Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

TUBERKULOSIS PARU
DAN ASPEK RADIOLOGISNYA

Pembimbing :
dr. Herman WH, Sp.Rad

Disusun oleh :
Thasya Karina Nathalia
406181073

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


RUMAH SAKIT ROYAL TARUMA JAKARTA
PERIODE 26 NOVEMBER 2018 – 29 DESEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Thasya Karina Nathalia


NIM : 406181073
Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Bagian : Kepaniteraan Klinik Radiologi RS Royal Taruma Jakarta
Periode : 26 November 2018 – 29 Desember 2018
Judul : TB Paru dan Aspek Radiologisnya
Pembimbing : dr. Herman WH, Sp. Rad

Jakarta, 3 Desember 2018


Pembimbing Bagian
Ilmu Radiologi RS Royal Taruma

dr. Herman WH, Sp. Rad

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Tuberkulosis Paru dan Aspek Radiologisnya”. Referat ini merupakan salah satu
prasyarat agar dapat dinyatakan lulus sebagai Profesi Kedokteran.
Selama menyelesaikan referat ini, banyak pihak yang membantu
penulis. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. dr. Herman WH, Sp. Rad selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, ilmu pengetahuan, serta pengajaran yang baik selama penulis
mengikuti kepaniteraan di RS Royal Taruma.
2. Teman – teman dan para sahabat yang selalu membantu selama proses
penulisan referat ini.
3. Para perawat dan seluruh karyawan RS Royal Taruma yang telah
membantu penulis dan memberikan saran-saran yang berguna dalam
menjalani kepaniteraan di RS Royal Taruma

Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki keterbatasan. Oleh


karena itu, penulis akan menerima saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan referat ini. Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan
membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis selama
penyelesaian referat. Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis berharap
referat ini dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu khususnya dalam
bidang ilmu Radiologi.
Jakarta, 3 Desember 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................
ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................
iii
DAFTAR ISI...................................................................................................................
iv
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................................
1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2
2.1 Anatomi...................................................................................................................
2
2.2 Definisi.................................................................................................................... 4
2.3 Epidemiologi........................................................................................................... 4
2.4 Etiologi & morfologi bakteri..................................................................................
6
2.5 Klasifikasi...............................................................................................................
7
2.6 Patogenesis..............................................................................................................
7
2.7 Gejala klinis............................................................................................................
11
2.8 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................
11
2.9 Tatalaksana.............................................................................................................
15
2.10 Komplikasi.............................................................................................................
17

iv
BAB 3. KESIMPULAN ...............................................................................................
18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
19

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri patogen ini dapat menyerang paru-paru dan organ tubuh
lainnya.1
Tuberkulosis merupakan penyakit yang sudah ada sejak zaman dahulu,
berdasarkan WHO pada tahun pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB
baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan terdapat 98%
kematian akibat TB di dunia, TB lebih sering terjadi pada negara-negara
berkembang. Pada tahun 1993 WHO menetapkan TB sebagai global emergency.2
Pemeriksaan penunjang radiologi berupa foto thoraks diperlukan untuk
membantu dalam menegakan diagnosis penyakit TB. Maka pada referat ini
penulis ingin membahas mengenai TB paru mulai dari gejala klinis sampai aspek
radiologisnya agar penegakan diagnosis TB Paru dapat dilakukan dengan segera
dan diterapi sedini mungkin untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas
pada pasien TB paru.

1.2 Tujuan
Referat ini ditujukan untuk memberi informasi mengenai TB paru terutama
dari aspek radiologis agar membantu dalam menegakan diagnosis TB paru sedini
mungki dan dapat dengan segera untuk di terapi.

1.3 Manfaat
Manfaat penulisan referat ini adalah menambah wawasan dan kepustakaan
mengenai gambaran radiologis pada TB paru.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Dinding dada terdiri dari sternum, costa, dan cartilago costa. Dinding dada
berisi ogan vital, yaitu paru dan jantung. Pada paru terdapat membrane tipis yang
meliputinya yang dinamakan pleura yang merupakan membrane serosa. Pleura
terbagi menjadi 2 yaitu pleura viseralis yang menutupi bagian dalam paru dan
pleura parietal yang menempel pada dinding rongga dada. Antara pleura visceral
dan parietal dipisahkan oleh rongga pleura. Rongga pleura mengandung sedikit
cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antar kedua
pleura. Selama inspirasi maksimal paru-paru hamper mengisi seluruh rongga
pleura. Pleura viseralis sensitive terhadap regangan, sedangkan pada pleura
parietalis sensitive terhadap nyeri dan raba. Udara dapat masuk ke rongga pleura
jika terjadi fraktur costae atau pneumothoraks yang mengakibatkan hilangnya
tekanan negative pleura normal sehingga terjadi kolaps pleura.3

Gambar 1. Anatomi Dinding Dada.3

Paru terbagi menjadi 2 bagian yaitu paru kanan dan paru kiri, paru kanan
terbagi menjadi tiga lobus yaitu lobus superior, lobus medial, lobus inferior.
Fissura obliqua memisahkan lobus inferior dengan lobus medial, sedangkan
fissura horizontalis memisahkan lobus superior dengan lobus medial. Paru kiri

2
terbagi menjadi lobus superior dan lobus inferior, dimana lobus superior dan lobus
inferior dipisahkan oleh fissura obliqua.3
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokkan yang terletak setelah
trakea dan sebelum paru-paru. Setelah masuk ke dalam paru, bronkus akan
bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus terbagi menjadi 2, yaitu bronkus
kanan dan bronkus kiri, bronkus kanan akan bercabang menjadi 3 bronkus lobaris,
sedangkan bronkus sebelah kiri akan bercabang menjadi 2 bronkus lobaris.
Bronkus berfungsi untuk membawa udara ke paru-paru. Pada bronkus utama
kanan memiliki struktur lebih pendek, lebar, dan vertical dari bronkus kiri
sehingga benda asing yang terhirup cenderung masuk ke bronkus kanan dan lanjut
hingga ke lobus medius dan inferior. Bronkus utama kanan ketika memasuki hilus
terbagi menjadi bronkus lobus medial dan inferior, sedangkan pada bronkus
utama kiri saat memasuki hilus terbagi menjadi bronkus lobus superior dan
inferior.16
Otot dada terdiri atas dua bagian, yaitu otot instrinsik dan ekstrinsik. Otot
instrinsik yaitu otot yang membentuk dinding dada, sedangkan otot ekstrinsik
yang berperan dalam gerakan dada, seperti otot ekstermitas superior, otot dinding
abdomen, dan punggung. Otot instrinsik terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan luar,
tengah, dan dalam. Lapisan luar terdiri dari m.intercostalis eksternus dan
m.levatores kostarum, lapisan tengah hanya dibentuk oleh m.intercostalis internus,
sedangkan lapisan dalam disusun oleh m.intercostalis intimus, m.subkostalis, dan
m.transversus kostalis.3

Gambar 2. Anatomi Lobus pada Paru.4

3
Gambar 3. Percabangan Pada Bronkus.16

2.2 DEFINISI
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit
tuberkulosis yang aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan kematian apabila
tidak dilakukan pengobatan yang efektif (Daniel, 1999).5,6
Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang diserang
kuman Mycobacterium tuberculosis terdiri dari tuberkulosis paru dan tuberkulosis
ekstra paru. Tuberkulosis paru merupakan tuberkulosis yang menyerang jaringan
paru, sedangkan tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang
organ tubuh lain selain paru misalnya, selaput otak, selaput jantung (perikardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.2

2.3 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan laporan data WHO pada tahun 2010 sekitar 8,8 juta (antara
8,5-9,2 juta) kasus baru TB terjadi di seluruh dunia, diperkirakan pula sebanyak
1,1 juta kematian (rentang antara 0,9-1,2 juta) terjadi akibat tuberkulosis pada
penderita TB dengan HIV negatif dan sebanyak 0,35 juta kematian (rentang 0.32-
0.39 juta ) yang terjadi akibat TB pada penderita dengan HIV positif. Hal yang

4
perlu dicermati adalah penurunan jumlah absolut kasus TB sejak tahun 2006,
diikuti dengan penurunan insidensi kejadian dengan angka estimasi kematian
sejak tahun 2002. Dan sekitar 10 juta anak-anak di tahun 2009 menjadi yatim
piatu karena orang tua yang mengidap TB.7

Gambar 4. Perkiraan Insiden TB pada tahun 2010.7

Berdasarkan laporan WHO tahun 2011 terdapat 5.7 kasus TB paru baru
setara dengan 65% angka prediksi di tahun 2011. India dan China memberikan
kontribusi 40% total penderita baru TB dan Afrika menyumbang 24% pasien
baru. Secara global angka keberhasilan terapi pada penderita baru TB dengan
sputum BTA positif adalah 87% di tahun 2009. MDR-TB dideteksi mencapai
46.000 kasus. Walaupun jauh dibawah angka estimasi yakni 290.000 kasus.
Survei prevalensi TB yang dilakukan di enam propinsi di Indonesia pada
tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TB di Indonesia berkisar antara
0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TB Global yang
dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2010, angka insiden TB di Indonesia pada
tahun 2009 mencapai 430.000 kasus dengan 62.000 kasus berakhir dengan
kematian.8
Sedangkan sebuah studi yang dilakukan oleh Rao et al dari Universitas
Queensland berdasarkan data epidemiologi tahun 2007-2008 menunjukkan bahwa

5
angka kematian akibat tuberkulosis di Indonesia sangat tinggi terutama di propinsi
Papua.9
Berdasarkan data WHO tahun 2011 prevalensi TB di Indonesia mencapai
1.200.000 kasus atau 484 kasus per 100.000 populasi dengan angka mortalitas
mencapai 91.000 kasus atau 38 orang per 100.000 populasi. Insidensi TB
mencapai 540.000 kasus atau 226 kasus per 100.000 populasi dengan 29.000
kasus TB HIV positif.7

2.4 ETIOLOGI & MORFOLOGI BAKTERI


Mycobacterium tuberculosis merupakan suatu bakteri berbentuk basil non
spora berukuran 0.5-3 μm dan bersifat tahan asam. dinding Mycobacterium
tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%) yang
menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam. Beberapa penyusun
utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis, yaitu asam mikolat, complex-
waxes, trehalosadimikolat, dan mycobacterial sulfolipid, asam mikolat tersebut
terikat dalam struktur arabinogalactan dan peptidoglikan yang menyebabkan
permeabilitas dinding sel bakteri sangat rapat sehingga menurunkan kerja
antibiotik. Komponen antigen yang dapat ditemukan di dinding sel dan sitoplasma
yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Lipoarabinomannan merupakan
suatu struktur bakteri yang berperan dalam proses interaksi dan pertahanan diri
dalam makrofag, oleh sebab itu bakteri ini dapat diwarnai dengan carbol fuchsin
dan dipanaskan. Mycobacterium tuberculosis tumbuh lambat dan berkembang
biak dalam 18-24 jam. Mycobacteriun tuberculosis biasanya akan tampak
membentuk koloni dalam agar sekitar 2-5 minggu.1,10,11
Mycobacterium tuberculosis dan varian mycobacterium lainnya tampak
serupa namun berbeda dalam tes biokimia. Mycobacterium bovis biasanya
terdapat pada susu basi dan varian mycobacterium lainnya menyerang hewan
pengerat. Biasanya varian lain lebih sering ditemukan di Afrika.12
Kultur Agar yang biasa digunakan untuk kultur M. tuberculosis dapat berupa
kultur padat atau kultur cair yang berbasis telur seperti Löwenstein–Jensen,
BACTEC, Middlebrook 7H10/ 7H11. Kultur M. Tuberculosis pada medium cair
tergolong lebih cepat. 12

6
2.5 KLASIFIKASI TUBERKULOSIS 15
2.5.1 Tuberkulosis Paru, yaitu tuberkulosis yang menyerang jaringan paru.
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran KP
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b.Tuberkulosis paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran KP
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
didapatkan Mycobacterium tuberculosis
2.5.2 Tuberkulosis ekstra paru, yaitu tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak,
tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.

2.6 PATOGENESIS
2.6.1 TUBERKULOSIS PRIMER
Mycobacterium tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas
akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini dapat timbul di
bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari
sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal) diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan
limfangitis regional disebut sebagai kompleks primer. Kompleks primer
ini akan mengalami salah satu hal sebagai berikut : 15
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan bekas

7
2. Sembuh dengan meninggalkan bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan beberapa cara, antara lain :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan
maupun ke paru sebelahnya atau tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen.

2.6.2 TUBERKULOSIS POSTPRIMER


Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian
setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun.
Tuberculosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus
superior maupun lobus inferior. Beberapa hal yang dapat terjadi pada
sarang dini, antara lain :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan bekas
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan pembwntukan jaringan fibrosis yang selanjutnya akan terjadi
pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut
dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan kaseosa.
3. Sarang meluas membentuk jaringan kaseosa. Apabila jaringan kaseosa
keluar melalui batuk maka dapat menimbulkan kavitas. Kavitas dapat
meluas dan membentuk kavitas baru, memadat dan enkapsulasi, dan dapat
sembuh dengan enkapsulasi dan akhirnya mengecil (open healed cavity)
yang tampak sepert bintang (stellate shaped). Kavitas awalnya berdinding
tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).15

2.6.3 PROSES PENULARAN


M. tuberculosis ditularkan melalui udara dalam bentuk aerosolisasi
±3000 droplet nukleus berukuran 5-10 μm yang dapat dikeluarkan pada
saat batuk, bersin bahkan saat bercakap-cakap, terutama pada pasien

8
dengan Tuberculosis saluran pernapasan. Droplet tersebut bertahan di
udara selama beberapa jam dan masuk kedalam saluran nafas.
Resiko terjangkitnya M. Tuberculosis tergantung pada jumlah M.
Tuberculosis yang masih bertahan hidup di udara. Penularan melalui udara
diluar ruangan lebih rendah daripada diruangan tertutup, dimana
pertukaran udara diluar ruangan berlangsung baik dan terdapat sinar
ultraviolet jauh lebih tinggi.1,10,12

2.6.4 PROSES INFEKSI


Dropet nukleus cukup kecil untuk masuk kedalam saluran nafas
dan mampu bertahan dari proses filtrasi di saluran nafas atas. Sekali
terhirup, droplet nukleus dapat mencapai alveoli untuk melakukan invasi
dan menimbulkan infeksi. Pada sekitar 5 % pasien yang terinfeksi, M.
Tuberculosis mampu berkembang biak dalam jangka waktu mingguan
hingga bulanan dan dapat memberikan pembesaran limfonodus perihilar
dan peritracheal serta dapat memberikan gambaran pneumonia lobaris dan
merangsang terjadinya reaksi serosa serta efusi pleura.1,10,12
M. tuberculosis kemudian ditelan oleh makrofag alveolar melalui
proses introduksi yang melibatkan aktivasi komplemen C3b.
Liporabinomannan yang terdapat dalam dinding M. Tuberculosis mampu
menghambat peningkatan ion Ca2+ yang dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada jalur calmodulin yang akan menimbulkan gangguan fusi
phagosom dan lisosom sehingga tidak ada percampuran antara bakteri
dengan lisosom yang menyebabkan bakteri dapat bertahan dan
berkembang biak didalam makrofag. Selain itu faktor yang dapat
mendukung pertumbuhan Mycobacterium Tuberculosis didalam makrofag
adalah adanya gen protektif antara lain katG yang memproduksi enzim
katalase/peroksidase yang dapat melindungi Mycobacterium tuberkulosis
dari proses oksidatif, gen rpoV yang merupakan gen dari beberapa protein
penting Mycobacterium Tuberculosis. Dua gen ini merupakan gen yang
penting dalam proses virulensi M. Tuberculosis. Selain itu gen lain seperti
erp membantu proses pembentukan protein untuk multiplikasi.1,10,12

9
Makrofag yang terinfeksi mengeluarkan sitokin seperti TNF α dan
IL-1 dan sitokin lainnya untuk merangsang Monosit dan Limfosit T
terutama CD4+ yang akan membentuk IFN γ yang akan mengaktivasi
makrofag lainnya. Proses ini dikenal sebagai Macrophage Activating
response sedangkan sel CD4+ Th2 akan memproduksi IL 4, IL 5, IL 10
dan IL 13 dan merangsang sistem imun humoral. Sel Dendritik juga
berperan dalam mempresentasikan antigen dan merangsang proses imun
lebih jauh didalam limfonodus. Tahapan ini dikenal sebagai proses Cell
Mediated Immunity. Pada tahapan ini pasien dapat menunjukkan gambaran
delayed-type-hypersensitivity terhadap protein tuberkulin. Reaksi ini dapat
timbul 48-96 jam setelah injeksi tuberkulin dan bertahan hingga 6 minggu
namun sekitar 20 % pasien tidak bereaksi terhadap tes tuberkulin.1,10,12
Pada jaringan, Makrofag tersebut dapat membentuk sel raksasa
berinti banyak dan akan membentuk granuloma yang dikelilingi oleh
limfosit dan makrofag yang teraktifasi. Pada granuloma, pertumbuhan
Mycobacterium Tuberculosis dapat terhambat karena lingkungan yang
rendah oksigen dan derajat keasaman yang rendah. Ketika mengalami
proses penyembuhan dapat terbentuk fibrosis. Proses ini dikenal sebagai
Tissue Damaging Reponse. Dalam jangka waktu tahunan, granuloma dapat
meluas dan membentuk kalsifikasi dan akan tampak dalam gambaran
radiologi sebagai densitas radioopaque pada lapangan paru atas, apex paru
(fokus Simon), atau limfonodus perihilar. Focus granuloma juga dapat
ditemukan pada jaringan lainnya tergantung seberapa luas penyebaran
Mycobacterium Tuberculosis.1,10,12
Pada kasus tertentu, pada pusat lesi, material kaseosa mencair,
dinding bronchial dan pembuluh darah menjadi rusak dan terbentuklah
kavitas. Mycobacterium Tuberculosis dalam jumlah dapat menyebar ke
jaringan paru lainnya dan dapat keluar saluran nafas melalui batuk dan
berbicara. 1,10,12
Bila tidak timbul penyakit, maka telah terjadi keseimbangan antara
sistem imun dan reaksi patologis dari Mycobacterium Tuberculosis. Faktor
yang dapat menimbulkan terjadinya aktivasi Mycobacterium Tuberculosis

10
adalah kekuatan sistem imun. Sekitar 10% pasien dengan imunokompeten
biasanya akan menderita tuberculosis. 1,10,12
Pada pasien dengan infeksi laten, infeksi dapat teraktivasi dalam
jangka waktu beberapa tahun, aktivasi dapat terjadi pada hampir semua
jaringan karena Mycobacterium Tuberculosis menyebar secara limfogen.
Lokasi tertentu yang lebih sering terjadi reaktivasi adalah jaringan paru.
Rekativasi muncul pada fokus granuloma terutama pada apeks paru. Fokus
kaseosa yang besar dapat membentuk kavitas pada parenkim paru.1,10,12
Semakin banyak jumlah basil Mycobacterium Tuberculosis yang
ditularkan maka semakin infeksius. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
Mycobacterium Tuberculosis pada sediaan tahan asam. Pada pasien
dengan TB paru berkavitas biasanya lebih infeksius.10

2.7 GEJALA KLINIS


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejaPEla tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.2

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.8.1 Pemeriksaan mikroskopis dahak
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS), yaitu :

• S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang


berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
• P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur.

11
• S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.

Gambar 5. Alur Diagnosis TB Paru (Depkes RI)

2.8.2 Pemeriksaan Radiologis


Pemeriksaan standar yang dilakukan ialah foto toraks PA.
Pemeriksaan dengan proyeksi lain atas indikasi yaitu foto lateral, top-
lordotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk, antara lain :
1. sarang eksudatif, yaitu gambaran berbentuk awan atau bercak-bercak
yang batasnya tidak tegas dengan densitas rendah.
2. Sarang produktif, yaitu gambaran berbentuk butir-butir bulat kecil yang
batasnya tegas dan densitasnya sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu gambar yang berbentuk garis-garis
atau pita tebal berbatas tegas dengan densitas tinggi

12
4. Kavitas (lubang)
5. Sarang kapur (kalsifikasi)

Gambaran yang biasanya muncul adalah bercak infiltrat terutama kavitas


yang biasanya dapat ditemukan pada 19% hingga 50% pada pasien.
Gambaran lainnya yang biasa muncul adalah infiltrat lobus dan interstitial
serta limfadenopati. Pada segmen apeks paru biasa ditemukan gambaran
densitas radioopaque yang menandakan terbentuknya fibronodular. Pada
tahap lanjut lesi ini dapat menjadi kavitas dengan gambaran radiologi
kavitas yang berdinding tipis. Pada TB paru reakativasi, daerah yang
paling sering tampak kelainan yakni, apeks dan segmen posterior lobus
kanan, apeks dan segmen posterior lobus kiri. Efusi pleura pada
tuberculosis paru tahap dini juga dapat terlihat terutama pada
perkembangan penyakit yang progresif. CT scan biasanya dapat dilakukan
untuk menentukan luasnya penyebaran lesi namun biasanya tidak
memberikan gambaran khas pada infeksi tahap dini.12,13
Beberapa gambaran yang dapat ditemukan pada pasien tuberculosis paru:

Gambar 6. Foto polos proyeksi PA pada wanita usia 26 tahun.


Tampak kesuraman pada perihiler dextra.14

13
Gambar 7. Foto polos proyeksi PA pada wanita usia 21 tahun.
Tampak konsolidasi udara pada lobus media dextra.14

Gambar 8. Fotopolos proyeksi AP pada pasien reaktivasi TB pria 55 tahun.


Tampak kavitas pada apeks dextra dan nodul multiple pada kedua paru.14

Gambar 9. Foto polos proyeksi PA pada pasien TB paru pria 51 tahun


dengan AIDS. Tampak beberapa fokus konsolidasi udara pada apeks
dextra et sinistra.14

14
Gambar 10. Foto polos proyeksi top lordotik pada pasien pria 36 tahun.
Tampak kesuramanan pada lobus superior dextra.17

2.9 TATALAKSANA
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (
2 – 3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT), terbagi menjadi
1. Lini 1, yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomisin, Etambutol
2. Lini 2, yaitu kanamisin, amikasin, dan kuinolon.

Kemasan :
- Obat tunggal, Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH,
rifampisin, pirazinamid dan etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

Gambar 11. Dosis OAT.15

15
Gambar 12. Dosis OAT.15

Gambar 13. Efek Samping OAT.15


Pada pasien TB juga diperlukan tatalaksana suportif sebagai berikut :
1. Pasien rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan
vitamin tambahan
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak
napas atau keluhan lain.
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi seperti, batuk darah massif, keadaan
umum buruk, pneumotoraks, empyema, efusi pleura masif / bilateral,
sesak napas berat (bukan karena efusi pleura).

16
Beberapa evaluasi yang diperlukan pada pasien TB, antara lain :
1. Evaluasi klinik
-Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
-Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta
ada tidaknya komplikasi penyakit
- Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik
2. Evaluasi radiologi
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan
- Pada akhir pengobata
3. Evaluasi bakteriologik
- Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
- Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan
- Pada akhir pengobatan
- Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

2.10 KOMPLIKASI
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah batuk darah, pneumotoraks,
gagal napas, gagal jantung, efusi pleura.

17
BAB III
KESIMPULAN

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis yang dapat menyerang paru dan ekstra paru. Tuberkulosis merupakan
penyakit yang sudah ada sejak zaman dahulu, WHO menetapkan tuberkulosis
sebagai global emergency yang memerlukan penanganan dengan segera.
Diperkirakan terdapat 98% kematian akibat TB di dunia. Oleh karena itu
diperlukan pemeriksaan fisik dan penunjang agar penegakan diagnosis
tuberkulosis dapat dilakukan dan diterapi sedini mungkin untuk mengurangi
angka morbiditas dan mortalitas pada pasien tuberkulosis.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S. Kasper, Dennis L. Longo, Dan L. Braunwald, Hauser,


Eugene Stephen L. Jameson, J. Larry. Loscalzo, Joseph. Chapter 158
Tuberculosis in: Harrison principle of internal medicine 17th edition.
USA: Mc Graw Hill. 2008
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta. 2007
3. Snell, Richard S. Thorax. Dalam Anatomi Klinik. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2002. h48-146
4. Admin. Lungs. Published on September 2nd 2017. Available at
https://www.therespiratorysystem.com/lungs/
5. Marlina Indah. Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2018
6. Daniel, M. Thomas. 1999. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit dalam.
Edisi 13. Volume 2. Jakarta : EGC : 799-808
7. World Health Organization. World Global Tuberculosis Control 2011.
Geneva World Health Organization. 2011
8. World Health Organization. World Global Tuberculosis Control 2010.
Geneva World Health Organization. 2010
9. Rao, C. Kosen, S. Bisara, D. Usman, Y. Adair, T. Djaja, S. Suhardi, S.
Soemantri, S. Lopez, AD. Tuberculosis mortality differentials in Indonesia
during 2007-2008: evidence for health policy and monitoring. Int J Tuberc
Lung Dis. 2011 Dec;15(12):1608-14.

10. Iseman, Michael D. Chapter 345 Tuberculosis in: Goldman, Lee. Ausiello,
Dennis. Cecil medicine 23rd edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.
2008.
11. Baliga, Ragavendra. Hough, Rachel. Haq, Iftikhar. Crash course internal
medicine. United Kingdom: Elsevier Mosby. 2007.
12. Fitzpatrick, Lisa K. Braden, Christopher. Chapter 294 Tuberculosis in:
Humes, David. Dupont, Herbert L. Kelley textbook of medicine USA:
Lippincott Williams & Wilkins 2000.

19
13. Eastman et all. Getting started in clinical radiology from image to
diagnosis. Germany:Thieme. 2006.
14. Jeong Yeon Joo, Lee Kyung Soo. Pulmonary Tuberculosis: Up-to-Date
Imaging and Management. American Journal of Roentgenology.
2008;191:834-844
15. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia. 2006
16. Faiz O, Moffat D. At a Glance Anatomi. Erlangga Medical Series. 2004
17. Restrepo C.S. et all. Imaging Manifestations of Thoracic Tuberculosis.
USA: Department of Radiology.

20

Anda mungkin juga menyukai