Anda di halaman 1dari 14

ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.

1, Januari-Juni 2015

Tradisi Lokal Pagang Gadai Masyarakat Minangkabau dalam


Perspektif Hukum Islam

Hasneni
Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi
e-mail: hasneni_neni@yahoo.com

Diterima: 24 Mei 2015 Direvisi : 29 Juni 2015 Diterbitkan: 1 Juli 2015

Abstract
The implementation of ‘pagang gadai’ in Minangkabau’s local tradition is the lending agreement by giving assurance to the
borrower, as long as the debt is not paid yet, so the assurance is still held by the borrower. This tradition arose through the principle
of communal land ownership in Minangkabau’s maternal lineage that communal land ownership is not a private poverty and it
cannot be traded. Thus, this local tradition came from an agreement that the main purpose was to help people inside the community.
Moreover, it also has social function because most of people who pawn and lien holder is still in one community, in one tribe, and
in one region. Besides, Islam came to Minangkabau when the tradition of “pagang gadai” had been a habitual tradition from
generation to generation. However, in some views this tradition is contrary to Islamic rules; whether the pawning materials can be
used by the pawning receiver.
Keywords: Local Tradition, Pagang Gadai, Minangkabau Community

Abstrak
Pelaksanaan pagang gadai dalam tradisi lokal adat Minangkabau adalah perjanjian pinjam meminjam dengan
memberikan jaminan kepada si peminjam, selama hutung itu belum dibayar maka barang jamin­an akan tetap
berada di tangan si peminjam. Tradisi ini muncul di tengah prinsip kepemilikan tanah yang bersifat komunal
dalam adat matrineal Minangkabau bahwa tanah milik komunal adalah tanah yang tidak dimiliki secara privat
dan tidak boleh diperjualbelikan. Sehingga tradisi lokal pagang gadai ini timbul dari suatu perjanjian yang
bersifat tolong menolong, berfungsi sosial, sebab keba­nyakan orang yang mengadaikan dan si pemegang gadai
adalah orang yang masih sekaum, sesuku, dan sejauh-jauhnya adalah senagari. Di samping itu, Islam masuk
ke dalam masyarakat adat Minangkabau disaat tradisi pagang gadai telah menjadi kebiasaan turun temurun
masyarakatnya. Namun dalam beberapa pandangan, tradisi pagang gadai ini terdapat pertentangan dengan apa
yang diatur oleh hukum Islam. Pertentangan terjadi dalam hak apakah barang gadaian itu boleh dimanfaatkan
oleh si penerima gadai.
Kata Kunci: Tradisi Lokal, Pagang Gadai, Masyarakat Minangkabau

Latar Belakang tidak mempunyai tanah mereka dianggap suku


Masyarakat Minangkabau sebagai masyara- yang “malakok” (menempel) kepada kelompok
kat yang komunal menganut sistem kolektif dalam suku yang telah mempunyai tanah di nagari terse-
kegiatan usahanya terutama dalam sektor produksi but. Atau bahkan dianggap sebagai kelompok yang
yang fital dalam kehidupan ekonomi agraris. Dalam tidak jelas asal usulnya1.
ekonomi agraris dengan sendiri­nya tanah menjadi Menurut aturan adat Minangkabau, tanah
seuatu yang vital pula. Oleh sebab itu yang menjadi merupakan lambang kesahan suatu kaum sebagai
pemilik legal tanah adalah komunalnya (kelompok- orang Minangkabau. Karena tanah merupakan
nya), yang dalam hal ini dalam bentuk suku. Tanah tempat lahir, tempat hidup dan juga tempat mati.
menurut masyarakat adat Minangkabau merupa- Sebagai tempat lahir, maka setiap kerabat harus
kan kekayaan yang harus selalu dipertahankan mempunyai tanah untuk tempat didirikannya
kaum. Tanah merupakan lambang bagi martabat rumah sebagai tempat dilahirkannya anak cucu.
hidup mereka. Kaum atau orang-orang yang tidak Sebagai tempat hidup, masyarakat Minangkabau
mempunyai tanah dianggap sebagai orang yang harus mempunyai sawah dan ladang untuk digarap
berkekurang­an. Dengan demikian pemilikan suatu sebagai pemenuhan kebutuhan hidup kerabat­
kaum atas sebidang tanah merupakan pengakuan nya. Sedangkan sebagai tempat mati adalah bahwa
atas keberadaan suku atau kelompoknya dalam 1
A. A. Navis, Alam Takambang Jadi Guru (Jakarta:
suatu negeri tempat berada. Sebab jika suatu kaum Grafiti Press, 1986), h. 150.

Hasneni Tradisi Lokal Pagang.....


69
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

setiap kaum harus mempunyai tanah pendam Sementara dalam tradisi lokal di
pekubur­an, agar jenazah kerabat tidak terlantar. Minang­
­ kabau, gadai adalah suatu transaksi di
Tanah menurut budaya adat mereka juga mana seseorang menyerahkan sebidang tanah
sesuatu yang dapat menetukan asli atau tidaknya kepada seorang lain dengan menerima sejumlah
suatu suku di suatu nagari. Hal ini dapat disimak uang tertentu dengan ketentuan bahwa tanah
dari sebuah pepatah yang mengatakan: “Ado tersebut akan kembali kepada pihak pemilik
­tapian tampek mandi,ado basasok bajarami, ado bapan- tanah, dengan mengembalikan jumah uang yang
dam pakuburan.” (ada tepaian tempat mandi, ada diterimanya dari pihak kedua. Jadi dalam jual
sawah dan ladang Disebabkan begitu tingginya gadai terdapat dua pihak, pihak yang menyerah-
nilai tanah terhadap kedudukan dan keberadaan kan tanah, atau pihak pemberi gadai dan pihak
suatu suku dalam masyarakat Minangkabau, maka kedua adalah pihak menerima tanah atau pihak
menurut adat mereka, tidak dapat dipindahtan- penerima gadai. Pihak penerima gadai inilah yang
gankan atau diperjualbelikan. Orang Minangkabau harus menyerah­kan sejumlah uang tertentu
tidak ada yang mau dan dapat menjual tanahnya, Kalau dihubungkan dengan ketentuan
berupa rumah, sawah dan ladang. Pameo adat hutang piutang yang di atur di dalam fikih atau
mengatakan bahwa: “di jua tak dimakan bali, diga- hukum Islam, maka terlihat bahwa apa yang dilaku-
dai tak dimakan sando” (dijual tak dimakan beli dan kan oleh masyarakat Minangkabau tidak sesuai
digadai tak dimakan sandera). Praktek gadai telah dengan ketentuan syara’. Padahal Minangkabau
dijalankan secara turun temurun di Minangkabau yang nota bene masyarakatnya beragama Islam
untuk mengatasi persoalan ekonomi mereka de- mempunyai falsafah “Adat basandi syara’, syara’
ngan menggadaikan tanah pusaka mereka. basandi kitabullah. Syara’ mangato, adat mamakai.
Di samping itu, Islam masuk ke dalam ma- Persoalan muncul disebabkan berbedanya konsep
syarakat adat Minangkabau di saat tradisi pagang tentang kedudukan barang jamian tersebut dalam
gadai telah menjadi kebiasaan turun temurun hal menjaminkan telah sebagai jaminan hutang.
masyarakatnya. Hanya saja, sejarah membukti- Menurut Hukum Islam jaminan berfungsi sebagai
kan bahwa Islam diterima oleh masyarakatnya untuk memberi kepercayaan kepada pihak yang
dan menjadi dasar dalam pengaturan hidup ber- berpiuatang dan barang jaminan itu dapat dijual
masyarakat, termasuk dalam hal bermuamalah. untuk pelunasi sebagia atau seluruh hutang, jika
Namun dalam hal pagang gadai terdapat per- yang berhutang tidak dapat melunasi hutang­nya
tentangan terutama dalam hal apa yang diprak- pada waktu yang ditentukan. Sedangkan menurut
tekan oleh orang Minangkabau dengan apa yang aturan hukum adat Minangkabau, tanah tidak
di atur oleh hukum Islam, bahkan dalam hal pe- dapat dijual. Jika pemiliknya mempunyai kebutuh­
manfaatan barang yang digadaikan. an yang besar dan ia mempunyai sebidang tanah,
Dalam Islam transaksi dalam bentuk pem- maka ia hanya dibolehkan menggadaikannya, de-
berian jaminan ketika melakukan aqad hutang ngan harapan di kemudian hari tanah itu dapat
piutang dikenal dengan istilah rahn. Aqad ini di- mereka tebus, walaupun oleh anak cucu mereka
maksudkan untuk harta yang dijadikan sebagai di kemudian hari. Yang terpenting bagi mereka
jaminan hutang yang bersifat mengikat. Dalam adalah status kepemilikan tanah itu tidak berpin-
pengertian lain, rahn diartikan sebagai transaksi dah kepada suku lain.
dalam bentuk menjadikan sesuatu barang sebagai Masyarakat selalu mengalami perubahan,
jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin di- yang dipengaruhi oleh perkembangan lingkung-
jadikan sebagai pembayar hak (piutang) itu, baik an dan masa dimana mereka hidup. Perubahan itu
seluruhnya atau sebagiannya2. Menurut penger- dapat membawa nilai-nilai positif dan ­negatif. Nilai
tian lain rahn berarti menjadikan sesuatu barang adalah sesuatu yang mengandug dan membawa
atau benda sebagai jaminan hutang yang dapat kemaslahatan bagi umat manusia, s­edangkan nilai
dijadikan sebagai pembayar hutang apabila yang negatif adalah segala sesuatu yang mendatangkan
berhutang tidak dapat membayar hutangnya3. kemudharatan dan kemafsadatan bagi umat manu-
sia. Dalam persoalan muamalah perubahan yang
sosial yang perlu mendapatkan perhatian adalah
2
Al-Sarakhsyi, Dar al Kitab Al Arabi (Beirut: yang membawa nilai positif. Sebagaimana yang
Dar al-Fikr, tth), h. 63.
3
Syarbaini Khatib, Mugni al Muhtaj Jilid II, edisi
dikatakan oleh ‘Izzudin dari kalangan Syafi’iyah,
II, (Jakarta: Dal al Fikri, 1978), h. 12. apabila kemaslahatan ada maka itulah yang dituju

Hasneni Tradisi Lokal Pagang.....


70
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

oleh hukum Allah. Atau sebagaimaa yang dikatakan Dari pengertian di atas dapat disimpul-
oleh Ibnu Qayyim al Jauziyah, apabila ditemui in- kan bahwasnya kriteria harta harus mampu me-
dikator kemaslahatan disitulah hukum Allah, dan menuhi kebutuhan manusia atau memiliki unsur
dengan cara apapun kemaslahatan itu dapat dica- nilai ekonomis, serta memiliki unsur manfaat
pai, maka tata cara itu pun disyariatkan4. atau jasa yang diperoleh dari suatu barang. Secara
Oleh sebab itu dalam masalah pagang gadai garis besar, unsur-unsur harta adalah; a) Bersifat
di Minangkabau penetapannya tidak dapat ditetap- materi atau mempunyai wujud nyata (‘ainiyah), b)
kan dengan menghitam atau memutihkan. Harus Dapat disimpan untuk dimiliki (qabilan lit-tamlik),
dilihat dari sisi mashlahah dan mafsadahnya atau c) Dapat dimanfaatkan (qabilan lil-intifa), d)‘Uruf
nilai positif dan negatifnya. Untuk mengkaji ten- (adat atau kebiasaan) masyarakat memandangnya
tang gadai di Minangkabau perlu diadakan peneli- sebagai harta.
tian yang menyangkut tentang sejarah muncul atau Di kalangan ulama fiqih membagi harta
latar belakang lahirnya aqad itu. Bagaimana ma- dari segi tujuannya menjadi dua bagian, yaitu: 1)
syarakat Minangkabau melaksanakannya. Karena Maal yang tujuan awalnya untuk muamalah, yaitu
walaupun masyarakat Minangkabau di­atur dengan keberadaannya sebagai harga untuk semua ba-
adatnya, namun kadang kala pelaksaaan budaya rang (uang); 2). Maal yang tujuan awalnya untuk
dengan aturan yang sama dilaksanakan dalam ben- diambil manfaatnya, yaitu keberadaannya untuk
tuk yang berbeda. Kemudian dari pencarian itu di- dimanfaatkan (barang-barang)
harapkan akan ditemukan sebuah model atau pola Bagian uang, yaitu yang digunakan untuk
yang memang dapat diterapkan oleh masyarakat pertukaran antara barang dan jasa pelayanan,
Minangkabau yang tidak bertentangan dengan yang mana uang disini sebagai harta dan nilai.
syari’at dan tidak melanggar adat. Dalam tulisan ini Uang di sini dibagi menjadi dua macam yaitu
akan dibahas tentang tinjauan hukum Islam terha- mata uang murni (emas dan perak) dan mata
dap pagang gadai di Minangkabau. uang ­muqay­yad (uang-uang kertas, logam, dan
Perspektif Islam Terhadap Harta Kekayaan sejenis­
nya). Sedangkan, bagian barang, yaitu
yang ­ diambil manfaatnya sesuai dengan fung-
Harta dalam bahasa Arab disebut de-
si barang-barang itu. Barang ini dibagi menjadi
ngan al-māl, yang merupakan akar kata dari la-
dua macam: a). barang-barang milik, yaitu yang
fadaz yang berarti condong,
dimiliki untuk ­diambil manfaatnya dengan cara
cenderung, dan miring. Istilah harta atau al-maal
menggunakan untuk membantu bermacam-ma-
dalam al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi
cam proses ­aktivitas dan kadang-kadang ­dimiliki
dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga
untuk tujuan konsumsi, seperti hewan-hewan
pengertian­nya sangat luas dan selalu berkembang.
yang mempunyai susu, hewan-hewan yang bisa
Secara etimologi harta adalah:
berkembang biak, dan bangunan-bangunan yang
‫ُك َما يَق ْـتَ ىِض َو َ لَي ْو لز له ْاْلن ْ َس لان ىِبلْ ىف ْع ىل َس َوا ٌء َأاكَ َن َع ْينًا َأ ْو َمنْ َف َع ًة‬ ُّ ‫ل‬ disewakan. b). barang-­barang dagang yaitu, ba-
ِ rang-barang yang disediakan untuk jual beli atau
‫الَّش ىء َاكَ ُّلر لك ْو ىب‬
ْ َّ ٍ ‫ات َأ ْو َمنَا ىفع‬ ٍ ‫َك َذه ٍَب َأ ْو ىفضَّ ٍة َأ ْو َح َي َو ٍان َأ ْو ن َ َب‬
tukar menukar atau barang-barang yang dibeli
‫َوالل ُّ ْب ىس َوا ُّلس ْك َن‬ atau diproduksi untuk perdagangan.
Sedangkan pembagian maal dari segi pe-
Artinya : “Segala sesuatu yang dibutuhkan dan makaiannya ulama-ulama fiqih membagi mal itu
diperoleh manusia dengan sebuah usaha baik menjadi mal untuk muamalah dan mal untuk intifa
berupa benda yang tampak (materi) seperti
emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan, (diambil manfaatnya). Yang dimaksud dengan mal
maupun berupa manfaat dari suatu barang se- untuk muamalah ialah semua harta yang tujuan-
perti kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal.” nya untuk digunakan dalam muamalah antar ma-
Pada dasarnya harta adalah segala sesuatu nusia dan juga alat untuk tukar-menukar, artinya
yang memiliki nilai-nilai legal dan konkrit wujud­nya, keberadaannya sebagai harta untuk barang-ba-
disukai oleh tabiat manusia pada ­umumnya, bisa rang, yang dimaksud dengan mal untuk intifa’ ialah
dimilki, disimpan dan dimanfaatkan dalam perkara semua harta yang ditujukan untuk dimiliki dan
yang legal menurut syara’, seperti pinjaman, modal dipergunakan (bukan untuk diperdagangkan).
bisnis, konsumsi, hibah, dan sebagainya. Jenis ini menjadi harta milik dan harta barang da-
gangan seperti yang telah diterangkan di atas.
4
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2000), h. xvii.

Hasneni Tradisi Lokal Pagang.....


71
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

Sedangkan pembagian maal dari segi pe- yang dijadikan pegangan bagi sesuatu utang, dan
nilaiannya sebagian ulama fiqih membagi harta/ ­dengan itu ia boleh digunakan untuk membayar
mal dari segi nilainya menjadi harta yang mengan- jika pengutang gagal membayar utangnya.
dung nilai dengan harta yang tidak mengandung Menurut  jumhur ulama, rukun rahn itu ada
nilai. Harta yang mengandung nilai adalah harta 4 yaitu;
yang telah ditentukan dan dapat dimanfaatkan a. Shigat (lafadz ijab dan qabul)
serta dikelola secara bebas, seperti uang, barang b. Orang yang berakad (rahin dan murtahin)
dagangan, tanah, binatang, ternak, makanan, dan c. Harta yang dijadikan marhun, dan
lain-lain dan orang-orang yang merusaknya harus d. Utang (marhum bih).
memberikan jaminan pengganti. Karenanya, Sedangkan syarat rahn, ulama fiqh mengemu-
khamer, daging babi, dan bangkai tidak termasuk kakannya sesuai dengan rukun rahn itu sendiri, yaitu:
harta yang bernilai dalam Islam, hal ini juga pemi- a. Syarat yang terkait dengan orang
liknya seorang muslim, namun jika p ­emiliknya yang berakad, adalah cakap bertindak
bukan seorang muslim, orang yang merusak hukum. Kecakapan bertindak hukum
harta tersebut harus mengganti nilai dan harga­ menurut jumhur ulama adalah orang
nya. Yang dimaksud dengan harta yang tidak yang telah baligh dan berakal.
bernilai adalah harta yang tidak dikhususkan dan b. Syarat sight (lafadz). Ulama Hanafiyah
tidak boleh dimanfaatkan kecuali dalam keadaan mengatakan dalam akad rahn tidak
darurat. Jadi, udara, cahaya, bulan, panas mata­ boleh dikaitkan dengan syarat tertentu
hari adalah termasuk hal-hal yang tidak ­mung­kin atau dengan masa yang akan datang,
dimiliki, karenanya, ia tidak termasuk harta. karena akad rahn itu sama dengan akad
Demikian juga khmer, bangkai, daging babi, dan jual-beli. Apabila akad itu dibarengi
darah adalah tidak termasuk harta yang bernilai dengan syarat tertentu atau dikaitkan
jika ­pemiliknya adalah seorang muslim. dengan masa yang akan datang, maka
Perspektif Islam Terhadap Gadai syaratnya batal, sedangkan akadnya sah.
Gadai dalam perspektif Islam disebut c. Syarat marhun bih, adalah: pertama, me-
dengan istilah rahn. Secara bahasa rahn (gadai) rupakan hak yang wajib dikembalikan
bermakna ketetapan dan kelanggengan, dise- kepada murtahin. Kedua, marhun bih
but juga dengan al-habsu yang artinya menahan5. boleh dilunasi dengan marhun itu dan
Sedangkan menurut istilah syara’ yang dimaksud yang ketiga, marhun bih itu jelas/ tetap
dengan rahn (gadai) adalah: Menjadikan suatu dan tertentu.
benda berharga dalam pandangan syara’ sebagai d. Syarat marhun, menurut pakar fiqh, jenis
jaminan atas utang selama ada dua kemungkinan, barang yang dijadikan agunan adalah:
untuk mengembalikan uang itu atau mengambil pertama, barang jaminan (agunan) itu
sebagian benda itu6. boleh dijual dan nilainya seimbang de-
Gadai menurut ulama Syafi’iyah yaitu ngan utang. Kedua, barang jaminan itu
menjadikan sesuatu (harta) pegangan (jaminan) dinilai harta dan boleh dimanfaatkan.
bagi sesuatu utang yang boleh digunakan untuk Karena khamar tidak boleh dijadikan ba-
melunasi jika pengutang gagal melunasinya. rang jaminan dan khamar tidak terma-
Sedangkan definisi gadai menurut ulama Maliki suk ke dalam harta bernilai, juga tidak
adalah se­suatu barang yang bernilai yang ­diambil bermanfaat dalam Islam, maka khamar
dari pemiliknya sebagai pegangan atau jaminan tidak sah bila dijadikan barang jaminan.
bagi sesuatu utang yang lazim yaitu suatu akad Ketiga, barang jaminan itu jelas. Keempat,
yang membolehkan memegang harta seperti agunan itu milik sah orang yang ber­
harta tak alih, binatang, barang dagangan, atau utang. Kelima, barang jaminan itu tidak
manfaat (yang boleh diambil tempo atau pekerja­ terkait dengan orang lain. Keenam, ba-
an) me­ngaitkan dengan utang. Ulama Hanabilah rang jaminan itu merupakan harta yang
mendefinisikan bahwa gadai merupakan harta utuh, tidak bertebaran dalam beberapa
5
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. tempat dan ketujuh, barang jaminan itu
Grafindo Persada, 2000), h.105. boleh diserahkan baik materinya mau-
6
Masyfuk Zuhdi, Masail fiqhiyah (Jakarta: CV. pun manfaatnya.
Haji Masagung, 1997), h.122.

Hasneni Tradisi Lokal Pagang.....


72
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

Pada dasarnya gadai menurut Islam, hu­ untuk perkara-perkara yang berhubungan dengan
kumnya adalah boleh (jaiz). Hal ini berdasarkan gadaian ditanggung oleh pemilik barang jaminan
firman Allah SWT yang berbunyi: (penggadai), karena syara’ telah menetapkan se-
gala untung rugi menjadi tanggungan penggadai.
Hal ini berdasarkan sabda nabi yang berbunyi:

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan


bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang ­penulis, maka hen-
daklah ada barang tanggungan yang dipegang Artinya: “Dari Abu Hurairah, bahwa
(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika seba- Rasulullah Saw bersabda: gadaian itu tidak
gian kamu mempercayai sebagian yang lain, menutup akan yang punya dari manfaat ba-
maka hendaklah yang dipercayai itu menunai­ rang itu, faedahnya kepunyaan dia, dan dia
kan amanatnya ­(hutangnya) dan hendaklah ia wajib mempertanggungjawabkan segalanya
bertaqwa kepada Allah Tuhannya… (QS Al- (kerusakan dan biaya)”. (HR. Ibnu Majah).
Baqarah : 283). Bagaimanapun mereka tidak sependapat
Berdasarkan ayat di atas dapat disimpulkan mengenai jenis perbelanjaan yang mesti ditang­
bahwa bagi yang memberi utang dan yang ber­ gung oleh rahin. Ulama Hanafiah berpendapat
utang dalam bepergian dan tidak mendapatkan juru bahwa tagihan perbenlanjaan yang mesti ditang-
tulis (notaris), maka untuk ­memudahkan jalannya gung oleh rahin, sebagai pemilik barang gadai dan
muamalah ini yang disertai dengan ada­nya ­jamin­an oleh murtahin sebagai orang yang bertanggung-
kepercayaan, dalam hal ini Islam memberikan jawab menjaganya adalah sebagai berikut: segala
keringan­ an dalam melakukan transaksi lisan dan perbelanjaan yang diperlukan untuk kepentingan
juga harus menyerahkan ­barang tanggung­an kepa- barang gadai hendaklah ditanggung oleh rahin,
da yang memberi utang sebagai jamin­an bagi utang karena barang tersebut hak-milliknya dan segala
tersebut. Barang jaminan tersebut harus dipelihara perbelanjaan untuk memelihara barang gadaian
dengan sempurna oleh pemberi utang. Dalam hal ini hendaklah ditanggung oleh pegadai (murtahin),
orang yang berutang adalah memegang amanat be- karena ia yang berhak memegangnya maka ia ter­
rupa utang sedangkan yang berpiutang memegang ikat dengan perkara-perkara yang berkaitan.
amanat yaitu barang jaminan. Maka kedua-duanya Dalam hal ini penggadai (rahin) bertang-
harus menunaikan amanat masing-masing sebagai gungjawab untuk menyediakan atau membayar
tanda taqwa kepada Allah SWT. biaya makanan, minuman dan pengembala jika
Sedangkan kebolehan gadai berdasarkan barang jaminannya berupa binatang ternak dan
hadist yaitu berpegang pada hadist Nab saw: juga bertanggungjawab atau membayar biaya
penyiraman, pembersihan, perparitan dan cukai
‫اَّلل عَلَ ْي ِه َو َس ه ََّل ْاش َ ََتى‬
ُ ‫اَّلل َعْنْ َا َأ هن النه ِ هِب َص هَّل ه‬ َ ِ ‫َع ْن عَائِشَ َة َر‬
ُ ‫ِض ه‬ jika barang jaminan berupa tanah karena semua
itu merupakan biaya dan perbelanjaan harta yang
)‫ (ر َوا ُه البخاري‬.‫ِم ْن َيَ ُو ِد ٍّي َط َعا ًما ا ََل َأ َج ٍّل َو َر َهنَ ُه ِد ْرعَ ُه‬ mesti ditanggung oleh pemilik barang.
ِ
Artinya: “Dari Aisyah ra, bahwa Nabi Pegadai juga bertanggung jawab menye-
Saw pernah membeli makanan dari orang diakan atau membayarkan biaya upah menjaga, dan
Yahudi dan ia menggadaikan baju b ­ esinya.” tempat pemeliharaan, seperti sewa kandang, sewa
(HR. Bukhari ) tempat simpanan karena sewa pemiliharaan barang
Dari hadist di atas dapat dipahami bahwa gadaian adalah tanggung jawabnya. Berdasarkan
bermuamalah dibenarkan juga dengan ­non-muslim tanggung jawab tersebut, pegadai tidak ada hak
dan harus ada jaminan sebagai ­pegangan, ­sehingga untuk mengenakan syarat dalam aqad gadaian ba-
tidak ada  kekhawatiran bagi yang memberi pin- yaran upah mesti kepadanya untuk ­ memelihara
jaman.Sedangkan kebolehan gadai yang ­terakhir barang gadaian, karena tanggung jawab tersebut
yaitu berdasarkan ijma’ yang me­nyatakan bahwa adalah kewajibannya. Tidak ada bayaran upah
gadai hukumnya boleh dan tidak pernah memper- dikenakan pada perkara yang diwajibkan. Ulama
tentangkan tentang hukum mubah gadai dan lan- Maliki, Syafi’I, dan Hanbali, (jumhur) berpendapat
dasan hukumnya. bahwa semua perbelanjaan dan bayaran perkara-­
Para fuqaha sepakat mengatakan bahwa perkara yang berkaitan barang gadaian mestilah
segala perbelanjaan atau biaya yang dikeluarkan ditanggung oleh penggadai (rahin).

Hasneni Tradisi Lokal Pagang.....


73
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

Gadai dalam Adat Minangkabau 3. Gadai jangka waktu larang tebus terjadi apa-
Sedangkan istilah gadai pada orang bila antara penggadai dengan penerima gadai
Minangkabau disebut manggadai pada orang Jawa ditentukan, bahwa untuk jangka waktu ter-
disebut “adol sende” pada orang Sunda disebut tentu penggadai dilarang menebus ­tanahnya.
­gajual akad gade, pada orang Batak disebut ­“dondon Dengan demikian maka, apabila jangka waktu
atau sindor”. Istilah-istilah ini dulu oleh orang tersebut telah lalu menjadi gadai biasa.
Belanda diterjemahkan dengan istilah: verkoop 4. Gadai jangka waktu wajib tebus, yakni gadai
met beding van werder inkoop” (menjual dengan dimana oleh penggadai dan penerima gadai
syarat untuk membeli kembali), istilah ini muncul ditentukan, bahwa setelah jangka waktu ter-
­karena salah pengertian tentang istilah jual dalam tentu, tanah harus ditebus oleh penggadai.
kata jual gadai menurut hukum adat. Apabila tanah tersebut tidak ditebus, maka
Perkataan jual menurut hukum adat ber­arti hilanglah hak penggadai atas tanahnya, se-
menyerahkan (over dragen) jadi tidak identik dengan hingga terjadi jual lepas.
perkataan verkoop dalam bahasa Belanda. Dalam Praktek Pagang Gadai di Minangkabau
perkataan verkoop tersinggung pengertian ber- Dalam masyarakat hukum adat baik dalam
pindahnya hak milik. Dilain pihak istilah verkoop masyarakat teritorial yang berdasarkan garis
seolah-olah pihak pertama terikat pada suatu keturunan “patrilineal” maupun “matrilineal” se-
jangka waktu, yang berarti bilamana jangka waktu perti Minangkabau, tanah mempunyai k­ edudukan
telah lewat maka pihak kedua menjadi pemilik yang sangat penting, karena tanah merupakan
tanah yang bersangkutan, sedang dalam lembaga satu-satunya kekayaan yang tetap dan sebagai
jual gadai tidaklah demikian halnya. Kemudian pengikat kaum. Hubungan yang erat antara ma-
di bawah pengaruh C. Van Vollenhoven istilah nusia dengan tanah bersumber kepada p ­ andangan
itu diterjemahkan dengan istilah grondverpanding yang bersifat “religio magis”. Sehingga menimbul-
(gadai tanah). kan hak bagi masyarakat hukum adat tersebut
Dengan demikian jual gadai di ­Minangkabau untuk menguasai, memanfaatkan dan memungut
adalah suatu transaksi di mana seseorang menye­ hasil dari tumbuh-tumbuhan yang hidup diatas­
rahkan sebidang tanah kepada seorang lain ­dengan nya, serta berburu binatang yang hidup diatasnya
menerima sejumlah uang tertentu dengan ketentu­ dan mempertahankannya. Hak ini didasari oleh
an bahwa tanah tersebut akan kembali kepada fatwa adat yang menyatakan:
pihak pemilik tanah, dengan mengembalikan “Rumpuik nan sahalai,
­jumlah uang yang diterimanya dari pihak kedua. (rumput yang sehelai)
Jadi dalam jual gadai terdapat dua pihak, pihak Bilalang nan saikua,
yang menyerah­kan tanah, atau pihak pemberi gadai (belalang yang seekor)
dan pihak kedua adalah pihak ­menerima tanah atau Tanah nan sabingkah,
pihak penerima gadai. Pihak penerima gadai inilah (tanah yang sebingkah)
Penghulu nan punyo,
yang harus menyerahkan sejumlah uang tertentu. (penghulu yang punya)
Pada prinsipnya dalam gadai tanah ­waktu
penebusan terserah kepada penggadai tanpa ada Tanah dalam masyarakat hukum adat
batas waktu atau daluarsa bahkan hak untuk me- Minangkabau merupakan harta kekayaan yang
nebus berpindah kepada ahli waris si pemberi selalu dipertahankan, karena wibawa kaum akan
gadai kecuali diperjanjikan lain. ­sangat ditentukan oleh luasnya tanah yang ­dimiliki,
Berdasarkan waktu penebusannya, maka begitu juga halnya dalam menentukan asli atau ti-
jenis gadai itu dapat dibedakan atas: daknya seseorang (suatu kaum) berasal dari suatu
1. Gadai biasa, disini gadai tanah dapat ditebus daerah. Asli atau tidaknya seseorang berasal dari
oleh sipenggadai setiap saat, pembatasan­ suatu daerah ditandai dengan:
“Ado tapian tampek mandi,
nya adalah 1 tahun panen atau apabila ­diatas (ada tepian tempat mandi)
tanah masih terdapat tumbuh-tumbuhan Ado basasok bajarami,
yang belum dipetik hasil-hasilnya. (ada sawah yang menghasilkan)
2. Pada gadai jangka waktu, biasanya dibedakan Ado bapandam pakuburan,
antara gadai jangka waktu larang tebus dengan (ada tanah yang khusus digunakan untuk
gadai jangka waktu wajib tebus. Deskripsinya makam keluarga)”.
adalah, sebagai berikut :
Hasneni Tradisi Lokal Pagang.....
74
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

Hak masyarakat persekutuan atas tanah berdasarkan pencariannya, pembelian, taruko


(Beschiking recht) di Minangkabau dinamakan de- (pembukaan tanah baru), dan lain sebagai-
ngan manah, tetapi dengan masuknya pengaruh nya yang telah diwariskan.
Islam, kemudian istilah ini menjadi “Hak Ulayat 5. Hak atas tanah harta pencarian yaitu hak
Penguasaan tanah di dalam masyarakat hukum atas tanah yang diperoleh seseorang dengan
adat Minangkabau terlihat dalam tiga tipe dasar pembelian, taruko, atau berdasarkan hasil
penguasaan atas tanah, yaitu penguasaan oleh ­usahanya sendiri dengan tanpa melalui pe-
kelompok (nagari), komunal (kaum), dan per­ warisan terlebih dahulu.
orangan (pribadi). Bentuk hak atas tanah ini di m ­ asyarakat
Timbulnya tipe atau jenis penggunaan ini hukum adat Minangkabau memperlihatkan
disebabkan oleh adanya ketentuan adat yang hubungan timbal balik antara satu dengan yang
membedakan antara harta pusaka (ancestral pro­ lainnya. Hubungan timbal balik ini terlihat dengan
perty) dengan harta pencarian (self earned property). terjadinya perubahan status tanah yang ­disebabkan
Dalam perkembangannya kedua jenis harta ini oleh intensifnya penguasaan atau ditinggalkannya
lebih lanjut akan menentukan sistim pewarisan tanah yang telah dikuasasi oleh seseorang.
dan tipe penguasaanya. Di masyarakat hukum adat Minangkabau
Masyarakat matrilineal Minangkabau meng­ yang berkuasa atas tanah adalah mamak. Mamak
anut sistim pewarisan yang bersifat komunal (ber- bertugas dan bertanggung jawab di dalam me-
sama). Pemilikan tanah ini akan sangat penting melihara, mengurus, dan mempertahankan tanah
artinya dalam pemeliharaan kelompok bersama yang dikuasasi kaumnya, dan jika perlu menam-
(ikatan kekerabatan matrilineal). Hal ini menye- bah dari hasil-hasil pencarian (usaha pribadi
babkan masyarakat hukum adat Minangkabau mamak). Bertanggung jawab disini bukanlah
sulit sekali melepaskan hubungan dengan tanah, berarti bahwa mamak sebagai pemiliknya, yang
walaupun arealnya sedikit. Bila diperhatikan berstatus sebagai pemilik atas tanah di dalam ma-
dalam masyarakat hukum adat Minangkabau, syarakat hukum adat Minangkabau adalah wanita,
maka hak-hak atas tanah akan meliputi : sehingga pewarisannya pun dilakukan menurut
1. Hak ulayat nagari, yaitu hak nagari atas garis keturunan wanita.
tanah yang dipergunakan untuk ­kepentingan Tanggung jawab mamak di dalam ­menjaga
umum atau untuk menyelenggarakan ke- keutuhan tanah yang dikuasai oleh kaumnya,
pentingan umum, yang dikuasai oleh peng- harus dilaksanakan demikian ketat, karena tanah
hulu-penghulu nagari secara bersama-sama tidak boleh dipindah tangankan. Pemindah
seperti tanah untuk tempat ibadah, balai adat tangan­an tanah baru boleh dilaksanakan apabila
dan lain sebagainya. ada keadaan yang mendesak, yaitu dalam hal yang
2. Hak ulayat suku, yaitu hak yang dimiliki dan akan membahayakan atau akan mendatangkan
dikelola oleh suatu suku secara turun te­ aib bagi keluarga matrilinealnya, antara lain :
murun, yang dikuasai oleh penghulu dalam 1. Memperbaiki rumah besar yang bocor.
persekutuannya untuk kepentingan suku 2. Mengawinkan anak gadis yang telah dewasa
tersebut dan hanya anggota suku itu saja atau janda.
yang dapat mempergunakannya. 3. Memakamkan mayat.
3. Hak atas tanah pusaka tinggi, yaitu hak atas 4. Menegakkan adat yang tidak berdiri
tanah yang dimiliki oleh suatu kaum yang Dalam melakukan pemindah tanganan
merupakan milik bersama (komunal) dari tersebut harus sesuai aturan pusako salingka suku
seluruh anggota kaum yang diperoleh secara (pusaka satu lingkar suku) maksudnya hanya
turun temurun dan selalu berada di bawah boleh memindahkan kepada anggota kaum yang
kekuasaan penghulu pucuk atau Datuk se- ada di dalam suku yang sama, dan tidak boleh
bagai “Mamak Kepala Waris” atau Mamak dilaksanakan keluar suku. Pemindahan di dalam
pemegang waris, yang ditujukan untuk ke- suku itupun harus memperhatikan tingkatan,
pentingan kaum. yaitu jarak kekerabatan:
4. Hak atas pusaka rendah, yaitu hak atas Jarak sajangka, (jarak sejengkal)
tanah yang diperoleh seseorang atau suatu Jarak saheto, (jarak sehasta)
paruik (perut) berdasarkan pemberian hibah Jarak sadapo, (jarak sedepa)
Jarak saimbauan (jarak batas teriakan)
maupun yang dipunyai oleh suatu keluarga

Hasneni Tradisi Lokal Pagang.....


75
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

Maksudnya harus dicari setelah terlebih da- diharapkan dikemudian hari tanah mereka itu
hulu anggota keluarga yang paling dekat seperti masih dapat ditebus dan kehormatan mereka se-
dengan keluarga ibu terlebih dahulu, tetapi jika bagai masyarakat suku di daerah itu masih tetap
tidak ada, diberikan kepada keluarga setingkat diakui keberdaannya, karena secara formal mereka
dengan nenek, jika masih tidak ada yang mampu masih punya tanah.
baru dicari kepada anggota kaum dari saudara Dilihat dari segi keberadaan harta yang di-
nenek, dan begitu seterusnya. Karena umum- gadai di tangan pemegang gadai, ada tiga jenis
nya tanah di Minangkabau adalah tanah pusaka gadai yaitu:
­(pusaka tinggi atau pusaka rendah) maka untuk 1. Sando atau sandro (sandera), yaitu menggadaikan
menggadaikan tanah tersebut harus mendapat harta yang akan di tebus sewaktu-waktu, seku-
persetujuan dan kesepakatan seluruh ahli waris rang-kurangnya ditebus setelah sekali panen.
tanah itu, di samping harus pula mendapat per- 2. Sando kudo atau sandaro kudo (sandera kuda);
setujuan atau disaksikan oleh Kepala Suku atau yaitu yaitu menggadaikan harta yang tidak
Penghulu. mungkin dapat di tebus kembali karena telah
Kesepakatan atau persetujuan bersama beberapa kali dipadalam (diperdalam), yakni
baru dapat dicapai bila diketemukan hal-hal se- uang gadaian itu sudah beberapa kali ditam-
bagai berikut ini: bah sehingga telah semakin banyak, sehingga
1. Rumah gadang katirisan, artinya rumah adat jika akan ditebus nilainya sudah sangat tinggi.
sudah rusak, perlu disisip atau diperbaiki, Dalam keadaan seperti ini lebih baik mema-
sedangkan uang simpanan suku tidak ada gang sawah orang atau sawah orang lain yang
diwaktu itu. luasnya sama tetapi harganya lebih rendah.
2. Gadih gadang atau jando alun balaki, artinya ada 3. Selamanya, bagai salamo matohari, bulan dan
gadis atau janda yang sudah patut dikawin­ bintang berada, salamo awan putiah, salamo gagak
kan, tetapi ongkos tidak ada untuk mengisi hitam, salamo aia ilia. (selama matahari, bulan
adat dan untuk perhelatan perkawinan itu. dan bintang beredar, selama awan putih, se-
3. Mayik tabujua ditangah rumah, artinya tanah itu lama gagak hitam, selama air mengalir).
boleh digadaikan untuk menutupi biaya kema- Dari ketiga jenis gadai tersebut dapat dipa-
tian, penguburan, kenduri, dan ­sebagainya, apa hami bahwa timbulnya gadai itu disebabkan tran-
lagi kalau yang meninggal seorang penghulu. saksi hutang piutang. Sesorang yang memerlukan
4. Managakkan batang tarandam, artinya adat tidak biaya meminjam uang kepada seseorang dalam
berdiri pada kaum atau rumah itu sudah perlu bentuk nilai emas kemudian ia gadaikan atau ia
didirikan penghulu atau sudah lama pusaka serahkan tanahnya kepada si pemilik uang (yang
penghulu terbenam saja, karena biaya untuk dikenal dengan pemagang). Untuk selanjutnya
mengisi adat pada nagari tidak cukup. selama uang belum di kembalikan tanah menjadi
Kalau bertemu salah satu dari syarat yang sandaran si pemagang, dan pemagang diboldap
4 (empat) maka indak kayu janjang dikapiang, indak hak (piutang) bebas menggarap dan mengambil
ameh bungka diasah (tidak kayu, tangga dari kayu hasil dari tanah atau sawah tersebut. Maka sejak
dikeping, tidak emas bungkal diasah. Artinya kalau saat itu hilanglah hak pemilik sawah atau tanah
tidak ada persedian dalam lumbung padi, tidak pula untuk memanfaatkan tanah miliknya itu sampai
ada tanaman tua yang dapat dipajadi pitih (dijadikan dapat menebus hartanya tersebut.
uang), waktu itu apa boleh buat, harta itu sendiri Demikian syarat-syarat yang perlu untuk
boleh digadaikan misalnya sawah atau ladang. dapat digadaikannya tanah di Minangkabau.
Menggadai bukan memindahmilikan ­seperti Tetapi dalam kenyataan yang terlihat sekarang,
halnya dalam jual beli. Dengan menggadaikan sesuai dengan kemajuan dan perkembangan ma-
tanahnya sipemilik tidak kehilangan atas kepemi- syarakat, di Minangkabau ada orang yang meng-
likannya. Hal ini dimaksudkan karena masyarakat gadaikan tanahnya bukan karena seperti hal-hal
Minangkabau yang menganut sistem kepemilikan tersebut di atas, misalnya:
komunal pada dasarnya tidak mengenal kepemi- a. Untuk menutupi ketekoran dagang.
likan individual. Terutama dalam harta bersama, b. Untuk keperluan biaya pengobatan.
jika harta itu dapat diperjual belikan akan dapat c. Untuk biaya pendidikan anak.
mengatasinya tanpa terancam untuk menjadikan d. Karena kaumnya telah punah atau hampir
anak cucunya akan menjadi orang miskin. Karena punah.

Hasneni Tradisi Lokal Pagang.....


76
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan Mancaliak contoh ka nan sudah


bahwa pada pokoknya orang menggadaikan (melihat contoh pada yang sudah)
tanahnya adalah sebagai sumber kredit. Dan Maambiak tuah ka nan manang
kredit yang diperoleh dengan jalan menggadaikan (mengambil tuah pada yang menang)
tanah itu bukan digunakan untuk yang bersifat Semua pepatah ini memperingatkan bahwa
produktif, melainkan untuk konsumtif. tindakan-tindakan yang dilakukan jangan sampai
Dan kredit itu dikonsumir bukan untuk membawa kesengsaraan. Berdasarkan contoh ke-
memenuhi kebutuhan primer, melainkan untuk pada yang sudah dan tuah kepada yang menang.
menutup apa yang dianggap memalukan atau Memang menggadaikan tanah itu merupakan
untuk kenduri kematian, untuk menegakan peng­ suatu perbuatan yang merugikan bagi kaum yang
hulu, dan sebagainya. Yang kesemuanya itu tidak menggadaikannya, apa lagi kalau menggadaikan
lain adalah untuk menjaga prestise dalam masya- itu hanya semata-mata untuk menutupi apa yang
rakat. Dengan kata lain, demi untuk menjaga pres- dianggap memalukan.
tise dalam masyarakat tidak apa tanah digadaikan. Memang banyak orang Minangkabau
Sebenarnya cara-cara atau paham-paham seperti sendiri juga menyalahkan tafsirkan pepatah-pepa-
ini tidak sesuai dengan hukum adat Minangkabau tah adat itu yang merupakan sumber hukum adat
sendiri, karena walaupun ada dibukakan pintu Minangkabau, hingga dalam pelaksanaannya
atau syarat-syarat yang membolehkan menggadai- menyimpang dari tujuan sebagai contoh, m ­ isalnya
kan tanah seperti itu yang disebut di atas, namun pepatah yang berbunyi:
untuk dilaksanakan diperlukan syarat-syarat lain “Titian biaso lapuak,
dimana menurut pepatah adat juga dikatakan se­ (jembatan biasa rapuh)
Janji biaso mungkie,
suatunya hendaklah: (janji biasa mungkir)”.
Ingek sabalun kanai,
(Ingat sebelum kena) Sebenarnya maksudnya adalah Titian Binaso
Kulimek sabalun abih. Lapuak, Janji Binaso Mungkie. Maksud pepatah
(Hemat sebelum habis) ini adalah karena titian itu biasa juga mengalami
Adat badun sanak mamaga dunsanak kelapukan, maka dalam meniti titian itu hendak-
(Adat bersaudara menjaga saudara) lah hati-hati, jangan sampai terperosok kedalam
Adat bakampueng mamaga kampueng kali yang diseberangi. Begitu pula janji itu sering
(Adat berkampung menjaga kampung)
Adat banagari mamaga nagari, pula yang dimungkiri orang, oleh sebab itu dalam
(Adat bernagari menjaga nagari) mengikat janji haruslah hati-hati apakah janji bisa
Adat babangso mamaga bangso, ditepati atau tidak. Janganlah diadakan janji-janji,
(Adat berbangsa menjaga bangsa) sedangkan untuk memenuhinya belum bisa.
Pepatah ini berarti bahwa dalam ­menjalankan Dalam sistim hukum adat Minangkabau
segala sesuatu itu haruslah diutamakan kesela­ telah lama dikenal adanya lembaga pagang gadai
matannya. Jangan untuk prestise dimata ­masya­rakat, ini. Jenis hubungan hukum ini sangat dominan
­dunsanak (saudara) jadi miskin jadinya, dimana tanah sekali adanya di Minangkabau. Hal ini mungkin
telah digadaikan sedangkan tanah itu adalah sumber disebabkan karena untuk menjual lepas dari pada
makanan anak kemenakan. harta pusaka itu dalam sistem pewarisan masya-
Memang system adat Minangkabau meng- rakat matrilineal atau keibuan dilarang sekali. Di
utamakan berbuat sosial, berperasaan kema- samping itu dalam proses penggadaian tanah pu-
syarakatan, tetapi adat menyatakan pula bahwa saka tinggi pun prosedur pelaksanaanya tidaklah
yang demikian itu baru dapat dilaksanakan mudah, akan tetapi sudah diatur sedemikian rupa
dalam keadaan ekonomi yang baik, seperti bunyi oleh sistem hukum adat Minangkabau itu sendiri.
­pepatah Minang: Dalam hal menggadai terutama sekali harta
Majilih ditapi aie, (majelih ditepi air) pusaka tinggi harus ada persetujuan dan kesepa-
Mardeso diparuik kanyang katan dari semua ahli waris dan disaksikan oleh
(mardeso di perut kenyang) kepala suku atau penghulu. Pada umumnya tanah-
Nan elok dipakai tanah di Minangkabau adalah merupakan tanah
(yang Baik dipakai) pusaka. Maka dalam menggadaikan tanah itu
Nan buruk dibuang
(yang buruk dibuang) tidak bisa untuk hal-hal yang sembarangan saja.
Persetujuan itu baru akan dapat diperoleh atau

Hasneni Tradisi Lokal Pagang.....


77
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

didapat setelah adanya kesepakatan dari ­keluarga dari satu kaum, tetapi dia tinggal dinagari lain dan
seperti memperbaiki rumah besar yang bocor, telah menjadi orang nagari tersebut. Terjadinya
mengawinkan anak gadis yang telah dewasa atau gadai ini yaitu seseorang anggota kaum yang sa-
janda, memakamkan mayat dan menegakkan adat ngat memerlukan uang, sedangkan dalam kaum
yang tidak berdiri. Sebelum melakukan perbuat­ itu sendiri dia tidak dapat mengusahakannya, maka
an penggadaian atas tanah maka terlebih dahulu anak kemenakan itu dapat mengadaikan harta pu-
dipenuhi berbagai ketentuan. Adapun ketentuan saka tersebut kepada orang lain atas kesepakatan
yang dimaksud adalah sebagai berikut: anggota kaum dan penghulunya.
Mula-mula dicarikan terlebih dahulu orang- Tinjauan Hukum Islam terhadap Pagang
orang diantaranya kaum itu sendiri yang akan Gadai Minangkabau
nantinya akan bertindak sebagai pemegang gadai.
Artinya disini adalah dicarikan kaum keluarga Falsafah adat bersendi syara’, syara’ ­bersendi
yang terdekat. Apabila orang satu kaum tidak ada, kitabullah benar-benar telah memposisikan
baru dicarikan orang yang sesuku dengan pemilik Sumatera Barat sebagai wilayah yang dipandang
ulayat, dan apabila orang yang sesuku juga tidak sarat dan kental nuansa keislamannya dan seakan
ada maka dicarikanlah orang-orang yang ada telah merasuk dalam setiap lini kehidupan sosial-
dalam satu nagari. nya. Bahkan, predikat wilayah serambi Mekkah
Setelah ada pesesuaian antara pemegang juga sudah begitu melekat dalam berbagai pem-
gadai dan pemberi gadai, terlebih dahulu harus bicaraan yang seakan tengah mensejajarkannya
dimintakan persetujuan dari seluruh ­ anggota dengan Aceh Darussalam. Oleh karena itu, ber-
susukan atau kaum pemilik ulayat. Biasanya bagai pengkajian soal Sumatera Barat sulit sekali
untuk melakukan perbuatan gadai tanah ulayat untuk dilepaskan dari penglihatan sisi keislaman-
ini kaum atau suku diwakili oleh penghulunya. nya. Hampir saja tema sosial yang lahir dari negeri
Selain dari anggota masyarakat, persetujuan juga ini adalah Islam itu sendiri.
harus didapatkan dari mamak kepala waris yang Tanah sebagai sebagai salah satu pendukung
bersangkutan. Jika persetujuan tidak didapatkan sosialnya juga tidak terlepas dari pengkajian pakar
maka gadai tidak dapat dilaksanakan. dalam perspektif Islam. Muchtar Naim telah
Apabila izin sudah diperoleh dari seluruh meng­awalinya pada tahun 1968 dan menduduk-
anggota kaum atau suku dan dari mamak ­kepala kan ­ masalah ini. Pada masa-masa ­ berikutnya,
warisnya, maka barulah gadai dapat dilakukan ­interaksi masyarakat adat Minangkabau dengan
menurut harga yang telah disepakati oleh kedua tanahnya dalam konteks tanah sebagai objek
­
belah pihak. Adapun pelaksanaan gadai itu harus bisnis juga tidak luput dari pengkajian orang.
dilakukan dihadapan kepala Nagari dan dibuatkan Pagang gadai adalah tema yang paling se­ring diba-
surat gadainya. Surat gadai itu selain ditanda ta­ has orang Minangkabau karena sampai kini prak-
ngani oleh kedua belah pihak yang bersangkutan, tek tersebut masih tetap eksis diterapkan orang.
juga harus menyertakan tanda tangan dari mamak Fiqh sengaja dijadikan media analisis karena
kepala waris yang berasal dari pihak pemberi sifat fleksibilitasnya yang selalu bisa menjangkau
gadai dan pihak pemegang gadai dan juga d­ isertai praktek dan praksis masyarakat penggunanya. Dan
dengan saksi-saksi, yang terdiri dari anggota-ang­ biasanya, corak keberagamaan sebuah masyarakat
gota kaum yang diketahui oleh Kepala Nagari salah satunya diukur dari pelaksanaan fiqh sosial­
dari kedua belah pihak yang melakukan perbuat­ nya. Apalagi, seperti di awal disampaikan bahwa
an gadai tanah ulayat. nuansa keislaman masyarakat ini adalah begitu
Pelaksanaan gadai menurut hukum adat kental hingga masuk ke wilayah adatnya. Banyak
adalah timbul dari suatu perjanjian yang bersifat interaksi yang dilakukan oleh masyarakat Sumatera
tolong menolong, berfungsi sosial, sebab keba­ Barat yang dikenal sebagai suku Minangkabau ter-
nyakan orang yang mengadaikan dan si ­pemegang hadap tanahnya. Interaksi tersebut dimulai dari se-
gadai adalah orang yang masih sekaum, sesuku, jarah asal suku Minangkabau, batas wilayah yang
dan sejauh-jauhnya adalah senagari. Jarang di temui masuk dalam kategori bersuku Minangkabau, in-
gadai itu dilakukan oleh persekutuan hukum yang teraksi penguasaan tanah, interaksi kepemilikan
berbeda nagari, kalau ada itu adalah merupakan tanah, proses dan bentuk pewarisan tanah, hingga
pengecualian, yang mungkin saja karena ada­nya ke persoalan tanah sebagai pagang gadai.
hubungan perkawinan atau merupakan belahan

Hasneni Tradisi Lokal Pagang.....


78
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

Dalam banyak suku, tanah merupakan inti Semua kitab fiqh umumnya menyebut de-
simbolitas keberadaan komunitas tersebut. Tanah ngan ar-rahn saja. Kebolehan ini didukung pula
akan melekat dengan suku yang mendia­ mi­nya oleh praktik Nabi Saw yang menggadaikan baju
seperti tanah Jawa, tanah Sunda, tanah Minang. besinya untuk pinjaman konsumtif beliau (HR.
Ranah Minang salah satunya juga dapat dimaknai Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah). Sebagian
dengan tanah Minang dalam berbagai aspeknya. ulama mensyaratkan gadai/rahn boleh bila dalam
Istilah bakampung banagari, bakorong bajurai ada- keadaan bepergian, tapi secara umum ulama mem-
lah wujud interaksi orang Minang dengan tanah­ bolehkan praktik Ar-Rahn ini tanpa memandang
nya. Interaksi ini menandakan betapa strategisnya keadaan, dan nyatanya gadai yang dilakukan Nabi
posisi tanah bagi komunitas yang menguasainya. Saw sendiri dalam posisi tidak dalam bepergian.
Pada awal peradaban, tanah lebih dekat Ar-Rahn pada dasarnya adalah akad tabar-
sebagai simbol kekuasaan wilayah daripada sim- ru’ lit-ta’âwun (tanpa pamrih dengan motif to-
bol kekayaan individual. Alquran sendiri menyitir long menolong) sebagai jaminan adanya hutang
anak, istri, perhiasan dari emas dan perak, ternak piutang. Karena prinsipnya adalah tolong meno-
dan kuda perang sebagai simbol kekayaan serta long, maka tidak boleh mengambil keuntungan
memposisikan harta dengan anak sebagai sejajar sedikitpun dari akad tersebut, termasuk upaya
dalam ayat lainnya. Peradaban serupa juga ­terjadi pemanfaatannya. Penambahan keuntungan dari
di Minangkabau. Bahkan, seiring munculnya akad tersebut termasuk dalam kategori riba. Ini
nilai tanah sebagai harta dengan wujud merebak­ adalah logika yang dikembangkan dari konsep
nya kepemilikan tanah oleh individual melalui tabarru’. Hanya saja, ada hadis yang menjelas-
pengaplingan, di Minang dengan sistem adat kan bahwa ketika rahn itu berupa binatang, maka
matrilinelnya, tanah tidak bisa dimiliki atau dika- boleh saja pemegang rahn memanfaatkannya
pling oleh individu tapi dikuasai oleh komunal. untuk dikendarai atau diambil susunya sejauh si
Perempuan selain sebagai punjer keturunan atau pemegang rahn menjalankan fungsi pemeliharaan
nasab kesukuan, mereka juga sebagai pihak yang dan perawatan (nafaqah) (HR. Bukhari, Tirmidzi,
memiliki fungsi strategis dan prioritas sebagai pe- Abu Dawud dari Abu Hurairah).
megang hak milik, hak pakai, waris dalam tanah Dalam penjelasannya, Jumhur ulama dan
ulayat dan limpapeh rumah gadang. hukum Islam melarang pemilik barang gadai untuk
Kendati berada dalam kekuasaan perem- memanfaatkan barang gadai kecuali ada izin dari
puan, tapi tanah tidak bisa diperjual belikan dan pemegang gadai karena hak menahan barang gadai
bila terjadi, maka akan menjadi aib bagi suku yang itu selamanya ada pada pemegang gadai. Bahkan,
melakukan­ nya. Tanah seharusnya tidak terjual Malikiyyah lebih tegas lagi melarang pemanfaatan
pada orang asing di luar suku. Jual beli itu pun tersebut oleh pemilik meski ada izin dari pemegang
akan dilakukan dengan sangat alot sekali karena gadai dan memandang bahwa izin tersebut akan
harus melalui persetuju­an semua pihak baik kaum membatalkan akad gadai. Dalam konteks lain, ada
perempuan maupun ­ laki-laki tanpa terkecuali. hadis yang menjelaskan bahwa kendati penguasa­
Jadi, di saat banyak bangsa sudah ­memberlakukan an objek rahn ada pada pemberi piutang, namun
kepemilikan individual atas tanah, dalam ma- orang yang berhutang tidak boleh dihalang-halangi
syarakat Minangkabau masih mempertahankan untuk memanfaatkan objek rahn tersebut.
kepemilikan komunal demi kemaslahatan masa Dari beberapa pendapat di atas dapat diam-
depan anak-anak dan kemenakan dalam satu suku bil pemahaman bahwa menurut fikih ­muamalah
dan kaum. aqad rahn merupakan aqad yang mengikut ­kepada
Pagang gadai diyakini sebagai gadai biasa aqad hutang piutang. Objek yang dijadikan jamin­
pada objek-objek harta bergerak (manqûl) pada an berfungsi sebagai dasar kepercayaan yang
awalnya. Namun, seiring dengan dominasi ­diberikan oleh yang berhutang kepada yang ber-
mamak, munculnya kepemilikan individu, atau piutang. Seandainya pada waktu yang ditentu­kan,
penguasaan dominatif oleh perempuan atas yang berhutang tidak mampu melunasi h ­ utangnya,
tanah, pagang gadai pun berlaku untuk tanah maka jaminan itu dapat di jual untuk membayar
(‘uqqâr). Pagang gadai adalah terjemahan langsung hutang itu dengan sebahagian atau seluruh harga
dari Rihân Maqbûdhah yang dijadikan dasar dan jual barang jaminan tersebut.
acuan diperbolehkannya gadai dalam al-Quran Aqad hutang yang disertai dengan jaminan
Surat Al-Baqarah 283. perbolehkan bahkan dianjurkan didalam Islam.

Hasneni Tradisi Lokal Pagang.....


79
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

Seperti disinyalir dalam Surat al Baqarah ayat 283. memanfaatkan barang jaminan itu, karena barang
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan itu bukan miliknya secara penuh. Hak pemegang
(melakukan muamalah tidak secara tunai), jaminan menahan barang jaminan itu dan ia dapat
sedangkan kamu tidak menemukan seorang menjual harta itu untuk pelunasi piutangnya jika
penulis, maka hendaklah ada barang jamin­ yang berhutang tidak mampu membayarnya pada
an yang dipegang (pemberi hutang).
waktu yang telah disepakati.
Walaupun di dalam ayat tersebut dinyata­ Hal ini berdasarkan kepada hadis Nabi
kan bahwa aqad rahn dapat dilakukan dalam SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
perjalan­an, namun ulama fikih sepakat bahwa ia ”Barang jaminan tidak boleh disembunyi­
juga dapat dilakukan dalam keadaan hadir atau kan dari pemiliknya,karena hasil (dari ba-
bukan dalam perjalanan, dengan syarat secara rang jaminan) dan resiko (yang timbul atas
hukum barang jamin­an itu dapat dikuasai oleh barang itu) menjadi tanggung jawabnya
pemberi hutang. Karena tidak semua barang (HR. Al Hakim, al Baihaqy,dan ibn Hiban).
­jaminan dapat langsung dipegang oleh pemberi Dalam hadis yang lain juga dijelaskan bahwa
jaminan. Oleh sebab itu ­ paling tidak pemberi mengambil manfaat lebih dalam pelaksana­ an
hutang harus dapat memegang atau menguasai hutang piutang termasuk kepada riba. Riba ter-
sesuatu yang m ­ enjamin bahwa barang itu dalam masuk yang diharamkan oleh Allah dan pelakunya
keadaan sedang dijaminkan (menjadi agunan diancam dengan pelaku dosa besar. Berdasarkan
hutang). Misalnya apabila barang jaminan itu be- kepada hadis yag diriwayatkan oleh al Baihaqy
rupa sebidang tanah atau sebuah rumah. yang artinya: “setiap hutang piutang yang ­melebihi
Di samping ayat di atas pernah diriwayat manfaat (dari jumlah hutang) adalah riba.”
dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Bukhari Dari penjelasan penelitian ini dapat ­dipahami
dan Muslim bahwa Nabi SAW pernah menjamin­ bahwa diperbolehkan untuk melakukan pagang
kan baju besinya kepada seorang Yahudi untuk gadai dalam hukum Islam. Dengan syarat tidak
berhutang membeli makanan. Menurut sejarah itu- menyalahi dan tidak melanggar perjanjian selaku
lah kasus rahn pertama dalam Islam. Untuk sahnya terjadinya aqad. Jika suatu barang telah dijadikan
aqad rahn harus memenuhi per­syaratan-persyaratan sebagai jaminan hutang maka ia berada di bawah
umum suatu aqad, baik yang berhubung­an dengan kekuasaan yang berpiutang sampai hutang dilunasi
pelaku, bahwa ia adalah seorang yang diboleh kan oleh yang berhutang. Menurut ulama jumhur pe-
melakukan aqad atau balig dan beraqal (mukallaf). megang barang jaminan tidak boleh memanfaat-
Begitu juga dengan objeknya barang itu harus ada kan barang jaminan itu, karena barang itu bukan
dan ia merupakan milik dari yang menjaminkan miliknya secara penuh.
dan mempunyai nilai sekurangnya senilai dengan Kesimpulan
jumlah hutangnya. Dan yang terakhir mesti ada
Pelaksanaan gadai menurut hukum adat ada-
kesepakatan diantara kedua pihak.
lah timbul dari suatu perjanjian yang bersifat to-
Ulama fikih sepakat bahwa di samping
long menolong, berfungsi sosial, sebab ­kebanyak­an
telah memenuhi persyaratannya, aqad rahn baru
orang yang mengadaikan dan si pemegang gadai
dianggap sempurna apabila secara hukum barang
adalah orang yang masih sekaum, sesuku, dan se-
jaminan itu telah berada di tangan (qabadh) pem-
jauh-jauhnya adalah senagari. Terjadinya gadai
beri hutang dan uang yang dipinjam telah berada
ini yaitu seseorang anggota kaum yang sangat
di tangan yang berhutang. Jika barang yang dija-
memerlukan uang. Sedangkan dalam kaum itu
minkan itu berupa barang tidak bergerak berupa
­sendiri dia tidak dapat mengusahakannya, maka
tanah, rumah atau kolam, maka penerima jamin­
anak kemenakan itu dapat mengadaikan harta pu-
an cukup menerima surat atau sertifikatnya yang
saka tersebut kepada orang lain atas kesepakatan
diterima oeleh pemberi hutang sebagai sebagai
­anggota kaum dan penghulunya.
pelunasi hutangnya tersebut.
Sedangkan pelaksanaan pagang gadai
Menurut ketentuan fikih muamalah aqad
menurut tinjauan Islam diperbolehkan untuk
rahn bersifat mengikat, jika suatu barang telah di-
melakukan pagang gadai. Dengan syarat tidak
jadikan sebagai jaminan hutang maka ia berada di
menyalahi dan tidak melanggar perjanjian selaku
bawah kekuasaan yang berpiutang sampai hutang
terjadinya aqad. Hanya saja agama berdasarkan
dilunasi oleh yang berhutang. Menurut ulama
pendapat jumhur berpendapat bahwa jika ­praktek
jumhur pemegang barang jaminan tidak boleh
pagang gadai yang dilaksanakan dengan kebebasan
Hasneni Tradisi Lokal Pagang.....
80
ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

bagi yang pihak penerima gadai untuk memanfaat- Moleong. Lexy. J., Metodelogi Penelitian Kualitatif
kan barang gadaian maka agama mengganggap se- (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
suatu perbuatan yang bertentangan dengan agama. 2000)
Pada prinsipnya, Jumhur ulama dan hukum Islam
melarang pemilik barang gadai untuk memanfaat- Naim, Mochtar, Menggali Hukum Tanah dan Waris­
kan barang gadai kecuali ada izin dari pemegang an Minangkabau, (Padang: Center for
gadai karena hak menahan barang gadai itu selama­ Minangkabau Studies Press, 1968)
nya ada pada pemegang gadai. Navis. A.A., Alam Takambang Jadi Guru (Jakarta:
Namun untuk menyikapi perbedaan ini perlu Grafit Press, 1984)
ditekankan sebuah paradigm bahwa, ­ketika nilai-
nilai Islam memberikan ­perubahan dalam masalah Rachmat, Syafe’i, Fiqih muamalah (Bandung : Pusaka
muamalah, adakalanya memberikan perubahan Setia, 2001)
total, jika hal itu benar-benar ­bertentang­an dengan Saraksi, Al, Dar al Kitab Al Arabi (Beirut: Dar al-
prinsip mashlahah (tujuan kebaikan dan kedamaian Fikr, 1982)
ditengah masyarakat). Seperti diharam­kannya jual
beli garar (mengicuh), karena jual beli itu akan me- Sugiyono, (2010), Metode Penelitian Pendekatan
nimbulkan ­ penzaliman kepada salah satu pihak. Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung :
Tetapi dalam masalah muamalah tersebut jika dida- Alfabeta.
lamya ­ mengandung ­ kemaslahatan, maka Islam
Umar, Ali Tasyarif dan Faisal Hamdan, (1978),
hanya memberi warna agar ia sesuai dengan prin-
sip-prinsip syari’ah. Dalam bidang mua’amalah Adat Dan Lembaga-Lembaga Hukum
syari’at Islam lebih bayak memberikan pola-pola, Adat Sumatra Barat. Badan Pembinaan
prinsip dan kaedah umum, ­ dibanding memberi- Hukum Nasional dan Fakultas
kan jenis dan b ­ entuk mu’amalah secara rinci. Atas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat
dasar itu ­bentuk mu’amalah dan pengembanganya Universitas Andalas. Padang.
­diserahkan sepenuhnya ­kepada para ahli dibidang­
nya. Bidang-bidang ­ seperti inilah yang menurut
kalang­an ahli ushul fiqh dengan persoalan ­ta’aqquliyat
(yang dapat dialar) atau ma’qul ma’na (yang dapat
dimasuki logika. Artinya yang ­
­ terpenting dalam
masalah dalam masalah mu’amalah adalah substansi
makna yang ­terkandung dalam suatu ­bentuk mua-
malah serta sasaran yang akan dicapai­nya yaitu me-
ngandung prinsip dan kaidah yang ditetapka syara’
dan bertujuan untuk kemaslahatan serta langkah
meng­hindarkan kemudha­ratan dari mereka, maka
jenis muamalah seperti itu dapat diterima.
Daftar Pustaka
Al- Khatib, Asyarbaini, Mugni al Muhtaj Jilid II
(Jakarta: Dal al Fikri, 1978)
Chairul, Anwar, Hukum Adat Indonesia. Meninjau
Hukum Adat Minangkabau. (Jakarta: PT.
Bineka Cipta, 1997)
Harun, Nasroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2000)
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah. (Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2000)
Zuhdi, Masyfuk, Masail fiqhiyah (Jakarta: CV. Haji
Masagung 1997)

Hasneni Tradisi Lokal Pagang.....


81

Anda mungkin juga menyukai