Anda di halaman 1dari 24

KONSEP TEORI ENCIFALOKEL

1.1 Pengertian
Encifalokel adalah meningokel otak atau meningomielokel, merupakan
defek tabung neural yang dikarakteristikan dengan kista seperti kantung yang
mengandung jaringan otak, cairan serebrospinal, dan meninges, yang
menonjol melalui defek kongenital pada tengkorak dan dikaitkan pada defek
otak.
 Defek ini mungkin dapat dilihat pada saat lahir, namun dapat tidak tampak
selama kehidupan intrauterin.
 Defek ini terjadi pada area oksipital tengkorak atau mungkin defek nasal
atau nasofaring.
 Ensefalokel secara umum dapat tertutup seluruhnya oleh kulit tetapi
mungkin terbuka disertai resiko infeksi.
( Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak, EGC : 348)

Encifalokel adalah kantong berisi cairan, jaringan syaraf atau sebagian dan
otak yang biasanya terdapat pada daerah oksipitalis. Ensicalokel di daerah
oksipital sering berubungan dengan kelainan mental yang berat dan
mikrosefal. ( Ilmu Kesehatan Anak, FKUI Jilid 3 : 137 )

Encifalokel tidak saja ada di daerah oksipital tetapi bisa terjadi di daerah
sinsipital yang disebut meningoenssefalokel anterior atau ensifalokel fossa
kranialis anterior.

Encifalokel adalah herniasi otak dan meningen melalui suatu cacat


kraniurn, menimbulkan struktur mirip kantong, 75 % ensefalokel terjadi pada
daerah oksipital: sisanya pada daerah parietal, frontal, atau nasofaingel. ( Ilmu
Kesehatan Anak, Nelson, Hal 370 Jilid 3, 1992 )

Encifalokel merupakan gangguan langka pada bayi yang lahir dengan


sebuah celah pada tengkoraknya. ( http://med.unhas.ac.id )

Encifalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang di tandai dengan


adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang terbentuk seperti
kantung melalui suatu lubang pada tengkorak. Encifalokel lebih jarang
daripada meningokel. Jika ada biasanya didapatkan pada daerah oksipital.
Kantung berisi cairan, jaringan saraf atau sebagian otak. Encifalokel pada
daerah oksipital ini sering berhubungan dengan kelainan mental yang berat
dan mikrosefali. ( Perawatan Anak Sakit, EGC : 2008 )
1.2 Etiologi
Encifalokel di sebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh
gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya
asupan Asam Folat selama kehamilan, adanya infeksi saat kehamilan terutama
infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiology), obat-obatan yang
mengandung bahan yang teratogenik.
Encifalokel disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi di
bagian oksipitalis, kadang-kadang juga di bagian nasal, frontal, frontal, atau
parietal. Besarnya defek bervariasi, pada defek yang besar sering kali disertai
hernia jaringan otak (eksefalus).

1.3 Klasifikasi
Hampir seluruh kasus terjadi pada daerah garis tengah mulai dari bagian
anterior sampai ke posterior bahkan juga basis kranii, namun ada pula yang
dijumpai menonjol keluar melalui sutura dan foramen-foramen yang ada pada
tulang tengkorak. Encifalokel dapat dikelompokkan berdasarkan lokasinya
yaitu sebagai berikut:
1. Kalvaria kranii
2. Oksipital
3. Interfrontal
4. Parietal
5. Fontanel anterior/posterior
6. Temporal
7. Sinsipital
8. Naso-frontal
9. Naso-etmoidal
10. Naso-orbital
11. Basis kranii
12. Transetmoidal
13. Sfeno-etmoidal
14. Transfenoidal
15. Frontosfenoidal/sfeno-orbital

1.4 Patofisiologi
Abnormalitas utama dari perkembangan suatu encifalokel adalah defek
mesodermal yang berakibat defek pada calvarium dan dura yang berhubungan
dengan herniasi cairan serebrospinal, jaringan otak, dan meninges melalui
defek tersebut. Akar penyebabnya adalah kegagalan permukaan ektoderm
berpisah dengan neuroektoderm pada perkembangan embriologik. Pada
calvarium, mungkin terdapat defek pada proses induksi pembentukan tulang
atau erosi penekanan akibat massa intracranial. Defek pada dasar tengkorak
mungkin berhubungan dengan kegagalan penutupan neural tube atau
kegagalan ossifikasi basilar. Encifalokel dapat terjadi pada oksipital (75%),
frontoetmoidal (13-15%), parietal (10-12%) atau sfenoidal. Encifalokel
frontoetmoidal merupakan kasus yang tersering di Asia.
1. Gangguan perkembangan
Neuropor anterior pada ujung sefalik dari neural tube seharusnya
menutup pada ketinggian foramen sekum pada tulang frontal sekitar 24
hari masa perkembangan. Kegagalan neuropor untuk menutup biasanya
menghasilkan malformasi letal dan aborsi spontan, berbeda dengan
kegagalan neuropor posterior untuk menutup yang menyebabkan
myeloschisis. Kelainan ini bias jadi suatu anensefali, eksensefali, akrania,
kranioskisis, kraniorakiskisis jika tulang belakang ikut terlibat, yang
ditemukan pada hampir 50% kasus. Sifat utama dari defek ini ialah bahwa
lipatan neural sefalik terpapar dengan cairan amnion karena dura,
kranium,dan kulit gagal untuk membungkus jaringan saraf. Otak akan
membentuk massa berupa jaringan saraf yang protrusi yang mengalami
degenerasi selama masa gestasi sehingga hanya terdapat massa hemoragik
dari parut glia, ependyma, pleksus koroid, elemen saraf dan meninges saat
kalahiran (anensefali). Kegagalan neural tube untuk menutup mungkin
dapat menjelaskan terjadinya naensefali, namun tidak dapat menjelaskan
encephalocele dimana tidak terdapat bukti terjadinya disrafisme otak.
2. Teori hidrodinamik
Teori ini menduga bahwa encephalocele terjadi karena distensi
tabung neural yang berlebihan akibat keterlambatan terjadinya
permeabilitas pada atap ventrikel ke empat sehingga akhirnya tetap
meninggalkan celah. Namun teori ini juga tidak dapat menjelaskan
kejadian detail mekanisme kejadian bentuk disrafisme cranial dan spinal
yang lain. 4, 5
3. Neuroskisis
Teori ini dipublikasikan oleh St. Hillare dimana menjelaskan
bahwa terbentuk semacam bleb pada tabung neural yang telah menutup,
dan selama penyembuhannya perlengketan antara ektoderm kulit dan
neuroektoderm mencegah mesoderm membentuk kranium yang normal
sehingga terbentuklah celah pada kranium yang dilewati menings dan otak
yang mengalami herniasi. 5
4. Herniasi sekunder
Teori ini menyatakan bahwa defek cranial terbentuk sebelum
terjadinya perkembangan hemisfer otak yang berkumpul di bagian
posterior dan tentorium dan sinus-sinus dura ke posisi normalnya.
1.5 Manifestasi Klinis
Bentuk encifalokel ini biasanya berukuran besar. Bentuknya bias
bertangkai dengan celah kranium yang kecil atau mungkin tidak bertangkai
dengan celah kranium yang besar, yaitu jika terjadi defek mulai dari
protuberantia oksipital sampai ke foramen magnum dan bahkan dapat
berhubungan dengan spina bifida servikal. Isinya berupa menings, jaringan
vaskuler, (sinus venosus) dan jaringan otak sendiri. Konsistensinya tergantung
dari isinya. Bila lebih banyak cairan akan teraba padat dan berdungkul.
Sinus venosus yang biasa berada dalam kantong sefalokel ini adalah sinus
sagitalis, sinus oksipitalis dan confluens sinuum, atau dapat pula terpecah
mengelilingi celah pada tulang kranium. Jaringan otak yang mengalami
herniasi ke dalam kantong dapat berupa korteks supratentorium yang telah
mengalami hipoplasia, otak kecil atau keduanya. Struktur yang paling sering
adalah vermis otak kecil. Encifalokel yang besar bahkan dapat berisi satu atau
dua lobus oksipital dan sering melibatkan ventrikel lateralis sehingga dapat
terjadi komplikasi hydroencephalocele. Kantong encephalocele ini ditutupi
oleh kulit dan biasanya tidak tertutup sempurna pada apeks, dimana pada
daerah itu terjadi rudimentasi kulit dan berwarna hemangiomatosa.
Tanda dan gejala encifalokel :
a. Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadri plegia spastic)
b. Gangguan perkembangan
c. Mikrochephalus
d. Hidrosefalus
e. Gangguan penglihatan
f. Keterbelakangan mental dan pertumbuhan
g. Ataksia
h. Kejang

1.6 Pemeriksaan Penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
dalam diagnosis dan rencana terapi adalah :
1. Transiluminasi (diafnoskopi). Hasilnya dapat memberikan kesan terang
jika hanya berisi cairan dan disertai bayangan gelap jika ada keterlibatan
otak.
2. Foto polos kepala. Untuk menilai defek pada kranium. Defek pada tulang
dapat dilihat mulai dari dasar hidung sampai dasar tulang oksipital. Defek
biasanya tampak halus tanpa peningkatan opasitas tepi defek.
3. Ultrasonography (USG). Dapat memberikan infromasi isi sefalokel dan
memantau ukuran defek.. USG juga digunakan untuk mendeteksi adanya
hidrosefalus pada periode prenatal dan pascanatal selama fontanelnya
tidak menutup
4. Computed tomography scanning (CT-Scan). Untuk menilai defek cranium
dan keterlibatan jaringan otak. CT scan Kepala, dapat melihat sistem
ventrikel dan seluruh isi intracranial sehingga dapat membuat prognosa
selanjutnya
5. Magnetic resonance imaging, yang dipilih untuk menilai secara lebih jelas
keterlibatan struktur otak dibandingkan dengan CT-Scan.
6. Angiografi. Pemeriksaan ini mungkin diperlukan untuk menilai
vaskularisasi intra dan ekstrakranial sebelum dilakukan sebelum dilakukan
operasi. Dari pemeriksaan ini mungkin didapatkan adanya sinus-sinus
venosus di dalam kantong encephalocele.
7. Nuclear medicine. Radionuklir ventrikulografi atau sistografi telah
digunakan untuk menunjukkan adanya struktur encephalocele. Namun saat
ini dengan adanya MRI pemeriksaan ini mulai ditinggalkan karena bersifat
invasive.

1.7 Komplikasi
1. Infeksi
Biasanya dapat berupa meningitis, peritonitis atau inflamasi subkutaneus
disepanjang saluran shunting. Pada pasien dengan V-A shunt bisa juga
terjadi bacterimia. Staphylococcus epidermidis atau staphylococcus aureus
biasanya masuk pada bayi. Dengan pemberian anitibiotik profilaksis dapat
mengurangi resiko infeksi tetapi bila sudah dipastikan telah terjadi infeksi
maka harus dilakukan pengangkatan shunt.
2. Subdural Hematom
3. Shunt obstruksi
Sumbatan pada shunt didaerah plexus choroideus, debris, omentum atau
bekuan darah.
4. Low pressure state
Beberapa pasien mengalami nyeri kepala dan muntah pada saat duduk atau
berdiri. Keadaan ini akan membaik dengan adanya tekanan yang tingg dan
adanya mobilisasi.

1.8 Penatalaksanaan
Tindakan yang harus dilakukan adalah :
1. Cegah infeksi perlukaan ensefalokel waktu lahir, menutup luka dengan
kasa steril setelah lahir.
2. Persiapan operasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegah infeksi
otak yang sangat berbahaya. Biasanya dilakukan pembedahan untuk
mengembalikan jaringan otak yang menonjol kedalam tulang tengkorak,
membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasil yang terjadi :
a. Sebelum operasi , bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan
kondisi tanpa baju.
b. Jika kantong Bayi besar tidurkan bayi dengan posisi terlungkup untuk
mencegah infeksi.
c. Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah saraf, ahli ortopedi ,
dan ahli urologi, terutama pada tindakn pembedahan.
d. Melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga.
3. Pasca operasi perhatikan luka agar : tidak basah, ditarik atau digaruk
bayi, perhatikan mungkin terjadi hidrosefalus, ukur lingkar kepala,
pemberian antibiotik dan kolaborasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY. E

DENGAN DIAGNOSA ENCHEPALOCELE

DIRUANG ARIMBI NO.1A

RST WIJAYA KUSUSMA (DKT) PURWOKERTO

DI SUSUN OLEH :

MAHFRIDA SALBIYANA P1337420218013

DENI NURVITASARI P1337420218046

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

TAHUN 2019
A. PENGKAJIAN
- Identitas pengkaji :
Nama : Mahfrida dan Deni
NIM : P1337420218013
Tempat : Ruang Arimbi No.1
Tanggal : 12 September 2019
- Identitas pasien
Nama pasien : By. E
No. RM : 00311870
Umur : 7 Bulan
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : Belum Bekerja
Alamat : Kedungwuluh, Rt06/02, Purwokerto Barat.
- Identitas keluarga
Nama : Ny. I
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Kedungwuluh, Rt06/02, Purwokerto Barat
Agama : Islam
Hubungan dengan pasien : Ibu
- Riwayat kesehatan
a. keluhan utama
Ibu pasien mengatakan anaknya kejang dan panas serta terdapat
benjolan di kepala belakang.
b. Keluhan tambahan
Ibu pasien mengatakan apabila benjolan tersentuh anak akan menangis.
P : terlalu banyak cairan serebro spinal
Q : nyeri seperti di tusuk
R : Kepala bagian belakang
S : Skala 4
T : hilang timbul
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poli anak RST Wijaya Kusuma Purwokerto dengan
keluhan kejang dan panas serta terdapat benjolan di kepala belakang
d. Riwayat penyakit dahulu
Ibu pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
e. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga menyangkal adanya penyakit pada keluarganya.
- Pola Pengkajian Fungsional Menurut Gordon
a. Pola persepsi kesehatan
DS : Ibu pasien mengatakan kesehatan itu Penting dan selalu pergi ke
layanan kesehatan untuk periksa apabila ada anggota keluarganya
yang sakit.
DO : Pasien dibawa ke RST Wijaya Kusuma dan di rawat inap untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan agar sembuh dari penyakitnya
b. Pola nutrisi
DS : Ibu pasien mengatakan sebelum sakit pasien minum susu sangat
kuat bahkan sampai tidak mau lepas,namun setelah sakit pasien
jarang menyusu.
DO : pasien terlihat lemas
c. Pola aktivitas dan latihan
DS : ibu pasien mengatakan pasien jarang menyusu.
DO : Pasien terlihat jarang menyusu.

no Kemampuan aktivitas diri 0 1 2 3 4


1 Makan / minum V
2 Mandi / toileting V
3 Berpakaian V
4 Mobilitas tempat tidur V
5 Ambulasi / ROM V
6 Berpindah V
Keterangan : 0 : mandiri
1 : dibantu alat
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu alat dan orang lain
4 : dibantu total
d. Pola Kognitif
DS : Ibu pasien mengatakan pasien tidak mengalami gangguan panca
indera
DO : pasien menangis saat benjolan dikepalanya tersentuh
e. Pola Konsep dan Persepsi Diri
DS : Ibu pasien berharap dapat sembuh dari penyakitnya dan dapat
segera pulang ke rumah.
DO : -
f. Pola istirahat dan tidur
DS : Ibu pasien mengatakan pasien tidak dapat tidur dengan baik
karena kesakitan.
DO : pasien terlihat terjaga di malam hari
g. Pola Peran dan hubungan
DS : Ibu pasien mengatakan berhubungan baik dengan keluarganya
DO : Pasien di tunggui oleh kedua orang tuanya dan neneknya
h. Pola Reproduksi dan Seksualitas
DS : -
DO : Pasien berjenis kelamin perempuan
i. Pola Koping
DS : -
DO : -
j. Pola Keyakinan dan Nilai
DS : Ibu pasien selalu berdoa untuk kesembuhan anaknya
DO : -
k. pola eliminasi
DS : pasien mengatak BAB 2 x sehari dan BAK 9x sehari tanpa
mengalami kesulitan
DO : Pasien tidak menggunakan kateter
- Pemeriksaan Fisik
a. keadaan umum : keluhan umum lemah
b. kesadaran : apatis, GCS = E3 M5 V4 = 12
c. tanda-tanda vital : TD : -
N : 137 x/ menit
S : 38,6 ˚C
R : 40 x/ menit

d. pemeriksaan kepala
 Kepala : bentuk tidak simetris, terdapat benjolan
 Rambut : bersih
 Mata : mata simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,
fungsi penglihatan baik, pupil miosis.
 Hidung : simetris, tidak ada sekret
 Telinga : simetris, dan pendengaran baik
 Mulut : bersih
 Gigi : bersih, tidak ada karang gigi
 Bibir : mukosa kering, dan pucat
e. pemeriksaan leher : tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid
f. pemeriksaan dada
bentuk : simetris
inspeksi : tidak ada lesi
palpasi : tidak ada nyeri tekan dada
perkusi : bunyi jantung reguler
auskultasi : bunyi jantung sonor
g. pemeriksaan punggung
inspeksi : tidak ada lesi, simetris
palpasi : tidak ada nyeri tekan punggung
h. pemeriksaan abdomen
inspeksi : warna kulit merata, tidak ada lesi
palpasi : timpani, tidak ada nyeri tekan abdomen
perkusi : terdengar timpani
auskultasi : bising usus 6x permenit
bentuk : supel, datar
i. pemeriksaan kulit : warna kulit kuning langsat, elastis
j. ekstermitas
ekstermitas atas : tangan kiri terpasang infus , odem (+/+)
ekstermitas bawah : odem (-/-)
- Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Nama : By. E
No RM : 00311870
Alamat : Kedungwuluh, RT06/02, Purwokerto Barat
Tanggal : 12 September 2019
PARAMETER HASIL NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,3* L : 1 – 4 g/dl P : 12 – 15 g/dl
Leukosit 13.34 4.800 /uL – 10.800 /uL
Hematokrit 37.7 L : 40 – 54 % P : 35 – 47 %
Trombosit 320.000 150.000 /uL – 400.000 /uL
Hitung Jenis
- Basofil 0 0–1%
- Eosenofil 2 1–3%
- Batang 2 2–6%
- Segmen 64 50 – 70 %
- Limfosit 25 20 – 40 %
- Monosit 7 2 - 18 %

- Terapi
NAMA OBAT PEMBERIAN DOSIS YANG
MELALUI DIBERIKAN
Infus NaCl Infus intravena 6-12 tpm (mikro)
Oksigen Nasal kanul 1-2 l/menit
Vit k Injeksi intravena 2 x 10 mg
Ampisilin Injeksi intravena 3 x 15 mg
dexamethasone Injeksi intravena 2 x 1g
Sanmol Per oral 3 x 50 mg

B. ANALISA DATA
NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
1 DS : ibu pasien mengatakan Agens cedera Hipertermi
badan anak panas sampai bilogi
kejang
DO : pasien terlihat kejang
TD : -
N : 137 x/ menit
S : 38,6 ˚C
R : 45 x/ menit

2. DS : Ibu pasien mengatakan Agen cedera Nyeri akut


apabila benjolan tersentuh anak biologi
akan menangis.
P : terlalu banyak cairan serebro
spinal
Q : nyeri seperti di tusuk
R : Kepala bagian belakang
S : Skala 4
T : hilang timbul
DO : pasien terlihat menangis
terus

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan agen cedera biologi
2. Nyeri akut berhubugan dengan agen cedera biologi
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
DX 1 Setelah dilakukan tindakan - Monitor suhu - Untuk
Hipertermi keperawatan selama 2 x 24 sering mungkin mengetahui
berhubungan jam, diharapkan hipertermi - Monitor warna suhu tubuh
dengan agen dapat teratasi dengan kriteria dan suhu kulit - Untuk
cedera hasil : - Monitor nadi mengetahui
biologi Termogulasi dan RR status warna
Indikator Awal Tujuan - Monitor kulit
- Tingkat 2 5 penurunan - Untuk
pernaaf tingkat mengetahui
asan kesadaran status tanda
- Melapo 2 5 - Monitor intake vital pasien
rkan dan output - Untuk
kenyam - Berikan anti mengetahui
anan piretik. tingkat
suhu - Kelola kesadaran
Antibiotik pasien
Keterangan : - Selimuti pasien - Untuk
1 = sangat terganggu - Berikan cairan mengetahui
2 = banyak terganggu intravena intake dan
3 = cukup terganggu - Kompres output
4 = sedikit terganggu pasien pada - Untuk
5 = tidak terganggu lipat paha dan mengurangi
aksila suhu panas
- Tingkatkan badan
sirkulasi udara - Untuk
- Tingkatkan mencegah
intake cairan infeksi bakteri
dan nutrisi - Untuk menjaga
- Monitor hidrasi kebutuhan
seperti turgor cairan tubuh
Indikator Awal Tujuan kulit, - Untuk
- Peningk 2 5 kelembaban membantu
atan membran menurunkan
suhu mukosa suhu badan
kulit - Penyediaan
- Hiperter 2 5 udara bersih
mia - Penyediaan
- Sakit 2 5 cairan dan
kepala nutrisi

Keterangan : - Mengetahui

1 = berat perkembangan

2 = cukup berat turgor kulit,

3 = sedang kelembabpan

4 = ringan pada membran

5 = tidak ada mukosa.

DX 2 Setelah dilakukan tindakan - Manajemen - Mengkaji nyeri


Nyeri akut keperawatan selama 2 x 24 nyeri secara
berhubungan jam , diharapkan nyeri akut - Lakukan komprehensif
dengan agen dapat teratasi dengan kriteria pengkajian untuk
cedera hasil : nyeri secara mengetahui
biologi Tingkat nyeri komprehensif perkembangan
meliputi kesehatan pasien
Indikator Awal tujuan
lokasi,karakter - Mengimplement
- Nyeri yang 2 5
isrtik, asikan tindakan
dilaporkan
durasi,kualitas, farmakoloi,
- Panjaangn 2 5
intensitas, atau nonfarmakologi,
ya episode
beratnya nyeri interpersonal
nyeri
dan untuk membantu
- Tidak bisa 2 5
istirahat pencetusnya menurunkan
- Mengeran 2 5 - Pilih dan rasa nyeri
g dan implementasik - Memebrikan
menangis an tindakan resep analgesik
Keterangan : nonfarmakolo untuk
1 = berat gi, menghilangkan
2 = cukup berat farmakologi, rasa nyeri
3 = sedang interpersonal - Berkolaborasi
4 = ringan untuk dengan tim
5 = tidak ada memfasilitasi medis untuk
penurunan pemberian obat
nyeri - Untuk
- Berikan mengetahui
individu perkembangan
penurunan keshatan pasien
nyeri yang dan mencegah
optimal adanya
dengan komplikasi
peresepan lanjutan
analgesik
- Kolaborasi
medis dalam
pemberian
obat
Monitor Tanda-
tanda vital
- Monitor
nadi,suhu, Dan
respirasi
secara tepat
E. IMPLEMENTASI

TANGGAL DX IMPLEMENTASI RESPON PASIEN PARAF


12 1 - Mengkaji keadaan - Keluhan umum
September umum pasien lemah, kesadaran
2019 apatis,
07.00 - Mengkaji keluhan - DS : ibu pasien
07.05 pasien mengatakan badan
pasien panas dan
kejang-kejang

DO : pasien nampak
kejang-kejang

- Mengukur - DS : -
07.15
suhu,menghitung - DO :

denyut nadi dan S : 38,6˚C

respirasi N : 137 x/menit


RR : 40 x.menit

- Mengompres pasien - DO : pasien


08.00
menangis

- Memberikan selimut
- DS : -
08.05 pada pasien
- DO : pasien tenang

09.00 - Memonitor intake dan - DS : -


output cairan - DO : pasien tenang

- DS : -
-Memberikan
13.00 - DO : Pasien tenang
antipiretik sanmol
peroral 3 x 50 mg
07.00 2. - Mengkaji keadaan - Keluhan umum
umum pasien lemah, kesadaran
apatis,

07.05 - Mengkaji keluhan - DS : ibu pasien


pasien mengatakan apabila
pasien tersentuh
menangis
- DO : pasien terlihat
terus menangis

- DS : ibu pasien
- Mengkaji nyeri secara
07.00 mengatakan apabila
komprehensif
kepala pasieen
tersentuh, pasien
menangis

P : terlalu banyak
cairan serebro spinal
Q : nyeri seperti di
tusuk
R : Kepala bagian
belakang
S : Skala 4
T : hilang timbul

- DS : -
12.30 - Memonitor tanda
vital, meliputi - DO :
respirasi, nadi dan
S : 38˚C
suuhu
RR : 38 x/menit
N : 135 x/menit
13 - Mengkaji keadaan - Keluhan umum
September umum pasien lemah, kesadaran
2019 apatis,
07.00 - Mengkaji keluhan - DS : ibu pasien
07.05 pasien mengatakan badan
pasien panas dan
kejang-kejang

DO : pasien nampak
kejang-kejang

- Mengukur - DS : -
07.15
suhu,menghitung - DO :

denyut nadi dan S : 38˚C

respirasi N : 137 x/menit


RR : 40 x.menit

- Mengompres pasien - DO : pasien


08.00
menangis

- Memberikan selimut
- DS : -
08.05 pada pasien
- DO : pasien tenang

09.00 - Memonitor intake dan - DS : -


output cairan - DO : pasien tenang

- DS : -
-Memberikan
13.00 - DO : Pasien tenang
antipiretik sanmol
peroral 3 x 50 mg
07.00 - Mengkaji keadaan - Keluhan umum
umum pasien lemah, kesadaran
apatis,

07.05 - Mengkaji keluhan - DS : ibu pasien


pasien mengatakan apabila
pasien tersentuh
menangis
- DO : pasien terlihat
terus menangis

- DS : ibu pasien
- Mengkaji nyeri secara
07.00 mengatakan apabila
komprehensif
kepala pasieen
tersentuh, pasien
menangis

P : terlalu banyak
cairan serebro spinal
Q : nyeri seperti di
tusuk
R : Kepala bagian
belakang
S : Skala 4
T : hilang timbul

- DS : -
12.30 - Memonitor tanda
vital, meliputi - DO :
respirasi, nadi dan
S : 37,2˚C
suuhu
RR : 38 x/menit
N : 135 x/menit
F. EVALUASI

TANGGAL DX EVALUASI
29 September 1 S : keluarga pasien mengatakan pasien masih panas
2019 badannya
O : keadaan umum lemah
S : 37,5˚C
RR : 38 x/menit
N : 128 x/menit
A : masalah belum teratasi
Indikator Awal Tujuan akhir
- Tingkat pernaafasan 2 5 2
- Melaporkan kenyamanan 2 5 2
suhu
- Peningkatan suhu kulit 2 5 2
- Hipertermia 2 5 2
- Sakit kepala 2 5 2

P : Lanjutkan Intervensi :
- Monitor suhu sering mungkin
- Berikan anti piretik.
- Kelola Antibiotik
- Tingkatkan sirkulasi udara
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

2 S : keluarga Pasien mengatakan pasien masih menangis


saat kepalanya tersentuh
P : terlalu banyak cairan serebro spinal
Q : nyeri seperti di tusuk
R : Kepala bagian belakang
S : Skala 4
T : hilang timbul
O : keadaan umum lemah
A : masalah belum teratasi
Indikator Awal Tujuan akhir
- Nyeri yang dilaporkan 2 5 2
- Panjaangnya episode 2 5 2
nyeri
- Tidak bisa istirahat 2 5 3
- Mengerang dan menangis 2 5 2

P : lanjutkan intervensi :
- Pilih dan implementasu]ikan tindakan penurunan
nyeri
- Berikan peresepa analgesik penurunan nyeri
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
obat

13 September 1 S : keluarga pasien mengatakak badan pasien masih


2019 panas namu sudah tidak terlalu sering kejang
O : keadaan umum lemah
S : 37˚C
RR : 38 x/menit
N : 117 x/menit
A : masalah belum teratasi
Indikator Awal Tujuan akhir
- Tingkat pernaafasan 2 5 2
- Melaporkan kenyamanan 2 5 3
suhu
- Peningkatan suhu kulit 2 5 3
- Hipertermia 2 5 3
- Sakit kepala 2 5 2

P : lanjutkan Intervensi
- Monitor suhu sering mungkin
- Berikan anti piretik.
- Kelola Antibiotik
- Tingkatkan sirkulasi udara
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

2 S : keluarga Pasien mengatakan pasien masih menangis


apabila kepalanya tesentuh dan tertekan
P : terlalu banyak cairan serebro spinal
Q : nyeri seperti di tusuk
R : Kepala bagian belakang
S : Skala 4
T : hilang timbul
O : keadaan umum lemah
A : masalah belum teratasi
Indikator Awal Tujuan akhir
- Nyeri yang dilaporkan 2 5 2
- Panjaangnya episode 2 5 2
nyeri
- Tidak bisa istirahat 2 5 4
- Mengerang dan menangis 2 5 3

P : lanjutkan intervensi :
- Pilih dan implementasu]ikan tindakan penurunan
nyeri
- Berikan peresepa analgesik penurunan nyeri
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
obat

Anda mungkin juga menyukai