintah pendudukan Jepang lebih kepada penglihbahasaan
kepada bahasa Indonesia atau bahasa Jepang segala sesuatu yang berbau Belanda.
Buku-buku pelajaran yang berbahasa Belanda dialihbahasakan ke dalam bahasa
Indonesia atau Jepang. Sayangnya untuk pelajaran seni rupa (karena dianggap
tidak memiliki nilai strategis) upaya itu tidak dilakukan sehingga para guru
membuat acauan berdasarkan interpretasinya masing-masing dan cenderung
mengikuti pola kurikulum sebelumnya. Usaha para guru ini pada umumnya tidak
terlalu mempersoalkan peran pendidikan seni rupa terhadap peserta didik. Dengan
demikian dapat diduga kurikulum pendidikan seni rupa pada saat itu cenderung
masih berwarna vokasional yang menekankan pada penguasaan keterampilan
menggambar.
Periode selanjutnya pada masa perang Kemerdekaan (revolusi fisik) antara
tahun 1945-1948. Pada masa ini semangat untuk mengusir penjajah berkobar di
masyarakat. Perlawanan terhadap penjajah terjadi hampir diseluruh wilayah
Indonesia. Di sekolah-sekolah, dalam usaha untuk menanamkan semangat
melawan penjajah ini, secara sengaja maupun tidak, mempengaruhi karakteristik
materi pembelajaran. Mata pelajaran olah raga diisi dengan kegiatan bela diri dan
baris berbaris ala tentara, pelajaran menyanyi diisi dengan lagu-lagu perjuangan,
demikian juga dengan pelajaran seni rupa (menggambar) diisi dengan kegiatan
menggambar poster-poster perjuangan dan menggambar yang bertemakan anti
penjajahan.
B. Kurikulum Pendidikan Seni Setelah Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan kurikulum pendidikan seni rupa (menggambar) di
Indonesia masih mengikuti pola kurikulum pendidikan seni di Belanda terutama
di wilayah Indonesia bagian Timur. Buku-buku yang digunakan adalah buku-buku
terbitan Belanda yang dipandang memenuhi tuntutan rencana pembelajaran
seperti “Cara Menggambar” karangan A.J. Cock cs dan “Marilah Menggambar”
karangan J. Slechter, keduanya adalah buku yang diperuntukan bagi Sekolah
Dasar. Isi buku tersebut adalah bagaimana teknik menggambar dan bagaimana
menggunakan teknik tersebut untuk mengekspresikan pikiran melalui gambar.
Buku-buku yang dipengaruhi gerakan reformasi pendidikan seni di Belanda ini
telah mengarah kepada reformasoi mata pelajaran menggambar. Sasaran reformasi
ini adalah menggambar konvensional yang esensial ke menggambar ekspresi yang
kontekstual serta perubahan prinsip pendidikan seni dari pola transmisi menjadi
pola pemfungsian seni sebagai sarana pendidikan secara umum. Istilah seni pun
telah merangkum semua cabang seni termasuk menggambar.
Selain Belanda, pengaruh perubahan kurikulum pendidikan seni setelah
kemerdekaan juga datang dari Amerika dengan dikirimkannya sarjana-sarjana
pendidikan kita ke nAmerika dan negara-negara lainnya. Pengaruh Amerika ini
sangat terasa terutama dengan buku-bukunya seperti “Education Through Art”
karya terkenal dari Herbert Read, “Creative and Mental Growth” karya Victor
Lowenfeld, dan “Art as Experience” karya J. Dewey. Isi buku-buku ini terutama
tentang penggunaan seni dalam pendidikan dengan tujuan bukan untuk
menjadikan seorang anak terampil dalam seni, tetapi untuk mengembangkan
potensi peserta didik secara utuh.

C. Kurikulum Pendidikan Seni 1975 dan 1984


Kurikulum yang sedang dilaksanakan senantiasa dievaluasi dan
disempurnakan setiap periode tertentu untuk menghadapi perkembangan
masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan dinamika kebudayaan secara
keseluruhan. Kurikulum Pendidikan Seni telah beberapa kali mengalami
perubahan dan penyempurnaan. Pada tahun 1975 terjadi perubahan yang
menyeluruh pada mata pelajaran ekspresi, yang sebelum itu dalam kurikulum
sekolah umum dikenal dengan nama mata pelajaran menggambar dan seni suara.
Pembaharuan dapat dilihat dengan penggantian nama mata pelajaran itu menjadi
„Pendidikan Kesenian‟.
Istilah mata pelajaran juga diganti menjadi „bidang studi‟, sehingga
pembaharuan itu selengkapnya menjadi „bidang studi pendidikan kesenian‟. Isi
bidang studi pendidikan kesenian itu merupakan penggabungan pelajaran
menggambar dan seni suara ditambah sub bidang studi lain yaitu seni tari dan
teater, yang pada kurikulum sebelumnya tidak ada. Pelajaran menggambar dan
seni suara diubah namanya menjadi seni rupa dan seni musik. Selengkapnya
bidang studi pendidikan kesenian berisi sub-sub bidang studi seni rupa, seni
musik, seni tari, dan seni teater (drama).
Kurikulum 1975 disempurnakan lagi pada tahun 1984 dengan sebutan
kurikulum 1984. Penyempurnaan ini ditandai oleh penggantian istilah pendidikan
kesenian menjadi pendidikan seni. Penyempurnaan kurikulum ini terutama
ditujukan kepada kendala yang ditimbulkan oleh terlalu luasnya materi bahan ajr
yang ditentukan dalam kurikulum 1975 dibandingkan dengan alokasi waktu yang
disediakan. Dalam pendidikan seni justru terjadi perubahan yang cukup besar,
peran pendidikan untuk menyiapkan tenaga trampil yang siap kerja ditiadakan,
dan peran untuk pengembangan ilmu seni juga diperkecil demikian juga dengan
alokasi waktunya di tingkat sekolah menegah atas dikurangi hanya diberikan di
kelas satu dan dua saja.

D. Kurikulum Pendidikan Seni 1994


Perbedaan yang cukup mendasar dalam kurikulum 1994 setelah
pemberlakuan kurikulum 1984 adalah digunakannya Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional sebagai dasar dari pembuatan kurikulum. Kurikulum 1994
Sekolah Dasar yang berlaku saat itu sangat jauh berbeda dengan kurikulum
sebelumnya. Perbedaan itu meliputi sistem pembelajarannya yang menggunakan
„integrated learning‟ atau pembelajaran terpadu antara beberapa cabang seni.
Nama pendidikan seni berubah pula menjadi „Kerajinan Tangan dan Kesenian‟.
Ruang lingkup materi kerajinan tangan meliputi berbagai kegiatan sederhana
kerumahtanggaan yang mudah dilakukan oleh anak-anak untuk keperluan
hidupnya sehari-hari, dan termasuk di dalamnya pekerjaan kesenirupaan.
Sedangkan yang dimaksud kesenian meliputi seni tari (seni gerak), seni musik
(seni suara). Antara pengajaran kerajinan tangan dan kesenian dianjurkan menjadi
suatu larutan yang benar-benar terpadu dan terintegrasi dalam satu topik (bahasan)
pengajarannya. Pengajaran terpadu dalam Kerajinan Tangan dan Kesenian
(disingkat: KTK) ini bermuatan wawasan kedaerahan (muatan lokal), sebab di
dalamnya diharapkan para guru dan siswa mampu menggali seni kriya (kerajinan)
yang tumbuh di daerah sekitarnya.

E. KBK, Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006


Reformasi politik di Indonesia membawa dampak pada berbagai bidang,
termasuk pendidikan. Undang-undang Otonomi Daerah tahun 2000 merupakan
salah satu pemicu perubahan mendasar dalam kurikulum pendidikan di Indonesia
yang berdampak pula pada perubahan kurikulum pendidikan seni. Berbagai
instrumen pembelajaran yang sebelumnya ditentukan oleh pemerintah pusat
diserahkan ke pemerintah daerah, termasuk wewenang pengembangan kurikulum.
Dalam Kurikulum 2004 yang lebih dahulu populer dengan sebutan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), pemerintah pusat hanya menentukan Standar
Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikatornya saja. Masing-masing daerah di
bawah kordinasi Dinas Pendidikan pada tingkat Propisnsi, Kabupaten atau Kota.
Dalam pengembangaannya, materi kurikulum pendidikan seni diharapkan sesuai
dengan aspirasi kesenian yang ada didaerahnya masing-masing. Standar
kompetensi yang dirumuskan dalam KBK sangat jelas yaitu mempersiapkan
peserta didik agar memiliki kapabilitas pengetahuan serta keterampilan seni.
Belum genap dua tahun pelaksanaan kurikulum 2004 pemerintah
mengeluarkan kurikulum baru tahun 2006 yang dikenal dengan sebutan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Walaupun tampak tidak terlalu jauh
berbeda dengan KBK dan kurikulum 2004, tetapi konsep kewenangan
pengembangan kurikulum yang sangat besar diserahkan hingga ke tingkat sekolah
sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki sekolah. Indikator
pencapaian yang muncul dalam kurikulum 2004 tidak dijumpai lagi dalam
Kurikulum 2006 yang dikeluarkan oleh lembaga baru yaitu Badan Standarisasi
Nasional Pendidikan (BSNP). Nama mata pelajaran Pendidikan Seni pun berubah
menjadi mata pelajaran Seni Budaya sejak tingkat sekolah dasar hingga sekolah
menengah atas.
Berkenaan dengan mata pelajaran Kesenian yang berubah nama menjadi
mata pelajaran Seni Budaya, dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi Kurikulum 2006 dijelaskan bahwa mata pelajaran Seni Budaya pada
dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya. Dalam naskah yang
sama disebutkan juga bahwa Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan diberikan
di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap
kebutuhan perkembangan peserta didik. Kebermaknaan dan kebermanfaatan ini
terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan
berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan: “belajar dengan seni,”
“belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Peran inilah yang diyakini oleh
para pakar pendidikan tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain.
Pendidikan Seni Budaya memiliki sifat multilingual, multidimensional,
dan multikultural. Multilingual bermakna pengembangan kemampuan
mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media seperti
bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya. Multidimensional
bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan,
pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan
secara harmonis unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika. Sifat multikultural
mengandung makna pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran dan
kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara dan mancanegara. Hal
ini merupakan wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan
seseorang hidup secara beradab serta toleran dalam masyarakat dan budaya yang
majemuk.
Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan memiliki peranan dalam
pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan
kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan yang terdiri atas
kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik
matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas,
kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan emosional.
Bidang seni rupa, musik, tari, dan teater memiliki kekhasan tersendiri
sesuai dengan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam pendidikan seni budaya,
aktivitas berkesenian harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang dalam
pemberian pengalaman mengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua
ini diperoleh melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik
berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam.

1. Tujuan Mata Pelajaran Seni Budaya


Mata pelajaran Seni Budaya bertujuan agar peserta didik memiliki kemam-
puan sebagai berikut.
1. Memahami konsep dan pentingnya seni budaya
2. Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya
3. Menampilkan kreativitas melalui seni budaya
4. Menampilkan peran serta dalam seni budaya pada tingkat lokal, regional,
maupun global.
2. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Seni Budaya
Mata pelajaran Seni Budaya meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Seni rupa, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai dalam
menghasilkan karya seni berupa lukisan, patung, ukiran, cetak-mencetak,
dan sebagainya
2. Seni musik, mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal,
memainkan alat musik, apresiasi karya musik
3. Seni tari, mencakup keterampilan gerak berdasarkan olah tubuh dengan
dan tanpa rangsangan bunyi, apresiasi terhadap gerak tari
4. Seni teater, mencakup keterampilan olah tubuh, olah pikir, dan olah suara
yang pementasannya memadukan unsur seni musik, seni tari dan seni
peran.
Di antara keempat bidang seni yang ditawarkan, minimal diajarkan satu bidang
seni sesuai dengan kemampuan sumberdaya manusia serta fasilitas yang tersedia.
Pada sekolah yang mampu menyelenggarakan pembelajaran lebih dari satu bidang
seni, peserta didik diberi kesempatan untuk memilih bidang seni yang akan
diikutinya. (Depdiknas, 2006). Di sekolah dasar, sesuai Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar yang tercantum dalam Kurikulum 2006 pelajaran keterampilan
diberikan pula dalam ruang lingkup pendidikan Seni Budaya, sayangnya tidak ada
penjelasan mengapa seni teater (drama) tidak diberikan di tingkat sekolah dasar
dan mengapa keterampilan baru diberikan pada kelas dua sekolah dasar.
Penambahan nama ”Budaya” dalam pendidikan seni diduga dipengaruhi
oleh perubahan orientasi dunia pendidikan yang dipengaruhi efek globalisasi.
Paradigma globalisasi yang berkembang pesat karena dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi serta transportasi ini menuntut
pemahaman budaya yang lebih luas melintasi batas-batas wilayah negara.
Antisipasi terhadap pengaruh global inilah yang mungkin mengilhami para
penyusun kurikulum memberi penekanan pada aspek budaya yang umumnya
tergambarkan dalam karya seni.

Rangkuman
Perubahan kurikulum pendidikan seni rupa di Indonesia secara umum
mengalami perubahan dengan periodisasi sebagai berikut:
1. Kurikulum sebelum kemerdekaan, antara tahun 1930-1945, masa
penjajahan Belandan dan masa Penjajahan Jepang.
2. Kurikulum setelah kemerdekaan pada periode pertumbuhan anatara tahun
1945-1962
3. Kurikulum 1968
4. Kurikulum 1975
5. Kurikulum 1984
6. Kurikulum 1994
7. Kurikulum Berbasis Kompetensi atau Kurikulum 2004
8. Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Dapat disimpulkan bahwa perubahan nama sub-sub bidang studi pada setiap
kurikulum yang disempurnakan, ternyata tidak hanya sekedar penggantian nama,
akan tetapi mengubah pula ruang lingkup pengajarannya. Perubahan itu dilandasi
oleh konsep dasar pendidikan yang berubah dan berkembang pada setiap
kurikulum. Konsep pendidikan seni yang sekarang kita kenal jauh berbeda dengan
konsep pendidikan (mata pelajaran) menggambar dan seni suara. Perubahan
konsep tentu membawa konsekuensi didaktis dan metodis yang menuntut
berbagai persyaratan yang harus dipenuhi jika kita ingin melaksanakan pendidikan
seni dengan memadai.

Latihan
Carilah informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber dan orang-orang
yang pernah mengalami penyelenggaraan pendidikan seni sejak periode yang
paling awal. Catat informasi tersebut dan bandingkan dengan pembelajaran seni
rupa yang pernah anda alami dan yang anda laksanakan saat ini. Selanjutnya
berilah tanggapan kurikulum pendidikan seni yang mana yang menurut anda
paling baik. Presentasikan dalam bentuk karya tulis dan diskusikan tanggapan
anda tersebut dengan sesama guru, mahasiswa dan dosen anda.

Test Formatif 3
Pilih satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang
disediakan

1. Perubahan atau pembaharuan kurikulum pendidikan seni dilakukan agar


a. menumbuhkan motivasi c. meningkatkan kualitas pendidikan
berkarya seni d. sesuai dengan kebijakan politik
b. menghilangkan kejenuhan
2. Adapun situasi yang menyebabkan perubahan kurikulum pendidikan seni di
Indonesia diantaranya adalah:
a. perkembangan ilmu dan c. meningkatnya jumlah sekolah
teknologi d. semuanya benar
b. terbatasnya sumber materi
3. Negara yang banyak mempengaruhi perubahan konsep pendidikan seni di
Indonesia adalah:
a. Amerika dan Prancis c. Belanda dan Jepang
b. Amerika dan Belanda d. China dan Arab
4. Penggunaan nama Pendidikan Kesenian mulai dikenal dalam kurikulum
a. 1968 c. 1984
b. 1975 d. 1994
5. Kurikulum di Indonesia untuk pertama kalinya diterbitkan berdasarkan
undang-undang (Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional thn. 1989) yaitu
kurikulum....
a. 1990 c. 1994
b. 1992 d. 2000
6. Pelajaran menggambar dan seni suara dirubah menjadi seni rupa dan seni
musik terjadi pada saat diberlakukannya kurikulum .....
a. 1968 c. 1984
b. 1975 d. 1994
7. Istilah pendidikan kesenian diganti menjadi pendidikan seni pada
pemberlakuan kurikulum.....
a. 1968 c. 1984
b. 1975 d. 1994
8. Pendidikan seni di tingkat SMA hanya diberikan pada kelas satu dan dua saja
terjadi saat diberlakukannya kurikulum.....
a. 1968 c. 1984
b. 1975 d. 1994
9. Pendidikan seni di tingkat SMA hanya diberikan pada kelas satu saja terjadi
saat diberlakukannya kurikulum.....
a. 1968 c. 1984
b. 1975 d. 1994
10. Materi Pendidikan seni (Seni Budaya) di Sekolah Dasar dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (Kurikulum 2006) terdiri atas
a. seni rupa, seni musik, seni tari c. seni rupa, seni musik, seni tari, seni
dan seni drama drama dan keterampilan
b. seni rupa, seni musik, dan seni d. seni rupa, seni musik, seni tari dan
tari keterampilan

Untuk melihat kemampuan Anda, coba cocokan jawaban Anda dengan


Kunci Jawaban Tes Formatif yang terdapat pada akhir Bahan Belajar Mandiri ini.
Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar dan gunakan rumus di bawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap Materi Kegiatan
Pembelajaran ini.

Rumus:
Tingkat penguasaan= Jumlah Jawaban Anda yang benar x 100%
10
Arti tingkat penguasan yang Anda capai:
90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Catatan: Bila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Pembelajaran selanjutnya, tetapi bila tingkat
penguasan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar
ini, terutama bagian yang belum Anda kuasai.

Kunci Jawaban
Tes Formatif 1
11. a
12. a
13. b
14. d
15. a
16. d
17. d
18. a
19. b
20. c

Tes formatif 2
21. c
22. a
23. c
24. b
25. a
26. d
27. c
28. c
29. b
30. a

Tes Formatif 3
31. c
32. a
33. b
34. b
35. c
36. b
37. c
38. c
39. d
40. d

Daftar Pustaka
Read, H. (1958) Education Through Art. London: Faber and Faber
Salam, S. (2001). “Pendekatan Ekspresi diri, Disiplin dan Multikultural dalam
Pendidikan Seni Rupa”. Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain.
Vol 1.3 Agustus2001. Bandung: P3M-STISI.
____________. 2003. “Menelusuri Tujuan Pendidikan Seni Rupa di Sekolah”.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 040 Tahun ke-9, Mei 2003.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas.
Soehardjo, A.J., (2005), Pendidikan Seni dari Konsep sampai Program, Malang:
Fakultas Sastra UNM.
Sukmadinata, N.S. (2004) Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung:
Kesuma Karya.
___________________ (2002) Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tabrani, P. (2001) “ Peran Pendidikan Seni dalam Pendidikan Integral”. Makalah,
disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Seni 18-19
April 2001 di Jakarta.
Tilaar, H.A.A.R., Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia,
Rosda Karya, Bandung, 2000.
Wachowiak, F and Clements R., (1993). Emphasis Art, A Qualitative Art
Program for Elementary and Midle Schools. Fifth Edition. New York:
Harper Collins College Publishers.

Anda mungkin juga menyukai