Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Tugas


Profesi Ners Stase: Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :
Yuni Wulandari
4119061

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2019
HEMOROID

A. Konsep Penyakit
a. Definisi
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang
tidak merupakan patologis (Sjamsuhidayat & Jong, 2004)
Hemoroid adalah pelebaran vena varices satu segmen/lebih vena-vena
hemoroidalis. Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam, yaitu trombosis,
ruptur, radang, ulserasi, dan nekrosis (Mansjoer, 2000). Hemoroid atau ”wasir
(ambeien)” merupakan vena varikosa pada kanalis ani. Hemoroid timbul akibat
kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis. Hemoroid sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35%
penduduk berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam
jiwa, namun dapat menimbulkan perasaan yang sangat tidak nyaman (Price dan
Wilson, 2006).
Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun. Hemoroid
seringkali dihubungkan dengan konstipasi kronis dan kehamilan. Terkadang
dihubungkan dengan diare, sering mengejan, pembesaran prostat, fibroid uteri,
dan tumor rectum. Komplikasi dapat menyebabkan nyeri hebat, gatal dan
perdarahan rectal (Chandrasoma, 2006; Price dan Wilson, 2006).
Hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan
yang benar-benar berlebihan untuk penderita yang mengalami keluhan menaun
dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV (Sjamsuhidayat dan Jong,
2000).
Kesimpulan : Hemoroid adalah pelebaran vena varicosa satu
segmen/lebih vena-vena hemoroidalis yang berdilatasi dalam anus dan rektum.
b. Anatomi Fisiologi
Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan
terbentang dari colon sigmoid sampai anus, colon sigmoid mulai setinggi krista
iliaka dan berbentuk lekukan huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri
waktu colon sigmoid bersatu dengan rectum. Satu inci dari rectum dinamakan
kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter eksternus dan internus. Panjang rectum
dan kanalis ani sekitar 15 cm.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri
sesuai dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior
memperdarahi belahan bagian kanan yaitu sekum, colon asendens dan dua
pertiga proksimal colon tranversum, dan arteria mesentrika inferior
memperdarahi belahan kiri yaitu sepertiga distal colon transversum, colon
desendens, sigmoid dan bagian proksimal rectum. Suplai darah tambahan untuk
rectum adalah melalui arteria sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior
dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
Alir balik vena dari colon dan rectum superior melalui vena mesentrika
superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem
portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi
sistematik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan
inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah
balik ke dalam vena-vena ini.
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1)kontraksi lamban dan tidak
teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat
beberapa haustra; (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan
segmen colon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feces ke depan,
akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari
dan dirangsang oleh reflek gastrokolik setelah makan pertama masuk pada hari
itu.
Propulasi feces ke rectum mengakibatkan distensi dinding rectum dan
merangsang reflek defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna
dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan
sfingter eksterna berada di bawah kontrol volunter. Reflek defekasi terintegrasi
pada segmen sakralis kedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut
parasimpatis mencapai rectum melalui saraf splangnikus panggul dan
bertanggung jawab atas kontraksi rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada
waktu rectum yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani
berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang.
Otot-otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik atas
melebihi tinggi massa feces. Defekasi dipercepat dengan adanya peningkatan
tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter. Otot-otot dada
dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot
abdomen (manuver atau peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh
kontraksi volunter otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rectum
secara bertahap akan relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang.
c. Etiologi
a. Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi,
sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan
sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis dan
radang umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling
berkaitan (Tambayong, 2000).
b. Faktor predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid. Hemoroid
berdarah mungkin akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena yang
melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rectum terjadi trombosis,
ulserasi, dan perdarahan, sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering
tampak sewaktu defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare
(2002) hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50-an, 50% individu
mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan vena yang melebar,
mengawali atau memperberat adanya hemoroid.
c. Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:
1) Mengejan pada waktu defekasi.
2) Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan.
3) Pembesaran prostat.
4) Keturunan atau hereditas.
5) Kelemahan dinding structural dari dinding pembuluh darah.
6) Peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan, berdiri dan
duduk terlalu lama dan konstipasi)

d. Patofisiologi
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis
mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan
aliran darah balik yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini
antara lain dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal. Vena
porta dan vena sistematik, bila aliran darah vena balik terus terganggu maka
dapat menimbulkan pembesaran vena (varices) yang dimulai pada bagian
struktur normal di regio anal, dengan pembesaran yang melebihi katup vena
dimana sfingter anal membantu pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang
menyebabkan pasien merasa nyeri dan feces berdarah pada hemoroid interna
karena varices terjepit oleh sfingter anal.
Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena
portal dan vena sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal.
Arteriola regio anorektal menyalurkan darah dan peningkatan tekanan langsung
ke pembesaran (varices) vena anorektal. Dengan berulangnya peningkatan
tekanan dari peningkatan tekanan intra abdominal dan aliran darah dari
arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari otot halus yang
mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah hemoroidalis.
Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa
terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, ini biasanya sering menyebabkan
pendarahan dalam feces, jumlah darah yang hilang sedikit tetapi bila dalam
waktu yang lama bisa menyebabkan anemia defisiensi besi.
Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah
kebiruan, jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur.
Jika ada darah beku (trombus) dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan
peradangan dan nyeri hebat.

e. Klasifikasi
a. Hemoroid internal adalah pelebaran plexus hemoroidalis superior. Diatas
garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa diatas sfingter ani. Hemoroid
internal dikelompokkan dalam 4 derajat :
1) Derajat I Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa
nyeri sewaktu defekasi. Tidak terdapat prolap dan pada pemeriksaan
terlihat menonjol dalam lumen.
2) Derajat II Hemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan
ringan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
3) Derajat III Hemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong
kembali sesudah defekasi.
4) Derajat IV Hemoroid menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat
didorong masuk kembali.
b. Hemoroid Eksternal adalah hemoroid yang menonjol keluar saat mengejan
dan tidak dapat didorong masuk. Hemoroid eksternal dikelompokkan dalam
2 kategori yaitu:
1) Akut : Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan
pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun
disebut sebagai hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering
sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri.
2) Kronik : Bentuk hemoroid eksterna kronik adalah satu atau lebih lipatan
kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh
darah.

f. Tanda dan Gejala


a. Tanda
1) Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna
trauma oleh feces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah
segar dan tidak bercampur dengan feces. Walaupun berasal dari
vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat
asam, jumlahnya bervariasi.
2) Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid
interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami
trombosis dan radang.
b. Gejala
1) Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
2) Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat
tereduksi spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan
sendiri setelah defekasi dan akhirnya sampai pada suatu keadaan
dimana tidak dapat dimasukkan.
3) Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam
merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolap menetap.
4) Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus
rangsangan mucus.
g. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi hemoroid yaitu
untuk derajat I dapat dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab,
misalnya saat konstipasi dengan menghindari mengejan berlebihan saat
BAB. Memberi nasehat untuk diit tinggi serat, banyak makan sayur, buah
dan minum air putih paling sedikit 2.000 cc/hari dan olahraga ringan secara
teratur, serta kurangi makan makanan yang merangsang dan daging,
menjaga hygiene daerah anorektal dengan baik, jika ada infeksi beri
antibiotika peroral. Bila terdapat nyeri yang terus-menerus dapat diberikan
suppositoria, untuk melancarkan defekasi, dapat diberikan cairan parafin
atau larutan magnesium sulfat 10%. Bila dengan pengobatan di atas tidak
ada perbaikan, diberikan terapi skleroting (sodium moruat) 5% atau fenol.
Penyuntikan dilakukan antara mukosa dan varices, dengan harapan timbul
fibrosis dan hemoroid mengecil. Kontraindikasi pengobatan ini adalah
hemoroid eksterna, radang dan adanya fibrosis hebat di sekitar hemoroid
interna.
Pada hemoroid derajat II dapat dicoba dengan terapi sklerosing secara
bertahap. Apabila terapi sklerosing tidak berhasil dapat dilakukan tindakan
operasi. Pada derajat III dapat dicoba dengan rendaman duduk. Cara lain
yang dapat dilakukan adalah operasi, bila ada peradangan diobati dahulu.
Teknik operasi pada hemoroid antara lain :
a. Prosedur ligasi pita-karet : Prosedur ligasi pita-karet dengan cara
melihat hemoroid melalui anoscop dan bagian proksimal diatas garis
mukokutan di pegang dengan alat. Kemudian pita karet kecil diselipkan
diatas hemoroid yang dapat mengakibatkan bagian distal jaringan pada
pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari dan lepas. Tindakan
ini memuaskan pada beberapa pasien, namun pasien yang lain
merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan menyebabkan
hemoroid sekunder dan infeksi perianal.
b. Hemoroidektomi kriosirurgi : Metode ini dengan cara mengangkat
hemoroid dengan jalan membekukan jaringan hemoroid selama
beberapa waktu tertentu sampai waktu tertentu. Tindakan ini sangat
kecil sekali menimbulkan nyeri. Prosedur ini tidak terpakai luas karena
menyebakan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan luka
yang ditimbulkan lama sembuh.
c. Laser Nd: YAG : Metode ini telah digunakan saat ini dalam mengeksisi
hemoroid, terutama hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat
menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi
pada periode pasca operatif.
d. Hemoroidektomi : Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan
untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini.
Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan melaui
sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah. Untuk Terapi
setelah operasi dapat dilakukan dengan cara suppositoria yang
mengandung anestesi, antibiotika, analgetik dan astrigent. Tiga hari
post operasi diberikan diit rendah sisa untuk menahan BAB. Jika
sebelum tiga hari ingin BAB, tampon dibuka dan berikan rendaman PK
hangat (37oC) dengan perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit.
Setelah BAB, lalu dipasang lagi tampon baru. Jika setelah tiga hari post
operasi pasien belum BAB diberi laxantia. Berikan rendaman duduk
dengan larutan PK hangat (37oC), perbandingan 1:4000 selama 15-20
menit sampai dengan 1-2 minggu post operasi. Pada penatalaksanaan
hemoroid tingkat IV dapat dilakukan dengan istirahat baring dan juga
operasi. Bila ada peradangan diobati dahulu.
h. Pemeriksaan Penunjang
a. Inspeksi
1) Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung
thrombus.
2) Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang
tertutup mukosa.
3) Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
b. Rectal touch
1) Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba
bila sudah ada fibrosis
2) Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma recti.
3) Anoscopi Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid
interna yang belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan
sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.

B. KONSEP ASKEP
a. Pengkajian
1) Pengkajian pada pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
adalah kebiasaan olahraga pada pasien, kemudian diit rendah serat, selain
itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan klien tentang minum kurang dari
2.000 cc/hari. Hal lain yang perlu dikaji adalah mengenai riwayat kesehatan
klien tentang penyakit sirorcis hepatis.
2) Pengkajian mengenai pola nutrisi metabolik pada klien adalah mengenai
berat badan klien apakah mengalami obesitas atau tidak. Selain itu juga
perlu dikaji apakah klien mengalami anemia atau tidak. Pengkajian
mengenai diit rendah serat (kurang makan sayur dan buah) juga penting
untuk dikaji. Kebiasaan minum air putih kurang dari 2.000 cc/hari.
3) Pengkajian pola eliminasi pada klien adalah mengenai kondisi klien apakah
sering mengalami konstipasi atau tidak. Keluhan mengenai nyeri waktu
defekasi, duduk, dan saat berjalan. Keluhan lain mengenai keluar darah
segar dari anus. Tanyakan pula mengenai jumlah dan warna darah yang
keluar. Kebiasaan mengejan hebat waktu defekasi, konsistensi feces, ada
darah/nanah. Prolap varices pada anus gatal atau tidak.
4) Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada klien mengenai kurangnya
aktivitas dan kurangnya olahraga pada klien. Pekerjaan dengan kondisi
banyak duduk atau berdiri, selain itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan
mengangkat barang-barang berat.
5) Pengkajian pola persepsi kognitif yang perlu dikaji adalah keluhan nyeri
atau gatal pada anus.
6) Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah apakah klien mengalami
gangguan pola tidur karena nyeri atau tidak.
7) Pengkajian pola reproduksi seksual yang perlu dikaji adalah riwayat
persalinan dan kehamilan.
8) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap serat. Koping yang
digunakan dan alternatif pemecahan masalah.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri b.d adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus.
2) Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat konstipasi
3) Cemas b.d. rencana pembedahan dan rasa malu.
4) Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi tentang operasi.
c. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan dan
Intervensi Rasional
Dx Kriteria Hasil
1. Nyeri pada anus 1. Kaji skala nyeri. 1. Menentukan tingkat nyeri, untuk
berkurang dengan 2. Anjurkan untuk menrik nafas menentukan tindakan yang
skala nyeri 0-1, dalam setiap kali timbul tepat.
wajah pasien nyeri. 2. Mengurangi rasa nyeri.
tampak rileks. 3. Berikan posisi yang nyaman 3. Memberikan rasa nyaman.
sesuai dengan keinginan 4. Identifikasi dini komplikasi
pasien. nyeri ditandai dengan
4. Observasi tanda-tanda vital. peningkatan tekanan darah.
5. Berikan bantal/alas pantat. 5. Untuk mengurangi rasa nyeri.
6. Anjurkan untuk tidak 6. Mengurangi rasa nyeri dan
mengejan yang berlebihan prolap varices.
saat defekasi. 7. Mengurangi rasa nyeri.
7. Berikan rendaman duduk 8. Mengurangi rasa nyeri.
sesuai anjuran duduk.
8. Kolaborasi untuk pemberian
terapi analgetik.
2. Tidak terjadi 1. Kaji tanda-tanda vital 1. Indikator dini terhadap resiko
perdarahan yang (tekanan darah, nadi, suhu, perdarahan hebat ditandai
ditandai dengan : respirasi) setiap 4 jam. dengan tidak adanya
tanda-tanda vital 2. Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan darah dan
dalam batas hipovolemia. nadi.
normal, tidak 3. Periksa daerah rectal setiap 2 2. Deteksi dini untuk tindakan
timbul perdarahan jam/ setelah BAB. segera.
pada feces dalam 4. Beri air minum 2-3 liter/hari. 3. Deteksi dini perdarahan untuk
waktu 1-2 hari. pertolongan segera.
5. Berikan banyak makan sayur 4. Hidrasi yang adekuat membuat
dan buah. konsistensi feces lembek.
6. Anjurkan untuk segera 5. Meningkatkan masa feces
berespon bila ada rangsangan sehingga lebiih mudah
BAB. dikeluarkan.
7. Kolaborasi untuk pemberian 6. Untuk mencegah rangsangan
laxantia dan analgetik. hilang dan akan terjadi
konstipasi.
7. Pelunak feces dan mengurangi
nyeri saat BAB.
3. Klien mengatakan 1. Kaji tingkat kecemasan. 1. Menentukan tingkat kecemasan
kecemasan 2. Kaji tingkat pengetahuan untuk menentukan tindakan
berkurang, pasien pasien tentang pembedahan. yang tepat.
berpartisipasi 3. Berikan kesempatan pasien 2. Menentukan informasi yang
aktif dalam untuk menentukan tindakan akan diberikan.
perawatan. yang tepat. 3. Mengurangi kecemasan.
4. Dampingi dan dengarkan 4. Meningkatkan rasa percaya dan
pasien. rasa aman sehingga mengurangi
5. Libatkan keluarga atau cemas.
pasien lain yang menderita 5. Sebagai support sistem dan
penyakit yang sama untuk mengurangi masa malu.
memberikan dukungan. 6. Untuk mengurangi cemas.
6. Anjurkan pasien untuk 7. Pengetahuan yang cukup
mengungkapkan tentang prosedur operasi akan
kecemasannya. mengurangi cemas.
7. Kolaborasi dengan dokter 8. Mengurangi cemas.
untuk penjelasan prosedur
operasi.
8. Kolaborasi untuk terapi anti
cemas (bila perlu).
4. Pasien 1. Kaji tingkat pengetahuan. 1. Mengetahui tingkat pengetahuan
mengatakan 2. Berikan pendidikan tentang penyakit.
ketidaktahuan kesehatan tentang penyakit. 2. Meningkatkan pengetahuan.
mengenai 3. Diskusikan program latihan 3. Menentukan program latihan
tindakan operasi sesuai ketentuan. yang sesuai.
berkurang. 4. Bantu pasien untuk 4. Perubahan yang harus
mengidentifikasi dan mulai diprioritaskan secara realistik
merencanakan perubahan untuk menghindari rasa tidak
hidup yang perlu. menentu dan berdaya.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, H. A. A. 2007. Riset keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah. Edisi 2.


Jakarta: Salemba Medika.

Ariyoni, D. 2011. Asuhan keperawatan hemoroid. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari
website http://desiariyoni.wordpress.com/2011/03/23/.

Basuki, Ngudi. 2007. Pengaruh teknik distraksi dan relaksasi terhadap penurunan
tingkat nyeri pada pasien fraktur ekstremitas bawah. Dikutip tanggal 15 juni 2011
dari website http:/www.poltekes-soeproen.ac.id/?prm=artikel&yar=detail&id=27.

Carpenito, L. J. 2001. Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Chandrasoma, T. 2006. Ringkasan patologi anatomi. Edisi2. Jakarta: EGC. Corwin,


E. J. 2000. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.

Doenges, M. E. 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Guyton, A. C. Hall, S. E. 1997. Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan. Edisi 9.


Jakarta: EGC.

Jong, W. D. Syamsuhidayat, R. 2000. Buku ajar ilmu bedah, Editor: R Syamsuhidajat,


W. D. Jong, Edisi revisi. Jakarta:EGC.

Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media


Aeskulapius.

Nanda. 2011. Pedoman diagnosa keperawatan, Alih Bahasa Budi Sentosa. Jakarta:
Arima Medika.

NN. 2009. Askep hemoroid. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari website
http://be11nursingae.blogspot.com.
NN. 2011. Media informasi obat. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari website
http://medicastore.com

Anda mungkin juga menyukai