Anda di halaman 1dari 2

Saya Sabarina Nur Sarah, lahir di Bandung 33 Tahun yang lalu.

Anak-anak di Sekolah tempat saya


mengajar biasa memanggil saya dengan sebutan Bu Sarah. Saat ini saya tinggal bersama suami di
Kota Cimahi. Mengawali karier sebagai customer care online di sebuah perusahaan telekomunikasi
terbesar di negeri ini pada tahun 2008. Februari 2009 saya resmi dilantik sebagai seorang PNS dan
bertugas sebagai guru matematika di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung. Mengawali karier baru
di bidang yang baru pasti mengharuskan saya untuk bekerja keras menyesuaikan diri dengan segala
hal. Namun, setelah rutinitas mendidik saya jalani, banyak bertanya kepada rekan, serta banyak
belajar dari banyak sumber ternyata saya mulai asik dengan kerjaan mulia ini. Satu dekade ini
menikmati menjadi seorang pengajar banyak pengalaman dan ilmu berharga yang saya peroleh.
Menjadi guru zaman now itu harus multi talenta karena yang dihadapinya anak anak millenial yang
unik. Guru kaum milenial adalah guru yang harus mau membuka wawasan, guru yang harus mau
banyak belajar, guru yang harus selalu mengupdate strategi jitu agar upayanya untuk mencerdaskan
anak bangsa ngga jadi sia sia. Menyiapkan generasi yang mampu menghadapi revolusi industri 4.0
itu bukan hal yang mudah. Untuk menghadapi era revolusi industri 4.0, diperlukan pendidikan yang
dapat membentuk generasi kreatif, inovatif, serta kompetitif. Hal tersebut salah satunya dapat
dicapai dengan cara mengoptimalisasi penggunaan teknologi sebagai alat bantu pendidikan yang
diharapkan mampu menghasilkan output yang dapat mengikuti atau mengubah zaman menjadi
lebih baik. Kompetensi para lulusanpun harus sesuai dunia kerja dan tuntutan teknologi digital.
Sudah saatnya kita meninggalkan proses pembelajaran yang cenderung mengutamakan hapalan
atau sekadar menemukan jawaban tertutup. Metode pembelajaran di sekolah harus mulai beralih
menjadi proses-proses pemikiran yang visioner, termasuk mengasah kemampuan cara berpikir
kreatif dan inovatif. Hal ini diperlukan untuk menghadapi berbagai perkembangan teknologi dan
ilmu pengetahuan. Membekali mereka untuk mampu berkompetisi dengan baik namun berkarakter
itu juga PR besar guru masa kini. Mengasah keterampilan abad 21 siswa menjadi hal yang sangat
penting saat ini. Siswa yang siap menghadapi abad 21 adalah siswa yang terbiasa berpikir kritis,
siswa yang kreatif, siswa yang mampu berkolaborasi dalam setiap interaksinya, serta siswa yang
mampu komunikasi dengan baik. Keempat hal itu menjadi fokus utama yang menjadi tantangan bagi
guru. Mencetak siswa yang kreatif membutuhkan kemampuan guru yang kreatif pula tentunya.
Generasi sekarang adalah generasi yang ngga bisa dipaksa lagi untuk melakukan sesuatu. Anak
zaman now lebih suka meniru apa yang dilakukan oleh orang di sekitarnya. Sebagai contoh, ketika
awal tahun 2016 pemerintah menggulirkan program gerakan literasi sekolah (GLS) maka pihak
sekolah beramai ramai “memaksa” siswa untuk membaca buku non pelajaran setiap 15 menit
sebelum kegiatan belajar mengajar. Namun, tidak semua siswa mampu melaksanakan kegiatan itu
dengan ikhlas. Buktinya setiap saat para guru harus terus mengingatkan mereka. Saya berpikir
bahwa strategi yang diterapkan belum pas saat itu. Sebab, bagaimana siswanya mau terbiasa
membaca jika gurunya hanya mampu memberikan perintah tanpa memberikan tauladan. Jika
begitu, artinya gurunya dulu harus mau berliterasi. Saya bersama tim mencoba membuat strategi
lain dengan cara mengajak para guru untuk mau keluar dari zona nyamannya. Akhir tahun 2017 kami
mencoba melakukan gerakan guru menulis. Diawali dengan mengikuti pelatihan menulis buku
populer yang saya ikuti di Cianjur Januari 2018. Setelah menghasilkan satu buku populer, ternyata
virus menulis itu mulai menular di beberapa guru. Ternyata strategi itu dinilai berhasil mendobrak
motivasi siswa untuk mau membaca dengan kesadaran dirinya. Seiring waktu pembiasaan gerakan
literasi sekolah berjalan dengan baik. Sampai saat ini, hampir 60% guru di sekolah saya adalah guru
penulis. Karya setiap guru pun terus bertambah. Dan itu membuat saya mulai kecanduan untuk terus
belajar berkarya dalam tulisan. Buku ke 12 pun sedang berusaha saya rampungkan saat ini. Virus
menulis ini sudah mulai menjalar di kalangan siswa dan hal ini tentunya merupakan sarana bagi para
siswa untuk dapat menjadi pribadi yang kreatif dan inovatif. Beberapa Buku antologi siswa telah
berhasil diterbitkan. Menghasilkan ratusan siswa penulis merupakan pencapaian yang luar biasa
menurut saya. Budaya pembiasaan GLS merupakan salah satu upaya untuk membentuk siswa yang
kreatif, kritis serta dapat berkolaborasi dan berkomunikasi dengan baik namun tetap berkarakter.
Upaya meningkatkan mutu pendidikan tentunya dapat dicapai dengan berbagai strategi. Salah
satunya adalah membentuk guru guru yang kreatif dan inovatif yang siap menghadapi era revolusi
industri 4.0.

Anda mungkin juga menyukai