Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa lanjut usia merupakan tahap terakhir dari tahapan

perkembangan manusia. Dalam masyarakat, masa lansia sering

diidentikkan dengan masa penurunan dan ketidakberdayaan. Proses menua

ditandai dengan terjadinya berbagai perubahan atau regresi (penurunan

fungsi), antara lain perubahan fisik, psikologis, dan social (Azizah,2011).

Selain itu tugas perkembangan yang harus dilalui lansia yaitu lansia harus

menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan kesehtan,

menyesuaikan diri dengan kematian pasangan, membentuk pengaturan

kehidupan fisik yang memuasakan (Utomo dan Prasetyo,2012).Dengan

adanya perubahan-perubahan tersebut, mayoritas lansia akan rentan

mengalami depresi (Soejono, 2009).


Depresi pada lanjut usia disebabkan oleh faktor-faktor internal dan

eksternal. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rosita (2012) tentang

stressor sosial biologi penyebab depresi, disebutkan bahwa stressor

internal pada lanjut usia meliputi persepsi individu dengan gejala berupa

kekecewaan maupun kemarahan terhadap anggota keluarganya, sedangkan

lingkungan eksternal meliputi suasana di sekitar seperti kebisingan,

kekumuhan dan lain-lain. Stress dan tekanan sosial juga seringkali menjadi

penyebab depresi pada lanjut usia (Santoso, 2009). Lebih dari 20% lansia

1
berusia 60 tahun atau lebih menderita gangguan mental atau neurologis

dan 6,6% dari semua gangguan pada usia 60 tahun disebabkan oleh

gangguan neurologis dan mental. Gangguan mental pada populasi lansia

mencapai 17,4%. Gangguan mental dan neurologis yang paling umum

pada kelompok usia ini adalah demensia dan depresi, yang masing-masing

mempengaruhi sekitar 5% dan 7% populasi dunia yang lebih

tua(WHO,2017).
Prevalensi depresi pada lansia di dunia dengan usia rata-rata 60

tahun serta diperkirakan terdapat 500 juta jiwa. World Health

Organization(2012) menyebutkan bahwa terdapat 100 juta kasus depresi

setiap tahunnya (Evy, 2012). Berdasarkan data Riskesdas 2015 prevelansi

nasional gangguan depresi mencapai 35% dan perempuan memiliki

prevalensi lebih tinggi. 37%. Populasi lansia yang mengalami deprsi

mayor diperkirakan sekitar 1-4%. Angka ini sama dengan inside sebesar

0,15% pertahun. Depresi minor memiliki prevalansi 4-13%. Data

prevalensi depresi di Indonesia tergolong tinggi. Prevalensi depresi pada

lansia di pelayanan kesehatan primer yaitu 5-17% sedangkan yang

mendapatkan pelayanan kesehatan primer yaitu 13,5% (Riskesdas, 2015).

Menurut Kaplan,et al (2010), kira-kira 25% komunitas lanjut usia dan

pasien rumah perawatan ditemukan adanya gejala depresi pada lansia.

Depresi menyerang 10-15% lansia 65 tahun keatas yang tinggal di

keluarga dan angka depresi meningkat secara drastis pada lansia yang

tinggal di institusi, dengan sekitar 50-75% penghuni perawatan jangka

2
panjang memiliki gejala depresi ringan sampai sedang (Stanley & Beare,

dalam Sari,2016).
Gangguan depresi pada umumnya dicetuskan oleh peristiwa hidup

tertentu. Kenyataanya peristiwa hidup tersebut tidak selalu diikuti oleh

depresi, hal ini mungkin disebabkan karena adanya faktor–faktor lain yang

ikut berperan mengubah atau mempengaruhi hubungan tersebut. Jarang

terjadi bahwa depresi disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi lebih sering

disebabkan oleh berbagai faktor yang berinteraksi dalam berbagai

kombinasi sehingga menciptakan suatu kondisi tertentu yang berpengaruh

terhadap tinggi rendahnya dan frekuensi depresi (Namora, 2009).


Tahap perkembangan Erikson menyebutkan bahwa lansia berada

pada fase integritas, namun jika perkembangan tersebut tidak tercapai

maka akan muncul masalah keputusasaan. Fase integritas secara psikologis

merupakan fase saat individu melakukan tinjauan hidup (life review) dan

evaluasi terhadapnya yang merefleksikan pada pengalaman kehidupan

seseorang, menafsirkan, dan selalu menafsirkan perubahan hidup

(Santrock, 2013). Perubahan kehidupan tersebut diantaranya pensiun,

kematian pasangan, kebutuhan merawat pasangan, dan penyakit atau

ketidakmampuan fisik (Nevid, Rathus & Greene, 2005). Stressor yang

tinggi dan peristiwa-peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan

menimbulkan masalah mental dan psikososial lansia seperti short term

memory (gangguan daya ingat), frustasi,ansietas, kesepian, hingga depresi

(Hawari, 2011).
Depresi berhubungan dengan suatu emosi yang normal yang

digambarkan dalam bentuk kesedihan dan duka. Kejadian depresi pada

3
lansia seringkali tidak terdeteksi, salah didiagnosis, atau tidak ditangani

dengan baik. Gejala depresi seringkali dihubungkan dengan masalah

medis dalam proses penuaan, bukan sebagai tanda dari depresi itu sendiri

(Mitchell,2013). Dampak depresi pada lansia sangatlah buruk. Depresi

yang tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan peningkatan

penggunaan fasilitas kesehatan, pengaruh negatif terhadap kualitas hidup

lansia, bahkan dapat menyebabkan kematian(Smoliner,2009). Data

prevalensi depresi di Indonesia sangat bervariasi. Umumnya angka

kejadian depresi pada lansia dua kali lipat lebih tinggi daripada orang

dewasa(Alexopaulus dalam Prabhaswari,2015).


Menurut penelitian Basuki (2015) faktor yang mempengaruhi dari

kesepian terhadap tingkat depresi rigan yaitu yaitu berkurangnya interaksi

sosial, kesepian, masalah sosial ekonomi dan masalah kepribadian,

sedangkan gejala yang timbul adalah seperti adanya gejala secara fisik

seperti sedikit kehilangan selera makan, kurangnya tidur, kecemasan,

kurangnya aktivitas atau aktivitas yang menurun dan gejala secara psikis

seperti hilangnya rasa percaya diri dan sensitif. Selain itu depresi juga

merupakan suatu kombinasi dari perasaan termasuk kesedihan, rasa marah,

tidak berharga, putus asa, agitasi, rasa bersalah dan perasaan kesepian (Das

J,et al,2014).
Kesepian sendiri diartikan sebagai loneliness dalam bahasa Inggris,

yang berarti suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan

oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna

dengan orang lain (Bruno, dalam basuki 2017 ). Menurut Peplau &

4
Perlman (dalam Tiikkainen dan Heikkinen, 2010) memandang kesepian

adalah perasaan yang tidak menyenangkan dengan merangsang kecemasan

subjektif, sehingga pengalaman yang dirasakan adalah hasil dari hubungan

sosial yang tidak memadai. Kesepian diidentifikasi sebagai masalah

kesehatan mental utama yang mempengaruhi lansia. Kesepian dapat

memperburuk efek dari hidup sendiri pada lansia (Anestad dan Bratteteig,

2013).
Kesepian biasanya dialami oleh lanjut usia karena meninggalnya

pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila mereka mengalami

berbagai penurunan status kesehatan. Kesepian dengan hidup sendiri

adalah suatu hal yang berbeda. Ada sebagian lanjut usia yang tinggal

sendiri akan tetapi tidak mengalami kesepian karena memiliki aktivitas

sosial yang masih tinggi, sedangkan sebagian lainnya dapat saja

mengalami kesepian meskipun berada di lingkungan yang banyak orang

(Setiawan,2016). Menurut Rosmanawati (2009) kesepian yang lansia

alami dikarenakan kurangnya perhatian dari keluarga karena kesibukan

sehingga lanisa tidak mendapatkan perhatian dan perawatan dari keluarga

dan kurangnya jaringan sosial di masyarakat sekitar lansia.


Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Osei-Waree (2016)

menemukan tiga tema utama dalam mengeksplorasi pengalaman hidup

lansia yang tinggal sendiri di rumah, yaitu: alasan lansia hidup sendiri di

usia tua, dampak hidup sendiri di usia tua, dan ketakutan terkait dengan

hidup sendiri di usia tua. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa dampak

5
negatif hidup sendiri pada lansia yaitu: perasaan kesepian dan isolasi

sosial.
Hasil penelitian yang diperoleh Wulandari (2011) menyatakan

bahwa proporsi depresi pada lanjut usia di komunitas (60%) lebih besar

daripada proporsi depresi pada lanjut usia di panti wreda (38,5%). Uji

beda kejadian dan tingkat depresi mendapatkan nilai p=0,030 dan p=0,036.

Uji hubungan partisipasi sosial kurang, partisipasi sosial cukup, dan

gangguan fungsional sedang dengan kejadian depresi pada lanjut usia di

panti wreda mendapatkan nilai p<0,05. Semua faktor risiko yang diteliti

mendapatkan nilai p>0,05 pada uji hubungan dengan kejadian depresi

pada lanjut usia di komunitas.


Menurut hasil penelitian Sari(2016) menyatakan adanya hubungan

yang rendah/lemah tapi pasti antara kesepian dengan depresi pada lansia di

Balai Perlindungan Sosial Tresna werdha Ciparay Kabupaten Bandung.

Hasil lain dari penelitian oleh Umah(2014) menyatakan bahwa ada

hubungan antara kesepian dengan tingkat depresi pada lansia dengan

tingkat korelasi sedang, dan sebagian besar lansia yang mengalami depresi

berjenis kelamin perempuan karena koping yang dimiliki oleh perempuan

lebih rendah dari pada laki-laki.


Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rosmanawati (2009)

menyatakan ada hubungan antara kesepian dengan depresi pada lansia di

RW V Kebrokan Kelurahan Pandeyan Kecamatan Umbulharjo V

Yogyakarta dengan kesepian rendah sebanyak 38,3% ,tingkat kesepian

rendah sebanyak 36,7% dan tingkat kesepian tinggi 25 % dan hasil tingkat

depresi sebanyak 56,7 % mengalami depresi ringan, 20 % mengalami

6
depresi sedang hingga berat dan 23,3% lansia tidak mengalami depresi.

Menurut Rosmanawati (2009) kesepian dan depresi yang rendah di RW V

Kebrokan Kelurahan Pandeyan Kecamatan Umbulharjo V Yogyakarta

karena lansia masih mempunyai kegiatan rutin yang dilaksanakan

masyarakat seperti senam lansia,pengajian dan posyandu. Dari kegiatan

tersebut lansia dapat bertukar pikiran saat bertemu dalam kegiatan

tersebut.
Dari hasil studi pendahuluan pada bulan maret di Desa Candirejo

ke terdapat 8 lansia yang terindikasi depresi dengan gejala merasa mudah

tersinggung,murung,merasa sedih,tidak bisa tidur nyenyak, dan pada hasil

wawancara dengan menggunakan GDS (Geriatric Depression Scale),

terdapat 5 lansia mengalami depresi ringan dengan hasil tidak puas dengan

kehidupan, sering merasa bosan, kadang merasa tidak berharga,merasa

sering tidak berdaya, dan tidak bersemangat. Dan 3 lansia mengalami

depresi sedang. Dari 8 lanisa tersebut lansia di antaranya 6 lanisa

mengalami kesepian ringan dan 2 lansia lainnya mengalami kesepian

sedang.
Berdasarkan uraian diatas,peneliti tertarik untuk meneliti “

hubungan tingkat kesepian dengan kejadian depresi di Desa Leyangan

Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang ?”

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan ulasan diatas maka peneliti merumuskan masalah adakah

hubungan tingkat kesepian dengan kejadian depresi di Desa Leyangan

Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang ?

B. Tujuan Penelitian

7
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat kesepian dengan kejadian depresi di Desa

Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang ?


2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran tingkat kesepian di Desa Leyangan Kecamatan

Ungaran Timur Kabupaten Semarang


b. Mengetahuii gambaran kejadian depresi di Desa Leyangan Kecamatan

Ungaran Timur Kabupaten Semarang


c. Mengetahui hubungan tingkat kesepian dengan kejadian depresi di Desa

Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

C. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa

terhadap hubungan kesepian dengan kejadian depresi di desa.


2. Bagi masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui bahwa kesepian dapat mengakibatkan

depresi pada beberapa lansia, dan masyarakat bisa lebih memperhatikan

lansia yang berada dilingkungan sekitar


3. Bagi peneitian selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan atau sumber untuk

penelitian selanjutnya dan mendorong bagi yang berkepentingan untuk

melakukan penelitian lebih lanjut

Anda mungkin juga menyukai