Anda di halaman 1dari 12

TUGAS INDIVIDU

TUGA TUTORIAL 1

KESEHATAN REPRODUKSI

DI SUSUN OLEH :

RISTA NOVIA

1910104199

PROGRAM SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYYAH YOGYAKARTA

2019/2020
SDGs
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Sustainable Development
Goals disingkat dengan SDGs adalah 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur dan tenggat yang telah
ditentukan oleh PBB sebagai agenda dunia pembangunan untuk kemaslahatan manusia dan planet bumi .
Tujuan ini dicanangkan bersama oleh negara-negara lintas pemerintahan pada resolusi PBB yang
diterbitkan pada 21 Oktober 2015 sebagai ambisi pembangunan bersama hingga tahun 2030. Tujuan ini
merupakan kelanjutan atau pengganti dari Tujuan Pembangunan Milenium yang ditandatangani oleh
pemimpin-pemimpin dari 189 negara sebagai Deklarasi Milenium di markas besar PBB pada tahun 2000
dan tidak berlaku lagi sejak akhir 2015.
Agenda pembangunan berkelanjutan yang baru dibuat untuk menjawab tuntutan kepemimpinan dunia
dalam mengatasi kemiskinan, kesenjangan, dan perubahan iklim dalam bentuk aksi nyata. Konsep
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan lahir pada Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB, Rio+20,
pada 2012 dengan menetapkan rangkaian target yang bisa diaplikasikan secara universal serta dapat
diukur dalam menyeimbangkan tiga dimensi pembangunan berkelanjutan; (1) lingkungan, (2) sosial, dan
(3) ekonomi.
Agenda 2030 terdiri dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SGD) atau Tujuan Global, yang akan
menjadi tuntunan kebijakan dan pendanaan untuk 15 tahun ke depan (2030).
Untuk mengubah tuntutan ini menjadi aksi nyata, para pemimpin dunia bertemu pada 25 September 2015,
di Markas PBB di New York untuk memulai Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030.
Tujuan ini diformulasikan sejak 19 Juli 2014 dan diajukan pada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
Bangsa oleh Kelompok Kerja Terbuka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Dalam proposal ini terdapat
17 tujuan dengan 169 capaian yang meliputi masalah masalah pembangunan yang berkelanjutan.
Termasuk didalamnya adalah pengentasan kemiskinan dan kelaparan, perbaikan kesehatan, dan
pendidikan, pembangunan kota yang lebih berkelanjutan, mengatasi perubahan iklim, serta melindungi
hutan dan laut.
Tujuan SDGs Pada bulan Agustus 2015, 193 negara menyepakati 17 tujuan berikut ini:
Tujuan 1 - Tanpa kemiskinan
Pengentasan segala bentuk kemiskinan di semua tempat.
Tujuan 2 - Tanpa kelaparan
Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian
yang berkelanjutan.
Tujuan 3 - Kehidupan sehat dan sejahtera
Menggalakkan hidup sehat dan mendukung kesejahteraan untuk semua usia.
Tujuan 4 - Pendidikan berkualitas
Memastikan pendidikan berkualitas yang layak dan inklusif serta mendorong kesempatan belajar seumur
hidup bagi semua orang
Tujuan 5 - Kesetaraan gender
Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan.
Tujuan 6 - Air bersih dan sanitasi layak
Menjamin akses atas air dan sanitasi untuk semua.[12]
Tujuan 7 - Energi bersih dan terjangkau
Memastikan akses pada energi yang terjangkau, bisa diandalkan, berkelanjutan dan modern untuk semua.
[13]
Tujuan 8 - Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi
Mempromosikan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan inklusif, lapangan pekerjaan dan pekerjaan
yang layak untuk semua.
Tujuan 9 - Industri, inovasi dan infrastruktur
Membangun infrastruktur kuat, mempromosikan industrialisasi berkelanjutan dan mendorong inovasi.
Tujuan 10 - Berkurangnya kesenjangan
Mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara negara-negara.
Tujuan 11 - Kota dan komunitas berkelanjutan
Membuat perkotaan menjadi inklusif, aman, kuat, dan berkelanjutan.
Tujuan 12 - Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab
Memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan
Tujuan 13 - Penanganan perubahan iklim
Mengambil langkah penting untuk melawan perubahan iklim dan dampaknya.
Tujuan 14 - Ekosistem laut
Pelindungan dan penggunaan samudera, laut dan sumber daya kelautan secara berkelanjutan
Tujuan 15 - Ekosistem daratan
Mengelola hutan secara berkelanjutan, melawan perubahan lahan menjadi gurun, menghentikan dan
merehabilitasi kerusakan lahan, menghentikan kepunahan keanekaragaman hayati.
Tujuan 16 - Perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh
Mendorong masyarakat adil, damai, dan inklusif
Tujuan 17 - Kemitraan untuk mencapai tujuan
Menghidupkan kembali kemitraan global demi pembangunan berkelanjutan.

ICPD
International Conference on Population and Development (ICPD) pada tahun 1994 di Kairo telah
merubah paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan, yang semula berorientasi kepada
penurunan fertilitas (manusia sebagai obyek) menjadi pengutamaan kesehatan reproduksi perorangan
dengan menghormati hak reproduksi setiap individu (manusia sebagai subyek).
Program keluarga berencana memiliki makna yang sangat strategis, komprehensif dan fundamental dalam
mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan sejahtera. UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga menyebutkan bahwa keluarga berencana
adalah upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan,
melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas.
Konferensi International tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD), 1994 di Kairo memberikan
definisi tentang hak-hak reproduksi, yaitu:
Hak-hak reproduksi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang diakui oleh hukum nasional,
dokumen internasional tentang hak asasi manusia, dan dokumen-dokumen kesepakatan atau perjanjian
lainnya. Hak-hak ini menjamin hak-hak dasar setiap pasangan dan individu untuk memutuskan secara
bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah, jarak, dan waktu memiliki anak dan untuk memperoleh
informasi dan juga terkandung makna memiliki hak untuk mmperoleh standar tertinggi dari kesehatan
reproduksi dan seksual. Juga termasuk hak mereka untuk membuat keputusan menyangkut reproduksi
yang bebas dari diskriminasi, perlakuan sewenang-wenang, dan kekerasan.
Mengacu kepada pernyataan diatas, maka remaja sebagai bagian dari umat manusia termasuk kelompok
yang memiliki (dan diakui) hak-hak reproduksi yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Indonesia
adalah salah satu dari 178 negara yang ikut menandatangani dan mengakui hak reproduksi remaja yang
tertuang dalam dokumen rencana aksi ICPD. Hal ini memberikan kewajiban kepada negara untuk
memenuhi hak-hak reproduksi remaja sebagaimana yang tertuang dalam rencana aksi ICPD. Rencana
aksi ICPD mengisyaratkan bahwa, ”negara-negara di dunia di dorong untuk menyediakan informasi yang
lengkap kepada remaja mengenai bagaimana mereka dapat melindungi diri dari kehamilan yang tidak
diinginkan dan HIV&AIDS”. Selain dokumen ICPD, maka hak-hak reproduksi remaja di dukung oleh
instrumen internasional, antara lain: Deklarasi Umum HAM, dokumen CEDAW (Convention on
Elimination Discrimination Against Women), dan Konvensi Hak Anak. Di Indonesia, hak-hak ini diakui
sebagaimana tertuang dalam: UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU 10/1992 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan UU 23/2002 tentang
Perlindungan Anak. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Pepres) Nomor 7/ 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005 – 2009 dinyatakan bahwa salah satu arah RPJM
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah) adalah meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja.
Hal ini memberikan kerangka legal terhadap jaminan pengakuan dan pemenuhan hak reproduksi remaja
di Indonesia.
Terdapat 12 hak-hak reproduksi yang dirumuskan oleh International Planned Parenthood Federation
(IPPF) pada tahun 1996 yaitu :
1.Hak untuk hidup
Setiap perempuan mempunyai hak untuk bebas dari risiko kematian karena kehamilan.
2. Hak atas kemerdekaan dan keamanan
Setiap individu berhak untuk menikmati dan mengatur kehidupan seksual dan reproduksinya dan tak
seorang pun dapat dipaksa untuk hamil, menjalani sterilisasi dan aborsi.
3. Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi
Setiap individu mempunyai hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi termasuk kehidupan seksual
dan reproduksinya.
4. Hak Hak atas kerahasiaan pribadi
Setiap individu mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi dengan
menghormati kerahasiaan pribadi. Setiap perempuan mempunyai hak untuk menentukan sendiri pilihan
reproduksinya.
5. Hak atas kebebasan berpikir
Setiap individu bebas dari penafsiran ajaran agama yang sempit, kepercayaan, filosofi dan tradisi yang
membatasi kemerdekaan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual.
6. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan
Setiap individu mempunyai hak atas informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi dan seksual termasuk jaminan kesehatan dan kesejahteraan perorangan maupun keluarga.
7. Hak untuk menikah atau tidak menikah serta membentuk dan merencanakan keluarga
8. Hak untuk memutuskan mempunyai anak atau tidak dan kapan mempunyai anak
9. Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan
Setiap individu mempunyai hak atas informasi, keterjangkauan, pilihan, keamanan, kerahasiaan,
kepercayaan, harga diri, kenyamanan, dan kesinambungan pelayanan.
10. Hak untuk mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan
Setiap individu mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi dengan teknologi
mutakhir yang aman dan dapat diterima.
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik
Setiap individu mempunyai hak untuk mendesak pemerintah agar memprioritaskan kebijakan yang
berkaitan dengan hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi.
12. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk
Termasuk hak-hak perlindungan anak dari eksploitasi dan penganiayaan seksual. Setiap individu
mempunyai hak untuk dilindungi dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual.
Mengapa kita perlu mengenal dan memahami Hak Seksual dan Hak
Reproduksi
Dengan mengenal dan memahami hak seksual dan reproduksi kita, maka kita bisa melindungi,
memperjuangkan dan membela hak seksual dan reproduksi kita dan orang lain dari berbagai tindak
kekerasan dan serangan terhadap hak seksual dan reproduksi kita.
Landasan hukum tentang Hak Seksual dan Hak reproduksi:
Ada beberapa instrumen (perangkat) hukum yang terkait dengan hak seksual dan hak reproduksi:
Konvensi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan (CEDAW)
Konferensi Internasional dan Pembangunan (ICPD) PBB pada tahun 1994 di Cairo , Mesir
Konferensi Dunia ke 4 tentang perempuan (FWCW) tahun 1995 di Beijing, Cina
Konvensi Hak- hak Sipil dan Politik (ICCPR)
Hak atas Kebebasan pribadi ( Pasal 17)
Hak persamaan (Pasal 26)
Hak Kebebasan dari diskriminasi (Pasal 2; 1)
UU No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW, Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan, UU No 23 Tahun 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Strategi dan Kebijakan Kesehatan Reproduksi Remaja Nasional (BKKBN).

Pasien Safety
Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dair cidera aksidental atau menghindarkan cidera
pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan. Patient safety (keselamatan pasien) rumah
sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk :
assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes
RI, 2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak adanya kesalahan atau
bebas dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan pasien (patient safety;;) adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko. Meliputi: assessment risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

B. Tujuan Sistem Patient safety;;


Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko
tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan
penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh)
7. Urgensi Patient safety
Pembangunan Kesehatan Ibu dan Anak
Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan oleh tinggi rendahnya Angka Kematian Ibu (AKI),
Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Anak Balita (AKABA), Umur Harapan Hidup (UHH)
setelah lahir dan Prevalensi Gizi Buruk.
Program Indonesia Sehat menjadi program utama pembangunan kesehatan dengan salah satu sasarannya
adalah meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu dan anak. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) nomor 97 tahun 2014 mensyaratkan bahwa untuk terlaksananya pelayanan kesehatan yang
berkualitas perlu memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya
kesehatan.
Peran aktif masyarakat dapat mencegah dan mengurangi serta mengatasi masalah kesehatan ibu hamil,
ibu bersalin dan bayi baru lahir dengan keterlibatan langsung dalam kegiatan dari, oleh dan untuk
masyarakat. Hal ini pun sudah diatur dalam satu dari 12 pokok strategi pembangunan kesehatan adalah
meningkatkan promosi kesehatan dan pemberdayaan.

Strategi Bidan Dalam SDGs


Guna mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) yang menjadi kelanjutan dari MDGs,
khususnya dalam bidang kesehatan, diperlukan peran serta dari berbagai elemen masyarakat, termasuk
pranata kesehatan seperti dokter, perawat, serta bidan.
seorang bidan dapat berperan dalam pencapaian target ketiga dari SDGs, yaitu kehidupan sehat dan
sejahtera, khususnya terkait kesehatan ibu dan bayi. Masalah kesehatan ibu dan bayi menjadi salah satu
isu penting yang dihadapi Indonesia dalam dekade ini. Angka kematian pada bayi memang mengalami
penurunan, yaitu dari 68/1000 kelahiran pada tahun 1991 menjadi 32/1000 pada tahun 2012.
dibandingkan dengan jumlah pada tahun 2007, angka kematian ibu pada tahun 2012 justru menunjukkan
peningkatan, yaitu dari 228 menjadi 359 per 100.000 kelahiran. Peran seorang bidan mencakup fungsi
dalam layanan kesehatan primer, layanan kesehatan sekunder, layanan kesehatan tersier, serta fungsi
promotif untuk menjaga kesehatan masyarakat.
Tenaga kerja bidan, dengan sistem kesehatan yang mendukung, dapat mendukung wanita dan perempuan
untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, menyediakan pendampingan di sepanjang kehamilan
dan kelahiran, serta menyelamatkan nyawa bayi yang lahir terlalu awal.
Program Pemerintah Dalam Mencapai Keberhasilan SDGSs
Germas
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) merupakan suatu tindakan sistematis dan terencana yang
dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan dan
kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup. Pelaksanaan GERMAS harus dimulai
dari keluarga, karena keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat yang membentuk kepribadian.

GERMAS dapat dilakukan dengan cara: Melakukan aktifitas fisik, Mengonsumsi sayur dan buah, Tidak
merokok, Tidak mengonsumsi alkohol, Memeriksa kesehatan secara rutin, Membersihkan lingkungan,
dan Menggunakan jamban. Pada tahap awal, GERMAS secara nasional dimulai dengan berfokus pada
tiga kegiatan, yaitu: 1) Melakukan aktivitas fisik 30 menit per hari, 2) Mengonsumsi buah dan sayur; dan
3) Memeriksakan kesehatan secara rutin.

Tiga kegiatan tersebut dapat dimulai dari diri sendiri dan keluarga, dilakukan saat ini juga, dan tidak
membutuhkan biaya yang besar, tutur Menkes.

GERMAS merupakan gerakan nasional yang diprakarsai oleh Presiden RI yang mengedepankan upaya
promotif dan preventif, tanpa mengesampingkan upaya kuratif-rehabilitatif dengan melibatkan seluruh
komponen bangsa dalam memasyarakatkan paradigma sehat. Untuk menyukseskan GERMAS, tidak bisa
hanya mengandalkan peran sektor kesehatan saja. Peran Kementerian dan Lembaga di sektor lainnya juga
turut menentukan, dan ditunjang peran serta seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari individu, keluarga,
dan masyarakat dalam mempraktekkan pola hidup sehat, akademisi, dunia usaha, organisasi
kemasyarakatan, dan organisasi profesi dalam menggerakkan anggotanya untuk berperilaku sehat; serta
Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dalam menyiapkan sarana dan prasarana pendukung,
memantau dan mengevaluasi pelaksanaannya.

Salah satu dukungan nyata lintas sektor untuk suksesnya GERMAS, diantaranya Program Infrastruktur
Berbasis Masyarakat (IBM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang berfokus pada
pembangunan akses air minum, sanitasi, dan pemukiman layak huni, yang merupakan infrastruktur dasar
yang mendukung Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan
dalam hal keamanan pangan.

Dalam kehidupan sehari-hari, praktik hidup sehat merupakan salah satu wujud Revolusi Mental.
GERMAS mengajak masyarakat untuk membudayakan hidup sehat, agar mampu mengubah kebiasaan-
kebiasaan atau perilaku tidak sehat. Untuk itu, Pemerintah RI diwakili Menteri Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Puan Maharani, mencanangkan GERMAS pada 15
November 2016 di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Tidak hanya di Bantul, GERMAS juga
dicanangkan di sembilan wilayah lainnya, yaitu: Kabupaten Bogor (Jawa Barat), Kabupaten Pandeglang
(Banten), Kota Batam (Kepulauan Riau), Kota Jambi (Jambi), Surabaya (Jawa Timur), Madiun (Jawa
Timur), Pare-pare (Sulawesi Selatan), Kabupaten Purbalingga (Jawa Tengah), Kabupaten Padang
Pariaman (Sumatera Barat).

Pencanangan GERMAS menandai puncak peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-52 yang jatuh
pada 12 November 2016. Tahun ini, HKN ke-52 mengusung tema Indonesia Cinta Sehat dengan sub tema
Masyarakat Hidup Sehat, Indonesia Kuat. Tema ini harus dimaknai secara luas, seiring dengan Program
Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga melalui gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS). Secara
khusus, GERMAS diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat untuk hidup
sehat, meningkatkan produktivitas masyarakat, dan mengurangi beban biaya kesehatan.
Indikator Keberhasilan Dalam SDGs
Stunting
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek
dibandingkan dengan anak seusianya. Anak yang menderita stunting akan lebih rentan terhadap penyakit
dan ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak hanya pada segi
kesehatan tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.

Anak merupakan aset bangsa di masa depan. Bisa dibayangkan, bagaimana kondisi sumber daya manusia
Indonesia di masa yang akan datang jika saat ini banyak anak Indonesia yang menderita stunting. Dapat
dipastikan bangsa ini tidak akan mampu bersaing dengan bangsa lain dalam menghadapi tantangan
global.

Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah mencanangkan program intervensi pencegahan stunting
terintegrasi yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Pada tahun 2018, ditetapkan 100 kabupaten
di 34 provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan bertambah sebanyak 60
kabupaten pada tahun berikutnya. Dengan adanya kerjasama lintas sektor ini diharapkan dapat menekan
angka stunting di Indonesia sehingga dapat tercapai target Sustainable Development Goals (SDGs) pada
tahun 2025 yaitu penurunan angka stunting hingga 40%.
Nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir tentunya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhannya termasuk
risiko terjadinya stunting. Tidak terlaksananya inisiasi menyusu dini (IMD), gagalnya pemberian air susu
ibu (ASI) eksklusif, dan proses penyapihan dini dapat menjadi salah satu faktor terjadinya stunting.
Sedangkan dari sisi pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) hal yang perlu diperhatikan adalah
kuantitas, kualitas, dan keamanan pangan yang diberikan.
Kondisi sosial ekonomi dan sanitasi tempat tinggal juga berkaitan dengan terjadinya stunting. Kondisi
ekonomi erat kaitannya dengan kemampuan dalam memenuhi asupan yang bergizi dan pelayanan
kesehatan untuk ibu hamil dan balita. Sedangkan sanitasi dan keamanan pangan dapat meningkatkan
risiko terjadinya penyakit infeksi.
Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang.

Dampak Jangka Pendek.


Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;
Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal; dan
Peningkatan biaya kesehatan.

Dampak Jangka Panjang.


Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada umumnya);
Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya;
Menurunnya kesehatan reproduksi;
Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan
Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal
Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang termasuk pada tujuan
pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun
2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah menurunkan angka stunting
hingga 40% pada tahun 2025.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu program prioritas.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, upaya yang dilakukan untuk menurunkan
prevalensi stunting di antaranya sebagai berikut:

Ibu Hamil dan Bersalin


Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;
Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;
Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;
Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan mikronutrien (TKPM);
Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular);
Pemberantasan kecacingan;
Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA;
Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif; dan
Penyuluhan dan pelayanan KB.
Balita
Pemantauan pertumbuhan balita;
Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita;
Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
Anak Usia Sekolah
Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;
Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan
Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba

Remaja
Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak
merokok, dan mengonsumsi narkoba; dan
Pendidikan kesehatan reproduksi.
Dewasa Muda
Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB);
Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan
Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak merokok/mengonsumsi narkoba.

Program Emas
Program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) adalah sebuah program kerjasama
Kementrian Kesehatan RI dan USAID selama lima tahun (2012-2016) dalam rangka menurunkan AKI
dan AKB. Program EMAS memediasi pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan puskesmas, dalam
membangun jejaring dengan organisasi masyarakat sipil, fasilitas kesehatan publik dan swasta, asosiasi
rumah sakit, organisasi profesi, sektor swasta, dan lain-lain.
ini akan berkontribusi terhadap percepatan penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir sebesar 25% di
Indonesia. Emas dilaksanakan di 30 kabupaten pada enam provinsi yang memiliki jumlah kematian ibu
dan neonatal besar. Pada tahun pertama intervensi direncanakan di 10 kabupaten, enam provinsi antara
lain Jawa Tengah dengan daerah intervensinya adalah Kabupaten Tegal. Kabupaten di sekitar daerah
intervensi adalah Kota Tegal, Kabupaten Brebes, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Pekalongan, dan Kota
Pekalongan. Daerah intervensi lain di Jawa tengah adalah Kabupaten Banyumas. Kabupaten di sekitar
daerah intervensi adalah Kabupaten Kebumen, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten
Banjarnegara (Alamsyah, 2012).

Anda mungkin juga menyukai