Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Cronic kidney desease atau gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi

ginjal yang progresif dan ireversibel, yang menyebabkan kemampuan tubuh

gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan maupun

elektrolit, sehingga timbul uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam

darah). (Musliha:2010:76)

Gagal ginjal kronik adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan

terus menerus. Gagal ginjal kronis dapat timbul dari hamper semua penyakit

yang dijelaskan dalam bab ini. Selain itu, individu yang rentan , nefropatik

analgesic, destruksi papilla ginjal yang terkait dengan pemakaian harian obat-

obatan analgesic selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal ginjal

kronis. (Elizabeth, 2009)

Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuannya untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan

makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu

kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal

yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya

gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Gagal ginjal kronik

terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron ginjal.

(Amin Huda Nurarif:2013:166)


2

B. Klasifikasi gagal ginjal

1. Stadium 1

Penurunanan cadangan ginjal (faal ginjala antara 40%-75%). Tahap

inilah yang paling ringan, diaman faal ginjal masih baik. Pada tahap ini

penderita belim merasakan gejala-gejala dan pemeriksaan laboratorium faal

ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini keratin serum dan kadar

BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik.

Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan

beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan

mengadakan tes GFR yang teliti. (Musliha:2010:77)

2. Stadium II

Influenza ginjal (faal ginjal antara 20%-50%). Pada tahap ini penderita

dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi

ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal

mengatasi kekurang cairan, kekurangan garam, ganggguan jantung dan

pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal.

Bila langkah-lanhkah ini di lakukan secepatnya dengan tepat dapat

mencegah penderita masuk ke tahap yang lebih berat pada tahap ini lebih 75

% jaringan yang berfungsi telah rusak kadar BUN lebih meningkat diatas

batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, terganting

dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin mulai

meningkat melebihi kadar normal. Insufisiensi ginjal (faal ginjal antara

20%-50%). (Musliha:2010:77)
3

3. Stadium III

Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%). Semua gejala sudah

jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana dapat melakukan tugas

sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala – gejala yang timbul antara lain

mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing, sakit kepala, air

kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi

penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhirnya timbul pada sekitar 90

% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal

dan kadar kreatinin mengkin sebsar 5-10 ml / menit atau kurang. (Musliha :

2010 : 76)

Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat

dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal

ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal

tidak sanggup lagimempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam

tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguria (pengeluaran kemih) kurang dari

500 / hari karena kegagalan glomerulus meskipun proes penyakit mula-mula

menyerang tubulus ginjal. (Musliha : 2010 : 76)

Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan

gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap system

dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal

kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau

dialysis. (Musliha : 2010 : 76)


4

C. Etiologi

1. Penyebab gagal ginjal (Musliha, 2010) :

a. Infeksi : pielonefritis kronik, glmerulonefritis

b. Penyakit vaskuler hihipertensif seperti nefrosklerosis benigna,

nefrosklerosis maligna, tenosis arteri renalis.

c. Gangguan congenital dan herediter : penyakit ginjal, polikistik

d. Penyakit metabolic : Diabetes Melitus

e. Nefropatik : penyalahgunaan analgesic, kalkuli, neuplasma, hipertropi

prostate dan strikuler uretra.

2. penyebab dari gagal ginjal (Amin Huda, 2013) :

Klasifikasi penyakit Penyakit

Penyakit infeksi tubulointerstitial Plelonefritis kronik atau refluks

nefropati

Penyakit peradangan Glomerulonefritis

Penyakit vaskuler hipertensif Nefrosklerosis benigna

Nefrosklerosis maligna

Stenosis arteria renalis

Gangguan jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik

Pollarteritis nodosa

Gangguan congenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik

Asidosis tubulus ginjal

Penyakit metabolic Diabetes mellitus

Goat
5

Hiperparatiroidisme

Amiloidosis

Nefropati toksis Penyalagunaan analgetik

Nefropati timah

Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas :

batu, neoplasma, fibrosis,

retroperitoneal.

Traktus urinarius bagian bawah :

hipertropi prostat, struktur uretra,

anomaly congenital, leher, vesika

urinaria dan uretra.

D. Patofisiologi

Terdapat dua pendekatan teoritis yang umumnya diajukan untuk

menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik. Sudut pandang

tradisional mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit

namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian-bagian yang spesifik dari

nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau

berubah strukturnya. Misalnya, lesi organic pada medula akan merusak

susunan antomik pada lengkung Henle dan vasa rekta, atau pompa klorida pada

pars asendens lengkung Henle yang akan mengganggu proses aliran balik

pemekat dan aliran balik penukar. Pendekatan kedua dikenal dengan nama

hipotesis bricker atau hipotesis nefron yan utuh, yang berpendapat bahwa bila
6

nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa

nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan terjadi bila jumlah

nefron sudah sangat berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit

tidak dapat dipertahankan lagi. Hipotesis nefron yang utuh ini sangat berguna

untuk menjelaskan pola adaptasi fungsional pada penyakit ginjal progresif,

yaitu kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit

tubuh kendati GFR sangat menurun. (Sylvia A. price : 2006 : 914)

Urutan peristiwa dalam patofisiologi gagal ginjal kronik progresif dapat

diuraikan dari segi hipotesis nefron uang utuh. Meskipun penyakit ginjal

kronik terus berlanut, namun jumlah zat terlarut yang harus diekskresi oleh

ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah berubah, kendati jumlah

nefron yang bertugas melakukan nefron fungsi tesebut sudah menurun secara

progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap

ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada

mengalami hipertropi dalam usahanya untuk melksanakan seluruh beban kerja

ginjal. Terjadi kecepatan peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan

reabsorbsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa

nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah nilai normal. Mekanisme

adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertaahankan keseimbangan cairan dan

elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Namun

akhirnya, kalau sekitar 75 % massa nefron sudah hancur, maka kecepatan

filtrasi dan bebat zat terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga
7

keseimbangan glomelurus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. (Sylvia A.

price : 2006 : 914)

E. Komplikasi

Komplikasi gagal ginjal kronik (Elizabeth, 2009) dan (Sylvia A. price

:2006:968)

a. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-

angiotensin-aldosteron

b. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme

dan masukan diet berlebih.

c. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah

selama hemodialisa

d. Asidosis metabolic : Asidosis metabolic klinik yang ringan pada penderita

uremia biasanya akna menjadi stabil pada kadar bikarbonat plasma 16-2-

Eq/I.

e. Osteodistropi ginjal : Salah satu tindakan pengobatan terpenting untuk

mencegah timbulnya hiperparatiroidisme sekunder dan segala akibatnya

adalah diet rendah fosfat dalam usus.

f. Hiperurisemia

g. neuropati perifer : biasanya neuropati perifer simtomatik tidak timbul

sampai gagal mencapai tahap yang sangat lanjut.

h. Gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan elektrolit,

asidosis metabolic, azetomia, dan uremia.


8

i. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azetomia dan

uremia berat. Asidosis metabolic memburuk, yang secara mencolok

merangsang lecepatan pernapasan.

j. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat

k. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.

l. Sepsis

F. Menifestasi klinis

Tanda dan gejala gagal ginjal kronik (Amin Huda:2013:168) :

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi

traktus urinaruius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia, lupus

eritomatosus sistemik (LES)

2. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anorexia, mual, muntah

nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati primer, pruritus, uremic frost,

perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

3. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,

payah jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit

(sodium, kalium, khlorida).


9

G. Pemeriksaan penunjang

pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik adalah : (Musliha, 2010)

1. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal : ureum kreatinin, asam urat serum.

2. Identifikasi etiologi gagal ginjal : analisis urin rutin, mikrobiologi, urin,

kimia darah, elektrosis (Na,K,Cl)

3. Identifikasi penurunan fungsi ginjal, ureum kreatinin, klearence kreainin test

: CCT

140 – umur x BB (kg)


CCT =
72 x kreatinin serum

Atau

Laki – laki :

(140 – umur) x BB (kg)


CCT = x 72
kreatinin serum (mg/dL)

Wanita : 0,85 x CCT

Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan bersihan kreatinin

yaitu :

Bersihan kreatinin

kreatinin urin (mg /dL) x Vol. urin (ml /24jam )


=
kreatinin serum (mg /dL) x 1440 menit

Nilai normal :

Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau 0,93 - 1,32 mL/detik/m2

Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau 0,85 - 1,23 mL/detik/m2

Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
10


Endokrin : PTH dan T3,T4

 Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk

ginjal, misalnya: infark miokard.

H. Penatalaksanaan

1. Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal

Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai

tahun.

a. Tujuan terapi konservatif :

1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.

2) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.

3) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.

4) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

b. Prinsip terapi konservatif :

1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal.

a) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.

b) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan

ekstraseluler dan hipotensi.

c) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.

d) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.

e) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.

f) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang

kuat.
11

g) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa

indikasi medis yang kuat.

2) Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat

a) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.

b) Kendalikan terapi ISK.

c) Diet protein yang proporsional.

d) Kendalikan hiperfosfatemia.

e) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.

f) Terapi hIperfosfatemia.

g) Terapi keadaan asidosis metabolik.

h) Kendalikan keadaan hiperglikemia.

3) Terapi alleviative gejala asotemia

a) Pembatasan konsumsi protein hewani.

b) Terapi keluhan gatal-gatal.

c) Terapi keluhan gastrointestinal.

d) Terapi keluhan neuromuskuler.

e) Terapi keluhan tulang dan sendi.

f) Terapi anemia.

g) Terapi setiap infeksi.

2. Terapi simtomatik

a. Asidosis metabolik

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum

K+ (hiperkalemia ) :
12

1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.

2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama

dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.

b. Anemia

1) Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon

eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini

diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-

HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.

2) Anemia hemolisis

Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah

membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal

dialisis.

3) Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran

cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti

hemodialisis). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah

merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif,

namun harus diberikan secara hati-hati.

Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :

a) HCT < atau sama dengan 20 %

b) Hb < atau sama dengan 7 mg5


13

c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia

dan high output heart failure.

d) Komplikasi tranfusi darah :

c. Kelainan Kulit

1) Pruritus (uremic itching)

Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,

insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.

Keluhan :

a) Bersifat subyektif

b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula

dan lichen symply

Beberapa pilihan terapi :

a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme

b) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )

c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi

ini bisa diulang apabila diperlukan

d) Pemberian obat

(a) Diphenhidramine 25-50 P.O

(b) Hidroxyzine 10 mg P.O

2) Easy Bruishing

Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa

berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi

trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.


14

d. Kelainan Neuromuskular

Terapi pilihannya :

1) HD reguler.

2) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.

3) Operasi sub total paratiroidektomi.

e. Hipertensi

Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen

hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program

terapinya meliputi :

1) Restriksi garam dapur.

2) Diuresis dan Ultrafiltrasi.

3) Obat-obat antihipertensi.

3. Terapi pengganti

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium

5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa

hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

a. Dialisis yang meliputi :

Hemodialisa

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala

toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu

cepat pada Klien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal

ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah


15

a) Klien yang memerlukan hemodialisa adalah Klien GGK dan GGA

untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.

b) Klien-Klien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila

terdapat indikasi:

(a) Hiperkalemia > 17 mg/lt

(b) Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2

(c) Kegagalan terapi konservatif

(d) Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat Klien uremia,

asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema

paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan

nilai kreatinin > 100 mg %

(e) Kelebihan cairan

(f) Mual dan muntah hebat

(g) BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )

(h) preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )

(i) Sindrom kelebihan air

(j) Intoksidasi obat jenis barbiturat

b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan

faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh

(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-

80% faal ginjal alamiah


16

2) Kualitas hidup normal kembali

3) Masa hidup (survival rate) lebih lama

4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan

dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi


17

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur

Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

b. Sirkulasi

Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada

Tanda : hipertensi, DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada

kaki, telapak tangan dan distremia jantung. Nadi lemah halus, pucat

kulit coklat kehijauan, kecenderungan perdarahan

c. Integritas ego

Gejala : factor sters, perasaan tak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada

kekuatan.

Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan

kepribadian.

d. Eliminasi

Gejala : penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, abdomen kembung,

diare, atau kontipasi.

Tanda : perubahan warna urine, contoh kuning pekat.


18

e. Makanan / cairan

Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan

(malnutrisi), anoreksia, nyeri uluh hati, mual muntah, pengunaan

diuretic.

Tanda : distensi abdomen, perubahan turgor kulit, edema, penurunan otot,

penurunan lemak. Penampilan tak bertenaga.

f. Neurosensori

Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur. Kram otot/kejang

Tanda : gangguan status mental, penurunan DTR, kejang, rambut tipis dan

kukuh rapuh dan tipis.

g. Nyeri . kenyamanan

Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki.

Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah

h. Pernapasan

Gejala : napas pendek, dispnea, batuk dengan tanpa sputum kental dan

banyak

Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman.

i. Keamanan

Gejala : kulit gatal

Tanda : pruritus, dan demam


19

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan b/d penurunan haluran urine

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anorexia, mual

dan muntah

3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan

4. Pola nafas tidak efektif b/d edema paru

5. Kerusakan integritas kulit b/d penumpukan kristal uremik di bawah kulit

C. Intervensi Keperawatan

Dx I Kelebihan volume cairan b/d penurunan haluran urine

Tujuan : Klien menunjukkan pengeluaran urin tetap seimbang dengan

pemasukan.

Kriteria hasil :

 Tidak terjadi edema

 Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu

 Terbebas dari ditensi vena jugularis

 Terbebas dari kelelahan, kecemasan dan kebingunan

Intervensi dan rasional

1. Kaji status cairan dengan menimbang berat badan perhari, keseimbangan

masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher,

dan tanda-tanda vital.

Rasional : Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk

memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.


20

2. Batasi masukan cairan

Rasional : Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran

urin, dan respon terhadap terapi.

3. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang pembatasan cairan.

Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama Klien dan keluarga dalam

pembatasan cairan

4. Observasi TTV

Rasional : Memantau keadaan umum klien

5. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering

Rasional : Hygiene oral mengurangi kekeringan membrane mukosa mulut.

Dx 2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anorexia,

mual, muntah

Tujuan : mempertahankan status nutrisi adekuat.

Kriteria hasil :

 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

Intervensi dan rasional

1. Kaji status nutrisi klien

Rasional : Memberikan gambaran mengenai status nutrisi klien sehingga

membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya


21

2. Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering

Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak

perlu / kebutuhan energy dan makan makanan banyak dan

menurunkan iritasi gaster

3. Anjurkan kepada keluarga untuk menghidankan makanan dalam keadaan

hangat dan bervariasi

Rasional : Makanan yang hangat dan bervariasi dapat membantu

meningkatkan nafsu makan klien

4. Jelaskan kepada klien pentingnya nutrisi dalam tubuh

Rasional : Meningkatkan pengetahuan klien tentang pentingnya nutrisi bagi

tubuh

5. Kolaborasi dengan dokter ahli gizi

Rasional : Untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang di butuhkan

Klien

Dx 3 Intoleransi aktivitas b/d kelemahan

Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.

Kriteria hasil :

 mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) secara mandiri

 tanda-tanda vital normal

 berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,

nadi, dan RR
22

Intervensi dan rasional

1. Kaji keluhan klien

Rasional : Untuk mengetahui masalah masalah nyeri

2. Tingkatkan kemandirian dalam kaji hal-hal yang mampu dan tidak mampu

di lakukan oleh klien

Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam

memenuhi kebutuhannya

3. Bantu klien dalam memenuhi aktifitas sehari-hari sesuai tingkat kebutuhan

klien

Rasional : Untuk mencegah aktifitas klien yang sangat berlebihan

4. Observasi TTV

Rasional : Mengetahui keadaan umum klien.

5. Anjurkan aktifitas alternatif sambil istirahat

Rasional : Mendorong latihan dan aktifitas dalam batas-batas yang dapat di

toleransi dan istirahat yang adekuat

Dx 4 Pola nafas tidak efektif b/d edema paru

Tujuan : hilang atau menurunnya dispnea

Kriteria hasil :

 Tidak terjadi dispnea

 Bebas dari distress pernapasan


23

Intervensi dan rasional

1. Kaji pola napas klien

Rasional : Mengetahui adanya kelainan pernapasan

2. Berikan alat bantu pernapasan

Rasional : Mengurangi komsumsi oksigen pada priode respirasi

3. Pantau tanda-tanda vital

Rasional : Mengetahui keadaan umum klien

4. Berikan posisi yang nyaman (semi Fowler)

Rasional : Posisi semi fowler dapat membantu memaksimalkan ekspansi

paru

5. Anjurkan klien untuk bedret,batasi dan bantu aktifitas sesuai kebutuhan

Rasional : Mengurangi komsumsi oksigen pada priode respirasi

Dx 5 Kerusakan integritas kulit b/d penumpukan kristal uremik di bawah

kulit

Tujuan : klien mampu mempertahankan keutuhan kulit

Kriteria hasil :

 Perfusi jaringan normal

 Tidak ada tanda-tanda infeksi

 Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka


24

Intervensi dan rasional

1. Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dam mobilisasi jika

memungkinkan

Rasional : Meningkatkan aliran darah ke semua daerah

2. Berubah posisi setiap 2 jam

Rasional : Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah

3. Gunakan bantal air atau bantal lunak di bawah daerah yang menonjol

Rasional : Menghindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang

menonjol

4. Jaga kebersihan kulit dan hindari seminimal mungkin trauma panas terhadap

kulit

Rasional : Mempertahankan keutuhan kulit

5. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar jaringan

tiap mengubah posisi

Rasional : Hangat dan kelunakan merupakan tanda kerusakan jaringan


25

DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif & Hardhy Kusuma, (2003). Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnose
medis & Nanda nic noc. Jilid 1. Edisi revisi. Yogyakarta. (hal 166)

Askep-free.blogspot.com/2012/06/pathway-gagal-ginjal-kronik-ggk-html. Diakses pada


tanggal 29-12-2014 pukul 23.59

Elizabeth J. Corwin, (2009). Buku Saku Patofisiologi. Buku Kedoktern EGC. Edisi 3. Jakarta.
(hal 730)

Musliha, S.kep. Ns, (2010). Keperawatan Gawat Daruratan. Nuha Medika. Yogyakarta. (hal
75)

sri rahayu, (2013). http://aiurahayu.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-Klien-gagal-


ginjal.html. diakses diinternet pada tanggal 31-12-2014 pukul 08.00

Sylvia A. price & Lorraine M. wisan, (2006). Patofisiologi konsep Klinis proses-proses
penyakit. Buku Kedokteran. EGC. Volume 2. Jilid 6. Jakarta. (hal 166).

Anda mungkin juga menyukai