Anda di halaman 1dari 16

Teknik-teknik penyuntikan

1. Rute Intravena
Rute Intravena (IV) memanfaatkan sistem peredaran darah untuk menyebarkan baik cairan,
elektrolit, zat makanan maupun obat, termasuk juga darah dan komponen-komponennya.
Beberapa keuntungan menggunakan rute Intravena ni adalah merupakan rute yang langsung
dapat menyebarkan terapi ke seluruh tubuh, dapat dilakukan pada pasien tidak sadar maupun
yang tidak kooperatif, absorbsi obat langsung ke aliran darah. Namun rute ini mempunyai
dapat menuai kerugian, yaitu : dapat terjadi kelebihan cairan, embolus udara, septikemia
maupun infeksi setempat, thrombophlebitis, hematom, nyeri dan juga reaksi hipersensitifitas.
Secara umum suntikan Intravena mempunyai arti pemberian pengobatan dalam jumlah
sedikit yang langsung dimasukan ke dalam aliran vena. Metode ini mengharapkan reaksi obat
yang cepat. Biasanya, obat intravena akan diberikan dalam lingkungan di mana unit darurat
dan peralatan resusitasi tersedia. Karena risiko anafilaksis, epinefrin harus tersedia.
Rute ini menggunakan jarum 20G – 23G dan sebuah torniquet yang berguna untuk
membendung vena.

2. Rute Intradermal/Intrakutan
Rute intradermal lebih mengutamakan efek lokal daripada sistemik, dan lebih digunakan
untuk tujuan diagnostik seperti pengujian alergi atau tuberkulin atau untuk anestesi lokal.

Untuk memberikan suntikan intradermal digunakan jarum 25G yang ditusukan dengan sudut
10-15 °, bevel up, sampai tepat di bawah epidermis, dan selanjutnya cairan disuntikkan 0.5
ml sampai gembungan muncul di permukaan kulit. Lokasi yang cocok untuk suntikan
intradermal sama dengan untuk suntikan subkutan, termasuk juga lengan bagian dalam dan
tulang belikat.
3. Rute Subdermal/Subkutan
Rute subkutan digunakan untuk penyerapan obat yang lambat dan berkelanjutan. Biasanya
cairan yang diberikan sebanyak 1-2 ml disuntikkan ke dalam jaringan subkutan. Rute ini
sangat ideal untuk obat-obatan seperti insulin, yang memerlukan pelepasan obat yang lambat
dan stabil, dan juga karena relatif bebas dari nyeri, sangat cocok untuk suntikan yang sering
dilakukan.

Suntikan Subkutan dilakukan dengan sudut 45 ° pada kulit yang sedikit diangkat. Namun,
dengan adanya jarum insulin yang lebih pendek (5, 6 atau 8 mm), direkomendasi suntikan
dengan sudut 90 ° untuk insulin. Pengangkatan kulit dilakukan dengan mencubit kulit untuk
mengangkat jaringan adiposa menjauhi otot yang berada di bawahnya, terutama pada pasien
kurus.

Jika suntikan diberikan terlalu dalam dan masuk ke dalam otot, insulin diserap lebih cepat
dan dapat menyebabkan ketidakstabilan glukosa dan potensi hipoglikemia. Episode
hipoglikemik ini dapat juga terjadi jika lokasi anatomis suntikan dipindah, seperti insulin
diserap pada tingkat yang bervariasi dari lokasi anatomi yang berbeda. Oleh karena itu
suntikan insulin harus sistematis diputar dalam lokasi anatomi misalnya, menggunakan lokasi
pada lengan atas atau perut selama beberapa bulan, sebelum dipindah ke tempat lain di tubuh.

Aspirasi sebelum pemberian heparin meningkat risiko pembentukan hematoma


Aspirasi yang dilakukan sebelum suntikan Subkutan masih diperdebatkan. Peragallo-Dittko
(1997) melaporkan hasil penelitian yang mengemukakan darah tidak tersedot pada aspirasi
sebelum suntikan subkutan, menunjukkan bahwa menusuk pembuluh darah dalam suntikan
subkutan merupakan kejadian yang sangat langka. Selain itu, produsen perangkat insulin
tidak menganjurkan aspirasi sebelum suntikan.
4. Rute Intramuskular
Suntikan Intramuskular (IM) merupakan teknik memasukan obat dengan memanfaatkan
perfusi otot, memberikan penyerapan sistemik yang cepat dan menyerap dosis yang relatif
besar. Pilihan lokasi dalam suntikan Intramuskular ini harus mempertimbangkan keadaan
umum pasien, usia, dan jumlah obat yang diberikan. Lokasi yang direncanakan untuk
suntikan harus diperiksa untuk mencari tanda-tanda adanya peradangan, dan harus bebas dari
lesi kulit. Demikian pula, 2-4 jam setelah suntikan, lokasi suntikan harus diperiksa untuk
memastikan tidak ada reaksi yang merugikan. Dokumentasi berupa foto dan notifikasi
diperlukan pada suntikan yang dilakukan berulang atau sering, untuk memastikan rotasi yang
seimbang. Hal ini dapat mengurangi ketidaknyamanan pasien akibat suntikan yang
berlebihan dari salah satu lokasi, dan mengurangi kemungkinan komplikasi, seperti atrofi otot
atau abses steril yang dihasilkan dari jeleknya absorbsi jaringan.
2-4 JAM SETELAH SUNTIKAN, LOKASI SUNTIKAN HARUS DIPERIKSA UNTUK
MEMASTIKAN TIDAK ADA REAKSI YANG MERUGIKAN

a. Relasi : Prosedur Injeksi Intramuskular

Pasien yang telah berumur dan pasien kurus cenderung memiliki lebih sedikit otot daripada
yang lebih muda atau pasien yang aktif. Oleh karena itu lokasi suntikan harus dinilai
banyaknya massa otot. Pada pasien yang memiliki massa otot sedikit lebih baik melakukan
penggembungan otot sebelum penyuntikan.

1. Pemberian Vaksinasi pada Muskulus Deltoideus


Ada lima lokasi yang tersedia untuk suntikan Intramuskular, yaitu:

 Otot deltoid lengan atas, yang digunakan untuk vaksin seperti hepatitis B dan tetanus toksoid.
 Lokasi dorsogluteal memanfaatkan musculus Gluteus maximus. Catatan, ada komplikasi yang
terkait dengan lokasi ini, karena ada kemungkinan merusak nervus sciatic atau arteri Gluteal
superior jika penusukan jarum salah. Beyea dan Nicholl (1995) melaporkan suntikan ke
lokasi dorsogluteal, cairan yang disuntikan lebih sering masuk ke dalam jaringan adiposa
daripada otot, dan akibatnya memperlambat laju penyerapan obat.
 Lokasi ventrogluteal merupakan pilihan yang lebih aman dalam mengakses musculus Gluteus
medius. Lokasi ini merupakan lokasi utama untuk suntikan Intramuskular karena menghindari
semua saraf utama dan pembuluh darah dan tidak ada komplikasi dilaporkan. Selain itu,
jaringan adiposa pada lokasi ventrogluteal memiliki ketebalan yang relatif konsisten, yaitu:
3.75 cm dibandingkan dengan 1-9 cm pada lokasi dorsogluteal, sehingga memastikan bahwa
ukuran jarum 21G akan menembus area otot gluteus medius.
 Vastus lateralis adalah otot paha depan terletak di sisi luar tulang paha. Lokasi ini umunya
dipilih pada pasien anak-anak. Risiko yang terkait dengan otot ini adalah cedera pada nervus
femoralis dan atrofi otot dikarenakan suntikan yang sering. Beyea dan Nicholl (1995)
mengemukakan bahwa lokasi ini aman untuk pasien anak-anak sampai usia tujuh bulan.
 Musculus Rektus femoris adalah otot paha anterior yang jarang digunakan, tetapi mudah
dicapai jika menyuntik diri sendiri atau untuk bayi.

Teknik Injeksi

Sudut masuk jarum dapat berkontribusi pada nyeri yang dirasakan pasien. Suntikan
intramuskular harus dilakukan dengan sudut 90° untuk memastikan jarum mencapai otot, dan
mengurangi rasa sakit. Tangan non dominan diposisikan dekat dengan lokasi penyuntikan,
berguna untuk fiksasi lokasi dan meningkatkan akurasi. Oleh karena itu, untuk memastikan
suntikan masuk dengan sudut yang tepat, penyuntikan dimulai dengan bantalan telapak
tangan (yang dekat dengan pergelangan) diletakan pada ibu jari tangan non-dominan, dan
memegang suntik antara ibu jari dan jari telunjuk, selanjutnya dorong masuk jarum ke dalam
kulit dengan tegas dan akurat pada sudut yang tepat.

Untuk rute Intravena perlunya pembendungan vena untuk memunculkan vena ke


superfisial sehingga akan mempermudah penyuntikan. Dan jika perlunya suntikan yang
sering dan berkelanjutan, perlu dipertibangkan untuk pemasangan kanul bercabang (three
way).
Teknik Z untuk Injeksi Intramuskular

B. Teknik Z

Teknik Z awalnya diperkenalkan untuk obat yang meninggalkan noda pada kulit atau
menyebabkan iritasi. Sekarang ini direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai obat
Intramuskular dan diyakini dapat mengurangi rasa sakit, serta kejadian kebocoran.

Pada teknik suntikan ini, kulit ditarik ke salah satu sisi pada lokasi yang dipilih. Dengan ini
kulit dan jaringan subkutan bergerak sekitar 1-2 cm. Penting untuk diingat, bahwa kulit yang
bergerak akan mengalihkan perhatian dari tujuan jarum yang akan disuntikan. Oleh karena
itu, setelah lokasi permukaan pertama kali diidentifikasi, selanjutnya adalah
memvisualisasikan otot yang akan menerima suntikan, dan arah tujuan ke lokasi itu, bukan
tanda pada kulit. Jarum dimasukkan dan suntikan diberikan. Biarkan sepuluh detik sebelum
mencabut jarum untuk memungkinkan obat untuk berdifusi ke otot. Setelah jarum dicabut,
kulit yang tadinya ditarik sekarang dapat dilepaskan. Jaringan kemudian akan menutup
deposit obat dan mencegah kebocoran. Menggerak-gerakan ekstremitas setelah penyuntikan
diyakini membantu penyerapan obat dengan meningkatkan aliran darah ke lokasi tersebut.
Prosedur Aspirasi sebelum Injeksi

Meskipun aspirasi tidak lagi direkomendasikan untuk suntikan Subkutan, aspirasi


harus dilakukan pada suntikan Intramuskular. Jika jarum masuk dalam pembuluh darah, obat
akan diberikan secara intravena dan dapat menyebabkan embolus sebagai akibat dari
komponen obat. Setelah penyisipan ke dalam otot, aspirasi harus dipertahankan selama
beberapa detik untuk memungkinkan darah muncul, terutama jika diameter jarum kecil. Jika
darah yang tersedot, jarum suntik harus dibuang dan obat baru yang disiapkan. Jika darah
tidak tersedot, lanjutkan untuk menyuntikkan obat dengan tingkatan sekitar 1 ml setiap
sepuluh detik. Suntikan yang lambat ini memungkinkan waktu untuk serat otot untuk
memperluas dan menyerap cairan. Ada beberapa obat yang harus menunggu sepuluh detik
sebelum jarum dapat ditarik keluar, untuk memungkinkan obat untuk berdifusi ke otot. Jika
ada rembesan dari lokasi, tekan lokasi suntikan menggunakan kasa. Rekatkan plester kecil
pada lokasi penyuntikan. Pijatan atau menggosok setelah penyuntikan sebaiknya dihindari
karena dapat menyebabkan obat bocor dari lokasi masuknya jarum dan akan mengiritasi
jaringan sekitar.

Aspirasi pada suntikan Intravena berguna untuk memastikan jarum telah masuk ke dalam
pembuluh vena, maka berbeda dengan Intramuskular pada suntikan Intravena yang
diharapkan adalah tersedotnya darah

Pembersihan kulit sebelum Injeksi

Meskipun diketahui bahwa membersihkan lokasi dengan kapas alkohol sebelum


suntikan parenteral mengurangi bakteri, ada perdebatan dalam prakteknya. Pembersihan
dengan menggunakan alkohol sebelum penyuntikan insulin Subkutan akan membuat kulit
mengeras oleh alkohol. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pembersihan tersebut
tidak selalu diperlukan dan bahwa kurangnya persiapan kulit tidak mengakibatkan infeksi.

Beberapa ahli percaya bahwa jika pasien secara fisik telah membersihkan kulitnya dengan
baik dan tenaga medis mempertahankan standar yang tinggi dalam kebersihan tangan dan
asepsis selama prosedur, pembersihan kulit sebelum suntikan Intramuskular tidak perlu
dilakukan. Jika pembersihan kulit diputuskan untuk dilakukan, kulit harus dibersihkan
dengan kapas alkohol selama 30 detik, dan kemudian dibiarkan kering selama minimal 30
detik. Selain itu, jika suntikan diberikan sebelum alkohol mengering, tidak hanya dapat
meningkatkan rasa sakit bagi pasien, bakteri belum benar-benar tidak aktif dan dapat masuk
ke dalam tempat suntikan.
Peralatan Injeksi

Untuk penyuntikan Intramuskular, jarum harus cukup panjang untuk menembus otot
dan masih memungkinkan seperempat jarum untuk tetap di luar kulit. Ukuran yang paling
umum untuk suntikan Intramuskular adalah nomor 21G (hijau) atau 23G (biru) dengan
panjang 1,25-2 inchi. Pada pasien gemuk yang memiliki banyak jaringan adiposa, jarum yang
lebih panjang diperlukan untuk memastikan suntikan mencapai otot sasaran. Cockshott et al
(1982) menemukan bahwa pada lokasi dorsogluteal, wanita memiliki jaringan adiposa hingga
2,5 cm lebih banyak dari pada laki-laki, oleh karena itu dengan menggunakan jarum nomor
21G dengan panjang 1,5 inci (hijau) hanya akan mencapai otot gluteus maximus pada 5%
perempuan dan 15% laki-laki.

Beyea dan Nicholl (1995) merekomendasikan jarum harus diganti setelah


pengambilan obat, untuk memastikan bahwa jarum itu kering dan tajam. Pada pengambilan
obat yang berasal dari botol kaca, jarum yang mempunyai penyaring dianjurkan untuk
digunakan, hal ini menghindari potensi terhisapnya pecahan kaca yang masuk ke obat. Jika
obat dari ampul plastik, jarum dapat tumpul. Begitu juga pada penusukan karet penutup obat.
Jarum yang tumpul itu dapat menyebabkan trauma jaringan lokal, dan kontaminasi obat
selama persiapan akan meningkatkan sensitivitas jaringan, dan akibatnya nyeri bagi pasien.

Ukuran barel suntik ditentukan oleh jumlah cairan yang diperlukan untuk mengisi
obat. Untuk suntikan kurang dari 1 ml, barel suntik kecil (dosis rendah) harus digunakan
untuk memastikan dosis yang akurat. Untuk suntikan dari lebih 5 ml, disarankan agar dosis
dibagi sama rata untuk dua lokasi penyuntikan.

Sarung Tangan untuk Melindungi Diri


Sarung tangan dan Apron

Ada kebijakan di beberapa institusi yang mengharuskan penggunaan sarung tangan


dan celemek selama prosedur suntikan untuk perlindungan. Tetapi harus diingat bahwa
sarung tangan dapat melindungi tenaga medis dari cairan tubuh atau alergi, tetapi tidak untuk
perlindungan terhadap luka tusuk jarum.

Beberapa orang akan canggung saat menggunakan sarung tangan dalam melaksanakan
prosedur, terutama jika pertama kali melaksanakan prosedur itu. Tetapi perlu lebih berhati-
hati jika mempersiapkan dan memberikan suntikan tanpa sarung tangan untuk memastikan
bahwa tumpahan obat tidak terjadi. Jarum langsung dibuang ke pembuangan setelah prosedur
selesai. Sadarilah bahwa jarum bisa jatuh dari nampan ke seprai ketika memposisikan pasien
selama prosedur dan mungkin secara tidak sengaja menyebabkan cedera tertusuk jarum
suntik baik staf maupun pasien.

Celemek dapat dipakai untuk melindungi seragam dari tumpahan selama persiapan
obat dan untuk mencegah transfer organisme antara pasien. Selanjutnya membuang celemek
setelah prosedur untuk memastikan tumpahan tidak kontak dengan kulit tenaga medis.

Mengurangi rasa sakit saat Injeksi

Pasien sering takut untuk disuntik karena mereka menganggap bahwa suntik itu sakit.
Rasa sakit dari suntikan Intramuskular dapat menjalar ke reseptor nyeri di kulit, atau reseptor
tekanan di otot. Torrance (1989) mencantumkan sejumlah faktor yang menyebabkan rasa
sakit:

 Jarum
 Komposisi kimia dari obat.
 Teknik
 Kecepatan suntikan.
 Volume obat.

Dengan teknik yang baik dan informasi yang sesuai juga sikap tenaga medis yang
tenang dan percaya diri akan membantu untuk mengurangi kecemasan pasien. Teknik
pengalihan perhatian atau modifikasi perilaku dapat berguna, terutama untuk program
pengobatan yang panjang, juga persiapan yang dilakukan tidak terlihat oleh pasien dapat
mengurangi kecemasan.

Tenaga medis perlu menyadari bahwa pasien dapat saja mengalami sinkop atau pusing
setelah suntikan rutin. Dengan memastikan riwayat respon pasien terhadap suntikan dan
memastikan lingkungan aman, akan mengurangi risiko cedera. Yang paling rentan untuk
terjadinya pingsan adalah kelompok umur remaja.
Komplikasi Injeksi

Komplikasi yang terjadi sebagai akibat dari infeksi dapat dicegah dengan tindakan
aseptik ketat dan praktek cuci tangan yang baik. Abses steril dapat terjadi sebagai hasil dari
seringnya suntikan diberikan pada satu lokasi atau miskinnya aliran darah lokal. Lokasi yang
edema atau lumpuh memiliki kemampuan yang terbatas untuk menyerap obat dan tidak boleh
digunakan sebagai lokasi penyuntikan.

Pemilihan lokasi yang hati-hati akan mengurangi kemungkinan cedera saraf, suntikan
intravena dan embolus yang dihasilkan dari komposisi obat. Rotasi sistematis dari lokasi akan
mencegah miopati atau lipohipertrofi. Ukuran jarum yang tepat dan pemilihan loksi pada
lokasi ventrogluteal, akan memastikan bahwa obat disuntik ke otot, bukan jaringan adiposa.
Penggunaan teknik Z akan mengurangi rasa sakit dan perubahan warna kulit yang terkait
dengan beberapa obat.

Tanggung jawab Profesional

Setelah obat parenteral telah disuntikan, obat itu tidak dapat diambil kembali.
Identifikasi pasien yang tepat untuk obat yang tepat, dalam dosis yang tepat, pada waktu yang
tepat, melalui rute yang tepat sangat penting untuk mencegah kesalahan pengobatan. Semua
obat harus disiapkan menurut petunjuk pabrik, dan tenaga medis harus memastikan mereka
menyadari tindakan, kontraindikasi dan efek samping obat yang diberikan.

Referensi
1. Hofman PL, Derraik JGB, Pinto TE, et al. Defining the Ideal Injection Techniques When Using
5-mm Needles in Children and Adults. Diabetes Care. 2010; 33(9): 1940–4.
2. Jin JF, Zhu LL, Chen M, et al. The optimal choice of medication administration route regarding
intravenous, intramuscular, and subcutaneous injection. Patient Prefer Adherence. 2015; 9: 923–
42.
3. Taddio A, Appleton M, Bortolussi R, et al. Reducing the pain of childhood vaccination: an
evidence-based clinical practice guideline. CMAJ. 2010 14; 182(18): E843–55.
4. Lankenau SE, Clatts MC. Drug injection practices among high-risk youths: The first shot of
ketamine. J Urban Health. 2004 June; 81(2): 232–48.
5. Tandon N, Kalra S, Balhara YPS, et al. Forum for Injection Technique (FIT), India: The Indian
recommendations 2.0, for best practice in Insulin Injection Technique, 2015. Indian J Endocrinol
Metab. 2015; 19(3): 317–31.
PERHITUNGAN DOSIS OBAT

A. PENGERTIAN DOSIS OBAT

Dengan dosis obat dimaksud jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam

satuan berat (gram, milligram,mikrogram) atau satuan isi (liter, mililiter) atau unit-unit lainnya
(Unit Internasional). Kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud dengan dosis obat
yaitu sejumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada penderita dewasa, juga disebut
dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis terapeutik. Bila dosis obat yang diberikan
melebihi dosis terapeutik terutama obat yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi
keracunan, dinyatakan sebagai dosis toxic. Dosis toxic ini dapat sampai mengakibatkan
kematian, disebut sebagai dosis letal.

Obat-obat tertentu memerlukan dosis permulaan (initial dose) atau dosis awal
(loading dose) yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (maintenance dose). Dengan
memberikan dosis permulaan yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (misalnya dua kali),
kadar obat yang dikehendaki dalam darah dapat dicapai lebih awal. Hal ini dilakukan antara
lain pada pemberian oral preparal Sulfa (Sulfisoxazole,Trisulfa pyrimidines), diberikan dosis
permulaan 2 gram dan diikuti dengan dosis pemeliharaan 1 gram tiap 6 jam.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT

Dosis obat yang diberikan kepada penderita dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
faktor obat, cara pemberian obat tersebut dan penderita. Terutama faktor-faktor penderita
seringkali kompleks sekali, karena perbedaan individual terhadap respon obat tidak selalu

dapat diperkirakan. Ada kemungkinan ketiga faktor tersebut di bawah ini didapati sekaligus.

1.Faktor Obat:

a. Sifat fisika : daya larut obat dalam air/lemak, kristal/amorf, dsb.

b. Sifat kimiawi : asam, basa, garam, ester, garam kompleks, pH, pKa.

c. Toksisitas : dosis obat berbanding terbalik dengan toksisitasnya.


2.Faktor Cara Pemberian Obat Kepada Penderita:

a. Oral : dimakan atau diminum

b. Parenteral : subkutan, intramuskular, intravena, dsb

c. Rektal, vaginal, uretral

d. Lokal, topikal

e. Lain-lain : implantasi, sublingual, intrabukal, dsb

3.Faktor Penderita:

a. Umur : neonatus, bayi, anak, dewasa, geriatrik

b. Berat badan : biarpun sama-sama dewasa berat badan dapat berbeda besar

c. Jenis kelamin : terutama untuk obat golongan hormon

d. Ras : “slow & fast acetylators”

e. Toleransi

f. Obesitas : untuk obat-obat tertentu faktor ini harus diperhitungkan

h. Keadaan pato-fisiologi : kelainan pada saluran cerna mempengaruhi absorbsi obat,


penyakit hati mempengaruhi metabolisme obat, kelainan pada ginjal mempengaruhi ekskresi
obat

C. KESALAHAN DOSIS/OVERDOSIS

1. Akibat kelebihan dosis:

a. pernapasan akan tertekan/sesak nafas

b. mual-mual/muntah

c. berkurangnya tingkat kesadaran

d. pusing
2. Penanganan kelebihan dosis sesuai dengan gejala misalnya sesak nafas dengan cara
penambahan oksigen.

D. Menghitung Dosis Maksimum

Dosis adalah takaran atau jumlah, dosis obat adalah takaran obat yang bila
dikelompokkan bisa dibagi :

1. Dosis Terapi (Therapeutical Dose), yaitu dosis obat yang dapat digunakan untuk terapi
atau pengobatan untuk penyembuhan penyakit.

2. Dosis Maksimum (Maximalis Dose), yaitu dosis maksimal obat atau batas jumlah obat
maksimum yang masih dapat digunakan untuk penyembuhan. Dalam buku buku standar
seperti Farmakope atau Ekstra Farmakope Dosis Maksimum (DM) tercantum diperuntukkan
orang dewasa.

3. Dosis Lethalis (Lethal Dose), yaitu dosis atau jumlah obat yang dapat mematikan bila
dikonsumsi. Bila mencapai dosis ini orang yang mengkonsumsi akan over dosis (OD)

4. Dosis medicinalis yaitu dosis terapeutik = dosis lazim

5. Dosis permulaan yaitu initial dose

6. Dosis pemeliharaan yaitu maintenance dose

7. Dosis toxica = dosis sampai terjadi keracunan

8. Dosis Khusus : Dosis penderita yang obesitas: harus diperhitungkan lemak dan

persentase BB tanpa lemak (BBTL). BBTL = BB x (100 - % lemak)

9. Dosis penderita geriatrik (>65 tahun) : Dosis diturunkan ( ± 75 % DD)

Perubahan fisiologis dan patologis diperhatikan (cardivaskuler, ginjal, DM)

10. Dosis penderita ginjal: Ekskresi obat terganggu → obat lebih lama di peredarah darah

Dosis dan interval obat harus diatur


11. Dosis dopamine

Salah satu indikasi penggunaan dopamine adalah pada TD sistolik <70mmHg disertai
dengan tanda-tanda syok.

Rumus dopamine yaitu: Dosis X BB(kg) X 60/4000

Contoh:Pasien dengan tekanan darah 80/50mmHg dan BB 50 kg. Dosis dopamine dimulai
dari 5mikrogram/kgBB/menit

Kita gunakan rumus praktik saja=5X50X60/4000=15000/4000=3.75 cc/jam

1. Cara Menghitung Dosis Maksimum Obat Dalam Resep:

a. DM tercantum berlaku untuk orang dewasa, bila resep mengandung obat yang ber-DM,

tanyakan umurnya.

b. Bila ada zat yang bekerja searah, harus dihitung DM searah (dosis ganda).

c. Urutan melihat daftar DM berdasarkan Farmakope Indonesia edisi terakhir (FI. Ed.III,

Ekstra Farmakope, FI. Ed.I, Pharm. Internasional, Ph. Ned. Ed. V, CMN dan lain-lain).

d. Setelah diketahui umur pasien, kalau dewasa langsung dihitung, yaitu untuk sekali minum
: jumlah dalam satu takaran dibagi dosis sekali dikali 100%.. Begitu juga untuk sehari

minum : jumlah sehari dibagi dosis sehari dikali 100%.

e. Dosis Maksimum (DM) searah : dihitung untuk sekali dan sehari.

f. Cara menghitung Dosis Maksimum (DM) untuk oral berdasarkan :


1). Rumus Young

Untuk umur 1-8 tahun dengan rumus :

(n/n + 12) x DM (dewasa) n = umur dalam tahun

2). Rumus Dilling

Untuk umur di atas 8 tahun dengan rumus :

(n/20) x DvgM n = umur dalam tahun

Contoh:R/ Ekstrak Belladonce 0.12

Antipyrin 1,5

Lactosa q.s

m.f.pulv.No. XII

s.t.d.d.p.l.

Pro Ani (15)

Dengan DM:20mg/80mg

DM:1/4

Penyelesaian:

a. DM untuk umur 15 th:

Extr. Bellad 1 x p =15/20 x 20mg =15mg

1 hari=15/20 x 80mg=60mg

Antipyrin 1 x p =15/20 x 1 =0,75g=750mg

1 hari=15/20 x 4=3g=3.000mg

b. setiap bungkus mengandung : Extr. Bellad =0,12/12=0,01=10mg


Antipyrin = 1,5/12 =0,125 =125mg

c. pemakaian menurut resep :

Extr. Bellad : 1 x p =10mg<DM

1 hari = 3 x 10mg =30mg<DM

Antipyrin :1xp =125mg<DM

1 hari = 3 x 125mg=375mg<DM

3). Rumus Fried : Untuk umur <1tahun

(n/150) x DM n = umur bayi dalam bulan

4). Bila dalam berat badan

a. Rumus Clark : (Berat badan dalam kilogram) / 70 kg x DM (dewasa)

b. Rumus Augeberger: { (1½ BB+10) / 100 } x DM

Keterangan: BB = BB anak dalam Kg

Gambar lokasi pemasangan injection flag

Anda mungkin juga menyukai