Anda di halaman 1dari 17

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN PUSTAKA

Perkerasan jalan merupakan lapisan konstruksi yang diletakkan diatas

tanah dasar (subgrade) yang telah mengalami pemadatan dan mempunyai fungsi

untuk mendukung beban lalu lintas yang kemudian menyebarkannya ke badan

jalan supaya tanah dasar tidak menerima beban yang lebih besar dari daya dukung

tanah yang diijinkan. Tujuan dari pembuatan lapis perkerasan jalan adalah agar

dicapai suatu kekuatan tertentu sehingga mampu mendukung beban lalu lintas dan

dapat menyalurkan serta menyebarkan beban roda-roda kendaraan yang diterima

ke tanah dasar (Silvia Sukirman, 1992).

Lataston (lapis tipis aspal beton) merupakan lapis perkerasan permukaan

jalan dengan campuran bergradasi senjang yang terdiri dari aspal, agregat kasar,

agregat halus, dan bahan pengisi (filler). Campuran Lataston (Hot Rolled Sheet)

berasal dari Hot Rolled Asphalt (HRA) yang berasal dari Inggris dan mengacu

pada spesifikasi BS.549-1973, kemudian dimodifikasi sesuai dengan kondisi di

Indonesia. Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) yang selanjutnya disebut HRS,

terdiri dari dua jenis campuran, HRS Pondasi (HRS-Base) dan HRS Lapis Aus

(HRS-WC) serta ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah

19mm. HRS-Base mempunyai proporsi fraksi agregat kasar lebih besar daripda

HRS-WC (Spesifikasi Umum Kementerian PU 2005).


2.2 LANDASAN TEORI

2.2.1 Lapisan Permukaan Hot Rolled Sheet

Lapisan permukaan terletak paling atas pada suatu jalan raya, lapisan ini

berfungsi sebagai penahan beban roda. Lapisan ini memiliki stabilitas yang tinggi,

kedap air untuk melindungi lapisan dibawahnya sehingga air mengalir ke saluran

di samping jalan, tahan terhadap keausan akibat gesekan rem kendaraan, dan

diperuntukkan untuk meneruskan beban kendaraan ke lapisan bawahnya.

Hot Rolled Sheet adalah salah satu jenis campuran aspal panas yang terdiri

dari campuran agregat halus, agregat kasar, filler dan aspal yang membentuk

mortar atau spesi dengan aspal sebagai pengikat. Susunan agregatnya bergradasi

terbuka atau senjang dimana ada satu bagian fraksi yang tidak terdapat dalam

campuran. Hot Rolled Sheet (HRS)/Lataston/laston 3 dengan tebal penggelaran

minimum 3 s/d 4 cm digunakan sebagai lapis permukaan jalan dengan lalu lintas

sedang.

2.2.2 Bahan Penyusun Perkerasan Jalan

2.2.2.1 Aspal

Aspal didefinisikan sebagai suatu cairan yang lekat atau berbentuk padat

terdiri dari hydrocarbon atau turunannya, terlarut dalam trichloro-ethylene dan

bersifat tidak mudah menguap serta lunak secara bertahap jika dipanaskan. Aspal

berwarna coklat tua sampai hitam dan bersifat melekatkan, padat atau semi padat,

dimana sifat aspal yang menonjol tersebut didapat didalam atau dengan

penyulingan minyak (Kreb,RD & Walker, RD, 1971).

6
Aspal dibuat dari minyak mentah (crude oil) dan secara umum berasal dari

sisa organisme laut dan sisa tumbuhan laut dari masa lampau yang tertimbun oleh

pecahan batu batuan. Setelah berjuta-juta tahun material organis dan lumpur

terakumulasi menjadi lapisan lapisan sedalam ratusan meter, beban dari beban

teratas menekan lapisan yang terbawah menjadi batuan sedimen. Sedimen tersebut

yang lama kelamaan menjadi atau terproses menjadi minyak mentah senyawa

dasar hydrocarbon. Aspal biasanya berasal dari destilasi minyak mentah tersebut,

namun aspal ditemukan sebagai bahan alam (misal : asbuton), dimana sering juga

disebut mineral (Shell Bitumen, 1990).

Selain sebagai bahan pengikat, aspal juga menjadi bahan pengisi pada

rongga-rongga dalam campuran. Dalam campuran Lapis Apal Beton (LASTON)

yang banyak memakai agrgat kasar, penggunaan kadar aspal menjadi sangat

tinggi karena aspal disini berfungsi untuk mengisi rongga-rongga antar agregat

dalam campuran. Kadar aspal yang tinggi menyebabkan campuran Aspal Beton

(LASTON) memrlukan kadar aspal yang tinggi pula. Untuk mengantisipasi kadar

aspal yang tinggi digunakan aspal dengan mutu baik, dengan tujuan memperbaiki

kondisi campuran.

Kadar aspal dalam campuran akan berpengaruh banyak terhadap

karakteristik perkerasan yang rapuh, yang akan menyebabkan raveling akibat

beban lalu lintas, sebaliknya kadar aspal yang terlalu tinggi akan menghasilkan

suatu perkerasan yang tidak stabil.

Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal padat atau keras

dengan penetrasi 60/70 dan mempunyai nilai karakteristik yang telah memenuhi

7
persyartan yang ditetapkan Bina Marga berdasarkan Petunjuk Lapis Tipis Aspal

Beton (Flexible) Laston.

Aspal yang akan digunakan sebagai campuran perkerasan jalan harus

memiliki syarat-syarat sebagai berikut :

a. Daya tahan (Durability)

b. Kepekaan terhadap temperature

c. Kekerasan aspal

d. Daya ikatan (Adhesi dan Kohesi)

2.2.2.2 Agregat

Agregat adalah suatu bahan yang keras dan kaku yang digunakan sebagai

bahan campuran yang berupa berbagai jenis butiran atau pecahan yang termasuk

di dalamnya antara lain pasir, kerikil, agregat pecah, terak dapur tinggi dan debu

agregat. Banyaknya agregat dalam campuran aspal pada umumnya berkisar antara

90% sampai dengan 95% terhadap total berat campuran atau 70% sampai dengan

85% terhadap volume campuran aspal (Henny & Wahyudi, 2010).

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul

beban lalu lintas karena dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung

memikul beban di atasnya dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Kualitas

suatu agregat sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dikandungnya. Diantara

sifat-sifat yang ada yaitu strength atau kekuatan, durability atau kemudahan dalam

pelaksanaan. Sifat kekuatan dan keawetan (strength and durability) dipengaruhi

oleh gradasi, kadar lumpur, kekerasan (hardness) dan bentuk butir (shape-grain).

Gradasi merupakan ukuran luar dari agregat dan dibedakan menjadi agregat kasar,

halus dan agregat pengisi (filler). Gradasi yang baik, seragam dan seimbang dapat

8
meningkatkan kekuatan dan keawetan karena rongga yang dibentuk mudah

dimasuki oleh filler sehingga kerapatannya meningkatakibat tidak ada rongga

yang kosong begitu saja (Putrowijoyo, 2006).

Berdasarkan proses pengolahannya agregat yang digunakan pada

perkerasan lentur dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :

a. Agregat Alam (Natural Aggregate)

b. Agregat dengan Pengolahan

c. Agregat Buatan

Shell (1990) mengelompokkan agregat menjadi 3 (tiga), yaitu :

a. Agregat kasar

b. Agregat halus

c. Mineral pengisi (filler)

Agregat yang digunakan dalam campuran aspal harus memenuhi

persyaratan sebagaimana disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Spesifikasi Pemeriksaan Agregat

No. Jenis pemeriksaan Syarat


1. Keausan (%) Max. 40
2. Penyerapan Max. 3
3. Berat jenis Bulk (gr/cc) Min. 2,5
4. Berat jenis SSD (gr/cc) Min. 2,5
Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton untuk Jalan Raya ( AASHTO

T96-7 )

2.2.2.3 Filler Abu Batu

Filler adalah suatu mineral agregat dari fraksi halus yang sebagian besar

(+ 85 %) lolos saringan nomor 200 (0,075 mm) (Siswosoebrotho, 1996). Pada

prakteknya filler berfungsi untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan

9
mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Meningkatnya komposisi filler dalam

campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi menurunkan kadar air

void (rongga udara) dalam campuran. Meskipun demikian komposisi filler dalam

campuran tetap dibatasi. Terlalu tinggi kadar filler dalam campuran akan

mengakibatkan campuran menjadi getas dan retak ketika menerima bebam lalu

lintas. Akan tetapi terlalu rendah kadar filler akan menyebabkan campuran terlalu

lunak pada saat cuaca panas.

Filler atau yang sering disebut bahan pengisi harus kering dan bebas dari

bahan lain yang mengganggu dan apabila dilakukan pemeriksaan analisa saringan

secara basah, harus memenuhi gradasi yang tertera pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Gradasi Mineral Filler

Ukuran Saringan Filler


No. (mm) % Lolos
No. 30 (0,059 mm) 100
No. 50 (0,279 mm) 95-100
No. 100 (0,149 mm) 90-100
No. 200 (0,074 mm) 70-100

Syarat umum filler adalah

1. Agregat yang lolos saringan no. 200

2. Spesific Grafity lebih dari sama dengan 2,75 gr/cm3

3. Bersifat non plastis

Pada konstruksi perkerasan filler berfungsi sebagai pengisi ruang kosong

(voids) diantara agregat kasar sehingga rongga udara menjadi lebih kecil dan

kerapatan massanya lebih kasar. Dengan bubuk isian yang berbutir halus maka

luas permukaan akan bertambah, sehingga luas bidang kontak yang dihasilkan

juga akan bertambah luasnya, yamg mengakibatkan tekanan terhadap gaya geser

10
menjadi lebih besar sehingga stabilitas geseran akan bertambah. Menurut Bina

Marga tahun 1987 macam dari filler adalah abu batu, abu batu kapur (limestone

dust), abu terbang (fly ash), semen Portland, kapur padam dan bahan non plastis

lainnya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan abu batu sebagai filler.

Abu batu merupakan agregat buatan. Agregat yang yang merupakan

merupakan mineral filler/pengisi (partikel dengan ukuran < 0,075 mm), diperoleh

dari hasil sampingan pabrik‐pabrik semen atau mesin pemecah batu. Material

jenis ini banyak dibutuhkan untuk campuran dalam proses pengaspalan dan bisa

digunakan sebagai pengganti pasir. Abu batu saat ini merupakan bahan

hasil sampingan dalam industri pemecahan batu yang jumlahnya tidak sedikit.

Saat ini di kota kota besar abu batu tidak begitu laku untuk dijual karena

pemakaian dalam industri konstruksi tidak banyak mengingat konstruksi

perkerasan jalan dengan Lapen sudah banyak beralih ke lapisan aspal beton.

Namun pada beberapa daerah material ini masih tetap dipakai dan menjadi

kebutuhan terutama dalam pekerjaan perkerasan jalan aspal.

Tabel 2.3 Kandungan Kimia Dari Abu Hasil Pembakaran Sekam Padi

Komposisi Abu Sekam Berat %


Padi Komponen
SiO2 86,90 – 97,30
K2O 0,58 – 2,50
Na2O 0,00 – 1,75
CaO 0,20 – 1,50
MgO 0,12 – 1,96
Fe2O3 0,00 – 0,54
P2O5 0,20 – 2,84
SO3 0,10 – 1,13
Cl 0,00 – 0,42

Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri

dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses

11
penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa

atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat

digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak

dan energi atau bahan bakar.

a. Sumber Silika

b. Pemurnian Air

c. Bahan Bakar

d. Bahan Bangunan

2.2.2.4 Gradation Master Bands

Susunan butiran agregat atau yang disebut dengan gradasi agregat

dibedakan dalam 3 macam, dengan ilustrasi susunan seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 2.1

a). Menerus b). Rapat


c). Senjang

Gambar 2.1 Gambar Ilustrasi Macam Gradasi Agregat

a. Gradasi menerus (uniform graded)

Gradasi menerus atau seragam adalah agregat dengan ukuran yang

hampir sama / sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya

sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut

12
juga gradasi terbuka. Agregat dengan gradasi menerus akan menghasilkan

lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang, dn

berat volume kecil.

b. Gradasi rapat (well graded)

Gradasi rapat merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam

porsi yang berimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik (well

graded). Agregat dinamakan bergradasi baik bila persen yang lolos setiap

lapis dari sebuah gradasi memenuhi Rumus Fuller dibawah ini :

P = 100 (d/D)0.45

Dimana :

P : persen lolos saringan dengan bukaan d mm

d : ukuran agregat yang sedang diperhitungkan

D : ukuran maksimum partikel dalam gradasi tersebut

Tabel 2.4 menunjukkan spesifikasi gradasi campuran agregat bergradasi

baik yang memenuhi rumus fuller.

Tabel 2.4 Spesifikasi Gradasi Agregat Laston

Ukuran Saringan Lolos Saringan (%) Nilai Tengah (%)


3/4" 19,1 100 100
1/2" 12,7 80-100 90
3/8" 9,5 60-80 70
#4 4,76 48-65 56,5
#8 2,38 35-50 42,5
#30 0,59 18-29 23,5
#50 0,279 13-23 18
#100 0,149 8-16 12
#200 0,074 1-10 5,5
Sumber : Silvia Sukirman ; Beton Aspal Campuran Panas

Gradasi sebaiknya diarahkan mendekati bagian bawah batas

spesifikasi atau dibawah kurva gradasi kasar dapat juga di bagian kanan

13
berada di atas kurva, kemudian memotong kurva dan di bagian kiri berada di

bagian bawah kurva, kemudian memotong kurva dan di bagian kiri berada di

bagian bawah kurva seperti terlihat pada Gambar 2.4 Spesifikasi Gradasi

Agregat Laston sesuai dengan Tabel 2.4

Gambar 2.2 Spesifikasi Gradasi Agregat Laston

a. Gradasi senjang (gap graded)

Gradasi senjang merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi

gradasi menerus dan gradasi rapat. Agregat bergradasi menerus umumnya

digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi timpang, campuran

merupakan agregat dengan satu fraksi hilang atau satu fraksi sedikit sekali.

Agregat dengan gradasi timpang akan menghasilkan lapis perkerasan yang

mutunya terletak antara kedua pengaruh jenis gradasi rapat dengan gradasi

menerus.

14
2.2.3 Karakteristik Campuran

Suatu lapis perkerasan yang baik harus memenuhi karakteristik tertentu

sehingga kuat menahan beban serta aman dan nyaman ketika dilalui kendaraan. Di

bawah ini adalah karakteristik yang akan diinginkan dalam penelitian, yaitu :

1. Stabilitas (Stability)

2. Kelelahan (Flow)

3. Durabilitas (Durability)

4. Tahanan Geser (Skid Resistance)

5. Fleksibilitas

6. Porositas

7. Kuat Tarik

8. Workability

Persentase aspal (dalam berat) yang akan ditambahkan pada agregat

kering, ditentukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Melalui metode

"Marshall Test" akan diperoleh kadar aspal optimum, dimana pada kadar aspal

tersebut persyaratan-persyaratan berikut harus dipenuhi, seperti ditunjukkan pada

Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Persyaratan Kadar Aspal

Kepadatan Lalu Lintas Berat Sedang Ringan

Jenis Pemeriksaan

Stabilitas (kg) 750 650 460


Kelelahan (mm) 2-4 2-4,5 2-5
% Rongga dalam campuran 3-5 3-5 3-5
% Rongga terisi aspal 75-82 75-85 75-85
Jumlah Tumbukan 2 x 75 2 x 50 2 x 35
Sumber : Design Methods Asphalt Concrete, The Asphalt Institute

15
2.2.4 Pengujian Campuran Asphalt Concrete

2.2.4.1 Pengujian Volumetrik

Pengujian volumetric adalah pengujian untuk mengetahui besarnya nilai

densitas, specific gravity campuran dan porositas dari masing-masing benda uji.

Pengujian meliputi pengukuran tinggi, diameter, berat SSD, berat di udara, berat

dalam air dari sampel dan berat jenis agregat, filler dan aspal. Sebelum dilakukan

pengujian Marshall, benda uji dilakukan pengujian Volumetrik untuk masing-

masing benda uji.

Densitas menunjukkan besarnya kepadatan pada campuran Asphalt

Concrete. Besarnya densitas diperoleh dari rumus berikut :

𝑊𝑑𝑟𝑦
𝐷= ……………………………………………...(Rumus 2.1)
𝑉𝑏

Keterangan :

D = Densitas/berat isi (gr/cc)

Wdry = Berat kering/berat di udara (gr)

Vb = Volume bulk (cc)

Nilai density maks. Teoritis dihitung dengan menggunakan rumus :

100
𝐷 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 𝑎 (100−𝑎) …………………...(Rumus 2.2)
𝐺𝑎𝑐
+ 𝐺𝑠𝑒

Keterangan :

D maks teoritis = Density max teoritis (gr/cc)

a = Kadar aspal (%)

16
Gac = Berat Jenis Aspal (gr/cc)

Gse = BJ efektif rata-rata agregat (gr/cc)

Specific gravity campuran menunjukkan berat jenis campuran diperoleh dengan

rumus :

100
𝐺𝑠𝑏 = %𝑊𝐴 %𝑊𝐵 %𝑊𝐶 %𝑊𝑛 ………………(Rumus 2.3)
+ +
𝐺𝑏𝐴 𝐺𝑏𝐵 𝐺𝑏𝐶
+⋯ 𝐺𝑏𝑛

Keterangan :

Gsb = Berat jenis bulk

campuran (gr/cm3)

WA,WB,WC…Wn = Berat agregat masing-masing saringan

(%)

GbA,GbB,GbC,…Gbn = Berat jenis bulk tiap agregat tertahan

saringan

(gr/cm3)

100
𝐺𝑠𝑎= %𝑊𝐴 %𝑊𝐵 %𝑊𝐶 %Wn ……………...(Rumus 2.4)
+ + +⋯
𝐺𝑎𝐴 𝐺𝑎𝐵 𝐺𝑎𝐶 GaN

Keterangan :

Gsa = Berat jenis apparent

campuran (gr/cm3)

WA,WB,WC…Wn = Berat agregat masing-masing saringan (%)

GaA,GaB,GaC…GaN = Berat jenis apparent tiap agregat tertahan saringan

(gr/cm3)

𝐺𝑠𝑏+𝐺𝑠𝑎
𝐺𝑠𝑒 = ………………………………….(Rumus 2.5)
2

17
Keterangan :

Gse = Berat jenis rata-rata agregat (gr/cm3)

Gsa = Berat jenis apparent campuran (gr/cm3)

Gsb = Berat jenis bulk campuran (gr/cm3)

Penyerapan aspal dengan campuran dihitung dengan rumus :

𝐺𝑠𝑎− 𝐺𝑠𝑏
𝑃𝑏𝑎 = 100 × × 𝐺𝑎𝑐 ........................(Rumus 2.6)
𝐺𝑠𝑎 × 𝐺𝑠𝑏

Keterangan :

Pba = Penyerapan Aspal (%)

Gsa = Berat jenis apparent campuran (gr/cm3)

Gsb = Berat jenis bulk campuran (gr/cm3)

Gac = Berat jenis aspal (gr/cm3)

Volume Bulk dihitung menggunakan rumus :

𝑉𝑏 = 𝑊𝑠 – 𝑊𝑤 ………………………………….(Rumus 2.7)

Keterangan :

Vb = Volume Bulk (cc)

Ws = Berat benda uji SSD (gram)

Ww = Berat benda uji di air (gram)

Dari nilai densitas dan specific gravity campuran dapat dihitung besarnya

porositas dengan Rumus 2.6.

100 𝐷
𝑉𝐼𝑀 = [100 − ] …………………….. (Rumus 2.8)
𝐷𝑚𝑎𝑘𝑠𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

Keterangan :

18
VIM = Porositas benda uji (%)

D = Densitas benda uji (gr/cc)

Dmaks teoritis = Nilai densitas maks teoritis (gr/cc)

2.2.4.2 Pengujian Marshall

Pengujian Marshall adalah pengujian terhadap benda uji untuk

menentukan nilai kadar aspal optimum dan karakteristik campuran dengan cara

mengetahui nilai flow, stabilitas, dan Marshall Quotient.

2.2.4.3 Stabilitas (Stability)

Nilai stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus :

𝑆 = 𝑞 × 𝐶 × 𝑘 × 0,454 ………………………………..(Rumus 2.9)

dengan :

𝑆 = Nilai stabilitas terkoreksi (kg)

𝑞 = Pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb)

𝑘 = factor kalibrasi alat

𝐶 = angka koreksi ketebalan

0,454 = konversi beban dari lb ke kg

2.2.4.4 Flow

Flow dari pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel

yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum

sehingga sampel sampai batas runtuh dinyatakan dalam satuan mm atau 0,01”.

19
2.2.4.5 Marshall Quotient

Merupakan perbandingan antara stabilitas dengan kelelahan plastis (flow)

dan dinyatakan dalam kg/mm. Marshall Quotient besarnya merupakan indicator

dari kelenturan yang potensial terhadap keretakan. Nilai Marshall Quotient

dihitung dengan rumus berikut :

𝑆
𝑀𝑄 = ......................................................................... (Rumus 2.10)
𝐹

dengan :

𝑀𝑄 = Marshall Quotient (kg/mm)

𝑆 = Nilai stabilitas terkoreksi (kg)

𝐹 = Nilai flow (mm)

2.2.5 Metode Pengujian Marshall

Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce

Marshall. Prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan

kelelahan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang

terbentuk.

Alat marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring

(cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring

digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur

kelelahan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4

inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).

Secara garis besarpengujian marshall meliputi : persiapan benda uji,

penentuan berat jenis bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow,

dan perhitungan sifat volumetric benda uji.

20
Pada persiapan benda uji, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara

lain :

1. Jumlah benda uji yang dipersiapkan.

2. Persiapan agregat yang akan digunakan.

3. Penentuan temperatur pencampuran dan pemadatan.

4. Persiapan campuran aspal beton.

5. Pemadatan benda uji.

6. Persiapan untuk pengujian Marshall.

Jumlah benda uji yang disiapkan ditentukan dari tujuan dilakukannya uji

Marshall tersebut. AASHTO menetapkan minimal 3 buah benda uji setiap kadar

aspal yang digunakan. Agregat yang akan digunakan dalam campuran

dikeringkan di dalam oven pada temperatur 105-110⁰C. setelah dikeringkan

agregat dipisah-pisahkan sesuai fraksi ukurannya dengan mempergunakan

saringan. Temperature pencampuran bahan aspal dengan agregat adalah pada saat

aspal mempunyai viskositas kinematis sebesar 170 ± 20 centistokes dan

temperatur pemadatan adalah temperatur pada saat aspal mempunyai nilai

viskositas kinematis sebesar 280 ± 30 centitokes. Karena tidak diadakan

pengujian viskositas kinematik aspal maka secara umum ditentukan suhu

pencampuran berkisar antara 145⁰C - 155⁰C, sedangkan suhu pemadatan antara

110⁰C – 135⁰C.

21

Anda mungkin juga menyukai