Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

BROKOPNEUMONIA

Disusun oleh :
Margaretha Meytha M

112017153

Moderator :
dr. Roedi Djatmiko, Sp.A

Tutor :

dr.Martaviani B.MKes,Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
PERIODE 18 Maret – 25 Mei 2019
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. NJKW
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/ Usia : 06 November 2017 / 1 tahun 9 bulan
Alamat : Komp Inkopad, Bogor
No. rekam medis : 871XXX
Tanggal datang ke IGD : 20 Agustus 2019
Datang sendiri/ rujukan : Sendiri tanpa rujukan
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda

II. ANAMNESIS
Alloanamnesa dengan Ibu kandung pasien
Tanggal 21 Agustus 2019 pukul 12.00 WIB.

KELUHAN UTAMA :
Sesak

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS. keluhan sesak disertai
dengan demam. 2 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien demam mendadak. Demam naik
turun dan suhu tertinggi 38,7°C. Demam disertai dengan batuk berdahak namun dahak tidak
keluar. Batuk tidak disertai darah dan terdengar suara grok-grok. Keluhan mual, muntah,
mencret, kejang, mimisan, trauma disangkal. Pasien berobat di poliklinik anak RSPAD Gatot
Soebroto dan mendapatkan obat amoxicilin syrup, paracetamol syrup, dexametason, dan puyer
berisi salbutamol, ambroxol, CTM. Kemudian keluhan demam tidak ada namun pasien masih
batuk. setelah obat habis pasien tidak kontrol kembali.
1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien kembali demam tinggi mendadak dari
sore hingga malam hari. Demam naik turun, demam turun setelah diberikan obat paracetamol
namun kemudian malam hari demam kembali tinggi, suhu yang terukur dirumah tertinggi
38,6°C. demam disertai dengan batuk berdahak dan pilek. Pilek terus menurus dan
mengeluarkan sekret berwarna kuning kehijauan. 2 hari kemudian pasien dibawa kembali ke
poliklinik anak RSPAD Gatot Soebroto dan diberikan obat paracetamol syrup dan cetirizin
syrup. Setelah minum obat demam turun namun malam hari naik kembali dengan suhu 38,7°C.
Keluhan batuk berdahak dan pilek masih ada.
4 hari sebelum masuk rumah sakit, anak muntah 1 kali. Muntah berisi air dan lendir
kehijauan. Ibu mengatakan bahwa anak menjadi sesak napas terutama saat sedang tiduran.
Keluhan kejang, mual, muntah, mencret, mimisan, trauma disangkal. Ibu mengatakan bahwa
anak masih mau makan dan minum namun sedikit. Tidak ada keluhan saat buang air kecil,
ganti popok 3-4 kali sehari, warna bening kekuningan jernih. Tidak ada keluhan saat buang air
besar, sehari 1 kali, lunak, warna coklat, tidak disertai darah ataupun lendir.
1 hari yang lalu, demam masih tinggi dengan suhu 38,6°C. ibu pasien mengatakan anak
semakin sesak napas dan hidungnya kembang kempis sehingga anak dibawa ke poliklinik anak
RSPAD Gatot Soebroto. Dokter mengatakan bahwa anak sudah dehidrasi sehingga perlu
perawatan di rumah sakit. Pasien tidak memiliki riwayat berpergian ke daerah endemis.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien memiliki riwayat operasi pada 1 tahun lalu. pasien operasi phimosis.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DAN LINGKUNGAN SEKITAR


Riwayat penyakit keluarga kakek memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus,
jantung, dan kanker dan nenek memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus.
Di lingkungan sekitar dan keluarga tidak ada yang mengalami penyakit demam, batuk, cacar,
campak, dan mumps.

RIWAYAT KEHAMILAN
Ibu P3A0. Tidak ada riwayat sakit pada masa kehamilan. Tidak ada riwayat mengkonsumsi
obat-obatan semasa mengandung. ANC empat kali di bidan selama kehamilan.

RIWAYAT KELAHIRAN
Bayi laki-laki lahir pada tanggal 07 November 2017 dengan persalinan caesar, lahir cukup
bulan 37 minggu dibantu oleh dokter dengan berat badan lahir 3200 gram, panjang badan lahir
48 cm. Keadaan setelah lahir langsung menangis, bergerak aktif. Tidak ada cacat, tidak ada
gambaran lidah menonjol, tidak ada penonjolan pada daerah umbilikus/hernia umbilikalis.
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Motorik Kasar
Menegakkan kepala : 2 bulan
Membalikkan badan : 3 bulan
Duduk : 6,5 bulan
Merangkak : 7 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 13 bulan
Bahasa
Bicara : 11 bulan
Motor Halus dan Kognitif
Menjumpit benda : 5 bulan
Menulis : - tahun
Membaca : - tahun
Prestasi Belajar :-
Kesan : perkembangan dan pertumbuhan normal
RIWAYAT NUTRISI
Usia (Bulan) ASI/PASI dan takaran Buah Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0-6 ASI, >4x - - - -

6-8 Susu formula 2 x 250 cc + ASI >4x + - + -

8-10 Susu Formula 2 x 250 cc + ASI >4x + + + -

10-12 Susu Formula 2 x 250 cc + ASI > 4x + + + +

Jenis Makanan Frekuensi


Nasi 3 x sehari, 1 piring @ 1 centong nasi
Sayuran 3 x sehari @1 sendok sayur / 1x makan
Daging 3 - 4 x seminggu @ 1 potong / 1 x makan
Telur 4 x seminggu @1 butir / 1 x makan
Ikan 3 x seminggu @1 potong / 1 x makan
Tahu 4 x sehari @ 1 potong / 1 x makan
Tempe 4 x sehari @ 1 potong / 1 x makan
Kesan : Kebutuhan makan pasien dan pemberian makanan pasien cukup baik
RIWAYAT IMUNISASI
Jenis Imunisasi Usia
Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Polio Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan 18 bulan
BCG 2 bulan
DTP 2 bulan 3 bulan 4 bulan 18 bulan
HiB 2 bulan 3 bulan 4 bulan 18 bulan
Campak 9 bulan
PCV (-)
Rotavirus (-)
Influenza (-)
MMR (-)
Tifoid (-)
Hepatitis A (-)
Varisela (-)
HPV (-)
Kesan : Imunisasi dasar lengkap, imunisasi tambahan tidak ada

RIWAYAT KELUARGA
Anak ketiga dari tiga bersaudara
Jenis Lahir Mati
No Usia Hidup Abortus Keterangan
Kelamin Mati (sebab)
1 10 tahun L  Sehat
2 8 tahun P  Sehat
3 1 tahun L  Pasien

Ayah Ibu
Nama Tn YY Ny LL
Usia 38 35
Pernikahan ke 1 2
Usia saat menikah 27 24
Pendidikan S1 D3
Pekerjaan PNS AD PNS AD
Agama Islam Islam
Suku bangsa Sunda Jawa
Riwayat penyakit Tidak ada Sindrom Guillain barre
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Anggota keluarga lain yang serumah : Tidak ada

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien tinggal di perumahan padat penduduk, rumah sendiri. Kondisi rumah cukup
bersih, tempat sampah berada di depan rumah, ventilasi udara cukup baik, ketersediaan air
cukup baik, air minum dari air galon isi ulang.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tinggi badan : 82 cm
Berat Badan : 11,8 kg

TANDA VITAL
Nadi : 125x/menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 28x/menit, reguler, tipe pernafasan abdominothorakal
Suhu : 36.6 oC aksila
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, ceria, aktif
Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5), Compos Mentis
Status mental : tenang
Status Gizi
Menurut kurva WHO 2006 untuk anak laki-laki usia 0-5 tahun :
Berdasarkan kurva weight for age BB/U : 0 sampai 1, berat badan cukup
Berdasarkan kurva length for age TB/U : -2 sampai 0, normal
Berdasarkan kurva weight for length/height BB/TB : 0 sampai +1, gizi cukup
Kesan: Status gizi baik, berat badan cukup , tinggi badan normal

Status Generalis
Kelainan mukosa/kulit/subkutan yang menyeluruh
- Pucat : (-)
- Sianosis : (-)
- Ikterik : (-)
- Perdarahan : (-)
- Edema : (-)
- Lesi/efloresensi : (-)
- Turgor : Baik
Kelenjar getah bening : Tidak teraba
Kepala
- Bentuk : Normocephal
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Wajah
- Raut Muka : Normal
Mata
- Palpebra : Normal
- Konjungtiva : Tidak anemis
- Sklera : Tidak ikterik
- Pupil : Bulat, isokor, letak sentral
- Reflek cahaya langsung : + / +
- Reflek cahaya tak langsung: + / +
Telinga
- Daun telinga : Normotia
- Lubang telinga : Lapang
- Perdarahan / sekret : sekret minimal
Hidung
- Bentuk : Normosepta
- Septum : Tidak deviasi
- Sekret : minimal
- Epistaksis : (-)
Mulut
Tidak tampak gambaran makroglosi, bibir lembab, tidak sianosis, tidak pucat
Faring hiperemis, tonsil tidak membesar T1-T1
Leher
- Tiroid : Tidak teraba
- KGB : Tidak teraba
Toraks
Bentuk Normochest, tidak ada retraksi sela iga
Paru
- Inspeksi : Gerak dada simetris tidak ada yang bagian tertinggal pada keadaan
statis dan dinamis
- Palpasi : Vokal fremitus simetris sama kuat pada kedua lapang paru
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, tidak ada rhonki,
tidak ada wheezing
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV garis midklavikularis sinistra, tidak
uat angkat, tidak ada thrill.
- Perkusi : Batas atas sela iga II garis sternalis sinistra
Batas jantung kiri sela iga IV garis midklavikula sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Datar, simetris, hernia umbilikalis (-), bekas luka operasi (-),
- Auskultasi : Bising usus (+) normoperistaltik
- Palpasi : Supel, turgor baik, tidak ada nyeri tekan,
Hepar, ginjal dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen, shifting dullness (-), undulasi
(-), nyeri ketok CVA (-)
Ekstremitas : Akral sedikit hangat, tidak sianosis, tidak edema,
capillary refill time <2 detik.
Refleks Fisiologis
BPR : +/+
APR : +/+
KPR : +/+
TPR : +/+

Tanda Rangsang Meningeal


Kaku kuduk :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II : -
Laseque : >70/>70
Kernig : >135/>135
Refleks Patologis
Babinski : -/-
Chaddok : -/-
Scaeter : -/-
Oppenheim : -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


PEMERIKSAAN 20/8/19 23/08/2019 Nilai normal
Hematologi rutin
Hemoglobin 13,3 13,7 10,5-13,5 g/dL
Hematokrit 40* 40* 33-39%
Eritrosit 5,3 5,4* 3,7-5.3juta/uL
Leukosit 28720* 17210 6000-17.500/uL
Trombosit 830000* 790000* 150000-400000/uL
Hitung jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 5* 1-3%

Segmen 41* 50-70%


Limfosit 49* 20-40%

Monosit 8 2-8%
MCV 74 73 77-95 fL
MCH 25 25 25-33 pg
MCHC 34 34 31-37 f/dL

RDW 13,20 11.5-14.5%

Pemeriksaan Radiologi 20/08/2019


Kesan :
 Bronkopneumonia
 Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung
V. RESUME
Seorang anak laki-laki usia 1 tahun 9 bulan datang ke Poliklinik Anak RSPAD Gatot
Soebroto dengan keluhan demam mendadak sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Demam naik turun dan suhu tertinggi 38,7°C. Demam disertai dengan batuk berdahak namun
dahak tidak keluar. Batuk terdengar suara grok-grok. 4 hari sebelum masuk rumah sakit, anak
muntah 1 kali. Muntah berisi air dan lendir kehijauan. Ibu mengatakan bahwa anak menjadi
sesak napas terutama saat sedang tiduran. Ibu mengatakan bahwa anak masih mau makan dan
minum namun sedikit. 1 hari yang lalu, demam masih tinggi dengan suhu 38,6°C. ibu pasien
mengatakan anak semakin sesak napas dan hidungnya kembang kempis. Pasien sudah dua kali
berobat di poliklinik anak RSPAD Gatot Soebroto.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum: tampak sakit sedang, rewel, gelisah,
tidak sesak napas, kesadaran compos mentis, nadi 125x/menit, pernafasan 28 x/menit, suhu
36.6oC, BB: 11,8 kg, TB : 82 cm, Status gizi : status gizi cukup, berat badan cukup, tinggi
badan normal, status generalis semua dalam batas normal.
Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil:
leukosit meningkat 28720/uL, Ht meningkat 40%, trombosit meningkat 830000. Didapatkan
eosinofil 0%, Segmen 41%, dan limfosit 49.

FOLLOW UP HARIAN
21 – 08 – 2019 S : orangtua mengatakan anak sudah P :
Hari ke 1 tidak demam, anak masih batuk IVFD D5 ¼ NS 1000 cc/24
berdahak namun dahak tidak keluar, jam
keluhan mual, muntah disangkal, makan Inj cefotaxim 3 x 250mg iv
dan minum sedikit. Inj dexametason 3 x 1 mg iv
Paracetamol syrup 3 x 5cc
O : CM, tampak sakit sedang,
inhalasi ventolin + NaCl 0.9%
HR: 120 x/mnt, RR:28x/mnt, T:36.5C 3cc
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera MB 1000 kkal/hari
Ikterik -/-
THT: nafas cuping hidung tidak ada,
faring hiperemis, sekret pada hidung
dan telinga minimal.
leher : tidak ada pembesaran KGB

thorax : simetris, tidak ada retraksi sela


iga

cor : BJ I dan II murni regular, tidak ada


murmur dan gallop

pulmo : suara nafas vesicular, tidak ada


ronkhi dan tidak ada wheezing

abdomen : datar, supel, bising usus


normoperistaltik

ekstremitas : teraba hangat CRT<2 detik

A: Bronkopneumonia

22 – 08- 2019 S : anak batuk tidak berdahak masih P:


Hari ke 2 tidak bisa keluar, keluar sedikit ketika di IVFD D5 ¼ NS 1000 cc/24
uap. Sudah tidak demam jam
Inj cefotaxim 3 x 250mg iv
O : CM, tampak sakit sedang,
Inj dexametason 3 x 1 mg iv
HR: 110x/mnt, RR:26x/mnt, T:36.6 C Paracetamol syrup 3 x 5cc
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera inhalasi ventolin + NaCl 0.9%
Ikterik -/- 3cc
THT: nafas cuping hidung tidak ada, MB 1000kkal/hari
faring hiperemis, tidak ada sekret pada
hidung dan telinga

leher : tidak ada pembesaran KGB

thorax : simetris, tidak ada retraksi sela


iga
cor : BJ I dan II murni regular, tidak ada
murmur dan gallop

pulmo : suara nafas vesicular, ada


ronkhi, tidak ada wheezing

abdomen : datar, supel, bising usus


normoperistaltik,

ekstremitas : teraba akral hangat,


CRT<2 detik

A: bronkopneumonia

23-08-2019 S : anak batuk tidak berdahak masih P:


Hari ke-3 tidak bisa keluar, keluar sedikit ketika di IVFD D5 ¼ NS 1000 cc/24
uap. Keluhan demam disangkal. jam
Inj cefotaxim 3 x 250mg iv
O : CM, tampak sakit ringan, ceria, aktif
Inj dexametason 3 x 1 mg iv
HR: 110x/mnt, RR:26x/mnt, T:36.6 C Paracetamol syrup 3 x 5cc
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera inhalasi ventolin + NaCl 0.9%
Ikterik -/- 3cc
THT: nafas cuping hidung tidak ada, MB 1000kkal/hari
faring hiperemis, tidak ada sekret pada
hidung dan telinga

leher : tidak ada pembesaran KGB

thorax : simetris, tidak ada retraksi sela


iga

cor : BJ I dan II murni regular, tidak ada


murmur dan gallop

pulmo : suara nafas vesicular, ada


ronkhi, tidak ada wheezing
abdomen : datar, supel, bising usus
normoperistaltik,

ekstremitas : teraba akral hangat,


CRT<2 detik

A: bronkopneumonia

VI. DIAGNOSA BANDING

1. Bronkiolitis akut
2. Tuberkulosis Paru

VII. DIAGNOSA KERJA


1. Bronkopneumonia
VIII. RENCANA PEMERIKSAAN
 Darah lengkap
 Foto Thorax PA
IX. PENATALAKSANAAN
IVFD D5 ¼ NS 1000 cc/24 jam
Inj Dexamethason 3 x 1 mg iv
Inj cefotaxim 3 x 250mg iv
paracetamol 4 x 125 mg
inhalasi ventolin + NaCl 0.9% 3cc
MB 1000kkal/hari

Edukasi:
Anak harus banyak istirahat
Memberikan makanan yang bergizi
Jaga kebersihan rumah dari debu dan ventilasi yang cukup

X. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru yang meliputi alveolus
dan jaringan interstitial. Bronkopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-
paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada
bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,
sakus alveolaris, dan alveoli. Bronkopneumonia memicu terjadinya eksudat mukopurulen yang
dapat mengakibatkan obstruksi saluran respiratori berkaliber kecil dan menyebabkan
konsolidasi yang merata ke lobules yang berdekatan. 1,2

Epidemilogi

Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai Negara terutama di


Negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak <5 tahun di maju
adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100
anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahunpada anak balita di
negara berkembang. 1

Imunisasi memberikan dampak yang sangat besar dalam menurunkan insidens


pneumonia yang disebabkan oleh pertussis, difteri, campak, Haemophilus influenzae dan S.
pneumonia. Di tempat basil Calmatte – Guerin (BCG) untuk tuberculosis digunakan, ia juga
memberikan pengaruh yang sama besarnya. Diperkirakan lebih dari 4 juta kematian setiap
tahun di negara berkembang disebabkan infeksi respiratori akut. Faktor resiko unutk infeksi
bawah termasuk refluks gastroesofageal, gangguan system neurologi (aspirasi), kondisi
imunokompromais, abnormalitas anatomis system respiratori, penghuni fasilitas perawatan
untuk anak cacat, dan saat dalam perawatan di rumah sakit, terutama di bagian perawatan
intensif ataupun sedang menjalani prosedur tindakan invasive. 2
Etiologi

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan k. diperkirakakn


lebih dari 4 juta kematian setiap tahu ekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum
etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan
bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli,
pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus,
sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga
ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.2

Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus(RSV) yang


mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human
metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens global
pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8 juta episode baru di seluruh dunia dengan 3.4 juta
episode pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan tahun 2005 terjadi kematian
66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% di antaranya terjadi di negara
berkembang. Data di atas mempertegas kembali peran RSV sebagai etiologi potensial dan
signifikan pada pneumonia anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama
dengan infeksi lain.2

Klasifikasi

Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan :

1. Asal Infeksi
a. Community-acquired pneumonia (CAP)
infeksi parenkim paru yang didapatkan individu yang tidak sedang dalam
perawatan di rumah sakit paling sedikit 14 hari sebelum timbulnya gejala.
b. Hospital-acquired pneumonia (HAP)
infeksi parenkim paru yang didapatkan selama perawatan di rumah sakit yang
terjadi setelah 48 jam perawatan (Depkes : 72 jam) atau karena perawatan di rumah
sakit sebelumnya, dan bukan dalam stadium inkubasi.

2. Lokasi lesi di paru


 Bronkopneumonia
 Penumonia lobaris
 Pneumonia interstitialis
3. Etiologi
- Infeksi
Berdasarkan mikroorganisme penyebab :
o Pneumonia bakteri
o Pneumonia virus
o Pneumonia jamur
o Pneumonia mikroplasma
- Non infeksi
Aspirasi makanan/asam lambung/benda asing/hidrokarbon/substansi lipoid,
reaksi hipersensitivitas, drug- dan radiation-induced pneumonitis.4,5,6

Karakteristik penyakit

- Pneumonia tipikal
- Pneumonia atipikal (mis. Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae).4
Derajat keparahan penyakit

Untuk mengklasifikasikan beratnya pneumonia perlu diperhatikan adanya tanda


bahaya (danger signs), yaitu : takipnea dan tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam
(retraksi epigastrik). Berdasarkan kedua tanda ini, maka klasifikasi beratnya pneumonia pada
anak bawah lima tahun (balita) ditentukan berdasarkan usia, sebagai berikut :

Tabel 1.1 pneumonia, pneumonia berat, sangat berat, dan bukan pneumonia
Patogenesis4

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam
paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme
dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :

1. inhalasi langsung dari udara


2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
4. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi yang
terdiri dari :

1. Susunan anatomis rongga hidung.

2. Jaringan limfoid di nasofaring

3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain
yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.

4. refleks batuk

5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.

6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.

7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A

8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja

sebagai antimikroba yang non spesifik.


Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung


pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

b. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

c. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi,
lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.

Gejala klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan dirumah
sakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang
kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostic
invasive, etiologi noninfeksi yang relative lebih sering, dan faktor patogenesis. Disamping
itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan
karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana
pneumonia. 6,7

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :

- Gejala infeksi umum, yaitu: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti : mual, muntah atau diare ; kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner.

- Gejala gangguan respiratory, yaituL: batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.6,7

Pemeriksaan fisik4,8

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut :

- Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan
cuping hidung.
- Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru
yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka,
namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi
energi vibrasi akan berkurang.
- Pada perkusi tidak terdapat kelainan
- Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non
musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi
antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya
frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo
osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar
(tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-
gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba
terbuka.
Berdasarkan lokasi lesi di paru :

Tabel 1.2 Lokasi lesi di paru

Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi
virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan
neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta
peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru,
cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.1,5

- Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks
pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah
pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada
foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan
diagnosis. 1,2
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

- infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,


peribronchial cuffing dan hiperaerasi

- infiltrat alveolar, merupakan kondisi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat
mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal
yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan
menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia.

- bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial.1,2,

Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi.


Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat
pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau
lobar, bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh
bakteri.1

- C-Reactive Protein (CRP)


Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor
infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan
profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi
bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk
evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.1

- Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan
mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan
bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.1,4

Diagnosis4,6

Dari anamnesa didapatkan gejala non respiratorik dan gejala respiratorik.


Dasar diagnosis tergantung umur, beratnya penyakit dan jenis organisme penyebab. Pada
bayi/anak kecil (balita) pemeriksaan auskultasi sering tidak jelas, maka nafas cepat dan
retraksi/tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dipakai sebagai parameter. Kriteria nafas
cepat, yaitu :

 Umur < 2 bl : ≥ 60x/menit

 2 bl-< 12 bl : ≥ 50x/menit

 12 bl-5 th : ≥ 40x/menit

 ≥ 5 tahun : ≥ 30x/meni

Dapat juga dipakai kriteria paling sedikit 3 dari 5 gejala/tanda berikut:

- Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
- Panas badan
- Ronki basah sedang nyaring pada bronkopneumonia atau suara pernafasan
bronkial (pada daerah yang dengan perkusi bernada pekak) pada pneumonia lobar
- Foto toraks menunjukkan adanya infiltrat berupa bercak-bercak (bronko) difus merata
(lober) pada satu atau beberapa lobus
- Leukositosis Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil dominan.
Pedoman diagnose dan tatalaksana yang lebih sederhana menurut WHO. Berdasarkan
pedoman tersebut bronkopneumoni dibedakan berdasarkan :

- Bronkopneumonia sangat berat :

Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah
sakit dan diberi antibiotika.

- Bronkopneumonia berat :

Bila di jumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan d beri antibiotic.
Diagnosis banding7

Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau kesulitan bernafas.

Tabel 1.3 Diagnosis banding sesak pada anak

Diagnosa banding Ditemukan

Bronkiolitis - episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun


- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
- - gejala pneumonia dapat juga dijumpai pada pasien ini

Tuberculosis Paru - Riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa


(TB) - Uji tuberculin positif (>10mm, pada keadaan
imunosupresi >5mm)
- Pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun
- Demam (>2 minggu) tanpa sebab yang jelas
- Batuk kronis (>3 minggu )
- Pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang
spesifik

Asma - Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan


dengan batuk dan pilek
- Hiperinflasi dinding dada
- Ekspirasi memanjang
- Berespon baik terhadap bronkodilator

Penatalaksanaan1,5,7

- Sebelum memberikan obat ditentukan dahulu : Berat ringannya penyakit, riwayat

pengobatan sebelumnya dan respons terhadap pengobatan tersebut, adanya penyakit

yang mendasarinya

- Antibiotik awal (dalam 24-72 jam pertama) :


a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

 ampicillin + aminoglikosid (gentamisin)

 amoksisillin-asam klavulanat

 amoksisillin + aminoglikosid

 sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

 beta laktam amoksisillin

 amoksisillin-amoksisillin klavulanat

 golongan sefalosporin

 kotrimoksazol

 makrolid (eritromisin)

c. Anak usia sekolah (> 5 thn)

 amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

 tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam
à ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga
(sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang
menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

- Penderita imunodefisiensi atau ditemukan penyakit lain yang mendasari ampisilin +


aminoglikosida (gentamisin), Hipersensitif dengan penisilin/ampisilin : Eritromisin,
sefalosporin (5-16% ada reaksi silang) atau linkomisin/klindamisin

- Antibiotik selanjutnya ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap respons klinis dalam
24-72 jam pengobatan antibiotik awal Kalau penyakit menunjukkan perbaikan → antibiotik
diteruskan sampai dengan 3 hari klinis baik (Pneumokokus biasanya cukup 5-7 hari, bayi <
2 bulan biasanya 10-14 hari) Kalau penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan
perbaikan yang nyata dalam 72 jam antibiotik awal dihentikan dan→ diganti dengan antibiotik
lain yang lebih tepat (sebelumnya perlu diyakinkan dulu tidak adanya penyulit seperti
empiema, abses, dll, yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

Indikasi rawat

Kriteria rawat inap, yaitu,1,7 :

Pada bayi

 saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis

 frekuensi napas > 60 x/menit

 distress pernapasan, apneu intermitten, atau grunting

 tidak mau minum / menetek

 keluarga tidak bisa merawat dirumah.

Pada anak

 saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis

 frekuensi napas ≥ 50 x/menit

 distress pernapasan

 grunting

 terdapat tanda dehidrasi

 keluarga tidak bisa merawat dirumah.

Kriteria pulang7:

 Gejala dan tanda pneumonia menghilang

 Asupan peroral adekuat


 Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)

 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.,

Gejala dan tanda pneumonia menghilang 7:

Asupan peroral adekuat

 Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)

 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.

Komplikasi

 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.

 Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.

 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.

 Infeksi sitemik

 Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.

 Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.9

Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama
dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.4

Pencegahan

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan


penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara
hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan ,beristirahat yang
cukup, rajin berolahraga dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi antara lain: 5,7

 Vaksinasi pneumokokus

Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali, namun
keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah
dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup 1 kali.

 Vaksinasi H.Influenzae

Diberikan pada usia 2, 4, 6, dan 15-18 bulan

 Vaksinasi varisela

Yang di anjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah dapat diberikan
setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan
pada umur > 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu

 Vaksinasi influenza

Diberiikan pada umur > 6 bulan setiap tahun. Untuk imunisasi primer anak 6
bulan - < 9 tahun di berikan 2 kali dengan interval minimal 4 minggu.
BAB III
ANALISIS KASUS

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis bronkopneumonia berdasarkan :


1. Demam yang mendadak tinggi dan naik turun selama 1 minggu.
2. Batuk berdahak, lendir yang keluar kental dan berwarna kuning kehijauan, sesak napas,
hidung kembang kempis (napas cuping hidung), adanya penurunan nafsu makan.
3. Terdapat kesan bronkopneumonia pada foto thorax
4. Terdapat leukositosis 28720/µL, trombositosis 840000/µL pada hari pertama masuk
rumah sakit.
Pada pasien ditemukan bahwa pada pemeriksaan laboratorium leukosit ≥ 17500/ µL
dan trombosit ≥ 400000/µL, sehingga menandakan bahwa pasien mempunyai infeksi dalam
tubuh dan seharusnya dilakukan observasi dengan algoritma tatalaksana kasus tersangka
bronkopneumonia. Pasien dapat berobat jalan namun pasien diputuskan untuk dirawat dengan
pertimbangan pasien mengalami penurunan nafsu makan sehingga pasien makan dan minum
sedikit serta observasi lebih lanjut apabila terjadi tanda-tanda syok.
Pemberian makanan pada pasien ini adalah makanan biasa (MB) dengan perhitungan
kalori sebagai berikut:
BBI = (umur (tahun) x 2) + 8
(1,7 x 2) + 8
10 kg
Kebutuhan kalori : BBI x RDA menurut usia-tinggi
100kkal x 10kg
1000 kalori
Pemberian kalori tersebut terdiri dari karbohidrat 700 kalori, lemak 200 kalori dan
protein 100 kalori. Pada pasien ini diberikan makanan biasa. Pemberian makanan biasa
bertujuan untuk menghindari terjadinya gizi kurang.

Prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah bonam karena penyakit pada pasien saat
ini tidak mengancam nyawa. Prognosis quo functionam adalah bonam karena organ-organ vital
pada pasien masih berfungsi dengan baik dan tidak terdapat kolaps paru atau atelectasis.
Prognosis quo ad sanactionam adalah dubia ad bonam karena kekambuhan pada
bronkopneumonia dapat terjadi jika terdapat reinfeksi yang disebabkan oleh penghuni rumah
yang padat, polusi atau debu, gizi yang buruk. Dengan edukasi yang tepat, maka dapat
dilakukan tindakan pencegahan terjadinya infeksi ini.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hegar, badriul. Pedoman pelayanan medis. Jakarta : IDAI; 2010.


2. Nelson, Ilmu kesehatan anak esensial. Edisi ke-VI. Singapore: IDAI; 2011.
3. Latief, abdul, dkk. Pelayanan kesehetan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta:
Depkes; 2009.
4. Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Volume I.Jakarta: EGC;
2000.
5. Sastroasmoro, sudigdo, dkk. Panduan pelayanan medis dept. IKA. Jakarta: RSCM;
2007.
6. Rahajoe, Nastini.N. Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta: IDAI; 2008.
7. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta:EGC; 2000.

Anda mungkin juga menyukai