Kejang Demam
Kejang Demam
4. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari
15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah
medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
5. Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama dibedakan menjadi dua yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana harus memenuhi semua
kreteria antara lain : keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy, sebelumnya tidak ada riwayat
cedera otak oleh penyebab apapun, serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6
bulan sampai 6 tahun, lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit, kejang tidak
bersifat fokal, tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang, sebelumnya juga tidak
didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormal perkembangan, kejang tidak berulang dalam
waktu singkat. Bila kejang demam tidak memenuhi kriteria tersebut di atas maka digolongkan
sebagai kejang deman jenis kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang
lebih lama dari 15 menit, fokal atau multiple (lebih daripada 1 kali kejang perepisode demam).
6. Gejala klinis
Adapun tanda gejala yang dapat ditemukan yaitu :
a. Serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral
b. Mata terbalik ke atas
c. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal
d. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15
menit
e. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
f. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd),
g. Suhu 38oc atau lebih.
7. Pemeriksaan diagnostic
a. EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik, melalui
pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.
b. CT SCAN
Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan Abses.
c. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang
belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis
d. Laboratorium
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada
komplikasi dan penyakit kejang demam. (Arif Mansyoer,2000)
8. Tindakan/penanganan
Ada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu
a. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah
aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan
keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh
tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau
intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit
dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan
penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam
intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg
(BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak
berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-
lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl
fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah
kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg
secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari
pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya
dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan
secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi
200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan.
Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24
jam setelah dosis awal.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter
melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila
ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.
c. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis terus
menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara
oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam
dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien
menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan
hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari.
Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.
Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap
selama 1-2 bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2)
yaitu :
- Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan
(misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
- Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan
menetap.
- Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
- Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple
dalam satu episode demam.
Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka berikan
profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam
disamping antipiretik.
9. Komplikasi
Menurut Arif Mansyoer,2000) kejang demam dapat mengakibatkan :
a. Kerusakan sel otak
b. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan bersifat
unilateral
c. Kelumpuhan
10. Path way
Infeksi diluar susunan saraf pusat
↓
Peningkatan suhu tubuh
↓
Metabolisme meningkat
↓
Kebutuhan glukosa dan O2
↓
Perbedaan potensial sel membran
↓
Keseimbangan membran neuron
terganggu
↓
Difusi K+ dan Na+
↓
Lepas muatan listrik
↓
Kejang
2) Intervensi :
- Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah
Rasional :Meminimalkan injuri saat kejang.
- Jangan tinggalkan klien selama fase kejang.
Rasional :Meningkatkan keamanan-pasien.
- Beri tongue spatel antara gigi dan lidah.
Rasional :Menurunkan resiko trauma pada mulut.
- Letakkan klien pada tempat tidur yang lembut.
Rasional :Membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstremitas ketika kontrol otot volunter
berkurang
- Setelah kejang berikan klien posisi miring, bila tidak memungkinkan angkat dagunya ke atas
dan ke depan dengan kepala mendongak ke belakang.
Rasional : Mencegah penutupan jalan nafas.
- Kendurkan pakaian pasien.
Rasional :Mengurangi tekanan pada jalan nafas.
- Catat tipe dan frekuensi kejang.
Rasional : Membantu menurunkan lokasi area cereberal yang terganggu.
- Catat tanda-tanda vital setelah fase kejang.
Rasional :Mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
g. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit dan
perawatan
1) Tujuan:Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya
2) Intervensi :
- Kaji tingkat pengetahuan keluarga.
Rasional :Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi
yang didapat.
- Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional : Penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan
keluarga.
- Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam.
Rasional :Agar keluarga mengetahui cara menolong anak kejang dan rnencegah kejang demam.
- Jelaskan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan.
Rasional :Agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan.
h. Risiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kejang
berulang.
1) Tujuan:Pertumbuhan dan perkembangan tidak mengalami gangguan.
2) Intervensi :
- Cegah terjadinya kejang berulang
Rasional :dengan tidak terjadinya kejang berulang dapat mencegah terjadinya kerusakan motorik
dan sensorik.
- Konsul dengan ahli terapi untuk mengevaluasi obat sesuai indikasi
Rasional :Pengobatan yang teratur akan dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.
- Berikan anak latihan dan kesempatam meningkatkan hubungan sosial
Rasional :Latihan dan hubungan sosial dengan orang lain dapat membantu pertumbuhan dan
perkembangan.
- Berikan nutrisi yang cukup/memenuhi kebutuhan tubuh.
Rasional :Nutrisi akan dapat memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Nelson. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 3. Edisi ke-15. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : FKUI.
Soetomenggolo, Taslims. (2000). Buku Ajar Neurologi Anak. Cetakan ke-2. Jakarta : Ikatan
Dokter Anak Indonesia.