TINJAUAN PUSTAKA
5
6
2. Paralel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran
cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek. Apabila terjadi
perkembangan kota, saluran-saluran dapat menyesuaikan diri.
Saluran cabang
Saluran utama
4. Alamiah
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada
sungai. Sungai sebagai saluran pembuangan akhir berada di tengah kota, hanya
beban sungai pada pola alamiah lebih besar.
5. Radial
Pola jaringan ini terdapat pada daerah berbukit, sehingga pola saluran
meluncur ke segala arah.
Saluran
6. Jaring-jaring
Mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan
cocok untuk daerah dengan topografi datar.
Saluran cabang
Saluran utama
Laut
4. Waktu Konsentrasi
Waktu Konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari
titik yang paling jauh pada daerah hilir suatu aliran. Waktu konsentrasi
(tc=to+td) terdiri dari :
13
a. Inlet time (to), waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di muka
tanah menuju saluran drainase.
b. Conduct time (td), waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di
sepanjang saluran.
m1
F ................................................................................................... (2.2)
m2
14
Keterangan :
F = faktor koreksi
n = banyaknya data
m1 = gradien garis lurus
m2 = gradien garis tidak lurus
xi = kumulatif stasiun pembanding
yi = kumulatif stasiun utama
Dalam pembuatan kurva masa ganda data yang dibuat mendekati linier,
sehingga data yang digunakan adalah data kumulatif dengan langkah perhitungan
sebagai berikut :
1. Menentukan satu stasiun utama sebagai stasiun dasar pengamatan
2. Menentukan stasiun lainnya sebagai pembanding.
3. Menghitung kumulatif data curah hujan pada stasiun utama (dy).
4. Menghitung rata – rata data curah hujan dan kumulatif stasiun – stasiun
pembandingnya (dx).
5. Membuat grafik lengkung massa ganda dengan (dx) sebagai basis dan (dy)
sebagai ordinat.
6. Menentukan trend baru dan trend lama. Tren baru (M1) merupakan data yang
diasumsikan dalam garis lurus, sedangkan trend lama (M2) yaitu data yang
diasumsikan tidak dalam garis lurus.
7. Menghitung nilai gradien dari trend baru dan trend lama dengan menggunakan
rumus (2.1).
8. Menghitung faktor koreksi menggunakan rumus (2.2).
9. Mengoreksi data dengan cara mengalikan data yang akan diasumsikan tidak
dalam garis lurus faktor koreksi lalu membuat grafik datanya.
satu proses penyiapan data hujan adalah menguji homogenitas data dan
mengkoreksi data yang tidak homogen agar memenuhi syarat homogenitas.
Pengujian ini dilakukan dengan mengeplotkan (N, Tr') pada grafik homogenitas
lalu ditinjau apakah plot (N, Tr') berada pada batas yang homogen. Berikut ini
adalah langkah – langkah pengujian homogenitas :
1. Mengurutkan data curah hujan dari data curah hujan tertinggi ke data curah
hujan terendah kemudian menghitung rata – ratanya.
2. Menghitung nilai standar deviasi data hujan dengan rumus :
n Xi. Xr
2
SD ..................................................................... (2.3)
n 1
3. Mencari nilai Yn dan Sn pada Tabel (2.1) dan Tabel (2.2).
4. Membuat persamaan curah hujan rancangan sebagai berikut :
dranc = dr + (Yt – Yn) ....................................................................... (2.4)
Keterangan :
dranc = Curah hujan rancangan dengan kala ulang T
dr = Rata – rata data curah hujan
TR 1
Yt = Reduce variate = ln ln .
TR
TR = Kala ulang
Yn = Tabel berdasar n (Tabel 2.6)
S = Standar deviasi data curah hujan
Sn = Tabel berdasar n (Tabel 2.7)
5. Menghitung curah hujan rancangan dengan kala ulang 10 tahun (d10).
d10 x yt y n .
s
..................................................................... (2.5)
sn
1
TR Yt ................................................................... (2.6)
1 e e
6. Menghitung kala ulang (Tr) untuk curah hujan rata – rata (dr) berdasarkan
langkah 5.
16
d1 d 2 d 3 .... d n n d i
d ..................................................... (2.8)
n 1 n
Keterangan :
d = Tinggi curah hujan rata – rata (mm)
d1,d2, …. , dn = Besarnya curah hujan yang tercatat pada masing-masing stasiun
(mm)
n = Jumlah stasiun pengukur hujan
2. Metode Poligon Theissen
Metode ini dilakukan dengan menganggap bahwa setiap stasiun hujan
dalam suatu daerah mempunyai luas pengaruh tertentu dan luas tersebut
merupakan faktor koreksi bagi hujan stasiun menjadi hujan daerah yang
bersangkutan. Caranya adalah dengan memplot letak stasiun – stasiun curah hujan
ke dalam gambar DAS yang bersangkutan. kemudian dibuat garis penghubung di
antara masing – masing stasiun dan ditarik sumbu tegak lurus.
17
Cara ini merupakan cara terbaik dan paling banyak digunakan walau
masih memiliki kekurangan karena tidak memasukkan pengaruh topografi.
Metode ini dapat digunakan apabila pos hujan tidak banyak. Curah hujan daerah
metode poligon Theissen dihitung dengan persamaan :
d1. A1 d 2 . A2 .... d n . An n di . Ai
d ................................................. (2.9)
A1 A2 .. An 1 A
Keterangan :
d = Curah hujan daerah (mm)
d1,d2,…dn = Curah hujan yang tercatat di stasiun 1 sampai stasiun ke n (mm)
A1,A2,…An = Luas daerah pengaruh tiap-tiap stasiun (km2)
Keterangan :
d = Curah hujan rata-rata areal (mm)
d1,d2,…dn = Curah hujan di garis Isohyet(mm)
18
Metoda Rata-rata
Pegunungan
Aljabar
Topografi DAS
Dataran Metoda Thiessen
Berbukit dan Tidak Beraturan Metoda Isohiet
Simpangan Baku
Koefisien Variasi
Koefisien Skewness
Kutosis
1. Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss, perhitungan
curah hujan rencana menurut metode distribusi normal, mempunyai persamaan
sebagai berikut :
X T X a K T .S ..................................................................................... (2.11)
XT Xa
KT ....................................................................................... (2.12)
S
Keterangan :
XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
Xa = Nilai rata hitung
S = deviasi standar
KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang
Nilai faktor frekuensi KT sudah tersedia dalam tabel nilai variable reduksi
Gauss, seperti ditunjukkan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 2.4 Nilai Variabel Reduksi Gauss
No. Periode Ulang, T Peluang KT
(Tahun)
10 2,000 0,500 0
LogX r
LogX i
................................................................................. (2.13)
n
S log X
( LogX i log X a ) 2
.......................................................... (2.14)
n 1
Keterangan :
n
i 1
log X i
log X r ......................................................................... (2.16)
n
3) Hitung harga simpangan baku :
log X log X r
n 2
i 1
S
i
n 1 ............................................................ (2.17)
4) Hitung koefisien kepencengan :
log X log X r
n 3
i 1
i
CS
(n 1)(n 2) S 3 ............................................................. (2.18)
5) Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus :
Log ( X ) log( X r ) G.S
.................................................................... (2.19)
Keterangan :
G = Variabel standar untuk X yang besarnya tergantung koefisien
kepencengan Cs. (Tabel 2.4)
XT = Nilai curah hujan dengan nilai T.
Xr = Rata – rata nilai curah hujan.
n = banyaknya data.
Xi = nilai curah hujan tahun ke – i.
24
1
TR
P .............................................................................................. (2.21)
Keterangan :
P = Peluang
TR = Kala ulang (tahun)
m = Data urut ke-….
n = Jumlah seluruh data
4) Hitung standar deviasi data curah hujan tersebut
. X i X r
2
s
n 1 ......................................................................... (2.22)
5) Berdasarkan jumlah data cari nilai Yn dan Sn (Tabel 2.5 dan 2.6)
6) Buat persamaan curah hujan rancangan
x rancangan X r Yt Yn .
s
............................................................ (2.23)
sn
Keterangan :
Xrancangan = Curah hujan rancangan
Xr = Rata – rata data curah hujan
Yt = Reduce Variate, merupakan fungsi probabilitas
Yn = Reduce Variate Mean, merupakan fungsi dari pengamatan
Sn =Reduce Variate Standart deviation, merupakan koreksi
penyimpangan Tabel berdasar n
S = Standar deviasi
7) Hitung Yt dengan persamaan berdasarkan kala ulang (TR) yang dikehendaki
TR 1
Yt ln ln . ..................................................................... (2.24)
TR
8) Hitung Xrancangan dengan memasukkan kedalam persamaan yang berada pada
langkah ke-6
26
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,507 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353
30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5436
40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611
(Sumber : Suripin, 2004:51)
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590
50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734
60 1,1747 1,1759 1,1170 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060
100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096
(Sumber : Suripin, 2004:52)
27
Untuk menetukan jenis distribusi maka harus dihitung terlebih dahulu koefisien
kepencengan (Cs) dan koefisien kepuncakan (Ck) memenuhi atau tidak. Syarat
nilai koefisien kepencengan (Cs) dan koefisien kepuncakan (Ck) adalah seperti
tabel 2.2 (Pemilihan Distribusi).
Keterangan :
x2hitung = parameter Chi-Square terhitung
G = jumlah sub kelompok
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
Parameter x2hitung merupakan variable acak. Peluang yang mencapai x2hitung
sama atau lebih besar dari nilai chi-square sebenarnya (x2). Uji Chi-Square juga
dapat menggunakan grafik.
Langkah-langkah uji Chi-Square adalah sebagai berikut :
a. Plot data empiris (pengamatan) dan persamaan garis d pada kertas Distribusi
Gumbel
b. Uji simpangan horisontal/absis dengan uji Smirnov-Kolmogorov (Yt, P, Tr),
langkah-langkahnya sebagai berikut :
1) Membuat tabel nilai Xempiris (pengamatan hujan)
2) Menghitung Pempiris, TRempiris, Ytempiris
3) Menghitung Ytteoritis dari persamaan Gumbel yang telah dibuat untuk tiap
nilai Xempiris (Yt = ..…. + ..... d)
4) Menghitung nilai TRteoritis dari nilai Ytteoritis
5) Menghitung nilai Pteoritis dari nilai TRteoritis
6) Menghitung ∆P = |Pempiris-Pteoritis|, cari yang maksimal
7) Menghitung nilai Do (tabel) untuk n tertentu dan 𝛼 tertentu
8) Jika ∆P < Do, maka distribusi yang digunakan sesuai/memenuhi.
c. Uji simpangan vertikal/ordinat dengan uji Chi-Square (Curah Hujan), langkah-
langkahnya yaitu sebagai berikut :
1) Tabelkan nilai Xempiris, Ytempiris
2) Hitung nilai Xteoritis dari nilai Ytempiris dengan persamaan Gumbel yang telah
dibuat (Yt = ..…. + ..... d)
3) Hitung nilai Chi-Square (x2)
4) x2hit=S(Xempiris–Xteoritis)2 / Xteoritis
5) Tentukan nilai Chi-Square tabel (x2tab)
6) df=n-jumlah variabel-1 (jumlah variabel=2)
29
lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya diperoleh pos penakar hujan otomatis.
Selanjutnya berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat
dibuat dengan salah satu dari beberapa persamaan sebagai berikut :
1. Metode Talbolt, rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dat
tetapan – tetapan a dan b ditentukan dengan harga – harga yang terukur.
a
I
t b .............................................................................................. (2.26)
Keterangan :
I = Intensitas Curah hujan (mm/jam)
t = Lamanya curah hujan (jam)
a dan b = Konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi di DAS
2. Metode Sherman , rumus ini lebih cocok digunakan untuk jangka waktu curah
hujan yang lamanya lebih dari 2 jam.
a
I
t n ................................................................................................. (2.27)
Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Lamanya curah hujan (jam)
n = Konstanta
3. Metode Ishiguro
Rumus yang digunakan adalah
a
I
t b .......................................................................................... (2.28)
Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Lamanya curah hujan (jam)
a dan b = Konstanta
32
Jika yang ada data curah hujan maksimum (R24) metode yang digunakan
adalah sebagai berikut :
1) Metode Mononobe,
Rumus metode mononobe sebagai berikut :
2
R 24 24 3
I
24 t ............................................................................... (2.29)
Keterangan :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
t = Lamanya curah hujan (jam)
2) Metode Van Breen, rumus yang digunakan :
54.d 24 0,707(d 24 ) 2
I ................................................................. (2.30)
t 0,31.d 24
Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Waktu/durasi curah hujan (jam)
d24 = Tinggi hujan maksimum dalam 24 jam
B. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan untuk
mengalir dari titik terjauh pada suatu daerah pengaliran menuju titik tertentu
yang ditinjau sehingga akan didapatkan debit yang maksimum.
Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah
rumus yang dikembangkan oleh Kirpich yaitu (Suripin, 2004:84)
0 , 385
0,87.L2
t c ............................................................................... (2.31)
1000.S
Keterangan :
tc = Waktu konsentrasi dalam jam
L = Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (km)
S = Kemiringan rata – rata saluran utama (mm)
33
Keterangan:
Q = Debit banjir rancangan (m³/detik)
36
A
R
P .................................................................................................... (2.47)
Q V A ............................................................................................... (2.48)
40
semua jenis zat suspensi, karena tergantung juga kepada ukuran dan bentuk
butir.
2. Karakteristik Kimia
Terdiri dari dua parameter yaitu parameter Organik dan Paraeter Anorganik.
3. Karakteristik Biologi
Limbah cair biasanya mengandung mikroorganisme yang memiliki peranan
penting dalam pengolahan limbah cair secara biologi, tetapi ada juga mikro-
organisme yang membahayakan bagi kehidupan manusia. Mikro-organisme
tersebut antara lain bakteri, jamur, protozoa dan algae.
dipompa kembali ke bagian bak pengendap awal dengan pompa sirkulasi lumpur.
Sedangkan air limpasan sebagian dialirkan ke bak yang ditanami ikan, dan
sebagian lagi dialirkan ke bak khlor. Didalam bak khlor ini air limbah
dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patigen.
Penambahan khlor bisa dilakukan dengan menggunakan khlor tablet atau dengan
larutan kaporit yang disuplai melalui pompa dosing. Air olahan, yakni air yang
keluar setelah proses khlorinasi sebagian digunakan untuk mengaliri taman dan
sebagian dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan
kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik
(BOD,COD), ammonia, SS, phospat dan lainnya dapat juga turun secara
signifikan. (Sugiharto, 1987)
IPAL yang akan digunakan yaitu IPAL fabrikasi oleh PT. BioSeven
Fibreglass Indonesia. Bioseven IPAL adalah unit pengolahan limbah modern
dengan menggunakan biotechnology dan biofiltration system. Bioseven IPAL
menggunakan sistem media cell ganda (joint treatment anaerob and aerob) dan
sistem pengendapan lumpur yang melakukan efisiensi pengolahan 90% sehingga
air buangan hasil olahan sudah sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan oleh
pemerintah, yaitu sebagai berikut :
1. BOD < 20-50 mg/l
2. DFDF
3. COD < 50-80 mg/l
4. Minyak dan lemak < 20-30 mg/l
5. Amoniak < 10 mg/l
6. KMnO4 < 85 mg/l
7. TSS < 50 mg/l
8. Blue Metilen < 2 mg/l
9. PH 6-9
Adapun proses pengolahan Bioseven IPAL adalah sebagai berikut :
1. Tahap pertama : pemisahan limbah domestik dengan benda-benda padat
lainnya yang tidak dapat terurai oleh bakteri pengurai.
48
sampai 600 mm. Pipa ini terbuat dari tanah yang dicampur dengan air, dibentuk
kemudian dijemur dan dipanaskan dalam suhu tinggi.Keuntungan penggunaan
pipa ini adalah tahan korosi akibat produksi H2S limbah cair. Selain itu,
kelemahan pipa ini mudah pecah dan umumnya dicetak dalam ukuran pendek.
5. PVC (Polyvinyl chloride)
Pipa ini banyak digunakan karena mempunyai keunggulan, antara lain mudah
dalam penyambungan, ringan, tahan korosi, tahan asam, fleksibel, dan
karakteristik aliran sangat baik. Sambungan pipa penyalur limbah cair dapat
berupa adukan semen, aspal, karet penyekat (rubber gasket), atau serat goni.
Hal yang perlu diperhatikan adalah sambungan tersebut harus tahan rembesan,
terhadap pertumbuhan akar pohon yang melewatinya, korosi, dan mudah dalam
penanganannya, serta hemat.
Hubungan antara kepadatan dengan relative density, nilai N SPT, qc, dan ϕ
adalah sebanding. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.17 :
Tabel 2.17 Hubungan antara kepadatan dengan relative density, nilai N SPT,
qc, dan ϕ
Kepadatan Relatif Nilai N Tekanan Sudut Geser
Density SPT Konus qc (ϕ)
(𝜸𝒅) (kg/cm2)
Very Loose (sangat < 0,2 <4 < 20 < 30
lepas)
Loose (lepas) 0,2 – 0,4 4 - 10 20 - 40 30 - 35
Medium Sense (agak 0,4 – 0,6 10 - 30 40 - 120 35 - 40
kompak)
Dense (kompak) 0,6 – 0,8 30 - 50 120 - 200 40 - 45
Very Dense (sangat 0,8 – 1,0 > 50 > 200 > 45
kompak)
(Sumber : Mayerhof, 1965)
Beton dan baja dapat bekerja bersama-sama atas dasar beberapa alasan,
yaitu:
1. Lekatan (bond, atau interaksi antara batangan baja dengan beton keras
sekelilingnya).
2. Campuran beton yang memadai memberikan sifat anti resap yang cukup dari
beton untuk mencegah karat baja.
3. Angka kecepatan muai yang hampir serupa sehingga menimbulkan tegangan
antara baja dan beton yang dapat diabaikan dibawah perubahan suhu udara.
Tinggi
Dia- Luas Dia-meter Lebar
sirip
meter Penam- dalam rusuk me- Berat
Pena- melintang
No nominal pang nominal manjang nominal
maan
(d) nominal (do) Ma (maks)
min
x
Mm cm2 Mm mm mm Mm Kg/m
1 S.6 6 0,2827 5,5 0,3 0,6 4,7 0,222
2 S.8 8 0,5027 7,3 0,4 0,8 6,3 0,395
3 S.10 10 0,7854 8,9 0,5 1,0 7,9 0,617
4 S.13 13 1,327 12,0 0,7 1,3 10,2 1,04
5 S.16 16 2,011 15,0 0,8 1,6 12,6 4,58
6 S.19 19 2,835 17,8 1,0 1,9 14,9 2,23
7 S.22 22 3,801 20,7 1,1 2,2 17,3 2,98
8 S.25 25 4,909 23,6 1,3 2,5 19,7 3,85
9 S.29 29 6,625 27,2 1,5 2,9 22,8 5,18
10 S.32 32 8,042 30,2 1,6 3,2 25,1 6,31
11 S.36 36 10,18 34,0 1,8 3,6 28,3 7,99
12 S.40 40 12,57 38,0 2,0 4,0 31,4 9,88
13 S.50 50 19,64 48,0 2,5 5,0 39,3 17,4
(Sumber : SNI 2847-2012)
56
2.12.1 Pelat
Pelat/slab adalah elemen horisontal utama yang menyalurkan beban hidup
maupun beban mati kerangka pendukung vertikal dari suatu sistem pendukung.
(Edward G. Nawi, 1998 : 61). Terdapat dua jenis pelat yaitu pelat satu arah dan
pelat dua arah.
1. Pelat satu arah (one way slab)
Pelat satu arah adalah pelat yang didukung pada dua tepi yang berhadapan
sehingga lenturan timbul hanya dalam satu arah saja, yaitu pada arah yang
tegak lurus terhadap arah dukungan tepi. Apabila pelat didukung sepanjang
keempat sisinya dimana perbandingan sisi panjang terhadap sisi pendek yang
saling tegak lurus lebih besar dari tiga, pelat hanya dianggap bekerja sebagai
pelat satu arah dengan lenturan utama pada sisi yang lebih pendek.
𝑓𝑐′ 600
𝜌𝑏 = 0,85 . 𝛽 . 𝑓𝑦
. 600 + 𝑓 …………………………… (2.52)
𝑦
Syarat 𝜌min<𝜌<𝜌max
c) Menghitung ratio tulangan
𝑀𝑢
Rn = 𝜙 . ……………………………………… (2.54)
𝑏. 𝑑
𝑓𝑦
m= …………………………………………(2.55)
𝜙 . 𝑓𝑐′
1 2 . 𝑚 . 𝑅𝑛
𝜌perlu = 𝑚 . (1 − √1 − )…………………(2.56)
𝑓𝑦
Dimana
h = tebal pelat
ln = bentang terpanjang
fy = mutu tulangan yang digunakan
β = koefisien (ly/lx)
61
b. Menghitung pembebanan
Pembebanan didapatkan dari Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk
Gedung (PPIUG) 1983 yakni meliputi beban mati, beban hidup, beban
angin, dan beban berfaktor.
c. Menghitung momen
Perhitungan momen pada pelat tiap jenis tumpuanya berbeda dimana
koefisienya di hitung dengan mencari perbandingan ly dan lx dan di
masukan sesuai jenis tumpuanya dan perbandingannya tersebut. Jika
perbandingan ly dan lx tidak ada pada tabel maka di cari dengan di
ekuivalenkan.
Tabel 2.21 perhitungan momen pada pelat
Dimana
Mly = momen lapangan arah y
Mlx = momen lapangan arah x
Mty = momen tumpuan arah y
Mtx= momen tumpuan arah x
62
D1 D2 dy dx
h
dimana
fy = mutu beton bertulang
= kostanta yang tergantung dari mutu beton
Fc’ = kuat tekan beton
f. Menghitung tulangan pelat
Untuk menentukan tulangan pada pelat lantai terlebih dahulu ada berbagai
hal yang dihitung diantranya :
(a) Menentukan momen ultimate yakni momen terbesar di lapangan dan di
tumpuan
(b) Menghitung rasio tulangan perlu dengan rumus seperti berikut :
63
1 2𝑚 .𝑅𝑛
perlu𝑚 (1 − √1 − ) ……………………………………(2.65)
𝑓𝑦
Dengan nilai
𝑓𝑦
m = 0.85 .𝑓𝑐′………………………………………….. ……….. (2.66)
𝑚𝑢
Rn = ∅.𝑏.𝑑𝑥²…………………………………………………… (2.67)
Dimana
Mu = momen ultimate
Fy = mutu beton bertulang
Ǿ = koefisien 0,8
b = panjang 1 meter
dx = tinggi efektif pelat
fc’ = kuat tekan beton
ρ perlu di temukan jika hasilnya lebih besar dari pada ρ min maka
digunakan ρ perlu, jika hasilnya lebih kecil dari ρ min maka digunakan
ρ min
(c) Menghitung luas tulangan perlu dengan mengunakan rumus:
As perlu = ρ min/perlu . b . dx……………………………… (2.68)
Dimana
b = panjang 1 meter
dx = tinggi efektif pelat
Untuk menghitung tulangan bagi menguanakan rumus berikut:
As’ = 0,002 . b . h……………………………… …(2.69)
Dimana
As’ = luas tulangan
b = jarak 1 meter
h = tebal pelat
(d) Menentukan tulangan dan diameter pelat dengan mengunakan tabel
tulangan
64
2.12.2 Balok
Balok adalah elemen struktur yang menyalurkan beban-beban tributary
dari slap lantai ke kolom penyangga yang vertikal. Pada umumnya elemen balok
dicor secara monolid dengan slap, dan secara struktur di tulangi dibagian bawah,
atau di bagian atas dan bawah. Karena balok dicor secara monolit dengan slap,
maka elemen tersebut membentuk penampang balok T untuk tumpuan dalam dan
balok L untuk tumpuan tepi (Edward G. Nawi, 1998:61) Dalam merencanakan
balok untuk struktur bangunan dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1. Melakukan peninjauan tehadap portal
Dengan diambil salah satu portal yang memdapatkan pembebanan paling besar
dapat mempercepat perhitungan. Karena bentang yang lainya bisa disamakan.
Portal yang ditinjau harus memabawa pelat yang paling besar.
2. Menghitung dimensi balok
Dapat dilakukan dengan cara mengasumsikan dimensi balok.
3. Menghitung beban ekuivalen
Karena balok yang berfungsi menahan beban dari pelat maka balok menerima
beban dari pelat pada 2 bentuk yakni Beban merata segitiga dan beban merata
trapezium sehinga sehingga keduanya harus dirubah menjadi beban merata
yang sejajar Dengan mengunakan rumus persamaan:
a. Untuk beban merata segitiga
1 2𝑚 .𝑅𝑛
perlu𝑚 (1 − √1 − ) ………………………………(2.77)
𝑓𝑦
𝑓𝑦
m = 0.85 .𝑓𝑐′………………………………………………. (2.78)
𝑚𝑢
Rn = ∅.𝑏.𝑑𝑥²……………………………… ………………. (2.79)
2.12.3 Kolom
Menurut Edward G. Nawi dalam bukunya (1998), kolom adalah elemen
vertikal yang memikul sistem lantai structural. Elemen ini merupakan elemen
yang mengalami struktur tekan dan pada umumnya disertai dengan momen lentur.
Kolom merupakan salah satu unsure terpenting dalam peninjauan keamanan
struktur.kolom juga memikul beban dari balok Kolom berfungsi meneruskan
beban-beban dari elevasi atasnya ke elevasi bawahnya dampai kepondasi dan
disalurkan ke tanah pendukungnya. Kolompun dibagi menjadi beberapa menurut
bentuknya jenis di antaranya:
68
Dimana:
k = faktor tekuk
Lu = panjang tak tertumpu
r = jari-jari girasi; ditetapkan 0,30.h dimana h ukuran dimensi kolom persegi
pada arah bekerjanya momen; atau 0,25.D dimana D adalah diameter kolom
bulat
3. Kolom panjang (Kolom langsing)
Dengan bertambahnya rasio kelangsingan, deformasi lentur akan bertambah
demikian juga dengan momen sekunder yang dihasilkan. Jika momen ini
69
Adapun kolom apabila ditinjau dari beban yang bekerja terhadap penampang
melintangnya yakni sebagai berikut:
1. Kolom yang mengalami beban sentris
Kolom yang mengalami beban sentris berarti tidak mengalami momen lentur.
2. Kolom dengan beban eksentris
Kolom dengan beban eksentris selain mengalami beban aksial juga bekerja
momen lentur. Momen ini dapat dikonversikan menjadi satu beban P dengan
eksentrisitas e.
4. Kriteria keindahan/keserasian/keteraturan
Dicapai dengan penghijauan,mempertahankan karakteristik topografi dan
lingkungan yang ada, misalnya tidak meratakan bukit, mengurug seluruh
rawa atau danau/sungai dan sebagainya.
5. Kriteria fleksibiltas
Dicapai dengan mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan
fisik/pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik
lingkungan dan keterpaduan prasarana.
6. Kriteria keterjangkauan jarak,
Dicapai dengan mempertimbangkan jarak pencapaian ideal kemampuan
orang berjalan kaki sebagai pengguna lingkungan terhadap penempatan
sarana, prasarana dan utilitas lingkungan.
7. Kriteria lingkungan berjati diri
Dicapai dengan mempertimbangkan keterkaitan dengan karakter sosial
budaya masyarakat setempat, terutama aspek kontekstual terhadap
lingkungan tradisional/lokal setempat.
Peraturan dengan 60% untuk hunian atau rumah dan 40% untuk fasilitas
umum dan fasilitas sosial yaitu yang dimaksudkan adalah 25% digunakan untuk
akses jalan dan 15% digunakan untuk fasilitas sosial meliputi seperti taman,
sekolah, tempat peribadataan, dan lain lain sisanya 10% dipergunakan untuk
saluran drainase.