Anda di halaman 1dari 14

Buang Air Besar Bercampur Darah

Untuk mendiagnosis penyebab BAB berdarah harus dilihat dari


warna darah. Bila darah berwarna merah segar (hematochezia) biasanya
dikarenakan adanya perdarahan pada saluran cerna bagian bawah dan
anus, sedangkan bila darah berwarna hitam (melena) biasanya
dikarenkan adanya perdarahan pada saluran cerna bagian atas. Penyakit-
penyakit yang menimbulkan perdarahan saluran cerna atas seperti : ulkus
peptikum, varices, Mallory-weis tear, gastrititis, dll (Papadakis, McPhee,
2016). Penyakit yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna
bawah antara lain : disentri, divertikulosis, kanker kolon, penyakit chron,
dll. Sedangkan pada anus dapat disebabkan karena hemoroid dan fisurra
anal (Sudoyo, et al., 2014). Pada refrat ini hanya empat pembahasan saja
yang akan dibahas yaitu : disentri, divertikulosis, ulkus peptik, dan kanker
kolon.
I. Disentri
A. Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan
enteron (usus), dengan karakteristik nyeri atau kram abdomen,
tenesmus ani, peningkatan frekuensi diare, dan feses lendir
bercampur darah (Muttaqin, Sari, 2011). Disentri adalah peradangan
pada intestinal, terutama usus besar yang disebabkan oleh berbagai
agen infeksi yang menginvasi intestinal (Sudoyo, A.W., et al., 2014).

B. Epidemiologi
Disentri paling sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5
tahun. Disentri muncul biasanya setelah terjadi bencana alam
misalnya, gempa bumi, banjir, atau hidup yang tidak higienis kondisi
yang mengakibatkan kepadatan penduduk dan sanitasi yang buruk.
C. Etilogi
1. Sebagian besar kasus disebabkan oleh Shigella, yaitu : S. Sonnei,
S. Boydii, S.flexneri, dan S.dysenteriae (IDI, 2016).
2. Amoeba : Yersinia enterocolica, Campylobacter jejuni, Salmonella
sp., E. Coli, Entamoeba hystolitica (IDI, 2016).
3. Virus : Rotavirus, calicivirus, astrovirus, norovirus, dan adenovirus.
4. Protozoa : Balantidiasis, Giardiasis, dan cryptosporidiosis.
5. Penyebab non infeksi, antara lain invaginasi, alergi susu sapi,
defisiensi vitamin K, penyakit Crohn, colitis ulseratif (Sudoyo, A.W.,
et al., 2014).

D. Faktor resiko
Kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan yang buruk.

F. Manifestasi Klinis
1. Disentri basiler : diare encer tanpa darah dan keluhan tenesmus
dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah
permulaan sakit diare dengan darah dan lendir pada feses.
Frekuensi BAB sering > 40 kali/hari. Demam pada hari ketiga,
kram abdomen dan nyeri pada rektum. Keluhan biasanya muncul
3-7 hari. Bila kronis terdapat penurunan berat badan, serta tanda
dehidrasi dan sesekali muntah (Wyllie, 2011) .
2. Disentri amoeba : gejala lebih lama muncul dari disentri basiler.
Keluhan yang muncul biasanya feses encer dengan darah dan
lendir, tenesmus, demam, kolik abdomen, frekuensi BAB < 10
kali/hari (Wyllie, 2011).
3. Disentri virus, disentri parasit : onset keluhan cepat, berlangsung
beberapa jam sedangkan disentri parasit berangsur-angsur
Keluhan yang muncul yaitu : diare dengan feses berdarah, kram
perut, mual, muntah (Wyllie, 2011).
G. Pemeriksaan fisik
Ditemukan febris, nyeri perut pada penekanan, ada tanda
dehidrasi, dan tenesmus. Lakukan juga pemeriksaan colok dubur,
untuk memastikan keutuhan anus, spingter dan tanda keganasan
(Muttaqin, Sari, 2011).

F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan kultur feses dan darah rutin (IDI,2016).

H. Penegakkan diagnosis
Bila ditemukan feses cair dengan darah dan lendir serta pada
pemeriksaan feses ditemukan shigella dan amoeba maka dinyatakan
disentri (Papadakis, McPhee, 2016).

I. Penatalaksanaan klinis
1. Farmakoterapi
 Jika penyebabnya Shigella dapat diberikan Kotrimoksazol
20mg/kgbb atau 2x 960mg/hari PO dua kali sehari, Sefiksim
8mg/kgbb atau 400 mg/hari selama 5 hari, siprofloksasin 2x
500mg/hari selama 3 hari, azitrimisin 1 gr dosis tunggal (IDI,
2016).
 Jika penyebabnya amoeba berikan metronidazole 50 mg/Kgbb
dibagi 3 dosis selama 5 hari atau metronidazole 500 mg 3x/hari
selama 3-5 hari (Muttaqin, Sari, 2011).
 Zink 10 mg 2x/hari.
2. Nonfarmakoterapi (Muttaqin, Sari, 2011).
 Lanjutkan pemberian makan dengan makanan lunak
 Tangani dehidrasi
 Pemantauan ketat selama 24-48 jam
 Evaluasi tanda perbaikan (demam hilang, BAB berkurang,
nafsu makan meningkat).
 Tirah baring.

J. Prognosis
Prognosis tergantung pada kondisi pasien saat datang,
ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya, biasanya dubia ad
bonam. Keluhan diare dan kram perut biasanya akan menetap sampe
beberapa hari dan minggu setelah pengobatan (IDI, 2016).

K. Upaya preventif
Lebih menjaga kebersihan makanan dan lingkungan serta
konsumsi makan sehat dan jaga kesehatan sehingga imun tubuh
terjaga.

II. Divertikulosis
A. Definisi
Divertikular adalah suatu kelainan dimana terjadi penonjolan dan
pelebaran dari dinding saluran gastrointestinal (Sudoyo, et al., 2014).
Divertikulosis adalah ditemukan satu atau lebih divertikel pada kolon.
Menurut Muttaqin dan Sari (2011) divertikulosis adalah terbentuknya
kantong atau pelebaran keluar dari dinding usus besar terutama pada
bagian kolon sigmoid.

B. Epidemiologi
Banyak ditemukan pada usia > 40 tahun atau di usia lansia,
diantara laki-laki dan perempuan lebih banyak terjadi pada laki-laki
dengan obesitas diusia <50 tahun sedangkan usia 50-70 tahun
banyak terjadi pada perempuan (Sudoyo, et al., 2014).

C. Etiologi (Wyllie, 2011)


1. Diet rendah serat
2. Diet tinggi lemak dan daging
3. Proses penuaan
4. Faktor genetik
5. Gangguan motilitas usus besar
6. Terapi kortikosteroid
7. Defek kongenital

D. Manifestasi klinik (Papadakis, McPhee, 2016)


1. Hematokezia
2. Nyeri abdomen kiri
3. Perubahan kebiasaan buang air besar
4. Mual dan muntah
5. Diare
6. Konstipasi dan sembelit
7. Perut kembung

F. Pemeriksaan fisik
Terlihat kesakitan dan lemah, nyeri tekan abdomen, peningkatan
suhu. Pada colok dubur cari apakah ada nyeri tekan, penyumbatan
atau darah, keutuhan anus, spingter ani serta tanda keganasan. Pada
perkusi ditemukan nyeri ketuk dan timpani, serta terdapat penurunan
bising usus pada auskultasi (Muttaqin, Sari, 2011).

G. Pemeriksaan penujang (Papadakis, McPhee, 2016)


1. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah rutin, serum
elektrolit, fungsi ginjal, urin.
2. Pemeriksan radiografi : pemeriksaan rotgen abdomen,barium
enema, CT scan
3. Pemeriksaan endoskopik

H. Penegakan diagnosis
Didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
I. Tatalaksana (Sudoyo, et al., 2014)
1. Farmakoterapi
 Antibiotik : rifaximin, pemeridin,
 Antispasmodik : propantelin bromide dan oksifensiklimin.
2. Nonfarmakoterapi
 Meningkatkan diet serat, sayur, dan buah-buahan. Tambahan
serat 30-40 gr/hari
 Kurangi konsumsi daging dan lemak
 Perbanyak cairan
 Tindakan operatif

J. Prognosis
Prognosis tergantung pada beratnya penyakit, adanya komplikasi,
dan cepatnya penanganan. Pasien yang lebih muda mungkin memiliki
penyakit yang lebih parah karena keterlambatan diagnosis dan
pengobatan. Untuk pasien yang mengalami imunosupresi memiliki
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi (IDI, 2016).

K. Upaya preventif dan promotif


Mengurangi konsumsi daging dan lemak, perbanyak konsumsi
serat seperti buah dan sayur serta banyak minum air putih.

III. Ulkus peptik


A. Definisi
Ulkus peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan
sekresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh
sawar mukosa gastroduodenal dan netralisasi asal lambung oleh
cairan duodenum (Muttaqin, Sari, 2011).

B. Epidemiologi
Ulkus peptikum lebih banyak terjadi pada orang dengan sosial
ekonomi rendah dan pada laki-laki usia lanjut (Sudoyo, et al., 2014).
C. Etiologi (Muttaqin, Sari, 2011)
1. Ketidakseimbangan sekresi asam lambung dan pepsin (faktor
defensive)
2. Infeksi H. Pylori
3. Peningkatan sekresi asam
4. Konsumsi obat : indometasin, ibuprofen, asam salisilat.
5. Stress fisik : syok, luka bakar, sepsis, trauma
6. Refluks usus lambung

D. Manifestasi klinik (Wyllie, 2011)


1. Muntah darah berwarna hitam (hematemesis)
2. BAB berwarna hitam (melena)
3. Mual, muntah
4. Anoreksia
5. Nyeri abdomen

E. Pemeriksaan fisik
Lakukan colok dubur cari apakah ada nyeri tekan, penyumbatan
atau darah, keutuhan anus, spingter ani serta tanda keganasan
(Muttaqin, Sari, 2011). Serta cari tanda berikut :
1. Nilai sirkulasi
2. Cari penyakit penyerta seperti penyakit hati kronis
3. Massa abdomen
4. Nyeri abdomen

F. Pemeriksaan penunjang (Imro’ati, Maimunah, 2013)


1. Darah rutin
2. Rotgen thoraks
3. Radiologi
4. Endoskopi

G. Penegakan diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.

H. Tatalaksana
1. Farmakoterapi
 Injeksi esomeprazole atau pantoprazole 80 mg bolus (Imro’ati,
Maimunah, 2013)
 Oral omeprazole, esomeprazole 40 mg (Imro’ati, Maimunah,
2013)
 Octreotide 100 mg bolus (Imro’ati, Maimunah, 2013)
 Antasida
 Terapi dengan H. Pylori bisa diberi PPI 2x1 + amoksisilin 2x100
+ klaritomisisn 2x500mg atau PPI 2x1 + metronidazole 3x500 mg
+ klaritomisin 2x500 mg (Imro’ati, Maimunah, 2013).
2. Nonfarmakoterapi (Imro’ati, Maimunah, 2013)
 Tirah baring
 Diet makanan lunak
 Atasi dehidrasi
 Stabilkan hemodinamik
 Pemasangan NGT : untuk memudahkan endoskopi
 Tindakan operasi

H. Prognosis
Prognosis pada kondisi ini adalah dubia, namun tidak sampai
mengancam jiwa.

I. Upaya preventif dan promotif


Hindari konsumsi makanan yang tidak bersih, konsumsi obat
kortikosteroid tanpa indikasi serta stress psikologi.
IV. Kanker kolon
A. Definisi
Suatu keganasan yang terjadi di usus besar (Muttaqin, Sari, 2011)

B. Epidemiologi
Kanker kolon merupakan penyebab kematian ketiga didunia.
Kanker kolon banyak terjadi pada usia 65 tahunan, antara laki-laki dan
perempuan tidak ada perbedaan kejadian.kanker kolon banyak terjadi
pada orang dengan ekonomi rendah (Sudoyo, et al, 2014).

C. Etiologi dan faktor resiko (Sudoyo, et al, 2014).


1. Sindrom polyposis adenomatosa
2. Penyakit crohn
3. Kanker payudara
4. Obesitas
5. Merokok

D. Manifestasi klinik (Sudoyo, et al, 2014).


1. Anemia tanpa sebab
2. Anoreksia
3. Penurunan berat badan
4. Keletihan
5. Nyeri perut

E. Pemeriksaan fisik
Didapatkan distensi abdomen, perubahan bentuk dan warna feses.
Feses berbentuk seperti pita dan berwarna hitam, nyeri tekan
abdomen dan timpani pada perkusi. Lakukan colok dubur cari apakah
ada nyeri tekan, penyumbatan atau darah, keutuhan anus, spingter
ani serta tanda keganasan (Muttaqin, Sari, 2016) .
F. Pemeriksaan penunjang (Sudoyo, et al, 2014).
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Enema barium
3. Proktosigmoidoskopi
4. Kolonoskopi
5. CT kolograpi

G. Penegakan diagnosis berdasarkan stadium (Sudoyo, et al, 2014)


Stadium TNM Bertahan
Tumor Kelenjar Metastasis hidup
primer (T) getah bening jauh (M) setelah 5
regional (N) tahun
0 Karsinoma in N0 M0
situ
I Tumor N0 M0 79%
menginvasi
submukosa
(T1) atau
propria
muskularis
II Tumor N0 M0 73%
menginvasi
muskularis
(T3) atau
organ dan
struktur
jaringan
sekitar (T4)
IIA T3 N0 M0 65%
IIB T4 N0 M0 51%
IIIA T1-4 N1 M0 49%
IIIB T1-4 N2-3 M0 15%
IV T1-4 N1-3 M1 5%
H. Tatalaksana (Sudoyo, et al, 2014).
1. Farmakoterapi
 Obat anti-angiogenesis : bevacizumab (avaztin)
 OAIN : aspirin, celecoxib
 Analgetik : nyeri ringan (asetaminofen), nyeri sedang (tramadol,
kodein), nyeri berat (morfin, fenatazil).
 Antidepresan : midazolam
2. Nonfarmakoterapi
 Terapi paliatif
 Kemoterapi
 Ajuvan kemoterapi
 Terapi radiasi
 Terapi bedah

I. Prognosis
Prognosis kanker bergantung dengan stadium penyakit.

J. Upaya preventif dan promotif


Mengurangi berat badan, merokok, makanan berlemak yang
merupakan faktor resiko.
DAFTAR PUSTAKA

IDI, 2016. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan


Layanan Primer. Jakarta.
Imro’ati, T.A., Maimunah, U., 2013. Management of Peptic Ulcer Infection
due to Helicobacter pylori Infection. Folia Medica Indonesiana. 49
(4) : 252-258.
Muttaqin, A., Sari, K., 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Papadakis, M.A., mcphee, S.J., 2016. Current Medical Diagnosis and
Treatment. New York : MC Graw Hill.
Sudoyo, A.W., et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6.
Jakarta : Interna Publishing
Wyllie, R., 2011. Nelson’s textbook of pediatrics : Clinical Manifestations of
Gastrointestinal Disease. Edisi 19. Philadelphia : Elseiver
Saunders.
PENUGASAN REFRAT KASUS KLINIS BLOK 4.2
“BAB BERDARAH”

OLEH :
WIDYA PUSPITA SARI
TUTORIAL 3

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2016

Anda mungkin juga menyukai