LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
HELSA JATIRAHAYU
NOMOR : 041/PER/DIR/RSH/VIII/2018
TENTANG
PANDUAN PERLINDUNGAN TERHADAP
KEKERASAN FISIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
RS helsa Jatirahayu bertanggung jawab melindungi pasien serta kelompok pasien
berisiko dari kekerasan fisik baik oleh pengunjung, pasien lain dan staf rumah sakit. RS
Helsa Jatirahayu mengidentifikasi kelompok pasien yang mudah diserang dan yang
berisiko serta menetapkan proses untuk melindungi kelompok pasien berisiko dari
kekerasan fisik.
Proses ini dilakukan sejak pasien mulai mendaftar di tempat penerimaan pasien,
Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Inap, pemeriksaan
penunjang serta di seluruh pelayanan RS Helsa Jatirahayu. Oleh karena itu seluruh staf RS
Helsa Jatirahayu bertanggung jawab terhadap perlindungan pasien dari kekerasan fisik dan
menjamin keselamatan pasien.
B. Tujuan
Tujuan dari perlindungan pasien serta kelompok pasien berisiko dari kekerasan fisik
adalah melindungi pasien serta kelompok pasien berisiko dari kekerasan fisik yang
dilakukan oleh pengunjung, staf rumah sakit dan pasien lain serta menjamin keselamatan
pasien serta kelompok pasien berisiko yang mendapat pelayanan di RS Helsa Jatirahayu.
Buku panduan ini digunakan sebagai acuan bagi seluruh staf RS Helsa Jatirahayu
dalam melaksanakan pelayanan perlindungan pasien serta kelompok pasien berisiko dari
kekerasan fisik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang disengaja atau penganiayaan secara
langsung merusak integritas fisik maupun psikologis korban, ini mencakup antara lain
memukul, menendang, menampar, mendorong, menggigit, mencubit, pelecehan seksual,
dan lain-lain yang dilakukan baik oleh pasien, staf maupun oleh pengunjung.
Kekerasan psikologis termasuk ancaman fisik terhadap individu atau kelompok yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada fisik, mental, spiritual, moral atau sosial termasuk
pelecehan secara verbal.
Kelompok yang berisiko mengalami tindakan kekerasan adalah :
1. Bayi Baru Lahir (Neonatus) adalah bayi dalam kurun waktu satu jam pertama
kelahiran.
2. Anak – anak adalah masa yang dimulai dari periode bayi sampai masa pubertas yaitu
13-14 tahun.
3. Lansia (Lanjut Usia) adalah periode dalam kehidupan yang ditandai dengan
menurunnya kemampuan fisik dan psikologis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
penggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59
tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 –90 tahun dan
usiasangat tua (very old) diatas 90 tahun.
4. Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya
untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari : penyandang cacat fisik,
penyandang cacat mental serta penyandang cacat fisik dan mental. Kecacatan fisik
terdiri dari kecacatan tubuh, netra dan rungu wicara
5. Perempuan adalah seorang manusia yang mempunyai vagina, dapat menstruasi,
hamil, melahirkan dan menyusui anak.
Kekerasan pada perempuan adalah segala bentuk kekerasan berbasis jender yang
berakibat menyakiti secara fisik,seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan.
6. Pasien gangguan kesadaran adalah pasien yang tidak dapat dibangunkan, tidak
memberikan respons normal terhadap rasa sakit atau rangsangan cahaya, tidak
memiliki siklus tidur-bangun, dan tidak dapat melakukan tindakan sukarela. Koma
dapat timbul karena berbagai kondisi, termasuk keracunan, keabnormalan metabolic,
penyakit system saraf pusat, serta luka neurologis akut seperti stroke dan hypoxia,
gegar otak karena kecelakaan berat terkena kepala dan terjadi pendarahan di dalam
tempurung kepala. Koma juga dapat secara sengaja ditimbulkan oleh agen
farmasentika untuk mempertahankan fungsi otak setelah timbulnya trauma otak lain.
3
Landasan Hukum
1. Undang-undang RI No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Kementerian Kesehatan RI. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Tahun 2012.
3. Undang – Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-undang Republik Indonesia tentang Penyandang Cacat
4
BAB III
RUANG LINGKUP
RS Helsa Jatirahayu melindungi pasien serta kelompok pasien berisiko dari kekerasan fisik
baik oleh pengunjung, pasien lain dan staf rumah sakit selama pasien mendapatkan pelayanan
di rumah sakit baik rawat jalan maupun rawat inap.
Petugas yang bertanggung jawab untuk melindungi pasien serta kelompok pasien berisiko
dari kekerasan fisik adalah :
1. Bila tindak kekerasan fisik dilakukan oleh pasien :
Perawat unit bertanggung jawab untuk mengamankan kondisi dan memanggil dokter
medis untuk menilai kebutuhan fisik dan psikologis dan mengecualikan masalah medis
pasien tersebut.
2. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh anggota staf rumah sakit :
Perawat unit bertanggung jawab menegur staf tersebut dan melaporkan insiden ke kepala
bidang terkait untuk diproses lebih lanjut.
3. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh pengunjung :
Staf bertanggung jawab dan memiliki wewenang untuk memutuskan diperbolehkan atau
tidak pengunjung tersebut memasuki area RS Helsa Jatirahayu.
4. Petugas Security bertanggung jawab memantau seluruh area rumah sakit serta menjaga
keamanan di rumah sakit.
5
BAB IV
TATA LAKSANA
c. Berikan tanda pengenal kepada penunggu pasien (maksimal 2 orang) dan wajib
dipakai selama berada di lingkungan RS Helsa Jatirahayu :
1) Pada saat pasien masuk di ruang perawatan rawat inap ataupun ICU, perawat
menanyakan kepada pasien/keluarga pasien “siapa yang menunggu pasien
selama dalam masa perawatan”, untuk pemberian tanda pengenal “penunggu
pasien”
7
2) Perawat meminta pihak keluarga untuk selalu menjaga pasien atau pihak lain
yang ditunjuk sesuai kecacatan yang disandang.
b. Pasien rawat inap :
1) Penempatan pasien dikamar rawat inap sedekat mungkin dengan nurse
station.
2) Khusus untuk pasien dengan cacat mental, terkadang tidak bisa
mengendalikan perilakunya (mengamuk atau kemungkinan melukai diri
sendiri dan orang lain), sehingga pasien tersebut perlu dilakukan tindakan
pembatasan gerak (restraint) atau menempatkan pasien di kamar isolasi.
3) Perawat memastikan dan memasang pengaman tepat tidur
4) Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat
digunakan.
5) Meminta keluarga untuk selalu menjaga pasien baik oleh keluarga atau
pihak yang ditunjuk dan dipercaya.
c) Saat mengambil bayi cocokkan identitas bayi dan identitas ibu, jika
sudah cocok tandatangan di lembar serah terima bayi di rawat inap pada
kolom “pengambilan bayi”, Ibu dan petugas tandatangan pada kolom
yang telah disediakan.
d) Lembar serah terima bayi di rawat inap didokumentasikan di Dokumen
Rekam Medic Pasien.
8) Serah terima bayi pulang menggunakan lembar Check list edukasi dan serah
terima bayi saat dipulangkan
b. Anak
1) Perawat meminta pihak keluarga untuk selalu menemani pasien anak di
ruang rawat inap.
2) Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila
akan dilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan.
3) Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.
4. Pasien yang berisiko disakiti (resiko penyiksaan, narapidana, korban dan tersangka
tindak pidana, korban kekerasan dalam rumah tangga)
a. Korban Tawuran, korban perkelahian dan korban KDRT
1) Pada saat pasien masuk IGD, tutup akses masuk IGD (mengunci pintu depan
masuk IGD).
2) Petugas Security menjaga di pintu IGD.
3) Sampaikan kepada pasien ataupun pengantar pasien IGD yang lain bahwa
untuk sementara pintu IGD akan dikunci, dan untuk sementara tidak
diperbolehkan untuk keluar masuk dulu.
4) Dokter dan perawat melakukan tindakan penanganan kepada pasien Korban
Tawuran/ korban perkelahian/ korban KDRT.
5) Pintu IGD dibuka kembali setelah pasien Korban Tawuran/ korban
perkelahian/ korban KDRT bisa ditangani oleh dokter ataupun perawat serta
situasi sudah aman.
b. Jika pasien dirawat inap, maka tempatkan dikamar perawatan sedekat mungkin
dengan nurse station.
c. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas dikantor
perawat, berikut dengan penjaga pasien lain yang satu kamar perawatan dengan
pasien berisiko.
10
Perlindungan Pasien Terhadap Kekerasan Fisik adalah suatu upaya rumah sakit
untuk melindungi pasien dari kekerasan fisik oleh pengunjung, pasien lain atau staf rumah
sakit. Buku panduan ini hanyalah merupakan memerlukan dukungan dan kerjasama dari
berbagai pihak dalam penerapannya untuk mencapai tujuan sesuai yang diharapkan. maka
diharapkan setiap karyawan rumah sakit dapat melaksanakan prosedur perlindungan pasien
serta kelompok pasien berisiko terhadap kekerasan fisik dengan baik dan benar serta
melayani pasien dengan memuaskan.
Direktur
RS Helsa Jatirahayu