Anda di halaman 1dari 54

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan
oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan persalinan atau segera setelah bayi lahir.
Menurut WHO (dalam Depkes RI, 2004) bahwa setiap tahunnya, kira-
kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi
ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak
47% meninggal pada masa neonatus (usia di bawah 1 bulan). Setiap 5 menit
terdapat satu neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di
Indonesia diantaranya asfiksia sebesar 27% dari seluruh kematian neonatus.
Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal
pada masa neonatus (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1
neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah
berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum,
infeksi lain, dan kelainan conginetal.
Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi
penyebab utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan antenatal yang
berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan pelayanan asuhan
neonatus oleh tenaga profesional. Untuk menurunkan angka kematian bayi
baru lahir karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi
baru lahir, kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap kali
menolong persalinan.
Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi
pada neonatus sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga profesional yang
terlibat dalam penanganan bayi baru lahir. Seperti kasus yang dialami oleh
By. Ny.”D” NCB SMK dengan asfiksia sedang. Disini akan dijelaskan

1
bagaimana penatalaksaan yang dilakukan bidan Aisyah untuk menangani
kasus tersebut.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum :
Diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan
pada By. Ny. “D” NCB SMK dengan asfiksia sedang secara komprehensif
dengan menggunakan manajemen 7 langkah varney.
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan kebidanan mahasiswa diharapkan
mampu :
1. Melakukan pengkajian pada pasien
2. Menegakkan diagnosa masalah
3. Mengantisipasi masalah potensial yang mungkin terjadi
4. Mengidentifikasi kebutuhan segera
5. Menyusun intervensi
6. Melaksanakan rencana/intervensi yang telah disusun
7. Mengevaluasi hasil asuhan/keefektifan asuhan yang diberikan.

1.3 Teknik Pengumpulan Data


1.3.1 Anamnesa atau wawancara
Auto anamnesa : melakukan anamnesa secara langsung dengan pasien
Allow anamnesa: melakukan anamnesa secara tidak langsung yaitu dengan
memberikan tanya jawab kepada keluarga/orang terdekat pasien
1.3.2 Observasi
Melakukan pengamatan langsung pada klien.
1.3.3 Studi Dokumentasi
Membaca dan mempelajari sumber buku, status pasien, catatan medis, dan
catatan yang dapat mendukung terlaksananya asuhan dan dapat
membandingkan antara teori dan praktik.

2
1.3.4 Studi Pustaka
Membaca sumber buku sebagai pedoman dalam melaksanakan asuhan
kebidanan.

1.4 Sitematika Penulisan


BAB 1 PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang, tujuan, teknik pengambilan data, dan
sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Terdiri dari konsep persalinan dan konsep manajeman asuhan
kebidanan .
BAB 3 TINJAUAN KASUS
Terdiri dari pengkajian, identifikasi diagnosa dan masalah,
antisipasi masalah potensial, identifikasi kebutuhan segera,
intervensi, implementasi, dan evaluasi.
BAB 4 PEMBAHASAN
BAB 5 PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan dan saran.

3
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 NEONATUS
2.1.1 Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan
usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan
didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan
organ hampir pada semua system. Neonatus bukanlah miniatur orang
dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa
perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu
menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang
paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama.
2.1.2 Ciri-Ciri Neonatus Normal
Ciri-ciri neonates normal menurut Depkes RI adalah :
1. Berat badan 2500-4000 gram
2. Panjang badan 48-52 cm
3. Lingkar dada 30-38
4. Lingkar kepala 33-35 cm
5. Bunyi jantung pada menir pertama ± 160 x/menit kemudian menurun ±
120 x/m.
6. Pernapasan pada menit pertama ± 80 x/menit kemudian menurun ± 40
x/menit.
7. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup
terbentuk dan diliputi banyak vernik caseosa.
8. Rambut lanugo telah terlihat, rambut kepala telah sempurna.
9. Kuku agak panjang
10. Genetalia : labia mayora sudah menutupi labia minora (perempuan).
Testis sudah turun (laki-laki).
11. Reflek menelan dan menghisap sudah terbentuk dengan baik.
12. Reflek moro sudah baik, bila bayi dikagetkan dia akan mempunyai
reflek terkejut.

4
13. Reflek palmar graps sudah baik, apabila telapak tangan diletakkan
sesuatu benda dia akan menampakkan reflek menggenggam.
14. Eliminasi BAB/urin, urin dan mekonium berwarna hitam kecoklatan
1.1.3 Perubahan Yang Terjadi Pada Neonatus
1. Perubahan metabolisme karbohidrat
Dalam waktu 2 jam setelah lahir akan terjadi penurunan kadar gula
darah untuk menambah energi pada jam-jam pertama setelah lahir
diambil dari metabolisme asam lemak sehingga kadar gula darah dapat
mencapai 120mg/100mg. bila hal tersebut tidak terpenuhi, maka
kemungkinan besar bayi akan menderiya hipoglikemi.
2. Perubahan suhu tubuh
Ketika bayi baru lahir, bayi berada dalam keadaan suhu lingkungan
yang rendah dari suhu dalam rahim ibu, akibatnya metabolisme
meningkat dan kebutuhan O2 juga meningkat.
3. Perubahan pernapasan
Pernapasan pada bayi normal terjadi dalam 30 detik sesudah kelahiran.
Pernapasan ini timbul sebagai akibat aktivitas normal susunan saraf
pusat dan perifer yang dibantu oleh beberapa rangsangan lainnya.
Seperti sentuhan dan perubahan suhu didalam uterus dan diluar uterus.
Tekanan rongga dada bayi pada waktu melalui jalan lahir pervaginam
mengakibatkan bahwa paru-paru yang pada janin normal cukup bulan
mengandung 10-80 ml cairan, kehilangan 1/3 dari cairan ini. Sesudah
bayi lahir cairan yang hilang diganti dengan udara. Paru-paru
berkembang sehingga rongga dada kembali pada bentuk semula.
4. Perubahan sirkulasi
Dengan berkembangnya paru-paru tekanan O2 dalam alveoli
meningkat. CO2 turun sehingga aliran darah ke paru meningkat. Ini
menyebabkan darah dari arteri pulmonalis mengalir ka paru-paru dan
duktusn arteriosus menutup. Dengan dipotongnya tali pusat aliran darah
dari plasenta melalui vena kava inferior dan foramen ovale ke atrium
kiri terhenti. Dengan diterimanya darah oleh atrium kiri dan paru-paru,
tekanan di atrium kiri menjadi lebih tinggi dari pada tekanan di atrium

5
kanan. Ini menyebabkan voramen ovale menutup. Sirkulasi janin
sekarang berubah menjadi sirkulasi bayi yang hidup diluar rahim ibu.
5. Traktus digestifus
Pada neonatus relatif berat dan panjang dibandingkan dengan orang
dewasa. Pada neonatus traktus digestifus mengandung zat warna hitam
kehijauan yang terjadi dari monosakarida disebut mekonium.
Pengeluaran mekonium biasanya dalam 10 jam pertama dan dalam 4
hari tinja sudah terbentuk dan berwarna biasa.
6. Keseimbangan air dan fungsi ginjal
Tubuh bayi baru lahir mengandung relatif banyak air dan kadar natrium
relatif lebih besar dibanding kalium yang menandakan rangsangan
ekstraseluler luas fungsi ginjal belum sempurna karena :
a. Jumlah nefron matang/matur sebanyak orang dewasa.
b. Ada ketidakseimbangan antara luas permukaan glomelurus dan
volume tubulus proksimal.
c. Renul blood flow pada neonatus kurang bila dibanding dewasa
7. Imunoglobulin
Pada bayi baru lahir hanya terdapat globulin gama B yaitu imunologi
dari ibu yang dapat melalui plasenta karena berat molekulnya kecil.
Tetapi bila terkena infeksi yang didapat melalui plasenta (Wiknjosastro,
2007) .
8. Susunan saraf pusat
Setelah jumlah cairan otak berkurang sedangkan lemak dan protein
bertambah, imunisasi setelah bayi berumur 2 bulan. Dari perubahan
konsentrasi DNA dalam otak dapat diketahui bahwa pertambahan sel-
sel berlangsung terus sampai anak berumur kurang lebih 1 tahun.
9. Kelenjar endokrin
Selama dalam uterus, fetus mendapat hormon dari ibu saat bayi baru
lahir, kadar hormon tersebut masih berfungsi misalnya dapat dilihat
pembesaran kelenjar air susu pada bayi laki-laki atau perempuan.

6
1.1.4 Penatalaksanaan Asuhan Neonatus
1. Pencegahan infeksi
2. Penilaian segera setelah lahir
3. Pencegahan kehilangan panas
4. Asuhan tali pusat
5. Inisiasi menyusui dini
6. Manajemen laktasi
7. Pencegahan infeksi mata
8. Pemberian vitamin
9. Pemberian imunisasi
10. Pemeriksaan BBL (APN, 2008)
1. Pencegahan Infeksi
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh
paparan atau terkontaminasi mikroorganisme selama prose persalinan
berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir. Sebelum menangani
bayi baru lahir, pastikan penolong persalinan melakukan upaya
pencegahan infeksi seperti :
a. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan bersentuhan dengan bayi.
b. Pakai sarung tangan bersih saat menangani bayi yang belum
dimandikan.
c. Pastikan semua bahan, peralatan dalam keadaan steril.
d. Pastikan semua pakaian, handuk dan kain yang digunakan dalam
keadaan bersih.
2. Pencegahan Kehilangan Panas
Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada bayi baru lahir, belum
berfungsi sempurna oleh karena itu jika tidak segera dilakukan upaya
pencegahan kehilangan panas tubuh maka bayi baru lahir dapat
mengalami hipotermia. Bayi dengan hipotermia sangat berisiko tinggi
untuk mengalami kesakitan berat bahkan kematian. Hipotermia mudah
terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera
dikeringkan dan diselimuti walaupun berada dalam ruangan yang relatif
hangat.

7
3. Mekanisme Kehilangan Panas
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas tubuhnya melalui cara-cara
berikut :
a. Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan
panas dapat terjadi karena penguapan cairan ketuban pada
permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir,
tubuh cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan atau
diselimuti.
b. Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung
antara tubuh bayi dengan permukaan dingin. Meja, tempat tidur atau
timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi yang
menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila
bayi diletakkan diatas benda-benda tersebut.
c. Konveksi adalah kehilangan panas tubuh pada saat bayi terpapar
udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang lahir atau ditempatkan
dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas.
Kehilangan panas juga terjadi jika konveksi aliran udara dari kipas
angin, hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan.
d. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi
ditempatkan didekat benda-benda yang mempunyai suhu yang lebih
rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas dengan cara
ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh
(walaupun tidak bersentuhan secara langsung).
4. Mencegah Kehilangan Panas
Cara mencegah terjadinya kehilangan panas melalui upaya sebagai
berikut :
a. Keringkan bayi dengan seksama
Pastikan tubuh bayi dikeringkan segera setelah lahir untuk mencegah
kehilangan panas yang disebabkan oleh evaporasi cairan ketuban
pada tubuh bayi. Keringkan bayi dengan handuk atau kain yang telah
disediakan. Mengeringkan dengan cara menyeka tubuh bayi, juga

8
merupakan rangsangan taktil membantu memulai pernapasan pada
bayi.
b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain yang bersih dan hangat.
Segera setelah mengeringkan tubuh bayi dan memotong tali pusat,
ganti handuk atau kain yang dibasahi oleh cairan ketuban kemudian
selimuti tubuh bayi dengan selimut atau kain yang hangat, kering
dan bersih. Kain basah didekat tubuh bayi dapat menyerap panas
tubuh bayi melalui proses radiasi.
c. Selimuti bagian kepala bayi.
Pastikan bagian kepala bayi ditutupi atau diselimuti setiap saat.
Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yang relatif luas dan
bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak
tertutup.
d. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya.
Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan
mencegah kehilangan panas. Angjurkan ibu untuk menyusukan
bayinya segera setelah lahir. Sebaiknya pemberian ASI dimulai
dalam satu jam pertama kelahiran bayi.
e. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi
Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya
terutama jika tidak berpakaian, sebelum melakukan penimbangan,
terlebih dahulu selimuti bayi dengan atau handuk yang bersih dan
kering.
5. Perawatan Tali Pusat
Setelah plasenta lahir dan kondisi ibu stabil maka lakukan pengikatan
tali pusat atau jepit dengan klem plastik tali pusat kemudian
membungkusnya dengan kasa steril.
6. Pemberian ASI
Rangsangan isapan bayi pada puting susu ibu akan diteruskan oleh
serabut syaraf kehipofise anterior untuk mengeluarkan hormon
prolaktin. Prolaktin inilah yang memicu payudara untuk menghasilkan

9
ASI. Semakin sering bayi menyusu/menghisap akan semakin banyak
prolaktin dan ASI yang dikeluarkan.
7. Pencegahan Infeksi Pada Mata
Tetes mata untuk pencegahan infeksi mata dapat diberikan setelah ibu
atau keluarga menimang bayi atau diberi ASI. Pencegahan infeksi
tersebut menggunakan salep mata tetrasiklun 1%. Salep antibiotika
tersebut harus diberikan dalam waktu satu jam setelah kelahiran. Upaya
profilaksis tersebut tidak efektif jika lebih dari satu jam kelahiran bayi.
8. Profilaksis Perdarahan Bayi Baru Lahir
Semua bayi baru lahir diberikan vitamin K1 injeksi 1M (intramuskular)
dipaha kiri sesegera mungkin untuk mencegah perdarahan bayi baru
lahir akibat defisiensi vit. K1 yang dialami oleh sebagian bayi baru
lahir.
9. Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi HB bermanfaat untuk mencegah infeksi virus hepatitis B pada
bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Terdapat 2 jadwal imunisasi
HB. Pertama imunisasi HB sebanyak 3x yaitu pada usia 0-(segera
setelah lahir) menggunakan HB uniject. Kedua sebanyak 4x yaitu 0,
dan DPT + HB pada 2, 3 dan 4 bulan usia bayi.
1.1.5 Penilaian Neonatus Untuk Tanda-Tanda Kegawatan
Tanda-tanda kegawatan pada bayi menurut Saifudin (2002) semua
bayi baru lahir harus dinilai adanya tanda-tanda kegawatan/ kelainan yang
menunjukkan suatu penyakit. Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila
mempunyai salah satu atau beberapa tanda-tanda berikut :
1. Sesak nafas.
2. Frekuensi pernapasan > 60x/menit.
3. Gerak retraksi di dada.
4. Malas minum.
5. Panas atau suhu tubuh bayi rendah.
6. Kurang aktif.
7. Berat lahir rendah (1500-2500 gram) dengan kesulitan minum.

10
1.1.6 Komplikasi yang terjadi pada Neonatus
1. Asfiksia
2. Gangguan pernapasan
3. Hipotermi/hipertermi
4. BBLR
5. Dehidrasi
6. Ikterus
7. Infeksi/sepsis : Sebhorrea, oral thrush, diaper rush, dll
8. Tetanus neonatorum
9. Kejang
10. Gangguan saluran cerna
11. Cedera lahir
12. Dan lain-lain

2.2 ASFIKSIA
2.1.1 Definisi
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru
lahir yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak
dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2010).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan
lebih lanjut (Manuaba, 2010).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami
gawat janin akan mengalami asfiksia setelah persalinan. Masalah ini
mungkin saling berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah
pada bayi selama atau sesudah persalinan (JNPK KR, 2008).

11
2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Penyebab terjadinya Asfiksia menurut (Depkes RI, 2009) adalah :
1. Faktor Ibu
a. Preeklamsia dan eklamsia.
b. Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau plasenta).
c. Partus lama atau partus macet.
d. Demam selama persalinan.
e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
f. Kehamilan post matur.
g. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2. Faktor Bayi
a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ektraksi vakum, forsef).
c. Kelainan kongenital.
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
3. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat.
b. Tali pusat pendek.
c. Simpul tali pusat.
d. Prolapsus tali pusat.
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Dapat Menimbulkan Gawat Janin (Asfiksia)
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu
melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang,
akibatnya terjadi gawat janin.
1. Gangguan Sirkulasi Menuju Janin.
a. Gangguan aliran pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali
pusat, tekanan pada tali pusat, ketuban telah pecah, kehamilan
lewat waktu).
b. Pengaruh obat, karena narkosa saat persalinan.

12
2. Faktor Ibu
a. Gangguan his (tetania uteri/hipertonik).
b. Penurunan tekanan darah dapat mendadak (perdarahan pada
plasenta previa dan solusio plasenta).
c. Vasokontriksi arterial (hipertensi pada hamil dan gestosis
preeklampsia-eklampsia).
d. Gangguan pertukaran nutrisi / O2 (solusio plasenta) (Manuaba,
2010).
2.1.4 Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosa gawat janin dapat ditetapkan dengan
melakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1. Denyut jantung janin
a. DJJ meningkat 160 kali permenit tingkat permulaan.
b. Mungkin jumlah sama dengan normal, tetapi tidak teratur.
c. Frekuensi denyut menurun <100 kali permenit, apalagi disertai
irama yang tidak teratur.
2. Mekonium dalam air ketuban
Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat
janin, karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga peristaltik usus
meningkat dan sfingter ani terbuka (Manuaba, 2010).
3. Pernapasan
Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk
mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala masih
dijalan lahir, atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal,
aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplet. Kejadian ini
disebut apnue primer (Dewi, 2009).
4. Usia Ibu
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu
sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan
untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di
usia muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa
takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia

13
tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat
reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia
tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap
kehamilan dan persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua
untuk hamil.
Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara
medis (organ reproduksi) maupun secara mental. Hasil penelitian
menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang
mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia,
sedangkan umur tua (> 35 tahun), secara fisik ibu mengalami
kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut
memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa,
rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya
asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum, 2010).
5. Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas
2-3 merupakan paritas paling aman di tinjau dari sudut kematian
maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 4 mempunyai angka kematian
maternal yang disebabkan perdarahan pasca persalinan lebih tinggi.
Paritas yang rendah (paritas satu), ketidak siapan ibu dalam
menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab
ketidak mampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi
dalam kehamilan, persalinan dan nifas (Winkjosastro, 2007).
Paritas 1 beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ
reproduksi) maupun secara mental. Hasil penelitian menunjukan
bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang mempunyai
hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas di
atas 4, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani
kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi
perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat
berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum,
2010).

14
6. Lama persalinan
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat
menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang,
sehingga aliran oksigen kejanin berkurang yang dapat
menyebabkan terjadi asfiksia pada bayi baru lahir yaitu partus lama
atau partus macet dan persalinan sulit, seperti letak sungsang, bayi
kembar, distosia bahu, ekstraksi vacuum dan vorcep (JNPK-KR,
2008).
Pada multigravida tahapannya sama namun waktunya lebih
cepat untuk setiap fasenya. Kala 1 selesai apabila pembukaan
servik telah lengkap, pada multigravida berlangsung kira-kira 13
jam, sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam (Sulistyawati,
2010).
2.1.5 Tanda Dan Gejala
1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis,sehingga
memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan
gejala yang yang muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung kecil, yaitu <40 per menit.
b. Tidak ada usaha napas.
c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
d. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
b. Usaha nafas lambat.
c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
d. Bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
e. Bayi tampak sianosis.
3. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah
sebagai berikut:

15
a. Bayi tampak sianosis.
b. Adanya retraksi sela iga.
c. Bayi merintih.
d. Adanya pernafasan cuping hidung.
e. Bayi kurang aktifitas (Dewi, 2010).
Skala pengamatan APGAR score
Aspek Skor
pengamatan bayi
0 1 2
baru lahir
Appeareance Biru, Badan Semuanya
(Warna kulit) pucat pucat, merah
tungkai biru muda
Pulse (Nadi) Tidak <100 >100
teraba
Grimace (Respon Tidak Menyeringai Menangis
refleks) ada
Activity Lemas Fleksi Bergerak
(Tonus otot) tungkai aktif,
fleksi
tungkai
baik
Respiratory Tidak Lambat Baik,
(Pernafasan) ada tidak teratur menangis
kuat
(Sulistyawati, 2010; h.209)

2.1.6 Penilaian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir


1. Penilaian awal
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah
tindakan resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan
penilaian pada semua bayi dengan cara petugas bertanya pada dirinya
sendiri dan harus menjawab segera dalam waktu singkat.
1) Apakah bayi lahir cukup bulan ?
2) Apakah air ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium ?
3) Apakah bayi bernafas adekuat atau menangis ?
4) Apakah tonus otot baik ?
Bila semua jawaban “Ya”, berarti bayi baik dan tidak memerlukan
tindakan resusitasi. Pada bayi ini segera dilakukan asuhan pada bayi

16
normal. Bila salah satu atau lebih jawaban “Tidak”, bayi memerlukan
tindakan resusitasi. Segera dimulai dengan langkah awal resusitasi.

2. Keputusan resusitasi bayi baru lahir


PENILAIAN Sebelum bayi lahir :
 Apakah kehamilan cukup bulan ?
Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah :
 Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur
mekonium (warna kehijauan) ?
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan) :
 Menilai apakah bayi menangis atau bernapas/
megap-megap ?
 Menilai apakah tonus otot baik ?
KEPUTUSAN Memutuskan bayi perlu resusitasi jika :
 Bayi tidak cukup bulan atau bayi megap-
megap/tidak bernapas dan atau tonus otot bayi
tidak baik
 Air ketuban bercampur mekonium.
TINDAKAN Mulai lakukan resusitasi segera jika :
 Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi
megap-megap/tidak bernapas dan tonus otot
bayi tidak baik : Lakukan tindakan resusitasi
BBL
 Air ketuban bercampur mekonium :
Lakukan resusitasi sesuai dengan indikasinya
(JNPK-KR 2008; h.151)
3. Hal penting dalam penilaian asfiksia
Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5
menit setelah bayi lahir, akan tetapi penilaian bayi harus dimulai
segera setelah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi
berdasarkan pernafasan, denyut jantung, atau warna bayi, maka
penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan

17
jangan sampai terlambat karena menunggu penilaian APGAR 1 menit.
Keterlambatan tindakan sangat membahayakan, terutama pada bayi
yang mengalami depresi berat.
Walaupun nilai APGAR tidak penting dalam pengambilan
keputusan pada awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya
penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi. Jadi
nilai APGAR perlu dinilai dalam 1 menit dan 5 menit. Apabila nilai
apgar <7 penilaian tambahan masih diperlukan, yaitu tiap 5 menit
sampai 20 menit atau sampai 2 kali penilaian menunjukkan nilai 8
atau lebih. Penilaian pada bayi yang terkait dengan penatalaksanaan
resusitasi, dibuat berdasarkan keadaan klinis. Penilaian awal harus
dilakukan pada semua BBL. Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan
menurut hasil penilaian tersebut. Penilaian berkala setelah setiap
langkah resusitasi harus dilakukan setiap 30 detik. Penatalaksanaan
dilakukan terus menerus berkesinambungan menurut siklus menilai,
menentukan tindakan, melakukan tindakan, kemudian menilai
kembali.
Penilaian asfiksia pada bayi baru lahir

Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh


tiga tanda yang penting, yaitu:
1. Pernafasan
2. Denyut jantung
3. Warna

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai


resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya
resusitasi.

(Saifuddin, 2009, hal: 349)


2.1.7 Penatalaksanaan
1. Persiapan resusitasi BBL
1) Persiapan tempat resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi :
a. Gunakan ruang yang hangat dan terang

18
b. Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan
hangat misalnya meja, dipan atau diatas lantai beralas tikar. Sebaiknya
dekat pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau pintu yang
terbuka)
Keterangan:
- Ruang yang hangat akan mencegah bayi hipotermi.
- Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan
pengaturan posisi kepala bayi.
- Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu
petromak. Nyalakan lampu menjelang persalinan.
2) Persiapan alat resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan
juga disiapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
a. Kain ke-1 untuk mengeringkan bayi.
b. Kain ke-2 untuk menyelimuti bayi.
c. Kain ke-3 untuk ganjal bahu bayi.
d. Alat penghisap lender De Lee atau Bola karet.
e. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup.
f. Kotak alat resusitasi.
g. Sarung tangan.
h. Jam atau pencatat waktu.
Keterangan:
- Kain yang digunakan sebaiknya bersih, kering, hangat dan dapat
menyerap cairan misalnya handuk, kain flannel, dll. Kalau tidak
ada gunakan kain panjang atau sarung.
- Kain ke-3 untuk ganjal bahu. Ganjal bahu bisa dibuat dari kain
(kaos, selendang, handuk kecil), digulung setinggi 3 cm dan bisa
disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi agar sedikit
tengadah.

19
2. Cara menyiapkan:
1) Kain ke-1:
Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah oleh
air ketuban segera setelah lahir. Bagi bidan yang sudah biasa dan terlatih
meletakkan bayi baru lahir diatas perut ibu, sebelum persalinan akan
menyediakan sehelai kain diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi. Hal
ini dapat juga digunakan pada bayi asfiksia. Bila tali pusat sangat
pendek, bayi dapat diletakkan didekat perineum ibu sampai tali pusat
telah diklem dan dipotong, kemudian jika perlu lakukan tindakan
resusitasi.
2) Kain ke-2:
Fungsi kain ke-2 adalah untuk menyelimuti BBL agar tetap kering dan
hangat. Singkirkan kain ke-1 yang basah sesudah dipakai mengeringkan
bayi. Kain ke-2 ini diletakkan diatas tempat resusitasi, digelar menutupi
tempat yang rata.
3) Kain ke-3:
Fungsi kain ke-3 adalah untuk ganjal bahu bayi agar memudahkan dalam
pengaturan posisi kepala bayi. Kain digulung setebal kira-kira 3 cm
diletakkan di bawah kain ke-2 yang menutupi tempat resusitasi untuk
mengganjal bahu.
4) Alat resusitasi:
Kotak alat resusitasi yang berisi alat pengisap lender Dee Lee dan alat
resusitasi tabung atau balon dan sungkup diletakkan dekat tempat
resusitasi, maksudnya agar memudahkan diambil sewaktu-waktu
dibutuhkan untuk melakukan tindakan resusitasi BBL.
5) Sarung tangan.
6) Jam atau pencatat waktu
3. Prosedur resusitasi BBL
Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa BBL perlu resusitasi,
tindakan harus segera dilakukan. Penundaan pertolongan membahayakan
bayi. Letakkan bayi di tempat yang kering. Pemotongan tali pusat dapat
dilakukan di atas perut ibu atau dekat perineum.

20
Pemotongan tali pusat
a. Pola diatas perut ibu
Bidan yang sudah terbiasa dan terlatih meletakkan bayi di atas kain
yang berada di perut ibu dengan posisi kepala lebih rendah (sedikit
ekstensi), lalu selimuti dengan kain, dibuka bagian dada dan perut dan
potong tali pusat. Tali pusat tidak usah diikat dulu, tidak dibubuhkan
apapun dan tidak dibungkus.
b. Pola dekat perineum
Bila tali pusat sangat pendek sehingga cara a) tidak memungkinkan,
letakkan bayi baru lahir yang telah dinilai diatas kain bersih dan kering
pada tempat yang telah disiapkan di dekat perineum ibu, kemudian
segera klem dan potong tali pusat (tanpa diikat), jangan bubuhkan
apapun dan tidak dibungkus. Selanjutnya pindahkan bayi ke atas kain
kira-kira 45 cm di atas perimeum ibu.
Bila bayi tidak cukup bulan dan atau tidak bernafas atau benafas
megap-megap dan atau tonus otot tidak baik. Lakukan langkah awal
resusitasi
Tahap I : Langkah Awal
Tahap awal diselesaikan dalam waktu 30 detik. Langkah awal tersebut
meliputi:
1. Jaga bayi tetap hangat
a) Letakkan bayi diatas kain yang ada diatas perut ibu
b) Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap terbuka,
potong tali pusat
c) Pindahkan bayi keatas kain di tempat resusitasi yang datar, rata,
keras, bersih, kering dan hangat.
d) Jaga bayi tetap diselimuti dan dibawah pemancar panas.
2. Atur posisi bayi
a) Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong
b) Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu dengan pengganjal
bahu, sehingga kepala sedikit ekstensi.
3. Isap lendir

21
a) Gunakan alat pengisap DeLee dengan cara sebagai berikut:
- Isap lendir mulai dari mulut dulu, kemudian hidung
- Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, TIDAK pada
waktu memasukan.
- Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm
kedalam mulut atau lebih dari 3 cm dalam hidung), hal itu dapat
menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau tiba-tiba
berhenti bernafas.
4. Keringkan dan rangsang taktil
a) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
dengan sedikit tekanan
b) Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak
kaki bayi atau dengan menggosok punggung, dada, perut dan tungkai
bayi dengan telapak tangan.
5. Atur kembali posisi bayi (reposisi)
a) Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya
b) Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka
dan dada, agar bisa memantau pernafasan bayi.
c) Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
Lakukan penilaian bayi
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau
megap-megap. Bila bayi bernafas normal, lakukan asuhan pasca resusitasi.
Tapi bila bayi tidak bernafas normal atau megap-megap, mulai lakukan
ventilasi bayi.
Tahap II: Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah
volume udara ke dalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka
alveoli paru bayi agar bisa bernafas spontan dan teratur.
Langkah-langkah :
1. Pasang sungkup
Pasang sungkup dengan menutupi dagu, mulut dan hidung.
2. Ventilasi 2 kali

22
a. Lakukan peniupan / pompa dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal tabung-sungkup / pompaan awal balon-sungkup
sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai
bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
 Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan tiupan atau pompaan perhatikan apakah dada
bayi mengembang.
Bila tidak mengembang:
a) Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang
bocor.
b) Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu.
c) Periksa cairan atau lendir dimulut. Bila ada lendir atau cairan
lakukan penghisapan.
d) Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air (ulangan),
bila dada mengembang, lakukan tahap berikutnya.
b. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
a) Lakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau pemompaan
dengan balon dan sungkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik
dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai menangis dan
bernafas spontan
b) Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau
pemompaan, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang nafas.
c) Jika bayi mulai bernafas spontan atau menangis, hentikan
ventilasi bertahap:
- Lihat dada apakah ada retraksi dinding dada bawah
- Hitung frekuensi nafas permenit. Jika bernafas >40 per
menit dan tidak ada retraksi berat: Jangan ventilasi lagi
- Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit pada dada ibu
dan lanjutkan asuhan bayi baru lahir.
- Pantau setiap 15 menit untuk pernafasan dan kehangatan
- Katakan pada ibu bahwa bayinya kemungkinan besar
akan membaik.

23
- Lanjutkan asuhan pasca resusitasi.
d) Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, lanjutkan
ventilasi.
- Ventilasi setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian
ulang nafas.
- Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan
tekanan 20 cm air)
- Hentikan ventilasi setiap 30 detik, lakukan penilaian bayi
apakah bernafas, tidak bernafas atau megap-megap:
- Jika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan
ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi
- Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan
ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan
penilaian ulang nafas tiap 30 detik.
- Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas spontan
sesudah 2 menit resusitasi
- Lanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung
bayi
Tindakan Resusitasi BBL jika Air Ketuban Bercampur Mekonium
Apakah mekonium itu?
Mekonium adalah feses pertama BBL. Mekonium kental pekat dan
berwarna hijau kehitaman.
Kapan mekonium dikeluarkan?
Biasanya BBL mengeluarkan mekonium pertama kali sesudah persalinan
(12-24jam pertama). Kira-kira 15% kasus mekonium dikeluarkan sebelum
persalinan dan bercampur dengan air ketuban sehingga cairan ketuban
berwarna kehijauan. Mekonium jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu
kehamilan. Bila mekonium telah terlihat sebelum persalinan dan bayi pada
posisi kepala, monitor bayi dengan seksama karena ini merupakan tanda
bahaya.
Apa yang menyebabkan janin mengeluarkan mekonium sebelum
persalinan?

24
Tidak selalu jelas kenapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan.
Kadang-kadang terjadi hipoksia/gawat janin yang dapat meningkatkan
gerakan usus dan relaksasi otot anus sehingga janin mengeluarkan
mekonium. Bayi-bayi dengan resiko tinggi gawat janin seringkali memiliki
cairan ketuban dengan pewarnaan mekonium (warna kehijauan), misalnya
bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) atau bayi post matur.
Apakah bahaya air ketuban bercampur mekonium warna kehijauan?
Mekonium dapat masuk ke dalam paru bayi selama di dalam rahim atau
saat bayi mulai bernapas ketika dilahirkan. Tersedak mekonium dapat
menyebabkan pneumonia dan kemungkinan kematian.
Apa yang dapat dilakukan untuk membantu seorang bayi bila terdapat
air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)?
Siap untuk melakukan resusitasi bayi apabila cairan ketuban bercampur
mekonium. Langkah-langkah tindakan resusitasi pada BBL jika air
ketuban bercampur mekonium sama dengan pada bayi yang air
ketubannya tidak bercampur mekonium hanya berbeda pada :
Setelah seluruh badan bayi lahir :penilaian apakah bayi menangis/bernapas
normal/ megap-megap/tidak bernapas ?
- Jika menangis/bernapas normal, potong tali pusat dengan cepat, tidak
diikat dan dibubuhi apapun, dilanjutkan dengan langkah awal.
- Jika megap-megap/tidak bernapas, buka mulut lebar, usap mulut dan
isap lendir, potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan dibubuhi
apapun, dilanjutkan dengan langkah awal.
Keterangan : Pemotongan tali pusat dapat merangsang pernapasan bayi,
apabila masih ada air ketuban dan mekonium di jalan napas, bayi bisa
tersedak (aspirasi).
Tahap III: Asuhan Pasca Resusitasi
Asuhan pascaresusitasi disesuaikan dengan keadaan BBL setelah tindakan
resusitasi :
- Resusitasi berhasil: bayi menangis dan bernapas normal setelah langkah
awal atau setelah ventilasi.

25
- Resusitasi belum/kurang berhasil: bayi perlu dirujuk setelah resusitasi 2
menit belum bernapas/megap-megap atau pada pemantauan didapatkan
kondisinya memburuk.
- Resusitasi tidak berhasil: sesudah resusitasi 10 menit dihitung dari bayi
tidak bernapas dan detak jantung nol.
Asuhan yang diberikan :
1. Pemantauan
2. Asuhan BBL
3. Konseling
1. Resusitasi Berhasil
Pemantauan
Ajari ibu atau keluarga untuk menilai keadaan bayi, bagaimana
memperoleh pertolongan segera :
a) Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi:
1. Tidak dapat menyusu
2. Kejang
3. Mengantuk atau tidak sadar
4. Napas cepat (>60 per menit)
5. Merintih
6. Retraksi dinding dada bawah
7. Sianosis sentral
Rujuk segera bila ada salah satu tanda-tanda bahaya diatas,
sebelum dirujuk lakukan tindakan pra rujukan.
b) Pemantauan dan perawatan tali pusat:
1. Perdarahan tali pusat , ikat ulang
2. Menjelaskan cara merawat tali pusat
3. Bila napas bayi dan warna kulit normal lakukan IMD
c) Pencegahan hipotermia:
1. Baringkan bayi dalam ruangan>25°C bersama ibu
2. Mendekap bayi dengan lekatan kulit ke kulit sesering mungkin
3. Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam
4. Menimbang bayi dengan diselimuti

26
5. Selama pemeriksaan, buka selimut bayi sebagian-sebagian
d) Pemberian vitamin K:
Pada paha kiri anterolateral 1 mg intramuskular /IM
e) Pencegahan infeksi:
1. Beri salep mata antibiotika
2. Beri imunisasi hepatitis B di paha kanan 0,5 mL IM, 1 jam
setelah pemberian vitamin K1
3. Beritahu keluarga cara mencegah infeksi pada bayi
f) Pemeriksaan fisik:
1. Mengukur panjang badan dan lingkar kepala bayi
2. Melihat dan meraba kepala bayi
3. Melihat mata bayi
4. Melihat mulut dan bibir bayi
5. Melihat, meraba lengan, tungkai, gerakan, menghitung jumlah
jari
6. Melihat apakah ada kelainan pada alat kelamin
7. Memastikan adakah lubang anus atau uretra dan adakah
kelainan
8. Melihat dan meraba tulang punggung bayi
Minimal pemantauan 2 jam pasca kelahiran
g) Pencatatan dan pelaporan
1. Identitas ibu
2. Riwayat kehamilan
3. Jalannya persalinan :
- Catat kondisi ibu
- Catat kondisi bayi : perhatikan DJJ, bila terjadi gawat janin,
catat tindakan apa saja yang dilakukan
- Air ketuban : apa ada mekonium dalam air ketuban
- Kondisi janin/bayi:
* Apakah ada gawat janin sebelumnya?
* Apakah air ketuban bercampur mekonium/tidak?

27
* Apakah bayi menangis spontan, bernapas teratur, megap
megap atau tidak bernapas?
* Apakah tonus otot baik/tidak?
- Waktu mulai resusitasi
- Langkah resusitasi yang dilakukan
- Hasil resusitasi yang dilakukan
- Asuhan pascalahir
B. Bayi Perlu Rujukan
1. Konseling :
- Jelaskan pada keluarga/ibu
- Beritahu tempat rujukan tentang keadaan bayi bila memungkinkan
- Bawa alat-alat resusitasi dan perlengkapan lain yang dibutuhkan
selama merujuk :
a. Melanjutkan resusitasi
b. Memantau tanda bahaya
c. Memantau dan merawat tali pusat
d. Jaga bayi tetap hangat
e. Jelaskan pada ibu segera menyusui bila memungkinkan
f. Beri vitamin K
g. Mencegah infeksi
h. Membuat surat rujukan
i. Periksa keadaan bayi selama perjalanan dan catat
j. Buat pencatatan dan pelaporan kasus
- Merencanakan tindak lanjut setelah bayi pulang dari tempat
rujukan
C. Resusitasi Tidak Berhasil
1. Post resusitasi 10 menit bayi tetap tidak bernapas, denyut jantung 0
2. Hentikan resusitasi
3. Biasanya bayi sudah meninggal
1) Konseling : Beri dukungan moral pada keluarga
2) Asuhan ibu :
- Payudara ibu biasanya akan bengkak 2-3 hari

28
- Mungkin ibu akan demam 1-2 hari
Gunakan BH yang ketat/balut payudara dengan sedikit
tekanan dengan selendang/kemben sehingga ASI tidak
keluar
- Jangan memerah ASI/merangsang payudara
- Asuhan tindak lanjut yaitu kunjungan ibu nifas
a. Anjurkan ibu untuk kontrol nifas dan ikut KB
secepatnya
b. Ibu yang tidak menyusui dalam waktu 2-3 minggu PP
dapat terjadi ovulasi
3) Pencatatan dan pelaporan
- Identitas ibu, kondisi bayi
- Semua tindakan yang dilakukan, proses resusitasi secara
rinci tidak berhasil dan sebab tidak berhasil
- Laporan kematian bayi melalui RT/RW ke kelurahan
- Dokumen untuk pertanggungjawaban
D. Asuhan Pasca Lahir (2-24 jam setelah lahir)
1. Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu
dipantau, untuk mengetahui kondisi 24 jam pertama
2. Rujuk segera bila ada tanda-tanda bahaya pada bayi

29
2.1.8 Alur Skema Manajemen BBL

A. Manajemen A BBL normal

30
B. Manajemen Asfiksia BBL

Bayi Lahir

Penilaian:
Sambil meletakkan & menyelimuti bayi diatas perut ibu atau Asuhan
dekat perineum, lakukan penilaian BBL: YA
Bayi
1.Apakah bayi cukup bulan? Normal
2.Apakah air ketuban jernih tidak tercampur mekonium?
3.Apakah bayi bernapas atau menangis?
4.Apakah bayi aktif?

SALAH SATU TIDAK

Langkah Awal
1.Jaga bayi tetap hangat
2.Atur posisi bayi
3.Isap lendir
4.Keringkan dan rangsang taktil
5.Reposisi

31
32
C. Manajemen air ketuban bercampur mekonium

33
2.3 Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi Asfiksia
I. Pengkajian
(Tanggal, jam)
A. Data Subjektif
1. Biodata
Pada bayi baru lahir dan orang tua
2. Keluhan utama
a. Bayi tidak bernafas/bernafas megap-megap
b. Warna kulit biru
c. Kejang
d. Penurunan kesadaran
3. Riwayat kesehatan keluarga
a. Malaria
b. Sifilis
c. TBC
d. HIV
4. Riwayat kehamilan dan persalinan
a. Usia kehamilan >37 minggu
b. Kehamilan lewat waktu (>42 minggu)
c. Persalinan dengan tindakan
d. Partus lama/partus macet
e. Demam selama persalinan
f. Lilitan tali pusat, tali pusat pendek, prolapsus tali pusat
g. Pre eklamsia dan eklamsia
h. Bayi preatur dan kelainan bawaan
i. Perdarahan abnormal
j. Air ketuban bercampur mekonium
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
KU : lemah
AS : 4-6
Suhu : <360C

34
Pernafasan : >60x/menit
Nadi : <100x/menit
Keaktifan : lemah
2. Pemeriksaan khusus
Terdiri dari apgar score dan fisik
No Score Menit ke 1 Menit ke 5
1. Appearance 1 2
2. Pulse 1 -
3. Grimace - -
4. Aktivity 1 2
5. Respiration 1 2
Jumlah 4 6

Pemeriksaan fisik untuk bayi asfiksia sedang


a. Bibir : cyanosis
b. Gerakan cuping hidung : ada
c. Kulit : warna kebiruan
d. Ekstremitas : lemah, warna kebiruan
e. Frekuensi jantung : >100x/menit
f. Tonus otot : kurang baik
Reflek untuk bayi asfiksia
a. Reflek moro : belum ada
b. Tonic neck reflek : belum ada
c. Graps reflek : belum ada
d. Rooting reflek : belum ada
e. Swallowing reflek : belum ada
f. Suckling reflek : belum ada

II. Identifikasi Diagnosa/Masalah


Dx : BBL dengan asfiksia sedang
DS :
- Bayi tidak bernafas atau megap-megap

35
- Warna kulit kebiruan
- Kejang
- Penurunan kesadaran
DO :
- KU : lemah
- AS : 4-6
- S : <360C
- N : >60x/menit
- RR : >60x/menit
III. Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Asfiksia berat
IV. Identifikasi Kebutuhan Segera
a. Lakukan penanganan langkah awal
b. Resusitasi
c. Ventilasi
V. Intervensi
Dx : BBL dengan asfiksia
Tujuan : asfiksia dapat teratasi
KH :
- KU : baik
- AS : 7-10
- S : 36,5-37,50C
- N : 120-160x/menit
- RR : 30-60x/menit
- Appearance : tubuh dan ekstremitas kemerahan
- Pulse : lebih dari 100x/menit
- Grimace : menangis
- Activity : gerakan aktif
- Respiratoion : menagis kecil
Intervensi :
1. Jaga bayi tetap hangat/tempatkan bayi dalam ruangan yang hangat
R/ Mencegah kehilangan panas melalui konduksi

36
2. Atur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
R/ Memudahkan pernafasan dan menurunkan apneu
3. Isap lendir
R/ Menghilangkan mukus yang menghambat jalan nafas
4. Keringkan dan rangsang taktil
R/ Merangsang sistem saraf pusat untuk meningkatkan gerakan tubuh
dan kembalkan pernafasan spontan
5. Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi
R/ Menurun kehilangan panas melalui evaluasi
6. Lakukan penilaian pada bayi
R/ Mengetahui perkembangan dan komplikasi dini
7. Lakukan resusitasi bila belum berhenti
R/ Mencegah terjadinya komplikasi
8. Lakukan ventilasi bila resusitasi belum berhenti
R/ Mencegah bayi mengalami pneumonia/kematian

VI. Implementasi
Sesuai intervensi

VII. Evaluasi
Mengacu pada KH dengan menggunakan SOAP

37
BAB 3
TINJAUAN KASUS

I. Pengkajian
Tanggal pengkajian : 27 Oktober 2014 Pukul : 16.25 WIB
Tempat : BPM Ny. Aisyah
1. Pengumpulan Data
A. Data Subyektif
1. Biodata
Nama : By. Ny “D”
Lahir tanggal : 27 Oktober 2014
Jenis kelamin : Perempuan
Anak ke :1

Nama Ibu : Ny. D Nama AyaH : Tn. N


Umur : 23 th Umur : 30 th
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMK
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Penghasilan :- Penghasilan : ± 2,5/bln
Alamat : Mojoroto Alamat : Mojoroto
2. KeluhanUtama
Ibu mengatakan telah lega karena anak pertamanya sudah lahir pukul
16.25, tapi ibu merasa khawatir karena tidak mendengar suara tangisan
bayi.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit yang lalu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menurun, menular,
dan menahun yang berpengaruh terhadap bayinya.
b. Penyakit sekarang
Ibu mengatakan tidak sedang menderita penyakit yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayinya.

38
c. Penyakit keluarga
Ibu mengatakan didalam keluarga tidak ada dan tidak sedang
menderita penyakit menurun dengan gejala seperti banyak minum,
sering kencing (DM) dan tidak ada riwayat penyakit darah tinggi.
Tidak ada riwayat penyakit menular, misalnya TBC (batuk lebih dari
2 minggu dengan mengeluarkan dahak dan tidak sembuh-sembuh),
hepatitis (penyakit kuning, warna air kencing seperti teh) dan tidak
mempunyai penyakit jantung (nyeri dada) dan tidak berdebar-debar.
Tidak ada riwayat keturunan kembar.
4. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas Sekarang
a. Pranatal
TM I : 3x di BPS ,Terapi : B6 1x1 125 mg, Fe 1x1 500 mg, Vit. C
1x1 125 mg
TM II : 3x di BPS, Terapi : Fe 1x1 500 mg, Kalk 1x1 125 mg, Vit.
C 1x1 125 mg
TM III : 3x di BPS, Terapi : Fe 1x1 500 mg, Kalk 1x1 125 mg, Vit.
C 1x1 125 mg
Penyuluhan yang didapat :
Cukup istirahat, gizi seimbang, makan sedikit tapi sering, Senam
hamil, Perawatan payudara, beritahu tanda-tanda persalinan.
Imunisasi TT
TT 1 : SD kelas 1 tahun 1996
TT 2 : SD kelas 2 tahun 1997
TT 3 : SD kelas 6 tahun 2002
TT 4 : CPW (April 2011)
Gerakan janin dirasakan pada UK 20 minggu
HPHT : 13-01-2014
HPL : 20-10-2014
Riwayat Penyakit Kehamilan :
 Perdarahan : tidak ada

39
 Pre eklamsia : tidak ada
 Hiperemesis : tidak ada
 TORCH : tidak ada
a. Natal
Ibu datang ke BPM pukul 14.00 dengan keluhan kenceng-kenceng
teratur dan mengeluarkan lendir bercampur darah dari kemaluannya.
Dilakukan VT : pembukaan 8 cm, aff : 75%, ket : + (jernih). DJJ :
158x/menit, reguler. Pukul 16.00 pembukaan lengkap, terjadi lilitan
tali pusat (bidan melakukan penanganan lilitan tali pusat) bayi lahir
secara spontan pukul 16.25. Bayi tidak menangis spontan (megap-
megap), warna kulit kebiruan, bergerak lemah.
b. Post Natal
Bayi belum mendapatkan ASI awal dan tidak dilakukan IMD. Tali
pusat sudah dipotong saat kepala sudah lahir (terjadi lilitan tali
pusat)
5. Riwayat Imunisasi
Bayi belum mendapatkan imunisasi
6. Pola kebiasaan sehari-hari
Nutrisi : Bayi belum mendapat nutrisi
Eliminasi : Mekonium keluar saat bayi lahir
Istirahat : Bayi belum istirahat karena bayi harus dilakukan
resusitasi
Aktivitas : Bayi tidak melakukan aktivitas karena keadaan bayi lemah
pH : Tubuh bayi sudah dibersihkan dan bayi dibungkus dengan
kain yang hangat dan bersih.

B. Data Obyektif
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Sopor
Pergerakan dada lambat
Apgar Scor :

40
No Aspek yang dinilai Menit 1

1 Apperanche (warna) 1

2 Pulse (nadi) 1

3 Grimace (Reflek) 0

4 Activity (tonus) 1

5 Respiratory (pernapasan) 1

Jumlah 4

II. Interprestasi Data Dasar


Diagnosa : NCB SMK 1 menit dengan asfiksia sedang
DS : - Ibu mengatakan telah lega karena anak pertamanya sudah
lahir pukul 16.25, tapi ibu merasa khawatir karena tidak
mendengar suara tangisan bayi.
- Bayi lahir secara spontan pukul 16.25. Bayi tidak
menangis spontan (megap-megap), warna kulit kebiruan,
bergerak lemah. HPHT : 13-01-2014 HPL : 20-10-2014.
DO :
- KU : Lemah
- Kesadaran : Sopor
- Pergerakan dada lambat
- AS menit ke 1 :4

III. Identifikasi Kebutuhan Segera


Asfiksia Berat

IV. Antisipasi Masalah Potensial


a. Lakukan penanganan langkah awal
b. Resusitasi

41
c. Ventilasi

V. Intervensi
Tanggal : 27 Oktober 2014-11-01 Pukul : 16.26
Diagnosa : NCB SMK 1 menit dengan Asfiksia sedang
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan diharapkan asfiksia
dapat teratasi sehingga bayi menjadi normal dan tanpa
komplikasi.
Kriteria hasil :
- KU : baik
- Kesadaran : composmentis
- AS : 10 (bayi bernapas normal, warna kulit kemerahan,
bayi dapat bergerak aktif)
Intervensi
1. Lakukan langkah awal resusitasi
R : Merangsang bayi untuk bisa bernafas spontan (menangis)
3. Lakukan penilaian setelah melakukan langkah awal resusitasi
R : Menilai keberhasilan langkah awal resusitasi
4. Lakukan asuhan pasca resusitasi
R : Bayi mendapatkan penanganan lanjutan yaitu asuhan pada BBL
normal

VI. Implementasi
Tanggal : 27 Oktober 2014 Pukul : 16.26
1. Melakukan langkah awal resusitasi yaitu dengan langkah-langkah berikut :
a. Jaga Bayi Tetap Hangat
- Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu
- Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap terbuka,
potong tali pusat
- Pindahkan bayi ke atas kain di tempat resusitasi yang datar, rata,
keras, bersih, kering dan hangat
- Jaga bayi tetap diselimuti dan di bawah pemancar panas

42
b. Atur Posisi Bayi
- Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong
- Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu dengan menempatkan
ganjal bahu sehingga kepala sedikit ekstensi
c. Isap Lendir
Gunakan alat pengisap lendir DeLee dengan cara sbb:
- Isap lendir mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung
- Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar
- Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm ke
dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam hidung), hal itu dapat
menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba-tiba
berhenti bernapas.
Bila dengan balon karet lakukan dengan cara sbb :
- Tekan bola di luar mulut
- Masukkan ujung penghisap di rongga mulut dan lepaskan (lendir
akan terhisap)
- Untuk hidung, masukkan di lubang hidung
d. Keringkan dan Rangsang Taktil
- Keringkan bayi mulai dari muka, kepal dan bagian tubuh lainnya
dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat membantu BBL mulai
bernapas
- Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara : menepuk/
menyentil telapak kaki atau menggosok punggung /perut/ dada/
tungkai bayi dengan telapak tangan
e. Atur Kembali Posisi Kepala Bayi dan Selimuti Bayi
- Ganti kain yang telah basah dengan kain kering di bawahnya
- Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan menutupi muka dan dada
agar bisa memantau pernapasan bayi
- Atur kembali posisi kepala bayi sehingga kepala sedikit ekstensi
2. Melakukan penilaian setelah langkah awal resusitasi. Hasilnya bayi
langsung menangis dan bernapas normal, sehingga resusitasi dihentikan
dan langkah selanjutnya adalah melakukan asuhan pasca resusitasi.

43
3. Melakukan asuhan pasca resusitasi. Asuhan pasca resusitasi disesuaikan
dengan keadaan BBL setelah tindakan resusitasi. Resusitasi berhasil maka
bayi akan menangis dan bernapas normal setelah dilakukan langkah awal
atau ventilasi. Asuhan pasca resusitasi pada bayi setelah langkah awal
berhasil yaitu meliputi :
Pemantauan
Mengajari ibu atau keluarga untuk menilai keadaan bayi, bagaimana
memperoleh pertolongan segera :
a. Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi:
- Tidak dapat menyusu
- Kejang
- Mengantuk atau tidak sadar
- Napas cepat (>60 per menit)
- Merintih
- Retraksi dinding dada bawah
- Sianosis sentral
Rujuk segera bila ada salah satu tanda-tanda bahaya diatas, sebelum
dirujuk lakukan tindakan pra rujukan.
b. Pemantauan dan perawatan tali pusat:
- Perdarahan tali pusat , ikat ulang
- Menjelaskan cara merawat tali pusat
- Bila napas bayi dan warna kulit normal lakukan IMD
c. Pencegahan hipotermia:
- Baringkan bayi dalam ruangan >25°C bersama ibu
- Menganjurkan ibu untuk mendekap bayi dengan lekatan kulit ke
kulit sesering mungkin
- Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam
- Menimbang bayi dengan diselimuti
- Selama pemeriksaan, buka selimut bayi sebagian-sebagian
d. Pemberian vitamin K:
Pada paha kiri anterolateral 1 mg intramuskular /IM

44
e. Pencegahan infeksi:
- Beri zalf mata antibiotika
- Memberikan imunisasi hepatitis B di paha kanan 0,5 mL IM, 1 jam
setelah pemberian vitamin K1
f. Pemeriksan
Nadi : 140x.menit
RR : 40x/menit
Suhu : 36,8o C
Antropometri
BB : 3300 gram
TB : 50 cm
Lila : 12 cm
Lika : FO : 37 cm
MO : 39 cm
SOB : 35 cm
Lida : 36 cm
a. Pemeriksaan inspeksi
Kepala : Bentuk kepala normal tidak terdapat caput
succedenum maupun cephal hematoma, UUB/UUK
belum menutup, UUB tidak cekung, kulit kepala
terdapat vernik kaseosa, rambut warna hitam tebal dan
merata.
Mata : Bentuk simetris, bulu mata dan alis mata ada,
konjungtiva palpebra merah muda, sclera warna putih.
tidak ada perdarahan serta secret.
Hidung : Simetris, tidak ada kelainan bentuk, tidak ada
pernafasan cuping hidung.
Telinga : Simetris, tidak ada kelainan bentuk, bersih, tidak ada
pengeluaran secret
Mulut : Simetris, bibir tidak biru atu pucat, tidak ada
labioskizis dan labiopalatoskizis.

45
Leher : Tidak tampak pembesaran kelj. Limfe, vena jugularis
dan kelj. Tyroid.
Dada : Simetris, dada mengembang dan mengempis
bersamaan dan pergerakannya lambat, tidak ada
retraksi inter costae
Abdomen : Perut tidak kembung, tidak ada perdarahan tali pusat,
tidak ada pembesaran hepar.
Genetalia : Jenis kelamin perempuan, genetalia terbentuk sudah
sempurna, labia mayora sudah menutupi labia minora,
klitoris membesar.
Anus : Anus berlubang, mekonium sudah keluar.
Ekstremitas: Jari tangan dan kaki lengkap, kuku tidak tampak
pucat/kebiruan, bayi bergerak aktif.
Kulit : Kemerahan
b. Pemeriksaan palpasi
Kepala : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
krepitasi
Leher : Tidak ada pembesaran kelj. Limfe, vena jugularis dan
kelj. Tyroid, kelj. Karoris berdenyut normal.
c. Refleks Primitive :
1) Rooting : lemah
2) Sucking : bayi hanya menjilat puting susu ibu
3) Swallowing : belum ada

VII. EVALUASI
Tanggal : 27 Oktober 2014 Pukul : 16.30 WIB

S : Ibu mengatakan senang karena bayinya sudah bisa menangis


dengan kuat, dan ibu merasa terharu saat bayi berada di dekapan
ibu (IMD)
O : - Bayi menangis kuat, warna kulit kemerahan, bayi bergerak aktif
- RR : 42x/menit

46
- Nadi : 120x/menit
- Suhu : 36,50C
- Reflek primitive mulai muncul
A : NCB SMK 5 menit normal
P : Intervensi pada BBLN
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi
2. Melanjutkan pemantauan tentang tanda bahaya pada bayi
selama 2 jam pertama
3. Pastikan bayi selalu dalam keadaan hangat
4. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI awal pada bayi
dengan telaten

47
Catatan Perkembangan 6 Jam Pertama
Tanggal : 27 Oktober 2014 Pukul : 22.30 WIB

S : Ibu mengatakan bayinya sudah mulai bisa menyusu dengan baik


O :
- Bayi tampak tertidur pulas setelah menyusu
- TTV : Nadi : 124x/menit
RR : 42x/menit
Suhu : 36,50C
- Reflek primitive
Rooting : baik
Sucking : baik
Swallowing : baik
- Tidak ada tanda infeksi pada tali pusat
A : NCB SMK 6 jam
P :
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi
2. Mengajari ibu cara merawat bayi di rumah
3. Menganjurkan ibu menyusui sesering mungkin sesuai permintaan
bayi
4. Memandikan bayi sebelum bayi dipulangkan
5. Mengajari ibu cara menyusui yang baik dan benar serta cara
melakukan perawatan payudara
6. Bidan akan melakukan kunjungan rumah pada hari ke 3

48
Catatan Perkembangan Hari ke 3
Tanggal : 30 Oktober 2014 Jam : 16.00 WIB
S : Ibu mengatakan sudah merawat bayinya dengan baik sesuai pesan bu
bidan dan ibu mengatakan tidak ada keluhan apapun tentang bayinya. Eliminasi :
BAK ± 6-7 x/hari (jernih), BAB 1 x/hari (kuning kehitaman)
O :
1. Keadaan umum bayi baik
2. Tali pusat masih belum lepas dan tidak ada tanda infeksi
3. TTV :
S : 36,50C
RR : 36x/menit
N : 120x/menit
4. Warna kulit kemerahan tidak ada tanda ikterus
5. Bayi menyusu dengan adekuat, posisi ibu dalam menyusui sudah benar
dan tidak ditemukan adanya penyulit dalam menyusui
6. Produksi ASI belum begitu lancar
A : NCB SMK 3 Hari
P : Intervensi dilanjutkan
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi
2. Anjurkan ibu menjaga kebersihan tali pusat dan melakukan
perawatan dengan kasa steril.
3. Ganti popok yang basah karena BAK dan BAB bayi dengan segera
4. Jaga kehangatan tubuh bayi dengan menggunakan selimut,
topi/penutup kepala, dan sarung tangan dan kaki pada bayi.
5. Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin dengan posisi yang benar
6. Memberitahu tahu ibu jika ditemukan adanya tanda bahaya seperti
bayi kuning, tidak mau menetek, dll segera bawa ke pelayanan
kesehatan terdekat
7. Bidan akan melakukan kunjungan rumah pada hari ke 8

49
Catatan Perkembangan Hari ke 8
Tanggal : 5 November 2014 Jam : 16.00 WIB
2. S : Ibu mengatakan bayinya minum ASI dengan baik dan tidak rewel serta
tidak ditemukan adanya tanda bahaya pada bayi. Eliminasi : BAK ±8
x/hari (jernih), BAB 2x/hari (warna kuning, konsistensi lembek)
O:
1. Keadaan umum bayi baik
2. Tanda – tanda vital :
S : 370C
RR : 40x/menit
N : 124x/menit
3. Tali pusat sudah lepas
4. Reflek hisap : (+), ASI diberikan setiap bayi mau atau menangis, ASI
sudah lancar.
5. Antropometri :
BB : 3200 gram
6. Bayi tidak tampak kuning (ikterus patologis)
A : NCB SMK 8 hari
P : Intervensi dilanjutkan
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi
2. Ganti popok yang basah karena BAK dan BAB bayi dengan segera
3. Jaga kehangatan tubuh bayi dengan menggunakan selimut,
topi/penutup kepala, dan sarung tangan dan kaki pada bayi.
4. Anjurkan ibu untuk terus memberikan ASI pada bayi sesering
mungkin dengan mempertahankan posisi yang benar.

50
BAB 4
PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan kebidanan pada By. Ny. “D” dengan Caput Asfiksi
sedang di BPM Ny. Aisyah Ds. Pojok Kediri dilakukan pembahsan ada tidaknya
kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus, antara lain :
4.1 Pengkajian
Pada pengkajian ditemukan adanya tanda bayi mengalami asfiksia yaitu
bayi lahir megap-megap, warna kulit kebiruan, dan bayi bergerak lemah.
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya asfiksia pada bayi yaitu
kemungkinan karena terjadi lilitan tali pusat. Hal ini ditunjang dengan hasi
pemeriksaan DJJ pada saat ibu baru datang ke BPM yaitu bayi mengalami
distress dengan DJJ : 158x/menit.
Data yang diperoleh dari hasil pengkajian diatas sesuai dengan teori di
Bab 2 yaitu salah satu faktor predisposisi terjadinya asfiksia pada bayi yaitu
faktor tali pusat. Selain itu tanda-tanda yang dialami oleh bayi menunjukkan
bahwa bayi mengalami asfiksia sedang dengan AS : 4
4.2 Interpretasi Data Dasar
Dari pengkajian diatas maka dapat ditegakkan diagnosa dengan NCB
SMK dengan asfiksia sedang. Jadi tidak ada kesenjangan antara tinjauan
teori dan tinjauan kasus.
4.3 Antisipasi masalah potensial
Jika asfiksia sedang tidak segera ditangani, maka bayi akan mengalami
keadaan yang lebih kritis yaitu asfiksia berat. Hal ini sesuai dengan teori
4.4 Identifikasi kebutuhan segera
Asuhan kebidanan yang segera dilakukan pada kasus asfiksia sedang
adalah langkah awal resusitasi, ventilasi dan asuhan pasca resusitasi yang
mana langkah-langkah tersebut sesuai dengan pedoman melakukan
resusitasi.
4.5 Intervensi
Pada langkah ini tidak ditemukan adanya kesenjangan antara tinjauan
pustaka dengan tinjauan kasus karena perencanaan asuhan kebidanan yang

51
disusun telah disesuaikan dengan yang ditemukan penulis. Perencanaan
pada tinjauan kasus tidak jauh berbeda dengan tinjauan pustaka yaitu
lakukan langkah awal resusitasi, ventilasi jika langkah awal belum berhasil,
kemudian lakukan asuhan pasca resusitasi.
4.6 Implementasi
Pada tahap implementasi pada tinjauan kasus dilaksanakan intervensi
yang telah direncanakan dan sesuai dengan tinjauan pustaka. Jadi tidak ada
kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus.
4.7 Evaluasi
Pada evaluasi didapatkan hasil bahwa asfiksia dapat ditangani dengan
baik, bayi sudah dapat menangis kuat dan sudah muncul tanda-tanda bayi
normal. Tetapi bidan tetap melakukan pemantaun selama 2 jam pertama
dengan mengobservasi adanya tanda bahaya pada bayi.

52
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah menyelesaikan asuhan kebidanan pada By. Ny. “D” NCB SMK
dengan asfiksia sedang di BPM Ny. Aisyah Ds. Pojok Kediri maka dapat
disimpulkan dalam pengkajian ibu mengatakan telah melahirkan anak
pertama. Berat badan 3300 gram, panjang badan 50 cm, jenis kelamin
perempuan, Suhu 36,8oC, nadi 140x/menit, RR 40x/menit. Bayi lahir
dengan megap-megap, warna kulit kebiruan, bayi bergerak lemah, jadi dapat
ditarik diagnosa NCB SMK dengan asfiksia sedang. Dalam kasus
inimasalah potensial adalah mencegah agar bayi tidak mengalami asfiksia
berat dengan melakukan langkah awal resusitasi, ventilasi dan asuhan pasca
resusitasi. Rencana yang ditemukan pada kasus ini sesuai dengan
perencanaan pada tinjauan kasus yang mana pada penatalaksanaan asfiksia
sedang dan jika asfiksia sudah teratasi maka asuhan yang diberikan
selanjutnya sama seperti asuhan pada bayi normal.

5.2 Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan petugas memberi pelayanan kesehatan yang
komprehensif dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2. Bagi institusi pendidikan
Dalam melakukan bimbingan penyusunan asuhan kebidanan
diharapkan mengacu pada pedoman, agar mahasiswa tidak kesulitan
dalam penyusunan asuhan kebidanan.

53
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary (2009) Obstetri WilliamEdisi 21. Jakarta : EGC

Dewi, Vivian (2010) Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika

Kosim, Badang (2003) Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK UI

Muslihatun, Wafi Nur(2010)Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:


Fitramaya

Prawirohardjo, Sarwono (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Saifuddin, Abdul Bari (2000) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBPSP

Saifuddin, Abdul Bari (2002) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBPSP

54

Anda mungkin juga menyukai