Anda di halaman 1dari 5

Pentingnya Syahadatain

Tim dakwatuna dalam rubrik AqidahPada 22/12/06 | 13:21

ْ‫ل أَنَّهْ فَا ْعلَ ْم‬ ْ َّ ِ‫ّللا إ‬


ْ َ َ‫ل إِلَ ْه‬ َّْ

Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah….. (QS. Muhammad: 19)

dakwatuna.com – Jumlah umat Islam kini sangat banyak. Sebagian besar mereka terkategorikan
sebagai Islam keturunan atau kebetulan terlahir sebagai muslim dari orang tua. Kenyataan akan
jumlah yang banyak tidak berkorelasi dengan pemahamannya kepada Islam secara benar, orisinil
dan utuh. Hakikat memahami Islam dimulai dari memahami inti sari ajarannya yaitu dua kalimat
syahadah (syahadatain). Kalimat tersebut terdiri dari Laa Ilaaha Illallah dan Muhammadun
Rasulullah. Memahami keduanya sangat penting dan mendasar. Karena jika kita tak memahami
hakikat kalimat syahadah, kita dapat terjerembab ke dalam penyakit kebodohan dan kemusyrikan.

Syahadatain merupakan fondasi atau asas dari bangunan keislaman seorang muslim. Jika fondasinya
tidak kuat maka rumahnya pun tidak akan kuat bertahan.

Ayat di atas, menjelaskan bahwa umat Islam tidak dibenarkan hanya sekadar mengucapkan atau
melafalkan dua kalimat syahadah, tetapi seharusnya betul-betul memahaminya. Kata fa’lam berarti
“maka ketahuilah, ilmuilah….” Artinya Allah memerintahkan untuk mengilmui atau memahami
kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan sekadar mengucapkannya, tetapi dengan yang pada gilirannya akan
membentuk keyakinan (i’tiqad) dalam hati.

Pentingnya Syahadatain

Kalimat syahadah sangat penting dipahami karena beberapa hal:

1. Pintu gerbang masuk ke dalam Islam (madkholu ilal Islam)

Qs 2:108

Islam ibarat rumah atau bangunan atau sistem hidup yang menyeluruh, dan Allah memerintahkan
setiap muslim untuk masuk secara kaaffah. Untuk memasukinya akan melalui sebuah pintu gerbang,
yaitu syahadatain. Hal ini berlaku baik bagi kaum muslimin atau non muslim. Artinya, pemahaman
Islam yang benar dimulai dari pemahaman kalimat itu. Pemahaman yang benar atas kedua kalimat
ini mengantarkan manusia ke pemahaman akan hakikat ketuhanan (rububiyah) yang benar juga.
Mengimani bahwa Allah-lah Robb semesta alam.

2. Intisari doktrin Islam (Khulashah ta’aliimil Islam)


Intisari ajaran Islam terdapat dalam dua kalimat syahadah. Asyhadu allaa ilaaha illallah (Aku bersaksi:
sesungguhnya tidak ada Ilaah selain Allah) dan asyhadu anna muhammadan rasulullah (Aku bersaksi:
sesungguhnya Muhammad Rasul Allah). Pertama, kalimat syahadatain merupakan pernyataan
proklamasi kemerdekaan seorang hamba bahwa ibadah itu hanya milik dan untuk Allah semata (Laa
ma’buda illallah), baik secara pribadi maupun kolektif (berjamaah). Kemerdekaan yang bermakna
membebaskan dari segala bentuk kemusyrikan, kekafiran dan api neraka. Kita tidak mengabdi
kepada bangsa, negara, wanita, harta, perut, melainkan Allah-lah yang disembah (al-ma’bud). Para
ulama menyimpulkan kalimat ini dengan istilah Laa ilaaha illallah ‘alaiha nahnu; “di atas prinsip
kalimat laa ilaaha illallah itulah kita hidup, kita mati dan akan dibangkitkan”. Rasulullah juga
bersabda “Sebaik-baik perkataan, aku dan Nabi-nabi sebelumku adalah Laa ilaaha illallah” (Hadist).
Maka sering mengulang kalimat ini sebagai dzikir yang diresapi dengan pemahaman yang benar ¾
bukan hanya melisankan ¾ adalah sebuah keutamaan yang dapat meningkatkan keimanan.
Keimanan yang kuat, membuat hamba menyikapi semua perintah Allah dengan mudah. Sebaliknya,
perintah Allah akan selalu terasa berat di saat iman kita melemah. Kalimat syahadatain juga akan
membuat keimanan menjadi bersih dan murni, ibarat air yang suci. Allah akan memberikan dua
keuntungan bagi mereka yang beriman dengan bersih, yaitu hidup aman atau tenteram dan
mendapat petunjuk dari Allah. Sebagaimana Dia berfirman dalam Al-Qur’an:

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik),
mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang
mendapatkan petunjuk” (Al-An’am: 82).

Kedua, kita bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, berarti kita seharusnya meneladani
Rasulullah dalam beribadah kepada Allah. Karena beliau adalah orang yang paling mengerti cara
(kaifiyat) beribadah kepada-Nya. Sebagaimana disabdakan Nabi SAW:

“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat…”.

Selanjutnya hal ini berlaku untuk semua aspek ibadah di dalam Islam.

3. Dasar-dasar Perubahan (Asasul inqilaab)

Perubahan yang dimaksud adalah perubahan mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu perubahan
dari kegelapan (jahiliyah) menuju cahaya (Islam); minazh zhuluumati ilan nuur. Perubahan yang
dimaksud mencakup aspek keyakinan, pemikiran, dan hidupnya secara keseluruhan, baik secara
individu maupun masyarakat. Secara individu, berubah dari ahli maksiat menjadi ahli ibadah yang
taqwa; dari bodoh menjadi pandai; dari kufur menjadi beriman, dan seterusnya. Secara masyarakat,
di bidang ibadah, merubah penyembahan komunal berbagai berhala menjadi menyembah kepada
Allah saja. Dalam bidang ekonomi, merubah perekonomian riba menjadi sistem Islam tanpa riba, dan
begitu seterusnya di semua bidang. Syahadatain mampu merubah manusia, sebagaimana ia telah
merubah masyarakat di masa Rasulullah dan para sahabat terdahulu. Diawali dengan memahami
syahadatain dengan benar dan mengajak manusia meninggalkan kejahiliyahan dalam semua
aspeknya kepada nilai-nilai Islam yang utuh.
4. Hakikat Dakwah para Rasul (Haqiqatud Da’watir Rasul)

Para nabi, sejak Adam a.s sampai Muhammad saw, berdakwah dengan misi yang sama, mengajak
manusia pada doktrin dan ajaran yang sama yaitu untuk beribadah kepada Allah saja dan
meninggalkan Thogut. Itu merupakan inti yang sama dengan kalimat syahadatain, bahwa tiada Ilaah
selain Allah semata. Seperti difirmankan Allah SWT:

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah
Allah (saja) dan jauhi thagut itu” (QS 16:36)

5. Keutamaan yang Besar (Fadhaailul ‘Azhim)

Kalimat syahadatain, jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, menjanjikan keutamaan yang
besar. Keutamaan itu dapat berupa moral maupun material; kebahagiaan di dunia juga di akhirat;
mendapatkan jaminan surga serta dihindarkan dari panasnya neraka.

Makna “Asyhadu”

Kata “asyahdu” yang terdapat dalam syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:

1. Pernyataan atau Ikrar (al-I’laan atau al-Iqraar)

Seorang yang bersyahadah berarti dia berikrar atau menyatakan – bukan hanya mengucapkan –
kesaksian yang tumbuh dari dalam hati bahwa Tidak Ada Ilaah Selain Allah.

2. Sumpah (al-Qassam)

Seseorang yang bersyahadah berarti juga bersumpah – suatu kesediaan yang siap menerima akibat
dan resiko apapun – bahwa tiada Ilaah selain Allah saja dan Muhammad adalah utusan Allah.

3. Janji (al-Wa’du atau al-‘Ahdu)

Yaitu janji setia akan keesaan Allah sebagai Zat yang dipertuhan. Janji tersebut kelak akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah (QS ?).

Syahadah muslim yang dinyatakan dengan kesungguhan, yang merupakan janji suci, sekaligus
sumpah kepada Allah SWT; merupakan ruh keimanan. Iman adalah keyakinan tanpa keraguan,
penerimaan tanpa keberatan, kepercayaan terhadap semua keputusan Allah (QS 49:15).

Hakikat Iman
Keimanan itu bukanlah angan-angan, tetapi mencakup 3 hal:

1. Dikatakan dengan lisan (al-Qaul)

Syahadah diucapkan dengan lisan dengan penuh keyakinan. Semua perkataan yang keluar dari lisan
mukmin senantiasa baik dan mengandung hikmah.

2. Dibenarkan dengan hati (at-tashdiiq)

Hati adalah lahan menyemai benih-benih keimanan. Semua yang keluar dari lisan digerakkan oleh
hati. Apa yang ada dalam hati akan dicerminkan dalam perkataan dan perbuatan. Dalam hadits
Bukhari digambar oleh Nabi SAW bahwa:

“Ilmu (hidayah) yang Aku bawa ibarat air hujan, ada jenis tanah yang subur menumbuhkan tanaman,
ada tanah yang tidak menumbuhkan hanya menampung air, ada jenis tanah yang gersang, tidak
menumbuhkan juga tidak menampung”.

Allah, dalam al-Qur’an, membagi hati manusia menjadi tiga, yaitu hati orang mukmin (QS 26: 89),
hati orang kafir (QS 2: 7) dan hati orang munafik (QS 2: 10). Hati orang kafir yang tertutup dan hati
munafik yang berpenyakit takkan mampu membenarkan keimanan (at-tashdiiqu bil qalb).
Sedangkan hati orang mukmin itulah yang dimaksud Rasulullah SAW sebagai tanah yang subur yang
dapat menumbuhkan pohon keimanan yang baik. Akar keyakinannya menjulang kuat ke tanah, serta
buah nilai-nilai ihsannya dapat bermanfaat untuk manusia yang lain.

3. Perbuatan (al-‘Amal)

Perbuatan (amal) digerakkan atau termotivasi dari hati yang ikhlas dan pembenaran iman dalam
hati. Seseorang yang hanya bisa mengucapkan dan mengamalkan tanpa membenarkan di hati, tidak
akan diterima amalnya. Sifat seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik, yang selalu bicara
dengan lisannya bukan dengan hatinya. Karena munafik memiliki tiga tanda: bila berbicara ia
berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila diberi amanah ia berkhianat.

Perkataan, pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu kesatuan yang utuh. Ketiganya akan
melahirkan sifat istiqamah, tetap, teguh dan konsisten. Sebagaimana dijelaskan dalam QS 41:30,
sikap istiqamah merupakan proses yang terus berjalan bersama keimanan. Mukmin mustaqim akan
mendapatkan karunia dari Allah berupa:

1. Keberanian (asy-Syajaa’ah), yang lahir dari keyakinan kepada Allah. Berani menghadapi
resiko tantangan hidup, siap berjuang meskipun akan mendapatkan siksaan. Lawan
keberanian adalah sifat pengecut.
2. Ketenangan (al-Ithmi’naan), yang lahir dari keyakinan bahwa Allah akan selalu membela
hamba-Nya yang mustaqim secara lahir batin. Lawannya adalah sifat bersedih hati.
3. Optimis (at-Tafaa’ul), lahir dari keyakinan terhadap perlindungan Allah dan ganjaran Allah
yang Maha sempurna. Orang yang optimis akan tenteram akan kemenangan hakiki, yaitu
mendapatkan keridhaan Allah (mardhatillah).

Ketiga karunia Allah kepada orang mustaqim akan dilengkapi Allah dengan anugerah kebahagiaan
hidup (as-Sa’aadah), baik di dunia dan akhirat.

Inilah pemahaman terhadap konsep syahadah. Tidak mudah dalam pelaksanaannya, karena kita
berharap agar Allah memberikan kesabaran dalam memahaminya.

Anda mungkin juga menyukai