PENYAKIT PARKINSON
Disusun oleh :
Intan Suherman
406162052
Pembimbing :
dr. Samadi Tulus Makmud, SpS
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Penyakit Parkinson”.
Referat ini merupakan salah satu prasyarat agar dapat dinyatakan lulus sebagai Profesi
Kedokteran.
Selama menyelesaikan referat ini, banyak pihak yang membantu penulis. Oleh
karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Antonius Adinatha, SpS, FINS sebagai koordinator bagian Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Sumber Warasyang telah memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan,
serta pengajaran yang baik selama penulis mengikuti kepaniteraan di RS Sumber
Waras.
2. dr. Samadi Tulus Makmud, SpS selaku dokter pembimbing bagian Ilmu Penyakit
Saraf yang telah memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, serta pengajaran yang
baik dalam penyelesaian referat ini dan selama penulis menjalankan kepaniteraan di
RS Sumber Waras.
3. Para perawat dan karyawan RS Sumber Waras yang telah membantu penulis dan
memberikan saran-saran yang berguna dalam menjalani kepaniteraan di RS Sumber
Waras.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki keterbatasan. Oleh karena itu,
penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan referat ini. Akhir
kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas kebaikan semua pihak yang telah
membantu penulis selama penyelesaian referat. Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis
berharap referat ini dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu khususnya dalam
bidang ilmu penyakit saraf.
Jakarta, 17 November 2018
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Parkinson pertama kali diuraikan dalam sebuah monograf oleh James
Parkinson seorang dokter di London, Inggris, pada tahun 1817. Di dalam tulisannya,
James Parkinson mengatakan bahwa penyakit (yang akhirnya dinamakan sesuai
dengan namanya) tersebut memiliki karakteristik yang khas yakni tremor, kekakuan
dan gangguan dalam cara berjalan (gait difficulty).1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 EPIDEMIOLOGI
Parkinson menjadi penyakit degeneratif kedua tersering setelah Alzheimer.1 Menurut
WHO, insidens penyakit Parkinson mencapai 4,5-19 per 100.000 populasi per tahun. Insidens
penyakit Parkinson meningkat seiring dengan pertambahan usia dan mencapai 1% pada
populasi berusia di atas 60 tahun.3,4
Berdasarkan studi systematic review oleh Brayne C, et al yang dipublikasikan pada
tahun 2009, Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia
sendiri, dengan jumlah penduduk 250 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000
penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85
tahun. 5
1. Usia
2
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000
penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan degenrasi yang mempengaruhi
kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit parkinson.
2. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit parkinson. Yaitu
mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan
Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson,
ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga
ditemukan adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga
meningakatkan faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang
dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika
disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Mutasi dari
beberapa gen termasuk α-synuclein (SNCA), leucine-rich reapeat kinase 2 (LRRK2) dan
ubiquitin karboksil-terminal esterase L1 (UCHL1) dapat menyebabkan parkinsonisme
autosomal dominan. Mutasi pada gen parkin (PARK2) dan DJ1 dapat menyebabkan
parkinsonisme autosom resesif dengan onset awal termasuk pada anak-anak. 2
3. Faktor Lingkungan
o Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan
kerusakan mitokondria, paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
o Infeksi : Paparan virus influenza diduga turut menjadi faktor predesposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
o Diet : Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya, kopi
merupakan neuroprotektif.
o Toksin lingkungan seperti toksin manganese, karbon disulfide, dan karbon
monoksida dapat menyebabkan Parkinson. 2,3
4. Ras
Angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit
berwarna.
5. Trauma kepala
3
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya masih
belum jelas benar.
6. Obat-obatan seperti fenotiazin, butirofenon, metoklopramid, reserpine, tetrabenazin
dapat menyebabkan sindrom Parkinson yang reversibel. Setelah obat-obatan
diberhentikan, biasanya penderita dapat pulih (reversibel) meskipun dibutuhkan
beberapa bulan untuk perbaikan tanda dan gejala. 2
2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi utama yang menyebabkan gejala motorik cardinal pada penyakit
Parkinson adalah deplesi neuron dopaminergik pada substansia nigra pars
4
kompakta.6Hubungan antara striatum sebagai titik masuk utama dan GPi/SNr sebagai titik
keluaran utama tersusun melalui jaras langsung (direk) dan tidak langsung (indirek).
Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di otak
(brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat
control/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter yang
disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan
tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan untuk komunikasi
elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan,
keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara).3
Pada penyakit Parkinson sel-sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga
produksi dopamine menurun dan akibatnya semua fungsi neuron di system saraf pusat (SSP)
menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), kelambatan bicara dan berpikir
(bradifrenia), tremor dan kekauan (rigiditas). Di dalam otak terdapat rangkaian kerja sama
antara korpus striatum, substansia nigra, dan thalamus. Apabila rangkaian kerja ini tidak
berjalan dengan normal maka akan timbul gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary
movement).3
Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf nigrostriatum
akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di
dendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke globus palidus segmen interna
atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur
indirek berkaitan dengan reseptor D2.Bila masukan direk dan indirek seimbang, maka tidak
ada kelainan gerakan.3
Pada penderita penyakit parkinson, terjadi degenerasi kerusakan substansia nigra pars
kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan terhadap
reseptor D1 maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum muncul sampai lebih dari 50% sel
saraf dopaminergik rusak dan dopamin berkurang 80%. Dopamin dilepaskan untuk
mengaktifkan jalur direk dan menghambat jalur indirek.6 Pada penyakit Parkinson, terjadi
neurodegenerasi substansia nigra pars kompakta1, input dopaminergik menurun
menyebabkan overaktivitas jalur indirek.1 Hasil akhirnya ialah berupa peningkatan keluaran
inhibitorik dari GPi ke thalamus sehingga terjadi disfungsi inisiasi, kecepatan, dan amplitudo
gerak.2,6
5
Patologi lainnya yang dapat ditemukan pada penyakit Parkinson adalah badan
Lewy.Protein terbanyak yang menyusun badan Lewy adalah α-sinuklein.Protein ini
mengalami agregasi dan membentuk badan inklusi intraselular pada badan sel (badan Lewy)
dan pada prosesus neuron (Lewy neuritis)
Gambar 2.5 Patologi yang berkontribusi pada terjadinya demensia pada penyakit Parkinson7
6
2.5 KLASIFIKASI
Fahn dkk (2011) mengusulkan klasifikasi parkinsonisme yang digunakan hingga saat
ini, yaitu:
a. Parkinson primer/idiopatik/paralisis agitans
Parkinson idiopatik belum jelas diketahui penyebabnya dan merupakan bentuk
yang paling umum terjadi.
b. Parkinsonisme sekunder
Parkinsonisme sekunder terjadi akibat penyebab tertentu seperti infeksi, toksin,
obat-obatan, tumor, trauma, vaskular, dan metabolic
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler. Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine
(MPTP), Mn, CO, sianida. Obat-obatan yang menghambat reseptor dopamin dan
menurunkan cadangan dopamin misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin
dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral pasca trauma yang berulang, infark
lakuner, tumor serebri, kelainan metabolik (hipoparatiroid, hipotiroid), hidrosefalus
normotensif, ensefalopati pasca trauma.
7
2.7 GEJALA KLINIS
Berikut adalah gejala klinis yang dapat dikeluhkan oleh penderita parkinson:1,2,6
Gejala motorik
o Gemetar/tremor
Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika
sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran
tersebut tidak terlihat lagi. Resting tremor hilang juga sewaktu tidur.Tremor terdapat
pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-kadang tremor
seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pill rolling). Pada sendi
tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-
ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor
ini bertambah hebat waktu emosi terangsang (resting/ alternating tremor).Tremor
tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata
dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang). Semua itu
terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu
sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.4,5
Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam
pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin
mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran
8
masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit
itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara
menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.Gerakan
volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit
untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek,
bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan
berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang,
misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak
menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.4
Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
o Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai
melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu
ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan
sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Hilangnya refleks
postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan
sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang
akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan
penderita mudah jatuh.4
Mikrografia
o Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus
hal ini merupakan gejala dini.4
Bicara monoton
o Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot
laring,
o sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan
volume suara halus (suara bisikan) yang lambat.4
9
o Hiposmia (gangguan fungsi pembauan)
o Gangguan tidur
o Gangguan fungsi kognitif / berpikir semakin lambat
o Depresi dan perubahan personalitas
10
posisi saat hendak jatuh, namun hal ini tidak berhubungan dengan kelemahan
motorik, gangguan proprioseptif, gangguan vestibular atau gangguan visual.
Pemeriksaan neurologis lainnya
o Hal-hal yang dapat ditemukan pada penderita parkinson
Fungsi luhur : penurunan fungsi kognitif/fungsi eksekutif
Pemeriksaan nervus kranialis: Tidak didapatkan kelemahan nervus
kranialis (kecuali ada penyakit penyerta seperti stroke).
Fungsi motorik: terdapat rigiditas, tidak terdapat kelemahan otot
kecuali akibat kelainan penyerta seperti penyakit stroke.
Refleks patologis: reflex glabella positif, Myerson sign: ketuk berulang
(sekitar 2x/detik) di atas jembatan hidung dan akan nada respon
kedipan mata yang terus menerus (sustained blink response).
c. Ultrasonografi Transkranial
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengkonfirmasi gambaran hiperekoik di substansia nigra
pada hampir dua pertiga pasien penyakit Parkinson dan dapat terdeteksi pada tahap awal
penyakit.
11
2.10 Diagnosis
Kriteria menurut The United Kingdom Parkinson’s Disease Society Brain Bank.6
Anamnesa gejala klinis dan pemeriksaan fisik menjadi kriteria utama dalam
diagnosis Parkinson. Pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
2.11 PENATALAKSANAAN
Tatalaksana penyakit Parkinson adalah sebagai berikut:1,2
a. Terapi farmakologis (tabel 2.1)
KELAS TERAPI DOSIS EFEK SAMPING
12
(karbidopa/benserazid) Dosis maksimal: 1500/750
Cara kerja: meningkatkan mg / hari
kadar L-dopa
Inhibitor MAO-B
Cara kerja: menghambat
metabolism dopamine oleh
enzim Monoamin oxidase-B
(MAO-B)
-Rasagilin 1 mg/hari Sakit kepala, arthralgia,
konjungtivitis, dermatitis,
dispepsia, depresi,
diskinesia jika dikombinasi
dengan levodopa
-Selegilin Inisial : 2,5 mg/hari, Stimulan, nausea, sakit
maksimal : 10 mg/hari kepala, dizziness, diskinesia
jika kombinasi dengan
levodopa
Inhibitor COM-T
Cara kerja: menghambat
degradasi dopamine dan L-
dopa oleh enzim Catechol-
O-methyltransferase
(COMT)
Agonis dopamin
Cara kerja: berikatan dengan
reseptor dopamin
pascasinaps
13
Inisial: 3 x 0,25 mg.hari Mual, halusinasi, konfusi,
Maksimal: 24 mg.hari
-ropinirol hipotensi ortostatik, rasa
mengantuk
Antikolinergik
Cara kerja: menghambat
kerja asetilkolin agar
menurunkan output inhibisi
dari striatum
Inisia: 1mg/hari, Halusinasi, konfusi, mulut
-Triheksifenidil maksimal: 3 x 2 mg/hari kering, retensi urin,
konstipasi, gangguan
kognitif
14
Gambar 2.6 Mekanisme kerja obat-obatan simtomatik pada Parkinson1
b.Non Farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya
pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati
dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka
menjadi maksimal.1
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah
sebagai berikut : Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh yang salah,
Gejala otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan
Perubahan psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan
fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi.1
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi
trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda di
lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul agar
memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi.2
15
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian lingkungan
tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai bermacam strategi,
yaitu :
Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara jelas dan
tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual dan hanya
melakukan satu tugas kognitif maupun motorik.
Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan yang agak
lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut sesuatu dilantai.
Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri dengan
kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada dinding. Hindari
eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat ramai atau lantai tidak rata
harus konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian, status mental
pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi rehabilitasi
kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi.
C. Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis yang
mendasari (neurorestorasi).3
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan kauterisasi. Efek
operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat tidak aman untuk melakukan
ablasi dikedua tempat tersebut.
b. Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan
dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti alat pemacu jantung.
Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya
adalah memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan diskinesia.
16
2.12 PROGNOSIS
Kualitas hidup penderita akan menurun drastis apabila diagnosa dan
tatalaksana tidak dimulai dari awal.6,7 Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-
gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini.
Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa
perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering
disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien
berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol
sangat bervariasi. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal,
tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien Parkinson
pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita Parkinson.
Progresifitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun
demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk
memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang
tepat, kebanyakan pasien Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun setelah
diagnosis.5,8,9
17
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19