Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KELOMPOK

MODUL II
BENJOLAN PADA BIBIR BAWAH, KADANG PECAH DAN
TIDAK SAKIT

KELOMPOK 9

J011171009 Andi Khaerullah


J011171020 Aprilia Resky perdani
J011171031 Masita Fajriani
J011171308 Nurfina Yuniar
J011171322 Andi Muhammad Pangsawan
J01117141 Ainul Miftahul Fair
J011171311 Nurmayanti
J011171530 Nurunnisa Yustikarini
J011171517 Diesyahwati Melania Sutarsa
J011171541 Alya Khaerunnisa Indrawan Day
J011171506 Muhammad Ihsan

TUTOR : drg. Hasmawati hasan, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis mengucapkan kehadirat Allah swt. yang telah


memberikan taufiq dan karunianya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik. Dan tidak lupa pula shalawat dan salam kita sampaikan keharibaan Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah mengantarkan kita dari alam jahiliyah kepada alam
yang berilmu pengetahuan.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit pulpa dan periapikal serta
bagaimana perjalanan atau patomekanisme dari penyakit pulpa dan periapikal
tersebut. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun

Terakhir penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang


kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Penulis,

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................................... i
KATAPENGANTAR................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 4
1.3 Tujuan pembelajaran........................................................................................... 5
BAB II
PEMBAHASAN.......................................................................................................... 6
2.1 Pemeriksaan penegakan diagnosis.................................................................. 6
2.1.1 Pemeriksaan Subjektif...................................................................................... 6
2.1.2 Pemeriksaan Objektif....................................................................................... 9
2.1.3 Pemeriksaan penunjang.................................................................................... 12
2.2 Mucocele........................................................................................................... 12
2.2.1 Etiologi mucocele............................................................................................... 14
2.2.2 Gambran Klinis................................................................................................. 13
2.2.3 Patomekanisme mucocele................................................................................. 14
2.2.4 Diagnosis banding ............................................................................................. 15
2.3 Perawatan.........................................................................................................
2.4 Komplikasi........................................................................................................
2.5 Perawatan suportif..........................................................................................
BAB III
PENUTUP ..................................................................................................................
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................
3.2 Saran.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan
ekosistem di dalam rongga mulut, sebagai lubricant untuk berbicara dan
mengunyah makanan, sebagai antibakterial dan imunologi, serta mengandung
enzim pencernaan. Saliva merupakan hasil sekresi dari beberapa kelenjar saliva,
dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva mayor yang
meliputi kelenjar parotid, submandibular dan sublingual, sedangkan sisa 7%
lainnya disekresikan oleh kelenjar saliva minor seperti kelanjar lingual, labial,
bukal, palatinal, dan lain-lain. Pada kavitas oral, terdapat 700-900 kelenjar saliva
minor, paling banyak terdapat pada pertemuan palatum durum dan molle.
Kelenjar saliva baik mayor maupun minor dapat dipengaruhi oleh berbagai
proses penyakit baik itu penyakit yang memerlukan pembedahan maupun terapi
medikamentosa. Penyakit atau lesi yang timbul karena kelenjar saliva dapat
disebabkan oleh infeksi maupun trauma. Penyakit kelenjar saliva yang terjadi
akibat trauma misalnya mucocele yaitu lesi kelenjar saliva minor jinak, biasanya
terjadi karena trauma mekanis pada duktus kelenjar saliva akibat kebiasaan
parafungsional seperti menggigit atau menghisap bibir bagian bawah.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai penyakit yang diderita pasien pada
kasus di skenario akibat kebiasaan parafungsionalnya serta perawatan yang dapat
diberikan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa etiologi kasus pada skenario?
2. Bagaimana pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis?
3. Bagaimana patofisologi kasus pada skenario?
4. Apa diagnosis pada kasus di skenario?
5. Apa diagnosis banding pada kasus di skenario?
6. Apa perawatan yang dapat dilakukan pada kasus?
7. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada kasus di skenario?
8. Apa saja terapi penunjang untuk kasus pada skenrio?

1.3 Tujuan
1. Mampu menjelaskan etiologi kasus pada skenario.
2. Mampu menjelaskan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis.
3. Mampu menjelaskan patofisologi kasus pada skenario.
4. Mampu menjelaskan diagnosis pada kasus di skenario.
5. Mampu menjelaskan diagnosis banding pada kasus di skenario.
6. Mampu menjelaskan perawatan yang dapat dilakukan pada kasus.
7. Mampu menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada kasus di skenario.
8. Mampu menjelaskan terapi penunjang untuk kasus pada skenrio.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemeriksaan penegakan diagnosis


Sebelum melakukan serangkaian pemeriksaan untuk menegakkan
diagnosis, terlebih dahulu pasien harus dibuat nyaman agar dapat
menyampaikan keluhannya dengan baik dan pemeriksaan dapat berjalan dengan
lancar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pemeriksaan
yaitu :1

a. Terlebih dahulu memperkenalkan diri kepada pasien dan pendampingnya.


b. Ingat bahwa pasien (biasanya) tidak terlatih mengenai hal-hal medis
ataupun dental jadi dianjurkan berbicara secara natural dan sopan tanpa
menurunkan kewibawaan pasien ataupun membuat mereka menjadi cemas.
c. Pertanyaan merupakan kunci dalam pemeriksaan riwayat dan cara
pengajuannya dapat membantu menegakkan diagnosis dengan cepat serta
membangun kepercayaan pasien atau menurunkan rasa bingung pasien.

2.1.1 Pemeriksaan subjektif 2,3


Pemeriksaan subyektif dilakukan dengan anamnesis, tanya-jawab
antara operator dan pasien untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan
untuk penegakan diagnosis.

1. Identitas dan Riwayat Umum Pasien


a. Nama. Untuk kepentingan identifikasi
b. Umur. Kemunculan beberapa penyakit dapat dilihat dari
umur.
c. Alamat. Pengatahuan tentang penyebaran suatu penyakit di
suatu tempat sangat penting dan juga untuk untuk melihat
sosio-ekonomi.
d. Jenis kelamin. Penyakit tertentu dapat muncul berulang kali
pada satu jenis kelamin.
e. Pekerjaan. Faktor fisik dan lingkungan dengan stres dan
emosi dapat terlihat pada rongga mulut.
f. Kebiasaan buruk seperti merokok, diet, minuman
beralkohol, dll.
Pada seknario diperoleh hasil sebagai berikut :
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 18 Tahun.
2. Keluhan Utama (chief complaint) dan Present Illness
Keluhan utama menentukan alasan utama mengapa pasien mencari
pertolongan medis. Beberapa hal yag penting
ditanyakan adalah :
a. Pasien ditanyakan tentang keluhan atau alasan mengapa
datang ke dokter gigi ditulis dengan bahasa pasien
b. Riwayat dari keluhan utama :
- Lama durasi dari keluhan utama
- Penyabab awal dari keluhan utama
- Ada rasa sakit?
- Pernah mengalami demam, berapa lama?
- Apa gejala muncul berulang?
- Apa pasien sedang dalam suatu perawatan?
- Ada gejala sama pada bagian tubuh lain

Pada Skenario diketahui bahwa pasien mengeluhkan:

- Adanya benjolan sebesar kelereng pada bibir bawah kiri,


- Benjolan sudah berlangsung sekitar 1 bulan disertai
demam

7
- Benjolan pecah satu minggu lalu karena tergigit
- Tidak ada nyeri tekan.
3. Riwayat Medik Merupakan gambaran rinci tentang status medis umum
pasien. Hal ini akan berkaitan dengan diagnosis serta perawatan atau
pengobatan yang akan diberikan pada pasien. Kuisioner riwayat harus
mencakup riwayat yang terperinci berikut
Ini
a. Gejala umum
b. Perawatan bedah dan radioterapi yag pernah dilakukan
c. Alergi makanan dan obat
d. Riwayat rawat inap
e. Masalah medis seperti kelainan kardiovaskular, kelainan
sistem pernapasan, kondisi neurologis, atau kelainan sistem endokrin.
Hal ini berkaitan dengan rencana perawatan yang akan dilakukan pada
pasien
4. Riwayat dental
Perawatan dental yang pernah dilakukan, seperti:
a. Ekstraksi
b. Perawatan konservatif
c. Perawatan prostodonsi
d. Perawatan endodontik
5. Riwayat Personal dan Keluarga
Hal ini berhubungan dengan kebiasaan pribadi serta
riwayat sosial pasien dan dapat memberikan gambaran gaya hidup pasien.
a. Kebiasaan seperti mengunyah tembakau, kapur, pinang, konsumsi
alkhol, merokok, penyalahgunaan narkoba dan sering terpapar pekerja
seks komersial.
b. Sejarah rinci keluarga dekat pasien, dengan usia mereka, status
kesehatan umum, penyakit medis, penyebab dan usia pada saat

8
kematian dari anggota yang meninggal dicatat. Riwayat epilepsy di
keluarga, gangguan jantung, diabetes, gangguan perdarahan, dan
tuberkulosis.

2.1.2 Pemeriksaan objektif


1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik hal – hal yang perlu diperhatikan adalah tanda
vital pasien yang terdiri atas suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, dan
pernafasan pasien. Pasien yang mengalami infeksi memiliki kenaikan
temperatur (suhu tubuh). Pasien dengan infeksi yang parah memiliki
o o
kenaikan temperatur hingga 101 F atau lebih tinggi ( lebih dari 38,3 C).
o
Normalnya suhu tubuh sekitar 36-37 C. 4
Denyut nadi pasien meningkat seiring dengan peningkatan suhu tubuh
pasien. Denyut nadi hingga 100 denyut / menit tidak ditemukan pada
pasien yang mengalami infeksi. Jika denyut nadinya lebih dari 100 denyut
/ menit, maka pasien mengalami infeksi yang parah dan harus ditangani
lebih cepat. 7
Selain itu, tanda vital lainnya yang perlu diperiksa adalah tekanan
darah pasien. Jika pasien merasakan sakit secara signifikan dan
kecemasan maka akan ada kenaikan pada tekanan darah sistolik. Akan
tetapi, septic shock yang parah diperoleh pada penderita hipertensi.4
Terakhir, pernafasan pasien juga perlu diperiksa. Salah satu hal yang
paling utama pada infeksi odontogenik adalah adanya potensi gangguang
pernafasan sebagian atau seluruh sebagai hasil dari infeksi pada deep
fascial space dari leher. Pernafasan yang normal 14 – 16 kali / menit.
Pada pasien yang mengalami
infeksi dari ringan – sedang peningkatan terjadi hingga lebih besar dari
18 kali/menit. 4

9
Pasien yang memiliki tanda vital yang normal dengan kenaikan
temperatur yang sedikit biasanya mengalami infeksi yang ringan yang
dapat secara langsung diobati. Pasien yang memiliki tanda vital yang
tidak normal dengan kenaikan temperatur, denyut nadi, respirasi biasanya
mengalami infeksi yang parah dan harus ditangani secara intensif dan
dievaluasi oleh dokter bedah.4
2. Pemeriksaan ekstraoral
a. Inspeksi:
- Lokasi dan jumlahnya
- Ukuran dan besarnya
- Warna
- Permukaannya
- Kulit sekitar pembengkakan
b. Palpasi
Dilakukan palpasi jika ada indikasi pembengkakan pada
pasien. Palpasi harus dilakukan dengan lembut tanpa menimbulkan
banyak tekanan pada pasien. Palpasi cepat dan menyeluruh membantu
dokter untuk menentukan diagnosis primernya. Palpasi kerangka
tulang dimulai dari os frontal terus ke bawah. Palpasi dilakukan untuk
melihat konsistensi, kelembutan, batas, indurasi, fluktuasi, dan suhu
tubuh (panas/dingin)
2
1) Pemeriksaan limfe nodus
- Lunak, mobile dan besar→infeksi akut
- Tidak lunak, mobile, dan besar→infeksi kronik
- Matted (menyusut) dan tidak lunak→tuberculosis
- Menetap dan besar→squamous cell
- Elastis dan besar→lympoma
3
2) Pemeriksaan kelenjar saliva

10
- Kelenjar parotid Palpasi pada kedua kelenjar parotid, kanan
dan kiri di depan telinga. Lihat adanya pembesaran,
kelunakan, nervus yang terlibat pada tumor kelenjar parotid.
Secara intraoaral adanya inflamasi pada duktus atau pus yang
keluar dari duktus.
- Kelenjar sublingualis dan submandibularis. Adanya
pembesaran pada ke dua kelenjar tersebut juga perlu diamati.
Kelenjar tersebut dapat dipalpasi untuk mengetahui perluasan
yang terkena. Pada intraoral, pembukaan duktus itu
diidentifikasi dan adanya inflamasi, kualitas dari aliran saliva
dan pengeluaran pus.
3. Pemeriksaan Intra Oral2
Struktur yang diperiksa adalah sebagai berikut :
a. Mukosa bukal, labial dan alveolar
b. Palatum lunak dan keras
c. Dasar mulut dan lidah
d. Region retromolar
e. Dinding faring dan pilar faucial
f. Kelenjar ludah
g. Gigi dan oklusinya
Inspeksi : Saat pasien membuka mulutnya, hal pertama klinisi lihat adalah
kebersihan mulut. Mukosa diinspeksi untuk melihat warna, tekstur, dan
adanya ulserasi, ukuran benjolan dan warna mukosa sekitar.

Palpasi : Palpasi pada intraoral sama saja pada palpasi di


ekstraoral. Pembengkakan ekstra atau intraosseus diraba untuk mencatat
konsistensi dan luasnya pembengkakan. Berdasarkan skenario, pada
2
pemeriksaan klinis ditemukan:

11
- Benjolan pada bibir bawah sebesar kelereng,
- dapat digerakkan dari dasarnya, berkapsul dan tidak nyeri tekan
- Didapatkan gambaran klinis benjolan berwarna kebiru- biruan.
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto CT dan Radionuklida
Foto CT dan radionuklida glandula saliva merupakan alat diagnostic
dengan ketepatan tinggi yang bersifat non-invasif, dan siap digunakan
untuk pemeriksaan glandula saliva mayor. Bila dari hal diagnosis klinis
atau diagnosis lain timbul dugaan adanya neoplasia. Untuk menentukan
lesi mukokel bisa digunakan perbedaan histologis dimana pada lesi akibat
retensi cairan akan terlihat lapisan epitel, sementara lesi akibat retensi
cairan akan terlihat lapisan epitel sementara lesi akibat kebocoran cairan
hanya menunjukkan jaringan ikat. Yang paling sering didapatkan pada
mukokel adalah ketidakadaan epitel.6,7,8
2. Biopsi
Eksisi (lesi kecil dan superfisial). Teknik eksisi membutuhkan
penghilangan keseluruhan lesi minimal 2-3mm dari margin perifer.
Teknik ini disarankan untuk lesi 1cm atau kurang dan untuk lesi minor,
solid, dan eksopitik. Fibroma, papilloma, mucocele, dan pyogenic
granuloma paling sering di eksisi dengan laser.
Insisi : Teknik ini mengambil hanya sebagian dari lesi sebagai
representative.

2.2 Mucocele
Mucocele adalah lesi kista jinak rongga mulut yang merupakan lesi glandula
saliva yang sering ditemukan. Mucocele berasal dari bahasa latin “muco” dan
“coele” yang berarti mukus dan kavitas, menurut definisi, mukus yang mengisi
kavitas. Secara klinis, mucocele terbagi menjadi dua tipe, yaitu tipe ekstravasasi
dan retensi. Mucocele ekstravasasi disebabkan oleh trauma pada duktus glandula

12
saliva minor, menyebabkan retensi saliva pada jaringan sekeliling dan
diklasifikasikan sebagai kista palsu karena tidak adanya lapisan epitel. Lesi ini
terutama muncul pada mukosa bibir bawah karena penggigitan terus menerus,
dan dapat pada jaringan superficial ataupun yang dalam. Mucocele retensi
berbeda dari mucocele ekstravasasi karena lesi tersebut merupakan hasil dari
kebocoran aliran saliva, serta dikelilingi oleh jaringan granulasi.2

2.2.1 Etiologi Mucocele


Beberapa faktor penyebab infeksi pada benjolan yang terjadi pada
bibir bawah seperti berikut:2

1. Obstruksi saluran saliva

2. Trauma pada saluran saliva yang terjepit atau terputus

3. Trauma pada asini sekretori

4. Atresia kongenital dari lubang saluran submandibular

5. Jenis kistik sistadenoma papiler

Kasus ekstravasasi lendir disebabkan oleh trauma pada saluran ekskresi


kelenjar liur minor, yang mengakibatkan retensi saliva di jaringan di
sekitarnya, dan pada dasarnya diklasifikasikan sebagai kista palsu, karena
tidak memiliki lapisan epitel. Lesi ini umumnya terjadi pada mukosa bibir
bawah, karena sering menggigit, dan mungkin dangkal atau jauh di dalam
jaringan. Kista retensi lendir berbeda dari kista ekstravasasi mucous yang
merupakan akibat dari obstruksi aliran saliva, serta dikelilingi oleh jaringan
granulasi.9

2.2.2 Gambaran Klinis


Mucocele tidak menyebabkan rasa sakit, pertumbuhan lambat, dan
pembengkakan yang fluktuatif akibat adanya penumpukan mucus dari

13
glandula saliva. Warna lesinya normal atau sedikit kebiruan dan ukurannya
bervariasi dari beberapa millimeter hingga 2 cm. Mucocele sering terjadi
pada anak-anak dan dewasa muda, timbul sebagai lesi fluktuan, tidak nyeri,
yang menyebabkan perubahan bentuk permukaan mukosa. Saat dipalpasi
jelas bahwa lesi ini berisi cairan dan riwayat timbul serta hilangnya lesi
(pecah) akan memperkuat dugaan yang timbul. Lesi superfisial di
mukosa/submukosa terlihat berupa tonjolan kecil (diameternya 1-2 cm)
dengan penebalan atau perbesaran jaringan di atasnya. Yang paling sering
ditemukan pada Mucocele adalah ketiadaan lapisan epitel pada lesi
tersebut.2,10

(sumber gambar : Neville. B.w., et al. Oral and maxilofacial


pathology. 2002. Pennsylvania:saunders.)

2.2.3 Patomekanisme mucocele


Ekstravasasi saliva diakibatkan utamanya dari trauma. Cairan mucin
yang masuk ke dalam jaringan ikat, memulai reaksi inflamasi yang
mengakibatkan pembentukan dinding jaringan ikat dari jaringan granulasi,

14
sebagai upaya untuk membatasi area tumpahan saliva. Reaksi terhadap
tumpahan saliva ke jaringan digambarkan dalam 3 fase:11
1. Tumpahan saliva secara difus dari saluran ekskretoris masuk ke dalam
jaringan konjungtif dimana beberapa leukosist dan histiosit ditemukan.
2. Granuloma muncul selama fase reabsorpsi karena histiosis, makrofag, dan
sel multinukleasi besar terasosiasi akibat masuknya benda asing.
3. Fase terakhir sel-sel konektif membentuk pseudokapsul tanpa epitel di
sekitar mukosa. Tumpahan saliva di bawah permukaan mukosa memberi
warna kebiruan pada pembengkakan atau bahkan translusen. Biru akibat
sianosis jaringan dan kongesti vascular.

2.2.4 Diagnosis banding


1. Fibroma
Fibroma adalah lesi asimptomatik yang sering ditemukan pada mukosa
bukal, pada decade ke-4 kehidupan. Tanda klinisnya berupa benjolan
dengan permukaan yang halus, konsistensinya keras, dan dasar tak
bertangkai. Warnanya serupa mukosa atau dapat kebiruan, ukuran hingga
2 cm, dan menunjukkan pertumbuhan yang lambat karena index mitotic
yang rendah. Lesi biasanya berkapsul, dibatasi, dan tidak mengalami
metastasis. Secara mikroskopis, fibroma tampak sebagai massa nodul dari
jaringan ikat fibrous dengan serat kolagen yang bercampur dengan
fibroblast dan tertutupi oleh epitel squamous berkeratin.12,13
Karakteristik Mucocele Irritation fibroma
Keluhan Massa tidak sakit pada Massa kecil di daerah
bibir bawah, mukosa mukosa bukal, occlusal
bukal plane
Riwayat Trauma seperti lip biting, Pernah menggigit
pasien pembengkakan rekuren, pipinya, merasa ada
dan ruptur periodik. lesi pada mukosa

15
bukalnya, tidak
rekuren.
Rasa sakit Tidak sakit Tidak sakit
Riwayat Tidak ada Tidak ada
Perdarahan
Hasil Tonjolan asimestris pada Tidak terjadi ulcer,
pemeriksaan mukosa bibir bawah, pedunculated round,
klinis berfluktuasi, halus, tidak berfluktuasi,
ditutupi oleh jaringan konsistensi mirip
fibrosis akibat trauma dengan jaringan
berulang sekitarnya, tanpa
eritema
Warna Bluish (kebiru-biruan) Pale (pucat), umumnya
berwarna merah muda
Histologi Kumpulan mucin Terlihat adanya
dikelilingi jaringan nodular mass dari
granulasi padat, yang jaringan konektif
berhubungan dengan fibrous yang di
kelenjar saliva minor. kelilingi stratified
Dapat terlihat respon squamous epithelium.
inflamasi ( neutrofil)

2.3 Perawatan
Terapi yang dapat dilakukan yaitu terapi eksisi. Eksisi merupakan pilihan
perawatan untuk mukocele ukuran kecil hingga sedang. Setelah dilakukan suatu
insisi pada mukosa dan lesi didrainase, penting dilakukan pengambilan jaringan

16
kelenjar saliva yang terlibat pada mucocele tersebut, yang menjadi sumber
penyebab guna mencegah rekurensi. Penting juga untuk mencegah kerusakan
karena pembedahan pada kelenjar sekitarnya, yang dapat menimbulkan lesi yang
baru. Permukaan dasar dari mucocele tidak dianjurkan untuk diambil karena
mempertimbangkan jaringan ikat yang ada. Umumnya, mucocele yang besar
juga dirawat dengan eksisi. Walaupun, bila prosedur eksisi dipertimbangkan
terlalu ekstensif, atau lesi berdekatan sekali dengan saraf atau pembuluh darah
besar, dapat dilakukan marsupialisasi. Jika marsupialisasi gagal dan terjadi
rekurensi, maka diperlukan tindakan eksisi kelenjar yang menjadi feeding
mukocele tersebut.14 Prosedur dalam terapi meksisi:9
1. Isolasi daerah kerjah

2. Anastesi dengan anastetikum

3. Kita lakukan insisi pada bagian elips pada permukaan mukosa yang
dikelilingi oleh lesi

17
4. Lesi diangkat dengan mukosa yang melapisi dengan hemostat

5. Kemudian pisahkan dengan jaringan disekitarnya dengan menggunakan


gunting

18
6. Setelah lesi dihilangkan/diangkat, mukosa margin lesi dibentuk dengan
undermine

7. Kemudian dijahit bagian permukaan mukosa

2.4 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi pada perawatan mucocele adalah
kekambuhan (rekuren). Pengangkatan kelenjar ludah minor yang berdekatan
dapat menjadi salah satu penanggulangannya. Laser karbon dioksida dapat
digunakan untuk mengamburkan bidang bedah dan akan sembuh melalui
epitelisasi sekunder. Eksisi atau diseksi mucocele yang besar di bibir bawah

19
dapat menimbulkan resiko disfungsi saraf sensorik pasca pembedahan oleh
cabang labial dari saraf mental.15

2.5 Perawatan suportif/penunjang


1. Terapi bedah
Argon iaser dengan menggunakan sinar laser berdiameter 1,5-2 mm. pada
perawatan ini akan menghasilkan daerah nekrotik yang kemudian diganti
dengan jaringan baru dalam 2 minggu. Keuntungan menggunakan terapi ini
adalah berkurangnya rasa tidak nyaman pada periode post operatif.
Mengurangi pembengkakan dan infeksi serta mempersingkat waktu
penyembuhan.16
2. Terapi non bedah
- Penyuntikan triamcinolon acetonid pada lesi dan cryosurgery dengan
liquid nitrogen spray. Penyuntikan dengan bahan kortikosteroid
memiliki frekuensi rekurensi tinggi. Cryosurgery dengan menggunakan
liquid nitrogen spray diaplikasikan pada permukaan mucocele. Setelah 4
hari sampai 1 minggu akan terbentuknya jaringan nekrotik. Jaringan
nekrotik ini akan terpisah dari jaringan sekitarnya dalam 1-2 minggu
dan memperlihatkan permukaan epitel baru
- Micromarsupialization. Teknik micromarsupilazation tidak
memerlukan injeksi anastesi lokal ataupun tindakan pembedahan. Pada
teknik ini, anastesi topikal diaplikasi pada mucocel selama 3 menit
kemudian simpul pengikatan dilakukan dengan menggunakan benang
jahit silk 4-0 dilewatkan pada diameter terbesar pada mucocele yang
berbentuk seperti kubah tanpa mengangkat dasar jaringan dan benang
dibiarkan pada posisi tersebut selama 7 hari dan pasien perlu di
informasikan untuk kembali jika benang lepas sebelum waktu yang di
tentukan. Tujuan dari perawatan ini adalah terjadinya re-epitelisasi

20
duktus atau pembentukan epithelial-lined yang baru sehingga terbentuk
jalan keluar saliva dari kelenjar ludah minor.16

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Oral mucocele merupakan lesi kelenjar saliva minor jinak yang paling umum
terjadi ditandai dengan lesi tunggal atau multi, tidak disertai rasa sakit, lunak,
membulat, fluktuasi, serta berwarna normal sampai biru. Oral mucocele terbagi
menjadi dua yaitu ekstravasasi dan retensi. Etiologi dari mucocele ini dapat
berasal dari kebiasaan parafungsional seperti menggigit bibir sehingga berdampak
pada rupturnya duktus. Agar didapatkan hasil yang tidak bias dan perawatan yang
diberikan tepat, diperlukan pemeriksaan sebab dari tampakan klinis, mucocele
memiliki kemiripan dengan lipoma, hemangioma, fibroma, dan beberapa penyakit
lainnya. Perawatan yang dapat dilakukan terkait dengan kasus mucocele yaitu
bedah eksisi, marsupialisasi, mikro-marsupialisasi, intralesional corticosteroid
injection, dan ablasi laser CO2, namun yang paling umum dilakukan yaitu bedah
eksisi. Dalam melakukan bedah eksisi, dokter harus melakukan dengan teliti dan
hati-hati agar tidak terjadi komplikasi baik saat tindakan berlangsung maupun
pasca tindakan.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan masyarakat harus lebih memerhatikan
kesehatan rongga mulut serta sebisa mungkin menghilangkan kebiasaan
parafungsionalnya bila ada. Diharapkan pula dokter dapat melakukan
pemeriksaan dengan teliti sebelum menegakkan diagnosis dan menyusun rencana
perawatan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mitchell L, Mitchell DA, McCaul L. Kedokteran gigi klinis. Ed 5. Jakarta : EGC;


2012. Hal. 2
th
2. Anil NM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 2 ed. New Delhi : Jaypee
Brothers Medical Publishers; 2008. p. 5-10,458
3. Balaji, S.M. Textbook of oral & maxillofacial surgery. New Delhi : Elsvier; 2007.p.
9-13, 340
th
4. Hupp JR, Elllis III E, Tucker MR. Cotemporary oral and maxillofacial surgery 5
ed. St. Loius : Elsevier; 2008. p. 296, 302, 409-10.
5. Sabirin IPR. Sitopatologi eksfoliatif mukosa oral sebagai pemeriksaan penunjang di
kedokteran gigi. Jurnal kedokteran dan kesehatan 2015; 2(1): 157-61
6. Sawan D, Mashlah A. Evaluation of premalignant and malignant lesions by
fluorescent light (VELscope). J Int Soc Prevent Community Dent 2015; 5(3): 248-55.
7. Convissar RA. Principles and practice of laser dentistry. Philadelphia : Mosby
Elsevier; 2011. p. 111.
nd
8. Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery an objective based textbook. 2
Ed. London : Elsevier; 2007. p. 22.
9. Fragiskos D. Oral surgery. Yunani : Springer. 2007. P. 330-4
10. Sinha. R., et al. Nonsurgical management of oral mucocele by intralesional
corticosteroid therapy. International jounal of dentistry. Vol 2016:1-2.
11. Chalathadka M, Ranganathan A, Rachana, Kunnilathu A, Gera M, Unakalkar S.
Management of mucocele: a review. J of Research and Advancement in Dentistry
2018; 8(2): 227-8.
12. Rao PK, Hegde D, Shetty SR, Chatra L, Shenal P. Oral mucocele – diagnosis and
management. J Dent, Med, Med Sci. Nov 2012; 2(2) : 26 – 30.
13. Archer, W.H., Mucocele, In Oral and Maxillofacial Surgery, Fifth edition, Vol.1,
W.B. Saunders Co., Philadelphia, 1975, p. 691-7.
14. Dody S. Bambang D. Elizabeth TRA. Eksisi mucocele rekuren pada ventral lidah
dengan anestesi lokal. STUDI KASUS. MKGK. April 2016; 2(1): 1-3
15. Bagheri SC, Cris J. Clinical revew of oral and macillofacial surgery. Missouri
: Elsevier. 2008. pp 127-8

Anda mungkin juga menyukai