Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KONSEP BUNUH DIRI

Disusun Oleh : Kelompok 6

1. Rara Andika Afriantari

Dosen Pembimbing:

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES KOTA BENGKULU
PROGRAM STUDI DIPLOMA III JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2018-2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “makalah konsep bunuh diri” ini dengan baik. Kami berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Bengkulu, Agustus 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................

1.1 Latar Belakang...................................................................1


1.2 Tujuan................................................................................2
1.3 Manfaat..............................................................................2
1.4 Sistematika Penulisan.........................................................2

BAB II TINJAUAN TEORITIS................................................................

2.1 Definisi Keluarga................................................................4


2.2 Model Konseptual Keperawatan Keluarga.........................4
BAB III PENUTUP...................................................................................
3.1 Kesimpulan.........................................................................10
3.2 Saran ..................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh
dunia.Gagasan bunuh diri mungkin juga muncul pada orang yang tidak mengalami
gangguan mental saat mereka berada dalam keadaan depresi atau mengalami penyakit
fisik. Secara global, sekitar satu juta kematian akibat bunuh diri dicatat setiap tahun,
dan jumlah usaha bunuh diri diperkirakan akan 10-20 kali lebih tinggi dari ini.
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa salah satu upaya bunuh diri
terjadi kira-kira setiap tiga detik, dan terdapat satu orang setiap menit yang meninggal
karena bunuh diri.

Penyebab bunuh diri merupakan hal yang kompleks. Beberapa orang tampak
sangat rentan untuk bunuh diri ketika menghadapi peristiwa kehidupan yang sulit
atau kombinasi stressor. Faktor-faktor ini termasuk adanya gangguan mental
sebelumnya atau penyalahgunaan zat, riwayat bunuh diri dalam keluarga dekat,
kekerasan keluarga jenis apa pun, dan adanya perpisahan atau perceraian.

Pada sebuah studi epidemiologi di Amerika Serikat yang dilakukan Kessler dan
kawan – kawan (dkk), memperkirakan tingkat keinginan bunuh diri sebesar 2,8% -
3,3% dari populasi umum, dan Weissman dkk, melaporkan. antara 2 dan 18% pada
sembilan negara. Pasien dengan gangguan depresif mayor memiliki risiko yang besar
terjadinya bunuh diri.

Pada sejumlah studi psikologis otopsi dari sampel bunuh diri menunjukkan
bahwa hanya sebagian kecil terjadi bunuh diri tanpa bersamaan dengan diagnosis
psikiatri yaitu sekitar 5% hingga 7%.Dari laporan studi klinis menunjukkan sebesar
78 – 89 % pasien gangguan depresif mayor berat memiliki keinginan dan percobaan
bunuh diri.Dan adanya data yang menunjukkan bahwa kebanyakan orang yang

4
melakukan bunuh diri sebelumnya tidak melakukan percobaan bunuh diri dan
setidaknya ada satu studi tentang percobaan bunuh diri yang menemukan sekitar 10%
akhirnya mati dengan bunuh diri.Dengan demikian gagasan dan perencanaan bunuh
diri merupakan hal yang serius dibandingkan dengan percobaan bunuh diri.

Risiko untuk terjadinya bunuh diri bagi seorang individu yang dirawat di rumah
sakit pada episode gangguan depresif mayor berat diperkirakan 15%. Pada penelitian
yang dilakukan Beck, dan kawan - kawan terhadap 207 pasien rawat inap yang
memiliki gagasan bunuh diri 7 % selama periode 5 - 10 tahun, terdapat 14 pasien
yang melakukan bunuh diri. Beck mengamati secara klinis bahwa ketika pasien
depresi yakin tidak ada solusi untuk masalah kehidupan yang serius, mereka
memandang bunuh diri sebagai jalan keluar dari situasi yang tak tertahankan.Menurut
formulasi Beck's, putus asa merupakan karakteristik inti dari depresi dan berfungsi
sebagai penghubung antara depresi dan bunuh diri.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Manfaat Penulisan

5
BAB II
KONSEP DASAR BUNUH DIRI

2.1 Pengertian Bunuh Diri


Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif
terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian.
Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya
adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan.
(Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009).

Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang yang dapat mengahiri


hidupnya sendiri dalam waktu singkat.(Attempt suicide, 1991). Menurut Budi
Anna Keliat, bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respons maladaptive.
Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.
Bunuh diri dan percobaan bunuh diri atau membahayakan diri sendiri
dengan sengaja (DSH = deliberate self-harm), istilah yang terakhir ini, menjadi
topik besar dalam psikiatri. Di dunia, lebih dari 1000 bunuh diri terjadi tiap hari.
Percobaan bunuh diri 10 kali lebih sering, sekarang peracunan diri sendiri
bertanggung jawab bagi 15% dari pasien medis yang masuk rumah sakit dan pada
pasien dibawah 40 tahun menjadi penyebab terbanyak. Perilaku bunuh diri
biasanya dibagi menjadi tiga kategori:
a. Ancaman bunuh diri: peringatan verbal atau non verbal bahwa orang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin
menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita
lebih lama lagi atau mingkin juga mengkomunikasikan secara nonverbal
melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya. Pesan-

6
pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan
terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian.
Kurangnya respons positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
b. Upaya bunuh diri: semua tindakan yang diarahkan pada diri yang
dilakukan oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak
dicegah.
c. Bunuh diri: mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-
benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.
2.2 Tingkah Laku Bunuh Diri
a. Rentang Menghargai-Merusak Diri
Rentang sehat sakit dapat dipakai untuk mengabarkan respon adaptif
sampai respon maladaptif pada bunuh diri.

Respon adaptif Respon


maladapif
--------------------------::--------------------------::----------------------------
::-----------------
Menghargai diri Berani mengambil Merusak diri sendiri
Bunuhdiri
risiko dalam secara tidak langsung
mengembangkan diri

Gambar :Rentang menghargai-merusak diri


(Stuart dan Sundeen, 1987) hlm. 484)

Dalam kehidupan, individu selalu menghadapi masalah atau stressor.


Respon individu terhadap stressor tergantung pada kemampuan masalah yang

7
dimiliki serta tingkat stress yang dialami. Individu yang sehat senantiasa
berespon secara adaptif dan jika gagal ia berespon secara maladaptif dengan
menggunakan koping bunuh diri. (Budi Anna Keliat, 1991:2-3)
b. Rentang Harapan-Putus Harapan
Beck, Rawlins dan Willliam(1984, hlm:499) mengemukakan bahwa
individu berharapan. Rentang arapan-putus harapan merupaan rentang
adaptif-maladaptif.
Respon adaptif Respon
maladapif
---------------------------------------------------------------------------------
Harapan: Putus Asa :
*Yakin *Tidak berdaya
*Percaya *Putus asa
*Inspirasi *Apatis
*Tetap Hati *Gagal
*Kehilangan
*Ragu-ragu
*Sedih
*Depesi
*Bunuh diri

Gambar : Rentan harapan-putus harapan. (Beck, dkk.,1984,


hlm:499)

Individu putus harapan menunjukkan perilaku seperti diatas, berikut


ini penjelasannya :
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. Individu yang tidak berhasil
memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa
mampu, seolah-olah koping yang biasa bermanfaat sudah tidak
berguna lagi Harga diri rendah, apatis dan tidak mampu

8
mengembangkan koping yang baruserta yakin tidak ada yang
membantu
b. Kehilangan, ragu-ragu. Individu yang mempunyai cita-cita terlalu
tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita –
citanya tidak tercapai. Demikian pula jika individu kehilangan sesuatu
yang dimilikinya misalya kehilangan pekerjaan atau kesehatan,
perceraian, perpisahan. Individu akan merasa gagal, kecewa, rendah
diri yang semua akan berakhir pada perilaku bunuh diri
c. Depresi. Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Bnyak teori yang
menjelaskan tentang depresi dan semua sepakat keadaan depresi
merupakan indikasi terjadinya bunuh diri. Individu berpikir tentang
bunuh diripada waktu depresi berat, namun tidak mempunyai tenaga
untuk melakukannya. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke
luar dari keadaan depresi.
d. Bunuh diri. Ini adaah tindakan agresif yang langsung terhadap iri
sendiri untuk mengakiri kehidupan, Keadaan ini didahului oleh
respons maladadtif yang telah disebutkan sebelumnya. Bunuh diri
mungkin merupakan keputusan terakhir dari indiviu untuk
memecahkan masalah yang dihadapai. (Budi Anna Keliat, 1991:3-4).

2.3 Faktor Penyebab Bunuh Diri


Penyebab bunuh diri pada anak:
 Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
 Situasi keluarga yg kacau
 Perasaan tdk disayang atau selalu dikritik
 Gagal sekolah
 Takut atau dihina disekolah
 Kehilangan org yg dcintai
 Dihukum org lain

9
(Hafen & Frandsen 1985, dikutip oleh Cook & Fontaine, 1987, hlm.518)
Penyebab bunuh diri pada remaja:
 Hubungan interpersonal yg tdk bermakna
 Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
 Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
 Perasaan tdk dimengerti org lain
 Kehilangan org yg dicintai
 Keadaan fisik
 Masalah dgn org tua
 Masalah seksual
 Depresi
(Hafen & Frandsen 1985, dikutip oleh Cook & Fontaine, 1987, hlm.518)
Penyebab bunuh diri pada mahasiswa:
 Self ideal terlalu tinggi
 Cemas akan tugas akademik yg banyak
 Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang
orang tua
 Kompetisi untuk sukses
(Hendlin 1982, dikutip oleh Cool & Fontaine,1987,hlm.518)
Penyebab bunuh diri pada lansia:
 Perubahan status dari mandiri ketergantung
 Penyakit yg menurunkan kemampuan fungsi
 Perasaan tdk berarti dimasyarakat
 Kesepian & isolasi sosial
 Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
 Sumber hidup berkurang
(Hendlin 1982, dikutip oleh Cool & Fontaine,1987,hlm.518)

2.4 Faktor Resiko Bunuh Diri


 Kegagalan untuk adaptasi, tidak dapat menghadapi stress

10
 Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal / gagal melakukan hubungan yang berarti
 Perasaan marah / bermusuhan. (dapat merupakan hukuman diri
sendiri)
 Cara untuk mengakhiri keputusan
 Tangisan minta tolong

Tabel faktor risiko tingkah laku bunuh diri

(Stuart dan Sundeen, 1987, hal 488)

Faktor Risiko tinggi Risiko tinggi


Umur 45 tahun dan remaja 25-45 tahun dan <12
tahun
Jenis Laki-laki Perempuan
Status kawin Cerai, pisah, janda/duda Kawin
Jabatan Profesional Pekerjaan kasar
Pengangguran Pekerja Pekerjaan
Penyakit fisik Kronik, terminal Tidak ada yang serius
Gangguan metal Depresi, halusinasi Gangguan kepribadian
Pemakaian obat dan Ketergantungan Tidak
akohol

2.5 Faktor Predisposisi Bunuh Diri


Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain:
a. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh
diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian

11
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif.
e. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku
destrukif diri.

2.6 Tanda dan Gejala Bunuh diri


1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah
dan mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).

12
11. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

2.7 Jenis – jenis Bunuh Diri


Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan
oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu
itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga
dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk
melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.

b. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)

Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung


untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia
merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.

c. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)

Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara


individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-
norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan.

13
Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena
tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien
untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien
melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu
diperhatikan, yaitu :

1. Isyarat bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak


langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-
anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya.” Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri.
Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/
putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang
diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.

2. Ancaman bunuh diri.

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan


untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah
memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan
bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh
diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.

3. Percobaan bunuh diri.

Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau


melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif

14
mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat
nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.

15
BAB III
KONSEP ASKEP BUNUH DIRI

3.1 Pengkajian
Data yang harus dikumpulkan dalam pengkajian konsep askep bunuh diri yaitu:
A. Riwayat masa lalu :
1. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri.
2. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri.
3. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia.
4. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
5. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline,
paranoid, antisosial.
6. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka.
 Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
 Riwayat pengobatan.
 Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
 Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu
dengan gangguan mood.
 Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :
 Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang
sulit.
 Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang
teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
 Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat
gelisah, keparahan gangguan mood)
 Sistem pendukung yang ada.
 Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik
psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat
penyalahgunaan zat.

16
 Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien,
atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan
mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
 Symptom:
- Apakah klien mengalami hal dibawah saat dilakukan pengkajian:
 Ide bunuh diri
 Ancaman bunuh diri
 Percobaan bunuh diri
 Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja

- Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia


dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri
mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :

 Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan.


 Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau
perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan
rencananya.
 Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk
merencanakan dan mengagas akan suicide.
 Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses
oleh klien

Selain data perlu dilakukan pengkajian tingkah laku bunuh diri.


Pengkajian tingkah laku bunuh diri termasuk aplikasi observasi melekat dan
keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik, rencana yang
spesifik. Hal utama yang perlu dikaji adalah tanda atau gejala yang dapat
menetukan tingkat risiko dari tingkah laku bunuh diri. Untuk ini ada beberapa
pendapat dan petunjuk yang dapat dipilih oleh perawat, sebagai berikut:

17
pertama, pengkajian tingkat risiko oleh Hasson, Valente dan Rink (1977,
dikutip oleh Shiver, 1986) pada table berikut:

N Intensitas Risiko
Perilaku atau gejala
No Rendah Sedang Tinggi
1. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau
panik
2. Depresi Rendah Sedang Berat
3. Isolasi-menarik diri Perasaan depresi Perasaan tidak Tidak berdaya,
yang samar, tidak berdaya, putus asa, putus asa,
menarik diri menarik diri menarik diri,
protes pada diri
sendiri
4. Fungsi sehari-hari Umumnya baik pada Baik pada beberapa Tidak baik pada
semua aktifitas aktifitas semua aktifitas
5. Sumber-sumber Beberapa Sedikit Kurang

6. Strategi koping Umumnyakonstruktif Sebagian Sebagian besar


konstruktif destruktif
7. Orang penting/dekat Beberapa Sedikit atau hanya Tidak ada
satu
8. Pelayanan Tidak, sikap positif Ya,umumnya Bersikap
psikiatriyang lalu memuaskan negative
terhadap
pertolongan
9. Pola hidup Stabil Sedang (stabil tak Tidak stabil
stabil)
10. Pemakai alcohol dan Tidak sering Sering Terus-menerus
obat
11. Percobaan bunuh diri Tidak, atau yang Dari tidan sampai Dari tidak

18
sebelumnya tidak fatal dengan cara yang sampai berbagai
agak fatal cara yang fatal
12. Disorientasi dan Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
disorganisasi
13. Bermusuhan Tidak atau tidak Beberapa Jelas atau ada
sedikit
14. Rencana bunuh diri Samar, kadang- Sering dipikirkan Sering dan
kadang ada pikiran, kadang-kadang ada konstan
tidak ada rencana ide untuk dipikirkan
merencanakan dengan rencana
yang spesifik

*) sumber : Halton, Valente, dan Rink 1977, dikutip oleh Shiver,


1986, hal 472
Kedua pengkajian yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen (1988, hal
496-497) yang mengkaji 10 fakor dan masing-masing diberi nilai, dan nilai
akhir akan menentukan tingkat potensialitas dari bunuh diri tersebut.
Ketiga pengkajian yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1977,
dikutip oleh Shivers, 1988 hal 475) mengkaji intensitas bunuh diri yang
disebut SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale), dengan skor 0-4, yaitu :
 Skor 0 : tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang
 Skor 1 : ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
mengancam bunuh diri
 Skor 2 : memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan
bunuh diri
 Skor 3 : mengancam bunuh diri, misalnya: “tinggalkan saya sendiri
atau saya akan bunuh diri”
 Skor 4 : aktif mencoba bunuh diri.
Dari ketiga pengkajian di atas, perawat mengidentifikasi klien yang
termasuk kedaruratan adalah klien resiko tinggi dengan skor yang tinggi,

19
tingkat yang lain juga mempunyai resiko. Skor nol dan intensitas rendah tidak
mempunyai resiko bunuh diri saat ini.
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian
tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri:
 Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik.
 Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien.
 Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan
mendorong komunikasi terbuka.
 Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata
yang dimengerti klien.
 Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat
pengobatannya.
 Memahami data tentang demografi dan sosial ekonomi.
 Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
 Peroleh riwayat penyakit fisik klien

Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki

resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut:

1. Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri.


2. Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
3. Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
4. Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
5. Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental.
6. Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alkohol.
7. Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik.
8. Menunjukkan impulsivitas dan agresif.
9. Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan
yang bertubi-tubi dan secara bersamaan.
10. Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal
pistol, obat, racun.

20
11. Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan
pengobatan.
12. Merasa kesepian dan kurangnya dukungan social.

Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu


memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan
keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah:

 Tentukan tujuan secara jelas: Dalam melakukan wawancara,


perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian
perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada
investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh
diri.
 Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu
diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap
memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang
berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau
diabaikan.
 Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon
klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian professional
 Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini
perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara
perawat dan klien.
 Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu
mempengaruhi emosional klien
 Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi
akan membuat kabur penilaian professional.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Perilaku Kekerasan berhubungan dengan Konflik Interpersonal (SDKI)

21
Gejala dan Tanda Mayor:
Subjektif Objektif
1. Mengancam 1. Melukai diri sendiri
2. Mengumpat dengan kata-kata kasar 2. Merusak lingkungan
3. Suara Keras 3. Perilaku agresif/amuk
4. Bicara Ketus
Gejala dan Tanda Minor:
Subjektif Objektif
(Tidak Tersedia) 1. Tangan Mengepal
2. Rahang Mengatup
3. Wajah merah
4. Postur tubuh kaku
2. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan kegagalan hidup berulang
(SDKI)
Gejala dan Tanda Mayor:
Subjektif Objektif
1. Menilai diri negatif 1. Berbicara pelan dan lirih
2. Merasa malu/bersalah 2. Menolak berinteraksi dengan
orang lain
3. Melebih-lebihkan penilaian 3. Berjalan menunduk
negatif tentang diri sendiri
4. Menolak penilaian positif 4. Postur tubuh menunduk
tentang diri sendiri
Gejala dan Tanda Minor:
Subjektif Objektif
1. Sulit berkonsentrasi 1. Kontak mata kurang
2. Lesu dan tidak bergairah
3. Pasif
4. Tidak mampu membuat
keputusan

22
3. Resiko Bunuh diri berhubungan dengan masalah sosial (SDKI)

23
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respons maladaptive.Bunuh
diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah
yang dihadapi. Tingkah laku bunuh diri ada 2, yaitu rentang harapan-putus
harapan dan rentang menghargai-merusak diri. Faktor penyebab terjadinya
bunuh diri tergantung dengan tingkatan perkembangan pada anak, remaja,
mahasiswa, dan lanjut usia. Faktor risiko terjadinya bunuh diri menurut Stuart
dan Sundeen, 1987, hal 488 ada di dalam tabel beikut:
Faktor Risiko tinggi Risiko tinggi
Umur 45 tahun dan remaja 25-45 tahun dan <12
tahun
Jenis Laki-laki Perempuan
Status kawin Cerai, pisah, janda/duda Kawin
Jabatan Profesional Pekerjaan kasar
Pengangguran Pekerja Pekerjaan
Penyakit fisik Kronik, terminal Tidak ada yang serius
Gangguan metal Depresi, halusinasi Gangguan kepribadian
Pemakaian obat dan Ketergantungan Tidak
akohol

Faktor predisposisi terjadinya bunuh diri adalah> 90% orang dewasa


yang mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa, sifat kepribadian,
lingkungan psikososial, riwayat keluarga dan faktor biokimia. Beberapa
kemungkinan diagnosis keperawatan pada keadaan gawat darurat adalah
sebagai berikut:

24
1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri sehubungan dengan alam perasaan
depresi.
2. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidakmampuan menangani
stress, persaan bersalah.
3. Koping yang tidak efektif sehubungan dengan keinginan bunuh diri sebagai
pemecahan masalah.
4. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan krisis yang tiba-tiba
(di rumah, komuniti).
5. Isolasi sosial sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun
6.Gangguan konsep diri: perasaan tidak berharga sehubungan dengan kegagalan
(sekolah, hubungan interpersonal).

3.2 Saran

Terima kasih atas partisipasi anggota kelompok yang telah bekerjasama untuk
menyelesaikan masalah ini. Makalah ini memang belum sempurna ataupun belum
sesuai dengan format penulisan makalah. Untuk itu kami mohon kepada pembaca
ataupun dosen pembimbing untuk memberikan masukan dan kritikan tentang tulisan
kami ini. Saran dan masukan yang anda berikan akan menjadi acuan kami untuk
menyusun makalah selanjutnya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna.1991. Tingkah Laku Bunuh Diri. Jakarta: Arcan

Stuart, Gail Wiscarz dan Sandra J. Sundeen.1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Jakarta: EGC

26

Anda mungkin juga menyukai