Anda di halaman 1dari 17

PENDEKATAN KONSELING KONTEMPORER

Pendekatan naraive

Kelompok 5

Hafrizon Septiawan (06071281722013)

Meli Oktavia. (06071181722041)

Nia Anggara. (06071281722018)

Nopi Amelia Rita Sari (06071181722042)

Pengampu:

Dr. Yosef, M.A.

Fadhlina Rozzaqyah, M.Pd.

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Psikolog Jerome Bruner (1990) berpendapat bahwa terdapat dua cara untuk
mengetahui dunia. Ada yang disebutnya dengan pengetahuan Prangmatis
(pragmatic) yang melibatkan penciptaan model abstrack dari realitas. Kemudian
ada yang disebutnya pengetahuan narasi (narativ) yang didasarkan pada
pemahaman terhadap dunia melalui cerita. Bruner berpendapat bahwa kehidupan
sehari hari kita penuh dengan cerita, kita bercerita kepada diri, dan orang lain
sepanjang waktu. Kita menyetrukturkan, menyimpandan mengkomunikasikan
komunikasi pengalaman kita melalui cerita, kita hidup dalam kultur yang di
penuhi oleh cerita, opera, cerita keluarga dan hasil lain sebagai nya. Tapi ungkap
Bruner hingga saat ini ilmu sosial dan psikologi secara keseluruhan sangat sedikit
memberikan perhatian.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja nama pendekatan terapi naratif?
2. Bagaimana sejarah perkembangan pendekatan terapi naratif?
3. Bagaimana hakikat manusia menurut pendekatan terapi naratif?
4. Bagaimana perkembangan perilaku manusia menurut pendekatan terapi naratif?
5. Bagaimana hakikat konseling menurut pendekatan terapi naratif?

C. Tujuan
Untuk mengetahui:
1. Nama pendekatan terapi naratif.
2. Sejarah perkembangan pendekatan terapi naratif.
3. Hakikat manusia menurut pendekatan terapi naratif.
4. Perkembangan perilaku manusia menurut pendekatan terapi naratif.
5. Hakikat konseling menurut pendekatan terapi naratif.
BAB II
PEMBAHASASAN

A. Nama Pendekatan
Pendekatan ini mempunyai nama Narative Counseling (Konseling
Naratif). Narative Counseling (Konseling Naratif) mempunyai pandangan
konstruktionist sosial, naratif, postmodern yang menyoroti bagaimana kekuatan,
pengetahuan dalam keluarga dan kebenaran serta sosial lainnya.

B. Sejarah Perkembangan
Naratif terapi berasal dari Australia yang dikerjakan oleh Michel White
dan David Epson (1990). White percaya bahwa hanya melalui pengetahuan orang
bisa benar-benar menjadi penulis kehidupan mereka sendiri. Michael White
adalah pasangan penemu dari naratife terapi yaitu David Epston, dia tinggal
Dulwich Center di Adelaide, Australia. David Epston adalah salah satu
pengembang dari naratif therapi dia adalah assisten direktur di pusat terapi
Aucland, New Zeland dan penulis serta pengajar dalam ide-ide narrative.Dia
sering melakukan perjalanan internasional, penyaji kuliah dan lokakarya di
Australia, Eropa dan Amerika utara.Diantara sekian banyak yang menarik dari
profesinyaadalah bekerja dengan anak-anak penderita asma, membuat kelompok
pendukung bagi wanita yang hidupnya terancam oleh anorexia dan menarik hati
ayah yang tidak suka menjadi orang tua bagi anak-anaknya. Mengantarkan banyak
Bukunya: Terapi Naratif untuk tujuan Mengobati (1990), Karangan kehidupan:
wawancara and ujian tulis (1995), dan Narratif untuk terapi kehidupan (1997).
DAVID EPSTON: Sebagai pembantu direktur pengembangan terapi Naratif dari
pusat terapi keluarga di Auckland, Slandia baru, dan dia sebagai penulis dan guru
dari ide-ide naratif, sebagai pelancong internasional, dosen pada pusat pelatihan di
Australia, Eropa dan Amerika Utara. Profesional terhadap ancaman kehidupan
anak-anak berpenyakit Asma, berjuang untuk kelompok wanita penyandang
Anoreksia, dan melibatkan ayah yang dilepas oleh anak-anaknya. Penulis buku
Makna Akhir Terapi Naratif (1990), Terapi Naratif untuk Anak dan Keluarga
(1997). Suka bersepeda dan mencintai istrinya Anne di rumah pengasingan di
sebuah pulau Waiheke.

Peran Stories
Kita hidup dengan cerita yang kita ceritakan tentang diri kita dan orang lain
katakan tentang kita. Cerita ini sebenarnya membentuk realitas yang dalam,
bahwa mereka membangun dan membentuk apa yang kita lihat, rasakan dan
lakukan. Cerita kita hidup dan tumbuh dari percakapan dalam konteks sosial dan
budaya. Tetapi klien tidak mempunyai peran patologis, korban yang hidup tanpa
harapan dan meyedihkan, melainkan mereka muncul sebagai pemenang yang
berani menceritakan kisah-kisah nyata. Cerita tidak mengubah orang yang
mengatakan cerita, tetapi juga mengubah terapis yang beruntung menjadi bagian
dari proses ini (Monk, 1997).

Mendengarkan dengan pikiran terbuka


Semua teori kontruksionis sosial menekankan pada klien untuk mendengarkan
tanpa menghakimi atau menyalahkan , menegaskan dan menghargai mereka.
Lindsley (1994) menekankan bahwa terapis dapat mendorong klien untuk
mempertimbangkan kembali peniaian absolut yang bergerak ke arah melihat
keduanya “baik” dan “buruk” unsur-unsur dalam situasi. Terapis Naratif
melakukan upaya tanpa memaksakan sistem nilai mereka dan interpretasi. Mereka
ingin menciptakan makna dan kemungkinan-kemungkinan baru klien yang
berbagi cerita bukan dari prasangka dan pada akhirnya sebuah teori dan nilai
penting dipaksakan.Walaupun terapis Naratif membawa kepada usaha terapis
tentang sikap tertentu seperti: optimisme, hormat, keingintahuan, ketekunan, dan
menghargai klien untuk mengetahui, mereka dapat mendengarkan masalah-kisah
kejenuhan klien tanpa terjebak. Sebagai terapis Naratif, dalam mendengarkan
cerita klien, mereka tetap waspada untuk rincian yang memberikan bukti dari
kompetensi klien dalam melawan masalah yang menindas.

C.Hakikat Manusia
Berdasarkan konsep perilaku manusia, prinsip kerja konseling berdasarkan
konseling naratif ini didasarkan atas asumsi sebagai barikut:
1. Perspektif Naratif berfokus pada kemampuan manusia untuk berpikir kreatif
dan imajinatif. Praktisi Naratif tidak pernah menganggap bahwa ia tahu lebih
banyak tentang kehidupan klien daripada yang mereka lakukan.
2. Klien adalah penafsir utama pengalaman mereka sendiri.
3. Praktisi Naratif melihat orang sebagai agen aktif yang mampu memperoleh
makna keluar dari dunia pengalaman mereka. Dengan demikian, proses perubahan
dapat difasilitasi, tetapi tidak diarahkan oleh terapi.

D. Perkembangan Perilaku
1. Struktur Kepribadian
Terapi Narasi didasarkan pada empat keyakinan dasar yaitu antara lain sebagai
berikut:
a. Klien tidak ditentukan oleh masalah mereka yang hadir. Klien sering
mengidentifikasi diri dengan masalah mereka. Sebaliknya, dengan memiliki label
disfungsi, klien mulai menerima masalah mereka sebagai bagian yang terintegrasi
dari siapa mereka, bukan karakteristik yang melekat. Sebagai contoh, klien yang
menderita depresi mengalami keadaan temporal bukanlah karakteristik
kepribadian mereka. Membuat perbedaan antara diri dan masalahnya adalah
penting jika klien harus diberdayakan untuk reauthor narasi kehidupan mereka.
b. Klien adalah pakar pada kehidupan mereka, sehingga konselor atau terapis
harus bijaksana mencari keahlian mereka. Aspek humanistik konseling dan
psikoterapi adalah keyakinan bahwa klien memiliki jawaban mereka. Klien telah
menghabiskan waktu yang paling dengan diri mereka sendiri, telah mengalami
totalitas kehidupan mereka, dan merupakan sumber terbaik tentang bagaimana
mereka harus datang ke tempat ini mereka dalam kehidupan. Setiap intervensi
yang efektif dengan klien harus memperhitungkan keakraban besar yang mereka
miliki dengan diri dan dilema mereka.
c. Klien memiliki banyak keterampilan, kompetensi, dan sumber daya internal
yang menarik. Semua klien, bahkan anak muda, memiliki keterampilan hidup
tertentu yang mereka menarik dari dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Kompetensi-kompetensi yang klien telah digunakan untuk tiba pada titik ini
dalam perjalanan hidup mereka harus digunakan sebagai sumber bagi mereka
dalam pekerjaan terapi mereka dan seterusnya. Praktisi harus memperhatikan dan
mengeksplorasi kekuatan yang jelas dalam narasi kehidupan klien.
d. Terapi perubahan terjadi ketika klien menerima peran mereka sebagai penulis
hidup mereka dan mulai untuk menciptakan sebuah narasi kehidupan yang
kongruen dengan harapan mereka, impian, dan aspirasi. Klien memiliki banyak
pilihan dalam cara mereka pengalaman dan melihat perjalanan hidup mereka.
Memberdayakan klien untuk menerima tanggung jawab atas penulisan hidup
mereka adalah peran konselor atau terapis. Setelah klien melihat pola tematik dan
karakter dalam cerita kehidupan mereka, mereka bisa membuat struktur cerita
mereka terhadap tujuan yang lebih positif dan sehat.
2. Pribadi Sehat dan Bermasalah
a. Pribadi Sehat
1) Mampu memahami pikiran dan kepercayaan yang bearasak dari kenenagan
awal dan interaksi dalam kehidupan.
2) Individu yang memahami kehidupan mereka yang tampaknya teratur didalam
dan diluar.
3) Individu yang mampu mempromosikan interaksi keluaraga yang sehat dan
memberikan pemahaman untuk pembangunan sosial makna dalam kehidupan
pribadi.

b. Pribadi Bermasalah
1) Individu yang tidak dapat mengeksplorasi ke dalam diri mereka sendiri.
2) Individu yang selalu di bayang-bayangi oleh keinginan atau harapan, aspirasi
ketakutan dan luka emosional.
3) Individu yang tinggal sebagai akibat narasi pribadi penderitaan, ketakutan, atau
tidak berharga.

E. Hakikat Konseling
Perspektif narratif berfokus pada kapasitas manusia untuk mengkreasikan dan
imajinasi pikiran. Praktisi narrative tidak menganggap bahwa mereka mengetahui
hal yang lebih mengenai kehidupan konseli dari yang mereka lakukan
(Konseli adalah penafsir utama dari pengalaman mereka sendiri. Orang-
orang dipandang sebagai agen aktif yang mampu berarti berasal dari
dunia pengalaman mereka. Dengan demikian proses perubahan dapat difasilitasi,
tapi tidak diarahkan oleh terapis . Dari hal ini disimpulkan bahwa hakikat
konseling dari pendekatan naratif ini adalah keaktifan konselor sebagai fasilitator
dan keaktifan konseli dalam menyampaikan cerita kehidupannya yang menjadi
inti dari pendekatan naratif.

F. Kondisi Pengubahan
1. Tujuan
Tujuan umum terapi naratif adalah mengundang orang untuk menggambarkan
pengalaman mereka yang baru dan segar. Dalam melakukan ini, mereka membuka
pandangan baru dari apa yang mungkin. Bahasa yang baru ini memungkinkan
klien untuk mengembangkan makna-makna baru sehubugan dengan masalah
pikiran,perasaan dan perilaku (Freedman & Combs,1996). Terapi Naratif hampir
selalu mencakup kesadaran akan dampak dari berbagai aspek kebudayaan yang
dominan pada kehidupan manusia. Praktisi Naratif berusaha untuk memperluas
perspektif dan fokus dan memfasilitasi penemuan atau penciptaan pilihan baru
yang unik bagi orang-orang yang mereka lihat.

2. Sikap, Peran, dan Tugas Konselor


Konsep perawatan,hormat, rasa ingin tahu, keterbukaan, empati, kontak dan
bahkan terpesona dipandang sebagai keharusan relasional.Yang tidak mengetahui
posisi, yang memungkinkan terapis untuk mengikuti, menegaskan, dan dibimbing
oleh cerita-cerita dari klien mereka, menciptakan pengamat dan peserta-proses-
peran fasilitator untuk terapi dan terintegrasi dengan pandangan postmodern
penyelidikan manusia. Sebuah tugas utama terapis adalah membantu klien
membangun alur cerita pilihan.Terapis Naratif mengadopsi sikap hormat dicirikan
rasa ingin tahu dan bekerja dengan klien untuk menjelaskan kedua dampak dari
masalah mereka dan apa yang mereka lakukan untuk mengurangi efek dari
masalah (Winslade & Monk,1999).Salah satu fungsi terapis adalah menanyakan
pertanyaan-pertanyaan dari klien dan berdasarkan pada jawaban, menghasilikan
pertanyaan lebih lanjut.
Seperti solusi yang berfokus pada terapis, terapis Naratif menganggap klien
adalah ahli ketika datang ke apa yang ia inginkan dalam hidup. Terapis Naratif
cenderung untuk menghindari penggunaan bahasa yang mengaktifkan
diagnosis,penilaian dan intervensi. Fungsi-fungsi seperti diagnosis, penialian dan
intervensi sering memberikan prioritas kepada dokter itu “kebenaran’ atas
pengetahuan klien tentang kehidupan mereka sendiri. Pendekatan Naratif
memberikan penenkanan pada pemahaman klkien, pemahaman hidup, dan
menekankan kembali upaya untuk meramalkan, menafsirkan,dan patologis.
Praktisi Naratif tidak berhati-hati unutuk menyatakan bahwa peran utama
mengambil inisiatif dalam kehidupan orang lain atau bahkan merebut (kekuasaan)
dari klien dalam membawa perubahan (Winslade, Crocket,&Monk,1997).
3. Sikap, Peran, dan Tugas Konseli
Terapis narasi mengasumsikan klien adalah ahli ketika datang ke apa yang dia
inginkan dalam hidup. Dalam hal ini berarti konseli berperan aktif dalam
konseling karena konseli yang mengetahui dirinya dan kehidupannya.
4. Situasi Hubungan
Konseling Narasi sangat mementingkan kualitas terapis yang membawa kepada
usaha terapi. Beberapa dari termasuk sikap optimisme dan rasa hormat, rasa ingin
tahu dan ketekunan, menghargai pengetahuan klien, dan menciptakan jenis khusus
dari hubungan ditandai dengan dialog pembagian kekuasaan nyata (Winslade &
Monk, 2007). Kolaborasi, kasih Sayang, refleksi, dan penemuan mencirikan
hubungan terapeutik. Jika hubungan ini adalah untuk benar-benar kolaboratif,
terapis perlu menyadari bagaimana kekuasaan memanifestasikan dirinya dalam
praktek profesionalnya. Ini tidak berarti bahwa terapis tidak memiliki otoritas
sebagai seorang profesional. Dia menggunakan otoritas ini, dengan
memperlakukan klien sebagai pakar dalam kehidupan mereka sendiri. Winslade,
Crocket, dan Monk (1997) menggambarkan kolaborasi ini sebagai
coauthoring atau berbagi kekuasaan. Klien berfungsi sebagai penulis ketika
mereka memiliki kewenangan untuk berbicara atas nama mereka sendiri. Dalam
pendekatan naratif, terapis-sebagai-ahli digantikan oleh klien-sebagai ahli -.
Gagasan ini menantang sikap terapis sebagai seorang ahli semua-bijaksana dan
maha tahu. Winslade dan Monk (2007) menyatakan: "Integritas dari hubungan
konseling demikian dipertahankan sementara klien dihormati sebagai penulis
senior dalam pembangunan dari sebuah narasi alternatif "(hal. 57-58). Klien
sering terjebak dalam cerita masalah pola hidup-kejenuhan tidak bekerja. Terapis
memasuki dialog ini dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam upaya untuk
memperoleh perspektif, sumber daya, dan pengalaman unik dari klien

G. Mekanisme Pengubahan
1. Tahap-Tahap Konseling
Ini gambaran singkat mengenai langkah-langkah dalam proses terapi narasi
menggambarkan struktur pendekatan narasi (O'Hanlon, 1994, hlm 25-26):
a. Berkolaborasi dengan konseli untuk datang dengan nama yang dapat diterima
bersama untuk masalah tersebut.
b. Melambangkan masalah dan menghubungkan pada keinginan yang menekan
dan strategi untuk masalah tersebut.
c. Menyelidiki bagaimana masalah telah mengganggu, mendominasi, atau
mengecilkan hati/mengecewakan konseli.
d. Mintalah konseli untuk melihat ceritanya dari perspektif yang berbeda dengan
menawarkan makna alternatif dari peristiwa yang dialaminya .
e. Temukan saat-saat ketika konseli tidak didominasi atau berkecil hati oleh
masalah dengan mencari pengecualian untuk masalah ini.
f. Menemukan bukti historis untuk mendukung pandangan baru dari
konselisebagai orang yang cukup kompeten untuk menantang, mengalahkan, atau
keluar dari dominasi atau tekanan masalah. (Pada tahap ini identitas orang
tersebut dan kehidupan cerita mulai mendapatkan ditulis ulang.)
g. Meminta konseli untuk berspekulasi mengenai masa depan bagaimana yang
bisa diharapkan dari kekuatan dan kompetensi seseorang. Sehingga
konselimenjadi terbebas dari cerita-cerita masalah yang menjenuhkan dari masa
lalu, dan ia dapat membayangkan dan merencanakan untuk masa depan yang
kurang bermasalah.
h. Menemukan atau menciptakan audiens untuk memahami dan mendukung
cerita baru. Tidaklah cukup untuk membaca cerita baru. Konseli perlu untuk
hidup baru cerita luar terapi. Karena orang itu masalah awalnya dikembangkan
dalam konteks sosial, adalah penting untuk melibatkan lingkungan sosial dalam
mendukung kisah hidup baru yang telah muncul dalam percakapan dengan
terapis. Winslade dan Monk (2007) menekankan bahwa percakapan narasi tidak
mengikuti perkembangan linier dijelaskan di sini, karena lebih baik memikirkan
langkah-langkah dalam hal perkembangan siklus yang mengandung unsur-unsur
berikut:
Ø Pindah cerita masalah ke arah deskripsi externalized masalah
Ø Peta efek dari masalah pada individu
Ø Dengarkan tanda-tanda kekuatan dan kompetensi di problemsaturated individu
cerita
Ø Membangun cerita baru kompetensi dan mendokumentasikan prestasi ini
v Rancangan Kegiatan:
ü Tahap Pembentukan
· Konselor mengucapkan salam dan memimpin doa.
· Konselor mengucapkan terima kasih atas kesediaan para siswa dan
memberikan motivasi kepada para siswa.
· Konselor menjelaskan tentang pengertian konseling kelompok.
· Menjelaskan tujuan konseling kelompok
· Menjelaskan asas-asas dalam konseling kelompok.
ü Tahap Peralihan
· Konselor menanyakan kesiapan anggota kelompok untuk melaksanakan
kegiatan selanjutnya.
· Konselor menjelaskan batasan masalah yang akan dibahas dalam konseling
kelompok.
ü Tahap Kegiatan
· Konselor memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk
mengungkapkan permasalahan pribadinya secara bergiliran.
· Setelah anggota kelompok menyampaikan masalah pribadinya masing-masing,
konselor menawarkan kepada anggota kelompok untuk membahas masalah mana
yang akan dibahas terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan bersama.
· Konselor menanyakan kepada siswa yang bersangkutan apakah setuju bila
masalahnya dibahas dalam forum tersebut.
· Setelah siswa yang bersangkutan mengungkapkan masalahnya, anggota
kelompok yang lain aktif memberikan pendapat, aktif bertanya, dan memberikan
alternatif pemecahan masalahnya.
· Konselor menerapkan strategi konseling naratif untuk membantu memecahkan
permasalahan yang dihadapi oleh anggota kelompok.
· Konselor membacakan cerita.
ü Tahap penutup
· Menjelaskan bahwa kegiatan konseling kelompok akan segera diakhiri.
· Meminta anggota kelompok untuk menyampaikan kesannya dalam kegiatan
konseling kelompok.
· Konselor menawarkan kepada anggota kelompok bagaimana jika diadakan
kegiatan seperti ini lagi pada kesempatan-kesempatan yang lain sehingga terjadi
kesepakatan antara konselor dengan anggota kelompok.
· Konselor mengucapkan terima kasih dan ditutup oleh doa yang dipimpin oleh
salah satu anggota kelompok.
2. Teknik-Teknik Konseling
Penerapan efektif terapi Naratif lebih begantung pada sikap atau perspektif terapis
daripada tehnik. Dalam praktek terapi Naratif ,tidak ada resep, tidak ada
penetapan agenda, tidak ada formula yang dapat diikuti terapis untuk menetapkan
hasil yang positip (Drewery&Winslade,1997).Ketika pertanyaan eksternalisasi
diajukan terutama sebagai suatu tekni, intervensi akan menjadi dangkal, dipaksa,
dan tidak mungkin menghasilkan efek terapeutik yang signifikan (Freedman
&Combs, 1996; O^Hanlon, 1994). Jika konseling dilakukan demgan
menggunakan pendekatan formuls, klien akan merasa bahwa segala sesuatu di
lakukan terhadap mereka dan merasa ditinggalkan dalam percakapan (Monk,
1997). Sebagai suatu pendekatan, konseling Naratif lebih dari penerapa
keterampilan; itu didasarkan pada karakteristik pribadi terapis yang menciptakan
iklim yang mendorong klien untuk melihat kisah-kisah mereka dari berbagai
perspektif. Pendekatan ini juga merupakan ekspresi sikap etis, yang didasarkan
kerangka filosofis. Kerangka konseptualnya adalah praktek-pratek yang
diterapkan untuk membantu klien dalan menemukan makna-makna baru dan
kemungkinan-kemungkinan baru dalam hidup mereka(Winslade & Monk,1999).
a. Pertanyaan-Pertanyaan dan Lebih: Pertanyaan terapis mungkin tampak
tertanam dalam percakapan yang unik, bagian dari sebuah dialog tentang dialog
sebelumnya, sebuah peristiwa penemuan yang unik, atau proses eksplorasi budaya
dominan dan keharusan.Apapun tujuannya, pertanyaan yang sering merupakan
lingkaran atau relasional, dan mereka berusaha untuk memberdayakanklien dalam
cara-cara baru.Gregory Batesons (1972) menggunakan ungkapan terkenal,
pertanyaan-pertanyaan dalam mencari perbedaan yang akan membuat
perbedaan.Bateson berpendapat bahwa kita belajar dengan membandingkan suatu
fenomena dengan yang lain dan menemukan apa yang disebutnya “berita
perbedaan” Terapis Naratif menggunakan pertanyaan sebagai suatu cara untuk
menghasilkan pengalaman daripada mengumpukan informasi.Tujuan
pertanyaan ini adalah untuk menemukan dan membangun pengalaman klien
sehingga terapis memiliki arah untuk mengejar. Pertanyaan selalu bertanya dari
posisi hormat, keingintahuan, dan keterbukaan. Terapis menggunakan pendekatan
Naratif ingin mendekonstruksi wacana yang mendukung keberadaan masalah.
Eksternalisasi merupakan salah satu proses dekonstruksi kekuatan sebuah narasi
dan memisahkan orang dari mengidentifikasikan masalah dan kadang-kadang
memberinya nama. Ketika orang memandang diri mereka “menjadi” masalah,
mereka terbatas dalam cara merekadapat secara efektif menangani masalah.
Dampak dari pergeseran bahasa halus ini memungkinkan klien untuk mengalami
masalah seperti yang terletak di luar diri mereka.Alih-alih menjadi masalah,
individu memiliki hubungan dengan masalah. Dua cara untuk penataan
percakapan eksternalisasi adalah :(1) untuk memetakan pengaruh masalah dalam
kehidupan seseorang dan (2) untuk memetakan pengaruh kehidupan seseorang
dalam perkembangan masalah (McKenzie&Monk,1997). Pemetaan pengaruh
masalah menghasilkan banyak informasi yang berguna dan sering
mengakibatkan orang-orang kurang merasa malu dan menyalahkan.Orang merasa
didengarkan dan dipahami ketika pengaruh masalah dieksplorasi secara
sistematis. Ketika pemetaan ini dilakukan dengan hati-hati, itu meletakkan dasar
untuk co-authoring alur cerita baru untuk klien.Sebuah pertanyaan umum adalah
: “Kapan masalah ini pertama kali muncul dalam hidup Anda?”Tugas terapis
adalah membantu klien dalam menelusuri masalah dari ketika itu berasal hingga
saat ini.Terapis meletakkan masa depan masalah dengan bertanya,”Jika masalah
itu akan berlanjut selama satu bulan (atau setiap periode waktu), apakah artinya
ini bagi anda?”Pertanyaan ini dapat memotivasi klien untuk bergabung dengan
terapis dalam memerangi dampak efek masalah.
b. Pencarian Hasil yang Unik
Dalam pendekatan Naratif pertanyaan eksternalisasi adalah pertanyaan yang
diikuti dengan hasil yang unik. Terapis berbicara kepada klien tentang saat-saat
pilihan atau kesuksesan mengenai masalah. Apakah ini dilakukan dengan memilih
untuk perhatian setiap pengalaman yang terpisah dari cerita masalah, terlepas
bagaimana hal itu mungkin tampak tidak penting bagi klien.Terapis mungkin
bertanya:”Apakah pernah ada waktu dimana kemarahan ingin membawa Anda
selesai, dan Anda melawan? Apa itu seperti Anda? Bagaimana kau
melakukannya?” Pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan untuk menyoroti
masalah saat-saat ketika tidak terjadi atau ketika masalah telah ditangani dengan
sukses.Hasil unik sering bisa ditemukan di masa lalu atau masa kini, tetapi
mereka juga dapat membuat hipotesis untuk masa depan.
c. Cerita Alternatif dan Re-authoring
Membangun cerita baru berlangsung sejalan dengan dekonstruksi, dan terapis
naratif terbuka untuk mendegarkan cerita-cerita baru. Orang dapat terus-menerus
dan secaraaktif menulis kembali kehidupan mereka, dan terapis Naratif
mengundang klien ke penulis stonier alternatif, melalui” hasil unik”atau sesuatu
yang tidak diprediksi oleh masalah-cerita jenuh.
Narasi mendokumentasikan bukti, praktisi percaya bahwa cerita-cerita baru berarti
hanya ketika ada penonton untuk menghargai dan mendukung mereka. Dengan
demikian penonton yang apresiasif terhadap perkembangan baru secara sadar
mencari, untuk mendapatkan berita bahwa perubahan berlangsung perlu terjadi
jika cerita alternatif tetap hidup(Andrews&Clark,1996).

H. Hasil-Hasil Penelitian
Terapi naratif mengandung pengertian bahwa seseorang membangun pengetahuan
melalui interaksi. Kata-kata seperti mencari jalan dan mengatasi biasa digunakan
dalam pendekatan ini dimana setiap orang tampak sebagai pahlawan yang telah
menyelesaikan masalah yang mencekam dirinya. Pada akhir terapi, kejelasan
memberi makna bagi konseli sebagai kemenangan dalam menyelesaikan masalah
yang telah menindas mereka sebelumnya. Gagasan naratif memberi metode
alternatif bagi konselor untuk berbicara dengan konseli tentang masalah dan cara
pemecahan. Penggunaan bahasa yang unik ini kondusif untuk melaksanakan
bimbingan dan konseling kolaboratif.

I. Kelamahan dan Kelebihan


1. Kelebihan
a. Memiliki nilai
b. Mendapatkan solution yang lebih cepat
c. Lebih fleksibel dan dapat dikombinasikan dengan pendekatan pengobatan lain
yang kompatibel
d. Bisa diterapkan di segala jenjang umur dan status social
e. Cerita dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain, berbentuk sepanjang
jalan, dan diberikan kepada orang sebagai warisan dari keluarga mereka
f. Bisa berbagi perasaan dengan orang lain.
g. Mengembangkan hubungan yang dekat
h. Memungkinkan orang untuk mengenali kemampuanpartisipatif"
2. Kelemahan
a. Cerita bisa dibuat-buat
b. Membutuhakan waktu yang panjang.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan

Tujuan pendekatan naratif: membawa konseli agar dapat mengambarkan


pengalaman mereka dalam bahasa baru dan segar. Peran konselor atau tugas
utama terapis adalah membantu klien membangun alur cerita pilihan. Peran
konseli konseli berperan aktif dalam konseling karena konseli yang mengetahui
dirinya dan kehidupannya. Status hubungan konseling yaitu “ terapis –as- ahli”
digantikan oleh “klien- as - ahli.” Tahap tahap konseling nartif: mengadakan
kontrak kolaborasi bersama klien untuk meyelesaikan masalah bersama,
menguhubungkan masalah dengan keinginanya dan sterategi penyesaianya,
menganalisis masalah yang dihadapi klien, memberekian alternatif makna
terhadap masalah yang di ceritakannya, mintalah klien bersepekulasi atas masa
depannya sehingga dia tidak ingat masa lalunya, menemukan atau menciptakan
audiens untuk memahami dan mendukaung cerita baru. Tehnik konseling naratif:
pertanyaan pertanyaan yang lebih, pencarian hasil unik, ceria alternatif dan re-
audthoring. Hasil penelitian yaitu Gagasan naratif memberi metode alternatif bagi
konselor untuk berbicara dengan konseli tentang masalah dan cara pemecahan.
Kelemahan dan kekurangan pendekatan naratif: cerita bisa di buat buat,
membutuhkan waktu yang panjang. Dan kelebihanya adalah: Memiliki nilai,
Mendapatkan solusi yang lebih cepat, Lebih fleksibel dan dapat dikombinasikan
dengan pendekatan pengobatan lain yang komplitable, Bisa diterapkan di segala
jenjang umur dan status social, Cerita dapat ditularkan dari satu orang ke orang
lain, berbentuk sepanjang jalan, dan diberikan kepada orang sebagai warisan dari
keluarga mereka, Bisa berbagi perasaan dengan orang lain, Mengembangkan
hubungan yang dekat, Memungkinkan orang untuk mengenali kemampuan,
Berpartisipasi aktif, Berpikir kreatif dan imajinatif.
DAFTAR PUSTAKA

Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.


Belmont, CA: Brooks/Cole.

Capuzzi, D. & Gross, D.R. 2007. Counseling & Psychotherapy: Theories


and Intervention. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice-Hall
McLeod.

John. 2010. Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus. Jakarta:


Kencana Seligman, L. 2006. Theories of Counseling and Psycotherapy.

Colombus, Ohio: Pearson Merrill Prentice Hall. Sharf, Richard S. 2004.


Theories of Psychotherapy and Counseling. Columbus, Ohio: Pearson Merril
Prentice Hall.

http://akhmad-sugianto.blogspot.com/2014/03/teori-pendekatan-narative-
therapy.htmlhttp://akhmad-sugianto.blogspot.com/2014/03/teori-pendekatan-
narative-therapy.html

Anda mungkin juga menyukai