Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kualitas dari pelayanan kesehatan saat ini di tuntut untuk semakin
meningkat ke arah pelayanan yang lebih optimal. Hal tersebut didorong oleh
berbagai perubahan mendasar di masyarakat baik ekonomi, pendidikan,
teknologi dan informasi serta berbagai perubahan lainnya. Terlebih lagi
tuntutan dari pemerintah yang memberikan kemudahan-kemudahan bagi
masyarakat untuk menerima pelayanan kesehatan termasuk perubahan
tuntutan masyarakat pada peningkatan pelayanan kebidanan. Salah satu
pelayanan kebidanan yang juga memerlukan peningkatan kualitas adalah
pelayanan asuhan kebidanan terhadap bayi hipotermia.
Penyebab utama mortalitas neonatus di negara berkembang adalah
asfiksia, sindrom gangguan nafas, infeksi, serta komplikasi hipotermia.
Hipotermia pada neonatus merupakan kejadian umum di seluruh dunia.
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
di negara berkembang termasuk Indonesia, masih menjadi masalah utama
terutama yang berkaitan dengan kejadian hipotermia.
Hipotermia yaitu penurunan suhu tubuh bayi dibawah suhu normal.
Kehidupan bayi baru lahir yang paling kritis adalah saat mengalami masa
transisi dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin. Salah satu yang
menjadi masalah yang dialami bayi pada masa transisi ini adalah hipotermia.
Bayi premature maupun bayi cukup bulan yang lahir dengan berat badan
rendah, terutama di bawah 2000 gram, terancam kematian akibat hipotermia
yaitu penurunan suhu badan di bawah 36,5oC disamping asfiksia dan infeksi.
(Imral Chair,2007)
Angka kematian sepsis neonatorum menurut DEPKES RI cukup
tinggi yaitu sekitar 13-50% dari angka kematian bayi baru lahir. Masalah
yang sering timbul sebagai komplikasi sepsis neonatorum adalah meningitis,
kejang, hipotermi, hiperbilirubinemia, gangguan nafas, dan minum.(Depkes,
2007).Bayi yang mengalami hipotermia mempunyai risiko tinggi terhadap

1
kematian sehingga memerlukan pengawasan dan perawatan yang intensif dan
ketat dari tenaga kesehatan yang berpengalaman dan berkualitas tinggi. Peran
bidan sangat diperlukan untuk mencengah terjadinya risiko hipotermia pada
bayi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan pada neonatus dengan
hipotermi secara komprehensif.
Tujuan khusus
Mahasiswa dapat:

a. Melaksanakan pengkajian data pada neonatus dengan hipotermi


b. Mengidentifikasi diagnosa / masalah yang terjadi pada neonatus dengan
hipotermi
c. Mengidentifikasi diagnosa potensial
d. Mengidentifikasi kebutuhan segera
e. Membuat intervensi atas diagnosa / masalah yang ada
f. Membuat implementasi atas diagnosa / masalah yang ada
g. Mengevaluasi atas tindakan yang telah dilakukan
1.3 Teknik Pengumpulan Data
a. Anamnese
Dengan wawancara pada klien untuk mendapatkan data subjektif
b. Pemeriksaan
Dengan melakukan pemeriksaan langsung pada klien untuk memperoleh
data objektif
c. Studi dokumenter
Dengan melihat status yang terdapat pada dokumen pasien

d. Studi kepustakaan
Dengan menggunakan beberapa referensi buku baik medis maupun
keperawatan yang berhubungan dengan masalah yang ada

2
1.1 Sistematika Penulisan
BAB 1 Pendahuluan berisi tentang latar belakang, tujuan, teknik
pengumpulan data dan sistematika penulisan

BAB 2 Tinjauan Pustaka berisi tentang Konsep Dasar Hipotermi pada


neonatus dan Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan neonatus
dengan hipotermia

BAB 3 Tinjauan kasus berisi tentang pengkajian, identifikasi diagnosa


/ masalah, antisipasi masalah potensial, identifikasi kebutuhan
segera, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

BAB 4 Pembahasan

BAB 5 Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipotermia didefinisikan sebagai suhu inti tubuh di bawah 36oC
(Rutter 1999). Saat suhu tubuh berada di bawah tingkat ini, bayi beresiko
mengalami stres dingin (Fraser & Cooper.ed, 2009). Menurut Sarwono
(2002), gejala awal hipotermia apabila suhu < 36oC atau kedua kaki dan
tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi
sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 32oC – 36oC). Disebut
hipotermia kuat bila suhu tubuh <32oC. Hipotermia pada BBL adalah suhu
di bawah 36,5oC, yang terbagi atas hipotermia ringan (cold stress) yaitu
suhu antara 36-36,5oC, hipotermia sedang yaitu suhu antara 32-36oC, dan
hipotermia berat yaitu suhu tubuh <32oC.
Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal
penyakit yang berakhir dengan kematian. Hipotermia menyebabkan
terjadinya penyempitan pembuluh darah, yang mengakibatkan terjadinya
metabolik anerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen, mengakibatkan
hipoksemia dan berlanjut dengan kematian.

2.2 Etiologi
Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling bayi
rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak diterapkan
secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama, setelah
lahir. Misalnya bayi baru lahir dibiarkan basah dan telanjang selama
menunggu plasenta lahir atau meskipun lingkungan sekitar bayi cukup
hangat namun bayi dibiarkan telanjang atau segera dimandikan.
BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang
berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara
produksi panas dan kehilangan panas.
1. Penurunan Produksi Panas

4
Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin dan terjadi
penurunan basal metabolisme tubuh, sehingga timbul proses penurunan
produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal
ataupun pituitaria.
2. Peningkatan Panas yang Hilang
Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh
kehilangan panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat
terjadi secara :
a. Konduksi
Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan
suhu antara kedua obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak
langsung antara kulit BBL dengan permukaan yang lebih dingin.
Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL yang berada pada
permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses penimbangan.
Bayi yang diletakkan diatas meja, tempat tidur atau timbangan yang
dingin akan cepat mengalami kehilangan panas tubuh melalui
konduksi.
b. Konveksi
Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara
permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan
tubuh bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa : bayi yang
diletakkan di dekat pintu/jendela terbuka, inkubator dengan jendela
yang terbuka, atau pada waktu proses transportasi BBL ke rumah
sakit.
c. Radiasi
Yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang
dingin, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu
lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa
suhu lingkungan yang dingin atau suhu inkubator yang dingin. Bayi
akan mengalami kehilangan panas melalui cara ini meskipun benda
yang lebih dingin tersebut tidak bersentuhan langsung dengan tubuh
bayi.

5
e. Evaporasi :
Cara kehilangan panas yang utama pada tubuh bayi. Panas terbuang
akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus respiratorius.
Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah setelah lahir,
karena menguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi
setelah lahir dan bayi tidak cepat dikeringkan atau terjadi setelah bayi
dimandikan.
3. Kegagalan Termoregulasi
Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat setelah kelahiran
karena lingkungan eksternal lebih dingin daripada lingkungan di dalam
uterus. Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan
hipotalamus dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai
penyebab. Keadaan hipoksia intrauterine/saat persalinan/post partum,
defek neurologik dan paparan obat prenatal (analgesik/anastesi) dapat
menekan respon neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya.
Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat
menjadi hipotermi atau hipertermi.
Setelah lahir, suhu tubuh bayi dapat turun sangat cepat. Bayi aterm
yang sehat akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya dalam kisaran
normal. Namun, jika bayi bermasalah saat lahir oleh kondisi di bawah
ini, stress tambahan akibat hipotermia dapat membahayakan :
a. Asfiksia berat
b. Resusitasi ekstensif
c. Pengeringan setelah kelahiran yang terlambat
d. Gawat napas
e. Hipoglikemia
f. Sepsis
g. Bayi premature atau KMK
2.3 Patofisiologi
Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan
respon untuk menghasilkan panas berupa :
1. Shivering thermoregulation/ST

6
Merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau gemetar secara
involunter akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas.
2. Non- Shivering thermoregulation/NST
Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf
simpatis untuk menstimulasi proses metabolik dengan melakukan oksidasi
terhadap jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak
coklat akan meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.
3. Vasokonstriksi perifer
Mekanisme ini juga distimulasi oleh sistem saraf simpatis, kemudian
sistem saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol kulit untuk
berkontraksi sehingga terjadi vasokonstriksi. Keadaan ini efektif untuk
mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas
yang tidak berguna.
Pada bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah dengan proses
oksidasi dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada BBL, NST
(proses oksidasi jaringan lemak coklat) adalah jalur yang utama dari suatu
peningkatan produksi panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan
dingin. Paparan dingin yang berkepanjangan harus dihindarkan oleh
karena dapat menimbulkan efek samping serta gangguan – gangguan
metabolik yang berat. Segera setelah lahir, tanpa penanganan yang baik,
suhu tubuh bayi rata-rata akan turun 0,1oC-0,3oC setiap menitnya,
sedangkan LeBlanc (2002) menyebutkan bahwa suhu tubuh bayi akan
turun 2oC dalam setengah jam pertama kehidupan. WHO Consultative
Group on Thermal Control menyebutkan bahwa BBL yang tidak
mendapatkan penanganan yang tepat, suhunya akan turun 2oC-4oC dalam
10-20 menit kemudian setelah kelahiran.
2.4 Tanda dan Gejala
Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum,
kurang aktif, kutis marmorata, pucat, takipneu atau takikardi. Sedangkan
hipotermi yang berkepanjangan, akan menyebabkan terjadinya peningkatan
konsumsi oksigen, distres respirasi, gangguan keseimbangan asam basa,
hipoglikemia, defek koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut,

7
enterokolitis nekrotikan, dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan
kematian.
Saat neonatus terpajan dengan dingin, pertama-tama ia menjadi sangat
gelisah; kemudian, saat suhu inti tubuhnya menurun, ia mengadopsi posisi
fleksi yang rapat guna mencoba mempertahankan panas. Bayi yang sakit
atau premature akan cenderung berbaring terlentang dengan posisi seperti
katak dengan semua permukaan tubuhnya terpajan, yang memaksimalkan
kehilangan panas (Robenton, 2001).Orang dewasa dapat menghilangkan
panas dengan menggigil, sementara neonatus menggunakan cadangan lemak
coklat mereka. Selama metabolisme lemak coklat, oksigen di konsumsi dan
hal ini dapat menyebabkan perubahan pola pernapasan, biasanya
meningkatkan frekuensinya. Selain itu, bayi mungkin dapat terlihat pucat
atau bercak-bercak dan mungkin tidak mau menyusu. Hipoglikemia
merupakan gambaran umum pada bayi dengan peningkatan penggunaan
energi yang berhubungan dengan termoregulasi dan hal ini dapat
menyebabkan bayi menggerakan ekstremitas dengan tersentak-sentak,
meskipun diam dan sering kali lemas. Sarwono (2002), mengklasifikasikan
tanda dan gejala hipotermia pada neonatus seperti dibawah ini :
1. Gejala hipotermia bayi baru lahir
a. Bayi tidak mau minum/menetek
b. Bayi tampak lesu atau mengantuk saja
c. Tubuh bayi teraba dingin
d. Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi
mengeras (sklerema)
2. Tanda-tanda hipotermia sedang (Stres dingin)
a. Aktivitas berkurang, letargis
b. Tangisan lemah
c. Kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata)
d. Kemampuan menghisap lemah
e. Kaki teraba dingin
3. Tanda-tanda hipotermia berat (Cedera dingin)
a. Sama dengan hipotermia sedang

8
b. Bibir dan kuku kebiruan
c. Pernafasan lambat
d. Pernafasan tidak teratur
e. Bunyi jantung lambat
f. Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik
4. Tanda-tanda stadium lanjut hipotermia
a. Muka, ujung kaki dan tangan berwarma merah terang
b. Bagian tubuh lainnya pucat
c. Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki
dan tangan (sklerema)
2.5 Diagnosis
Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu
tubuh atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah
satu petunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan
pengukurannya dapat dilakukan melalui aksila, rektal atau kulit. Untuk
mengukur suhu hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low
reading thermometer) yang dapat mengukur sampai 25oC.
2.6 Komplikasi
Hipotermia dapat menyebabkan komplikasi, seperti peningkatan
konsumsi oksigen, produksi asam laktat, apneu, penurunan kemampuan
pembekuan darah dan yang paling sering terlihat hipoglikemia. Pada bayi
premature, stress dingin dapat menyebabkan penurunan sekresi dan sintetis
surfaktan. Membiarkan bayi dingin meningkatkan mortalitas dan morbiditas.
2.7 Penanganan serta Pencegahan Hipotermia Bayi Baru Lahir
Kesempatan untuk bertahan hidup pada BBL ditandai dengan
keberhasilan usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari tubuh. Untuk
itu, BBL haruslah dirawat dalam lingkungan suhu netral (Neutral Thermal
Environment/NTE). NTE adalah rentang suhu eksternal, dimana metabolisme
dan konsumsi oksigen berada pada tingkat minimum, dalam lingkungan
tersebut bayi dapat mempertahankan suhu tubuh normal.Namun, pada bayi-
bayi yang mengalami hipotermia maka harus ditangani secara cepat dan tepat.
Penanganan hipotermia pada bayi, yaitu :

9
1. Bayi yang mengalami hipotermia biasanya mudah sekali meninggal.
Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di
dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.
2. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh setiap orang
adalah menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu. Bayi diletakkan
telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi.
Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus berada
dalam satu pakaian (merupakan teknologi tepat guna baru) disebut sebagai
Metoda Kanguru. Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar
berkancing depan.
3. Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang
disetrika terlebih dahulu, yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan
ibu. Lakukanlah berulang kali sampai tubuh bayi hangat.
4. Biasanya bayi hipotermia menderita hipoglikemia, sehingga bayi harus
diberi ASI sedikit-sedikit sesering mungkin. Bila bayi tidak menghisap,
diberi infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.
5. Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi stabil.
Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu/keluarga dan penolong
persalinan harus menunda memandikan bayi.
a. Pada bayi baru lahir sehat yaitu lahir cukup bulan, berat >2500 gram,
langsung menangis kuat, maka memandikan bayi ditunda selama ± 24
jam setelah kelahiran. Pada saat memnadikan bayi, gunakanlah air
hangat.
b. Pada bayi lahir dengan resiko (tidak temasuk kriteria diatas), keadaan
umum bayi lemah atau bayi dengan berat lahir <2000 gram, sebaiknya
bayi jangan dimandikan, ditunda beberapa hari sampai keadaan umum
membaik yaitu bila suhu tubuh bayi stabil, bayi sudah lebih kuat dan
dapat menghisap ASI dengan baik.
c. Sepuluh langkah proteksi termal untuk mencegah terjadinya hipotermia
pada bayi baru lahir :
Langkah ke 1 : Ruang melahirkan yang hangat

10
Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan harus cukup
hangat dengan suhu ruangan antara 25oC-28oC serta bebas dari aliran arus
udara melalui jendela, pintu, ataupun dari kipas angin. Selain itu sarana
resusitasi lengkap yang diperlukan untuk pertolongan BBL sudah disiapkan.
Langkah ke 2 : Pengeringan segera
Segera setelah lahir, bayi dikeringkan kepala dan tubuhnya, dan
segera mengganti kain yang basah dengan kain yang hangat dan kering.
Kemudian diletakkan dipermukaan yang hangat seperti pada dada atau perut
ibunya atau segera dibungkus dengan pakaian hangat.
Langkah ke 3 : Kontak kulit dengan kulit
Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk
mencegah hilangnya panas pada BBL, baik pada bayi-bayi aterm maupun
preterm. Dada atau perut ibu merupakan tempat yang sangat ideal bagi BBL
untuk mendapatkan lingkungan suhu yang tepat.
Langkah ke 4 : Pemberian ASI
Pemberian ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan dalam jam-
jam pertama kehidupan BBL. Pemberian ASI dini dan dalam jumlah yang
mencukupi akan sangat menunjang kebutuhan nutrisi, serta akan berperan
dalam proses termoregulasi pada BBL.
Langkah ke 5 : Tidak segera memandikan/menimbang bayi
Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian
(paling tidak setelah 6 jam) yaitu setelah keadaan bayi stabil. Tindakan
memandikan bayi segera setelah lahir akan menyebabkan terjadinya
penurunan suhu tubuh bayi. Menimbang bayi juga dapat ditunda beberapa
saat kemudian dan dianjurkan pada saat menimbang, timbangan yang
digunakan diberi alas kain hangat.
Langkah ke 6 : Pakaian dan selimut bayi adekuat
Kurang lebih 25% kehilangan panas dapat terjadi melalui kepala
bayi sehingga BBL perlu beberapa lapis pakaian serta selimut, dan diberi
topi untuk mencegah kehilangan panas tersebut.

11
Langkah ke 7 : Rawat gabung
Bayi-bayi yang dilahirkan dirumah ataupun di rumah sakit, perlu
dijadikan satu dalam tempat tidur yang sama dengan ibunya, selama 24 jam
penuh dalam ruangan yang cukup hangat. Hal ini akan sangat menunjang
pemberian ASI on demand, serta mengurangi resiko terjadinya infeksi
nosokomial pada bayi-bayi yang lahir di rumah sakit.
Langkah ke 8 : Transpotasi hangat
Apabila bayi perlu segera dirujuk ke rumah sakit, atau ke bagian
lain di lingkungan rumah sakit seperti di ruang rawat bayi atau di NICU,
sangat penting untuk selalu menjaga kehangatan bayi selama dalam
perjalanan.
Langkah ke 9 : Resusitasi hangat
Pada waktu melakukan resusitasi, perlu menjaga agar tubuh bayi
tetap hangat. Hal ini sangat penting karena bayi-bayi yang mengalami
asfiksia, tubuhnya tidak dapat menghasilkan panas yang cukup efesien
sehingga mempunyai resiko tinggi menderita hipotermia.
Langkah ke 10 : Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat
Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan
bayi (dokter, bidan, perawat, dan lain-lain), perlu dilatih dan diberikan
pemahaman tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar tentang rantai
hangat. Keluarga dan anggota masyarakat yang mempunyai bayi di rumah,
perlu diberikan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya menjaga
agar bayinya tetap hangat.

12
2.8 Menejemen Asuhan Kebidanan

1. pengkajian

A. Data Subjektif

1. Biodata bayi yaitu nama, tanggal lahir, jenis persalinan, jenis kelamin,dan
biodata ibu, ayah yaitu nama, umur, pendidikan, pekerjaan, dan alamat
2. Riwayat penyakit.

a. Riwayat penyakit dahulu : penyakit yang pemah diderita sebelumnya.


b. Riwayat prenatal : pemeriksaan kehamilan, kebiasaan ibu, nutrisi saat
hamil, Obat-obatan yang dikonsumsi saat hamil, penyakit yang diderita
(hipertensi, pre-eklamsi, diabetes mellitus, TOREH, TBC), kelahiran
premature sebelumnya, kehamilan kembar, plasenta previa.
c. Riwayat natal : umur kehamilan, berat badan lahir, panjang badan,
lingkar kepala, lingkar dada, warna ketuban, kelainan ditemukan,
tindakan persalinan, apsgar score, riwayat KPD, riwayat pre-eklamsi,
penolong persalinan.
B. Data Objektif (Pemeriksaan Fisik)

1. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : letargi, tangis lemah

Tanda-tanda vital :

Suhu : normal (36,5 – 37,5oC) , hipotermi ringan (36-36,5 oC ) hipotermi


sedang (32 – 36 oC), hipotermi berat (<32 oC)

Pernafasan : normal (40 – 60 x / menit)

Nadi : normal (100 – 160 x/menit)

Antropometri

PB : normal (48 – 52 x/menit)

BBL : normal (2500 – 4000 gram).

LIKA : normal (32-37 cm)

 Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi
Kepala :bersih/tidak, hitam/tidak, tampak benjolan abnormal/ tidak,
ada cepal hematoma/tidak, ada caput succedaneum/tidak.
Wajah :pucat/tidak

13
Mata : simetris/tidak, sclera kuning/ tidak, conjungtiva pucat/ tidak.
Hidung : simtris/tidak, bersih/tidak, ada sekret/tidak
Telingga :bersih / tidak
Mulut : bibir lembab/kering, ada labio skizis/ tidak, ada labiopalato
skizis/ tidak.
Leher :tampak pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis dan
kelenjar limfe/tidak
Dada : simetris/tidak, tampak retraksi dada/tidak
Abdomen : tampak benjolan abnormal/tidak,
Genetalia :testis sudah turun/belum
b. palpasi

Leher : teraba pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis dan kelenjar


limfe/tidak

Eksttremitas : Teraba dingin atau tidak

c. Auskultasi
Dada : terdengar wheezing maupun ronchi/tidak
d. Perkusi
Abdomen : kembung/tidak
e. Reflek

Moro : +/-

Rooting : +/-

Reflek menelan : +/-

Reflek menggenggam : +/-

Reflek menghisap : +/-

Tonic neck reflek : +/-

Balbynsky : +/-

2. Identifikasi diagnosa

Dx : Diagnosa ditetapkan bertujuan untuk mengetahui apakah ada


penyimpangan. Untuk bayi baru lahir dapat ditegakkan dengan berat
bayi lahir, panjang lahir, apgar score, lingkar kepala. Pada kasus dapat
ditegakkan diagnosa Bayi baru lahir normal Ny.”…..” usia”……”
dengan hipotermi, ku bayi… . Diagnosa ditegakkan berdasarkan
pengumpulan data, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

14
Ds : -
Do : K : lemah, bayi menangis
suhu : 35,50 C
BJA : 80 x/menit
RR : 50 x/menit
3. INTERPRETASI DATA DASAR
Dx :NCB SMK ..dengan hipotermi

Ds : -

Do : hasil pemeriksaan

4. Antisipasi Masalah Potensial


Masalah yang dialami oleh bayi

5. Identifikasi Kebutuhan segera


Tindakan yang harus segera dilakukan

6. Intervensi
Dx : NCB SMK.. dengan hipotermi

Tujuan : tidak terjadi komplikasi pada bayi

KH : hasil yang ingin dicapai

Intervensi

7. Implementasi
Melakukan sesuai intervensi

8. Evaluasi
Menggunakan SOAP

15
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN DATA


Tanggal : 6 januari 2015
Jam : 10.00 WIB
1. Data Subyektif
a. Biodata
Nama bayi : BY NY“ K ” Nama ibu/ayah : Ny. S &Tn O
Tanggal lahir : 06-01-2015 Umur : 24 th& 29 th
Jenis kelamin : Laki-laki Pendidikan : SMA & SMA
Umur : 6 jam Pekerjaan : IRT & swasta
Alamat : Kediri Agama : Islam
Alamat : Kediri

b. Keluhan Utama
-
c. Riwayat Prenatal
Ibu mengatakan hamil pertama, ibu tidak pernah menderita penyakit yang
dapat mempengaruhi seperti DM, hepatitis, jantung, asma, hipertensi, dan
TBC.Ibu periksa hamil 6x selama hamil. Ibu suntik TT selama hamil 2x, ibu
makan 2-3 x. hari
d. Riwayat Natal
Ibu mengatakan usia kehamilannya 9 bulan, bayi lahir 04.15 WIB lahir
normal, Bayi lahir menangis.BB bayi 3100 gr PB 49 cm ketuban banyak dan
jernih, tidak ada lilitan tali pusat.
e. Kebutuhan dasar
1) Pola nutrisi
Bayi sudah diberi ASI, kemampuan menghisap melemah.
2) Pola eliminasi
Bayi sudah BAB 1x, BAK 2x

16
3) Pola istirahat / tidur
Bayi sudah istirahat / tidur
4) Pola aktivitas
Tangisan bayi melemah, gerakan berkurang.
f. Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang dapat berpengaruh dan
menular terhadap bayi seperti DM, jantung, TBC, hipertensi, asma, hepatitis.
g. Riwayat Psikososial
Ibu, suami dan keluarga sangat senang dengan kelahiran bayinya dan ibu
mengatakan siap merawat bayinya.
2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan umum
K : lemah, bayi menangis
TTV :
suhu : 35,50 C
BJA : 80 x/menit
RR : 50 x/menit
b. Pemeriksaan Fisik
Kepala :tidak ada kelainan
Muka :kemerahan
Mata :Konjungtiva kemerahan, sclera tidak icterus, tidak ada
perdarahan.
Hidung :tidak ada pernafasan cuping hidung, nafas spontan.
Telinga :simetris, tidak mengeluarkan cairan
Mulut :reflek hisap lemah.
Leher :tidak ada pembesaran kelenjar limfe, venajugularis
Dada :tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak terdapat pernfasan
diafragmatik, tidak ada benjolan, regular, bayi ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen :tali pusat belum lepas dan sudah ditali
Genetalia :testis belum turun, glan penis normal
Ekstremitas : warna kulit dan kuku kemerahan, teraba dingin.

17
c. Pemeriksaan Neurologis
1) Reflek moro
Pada bayi timbul gerak terkejut ketika mendengar suara keras.
2) Reflek menggenggam
Saat tangan disentuh dengan jari pemeriksan bayi menggenggam lemah
jari pemeriksa
3) Reflek rooting
Bayi menoleh waktu pipi disentuh
4) Reflek menghisap
Hisapan bayi pada putting susu lemah
5) Glabella reflek
Bayi mengerutkan kening dan mengedipkan mata saat disentuh pada
daerah glabella
d. Pemeriksaan antropometri
1) BB : 3100 gr
2) PB : 49 cm
3) LK : 34 cm

3.2 Identifikasi diagnosa


Dx : NCB SMK 6 jam dengan hipotermi
Ds : -
Do : K : lemah, bayi menangis
suhu : 35,50 C
BJA : 80 x/menit
RR : 50 x/menit

3.3 Antisipasi masalah


Meningal dunia
3.4 Identifikasi kebutuhan segera
Hangatkan

18
3.5 Intervensi
Dx : NCB SMK 6 jam dengan hipotermi
Tujuan : hipotermi teratasi
Bayi dalam keadaan sehat dan hipotermi bisa teratasi
K.H : K.U : Baik

Kesadaran : Composmentis

As :7-9

Suhu : 36.5 – 37 o c

HR : 150 – 160

Pernapasan : 30 – 60 x/ menit

Bayi dapat bernapas spontan warna kulit merah, menangis kuat

Intervensi:

1. Berikan KIE pada ibu dan keluarga tentang kondisi bayi.


R/ Ibu dan keluarga mengerti kondisi bayi .
9. Kembalikan suhu tubuh bayi
R/ mencegah terjadinya kehilangan panas
3.6 Implementasi
Tanggal : 6 januari 2015
Dx : NCB SMK 6 jam dengan hipotermia
Implementasi
1. Memberikan KIE pada ibu dan keluarga tentang kondis bayinya.
2. Mengembalikan suhu bayi dengan cara membiarkan bayi berkontak kulit
dengan ibu
3.7 Evaluasi
Tanggal : 6 januari 2015
S :
O : K : lemah, bayi menangis
suhu : 36,40 C

19
BJA : 80 x/menit
RR : 50 x/menit
A : NCB SMK 6 jam dengan hipotermia
P : Menganti pakaian bayi yang basah dengan yang kering
Mebiarkan bayi berkontak kulit dengan ibu
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya

20
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada teori gejala awal hipotermia apabila suhu < 36oC atau kedua kaki dan
tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah
mengalami hipotermia sedang (suhu 32oC – 36oC). Disebut hipotermia kuat bila
suhu tubuh <32oC.

Setelah dilakukan pengkajian dan pemeriksaan pada bayi Ny “L”


ditemukan bahwa suhu bayi 35,5o C. Maka dapat disimpulkan bahwa antara
tinjauan teori dan kasus nyata pada bayi Ny “L” baru lahir dengan hipotermia
ditemukan adanya kesenjangan.

21
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hipotermia didefinisikan sebagai suhu inti tubuh di bawah 36oC (Rutter
1999). BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang
berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara
produksi panas dan kehilangan panas diantaranya adalah penurunan
produksi panas, peningkatan panas yang hilang dan kegagalan
termoregulasi. Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau
minum, kurang aktif, kutis marmorata, pucat, takipneu atau takikardi.
Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu melalui aksila,
Prektal atau kulit.
Hipotermia dapat menyebabkan komplikasi, seperti peningkatan
konsumsi oksigen, produksi asam laktat, apneu, penurunan kemampuan
pembekuan darah dan yang paling sering terlihat hipoglikemia. Jika bayi
sudah mengalami hipotermia, penanganan yang diberikan harus adekuat
dengan cara hangatkan tubuh bayi dengan incubator, penyinaran lampu atau
dengan cara kontak kulit langsung. Selain itu cegah terjadinya hipoglikemi
dengan memberikan cairan pada bayi baik ASI maupun cairan dextrose.
5.2 Saran
1. Hipotermia pada bayi baru lahir dapat lebih mudah di tangani bahkan di
cegah apabila ada kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dan
anggota keluarga.
2. Bidan sebaiknya memberikan pendidikan kesehatan kepada calon ibu,
calon ayah, dan anggota keluarga lainnya bahwa bayi yang lahir tidak
terlepas dari resiko hipotermia. Dengan demikian, keluarga sudah
dipersiapkan untuk melengkapi kebutuhan (misalnya : topi, pakaian,
selimut bayi) untuk digunakan bayi setelah lahir.

22
DAFTAR PUSTAKA

Fraser Diane M, Margareth A. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta:EGC

Prawiroharjo, Sarwono dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal. Jakarta:YBBPS

Kosim, Soleh, dkk. 2010. Buku Ajar Neonatologi Edisi I Cetakan Kedua. Jakarta:

IDAI

23

Anda mungkin juga menyukai