Brokopneumonia
Disusun oleh :
Margaretha Meytha M
112017153
Moderator :
dr. Roedi Djatmiko, Sp.A
Tutor :
dr.Martaviani B.MKes,Sp.A
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. SPG
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/ Usia : 05 Januari 2018 / 1 tahun 7 bulan
Alamat : Jl Ksatria V
No. rekam medis : 9176XXX
Tanggal datang ke IGD : 14 Agustus 2019
Datang sendiri/ rujukan : Sendiri tanpa rujukan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
II. ANAMNESIS
Alloanamnesa dengan Ibu kandung pasien
Tanggal 15 Agustus 2018 pukul 14.30 WIB.
KELUHAN UTAMA :
Demam
RIWAYAT KEHAMILAN
Ibu P3A1. Tidak ada riwayat sakit pada masa kehamilan. Tidak ada riwayat mengkonsumsi obat-
obatan semasa mengandung. ANC empat kali di bidan selama kehamilan.
RIWAYAT KELAHIRAN
Bayi laki-laki lahir pada tanggal 05 Januari 2018 dengan persalinan caesar, lahir cukup bulan 38
minggu dibantu oleh dokter dengan berat badan lahir 2000 gram, panjang badan lahir 40 cm.
Keadaan setelah lahir langsung menangis, bergerak aktif. Tidak ada cacat, tidak ada gambaran
lidah menonjol, tidak ada penonjolan pada daerah umbilikus/hernia umbilikalis.
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Motorik Kasar
Menegakkan kepala : 3 bulan
Membalikkan badan : 4 bulan
Duduk : 8 bulan
Merangkak : 19 bulan
Berdiri : 19 bulan
Berjalan : - bulan
Bahasa
Bicara : - bulan
Motor Halus dan Kognitif
Menulis : - tahun
Membaca : - tahun
Prestasi Belajar :-
Kesan : perkembangan dan pertumbuhan lambat
RIWAYAT NUTRISI
Usia ASI/PASI dan takaran Buah Biskuit Bubur Nasi
(Bulan) Susu Tim
Ayah Ibu
Usia 38 35
Pernikahan ke 1 1
Usia saat menikah 27 24
Pendidikan SMA D3
Pekerjaan TNI PNS
Agama Islam Islam
Suku bangsa Jawa Jawa
Riwayat penyakit Tidak ada Tidak ada
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Anggota keluarga lain yang serumah : Tidak ada
Status Generalis
Kelainan mukosa/kulit/subkutan yang menyeluruh
- Pucat : (-)
- Sianosis : (-)
- Ikterik : (-)
- Perdarahan : (-)
- Edema : (-)
- Lesi/efloresensi : (-)
- Turgor : Baik
Kelenjar getah bening : Tidak teraba
Kepala
- Bentuk : Normocephal
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Wajah
- Raut Muka : Normal
Mata
- Palpebra : Normal
- Konjungtiva : Tidak anemis
- Sklera : Tidak ikterik
- Pupil : Bulat, isokor, letak sentral
- Reflek cahaya langsung : + / +
- Reflek cahaya tak langsung: + / +
Telinga
- Daun telinga : Normotia
- Lubang telinga : Lapang
- Perdarahan / sekret : (-)
Hidung
- Bentuk : Normosepta
- Septum : Tidak deviasi
- Sekret : (-)
- Epistaksis : (-)
Mulut
Tidak tampak gambaran makroglosi, bibir lembab, tidak sianosis, tidak pucat
Faring tidak hiperemis, tonsil tidak membesar T1-T1
Leher
- Tiroid : Tidak teraba
- KGB : Tidak teraba
Toraks
Bentuk Normochest, tidak ada retraksi sela iga
Paru
- Inspeksi : Gerak dada simetris tidak ada yang bagian tertinggal pada keadaan
statis dan dinamis
- Palpasi : Vokal fremitus simetris sama kuat pada kedua lapang paru
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, terdapat rhonki,
tidak ada wheezing
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV garis midklavikularis sinistra, tidak
kuat angkat, tidak ada thrill.
- Perkusi : Batas atas sela iga II garis sternalis sinistra
Batas jantung kiri sela iga IV garis midklavikula sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Datar, simetris, hernia umbilikalis (+), bekas luka operasi (-), terdapat
penonjolan di umbilikus
- Auskultasi : Bising usus (+) normoperistaltik
- Palpasi : Supel, turgor baik, tidak ada nyeri tekan,
Hepar, ginjal dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-
), nyeri ketok CVA (-)
Ekstremitas : Akral sedikit hangat, tidak sianosis, tidak edema,
capillary refill time <2 detik.
Refleks Fisiologis
BPR : +/+
APR : +/+
KPR : +/+
TPR : +/+
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II : -
Laseque : >70/>70
Kernig : >135/>135
Refleks Patologis
Babinski : -/-
Chaddok : -/-
Scaeter : -/-
Oppenheim : -/-
Monosit 9* 2-8%
MCV 72 72 77-95 fL
MCH 25 24 25-33 pg
MCHC 34 33 31-37 f/dL
RDW 13,90 11.5-14.5%
V. RESUME
Seorang anak laki-laki usia 1 tahun 7 bulan datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto dengan
keluhan 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam tinggi mendadak dari sore hingga malam
hari. Demam turun setelah diberikan obat paracetamol namun kemudian malam hari demam tinggi
kembali, suhu yang terukur dirumah tertinggi 39°C. Demam disertai batuk berdahak namun dahak
tidak bisa keluar. Ibu pasien mengatakan keluhan sesak napas tidak ada namun suara napas
terdengar grok-grok. Anak menjadi rewel dan sedikit-sedikit masih mau makan dan minum. Ibu
pasien mengatakan sudah memberikan obat paracetamol dan amoxicilin namun demam tidak
kunjung hilang dan anak dibawa ke IGD RSPAD Gatot Soebroto.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum: tampak sakit sedang, rewel, gelisah,
tidak sesak napas, kesadaran compos mentis, nadi 120x/menit, pernafasan 26 x/menit, suhu
36.6oC, BB: 26 kg, TB : 87 cm, Status gizi : status gizi cukup, berat badan kurang, tinggi badan
normal, status generalis semua dalam batas normal.
Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil:
leukosit meningkat 24080/uL dan pada pemeriksaan kedua menurun 8340/uL, Hb menurun pada
pemeriksaan kedua 9.9 g/dL, Ht menurun pada pemeriksaan kedua 30. Didapatkan eosinofil 5%,
Segmen 38%, limfosit 46 dan monosit 9 pada pemeriksaan kedua.
FOLLOW UP HARIAN
15 – 08 – 2019 S : orangtua mengatakan anak semalam P:
Hari ke 1 demam tinggi (38,0°C), anak masih RL 1000 cc/24 jam
batuk namun dahak tidak keluar, napas Inj cefotaxim 3 x 250mg iv
terdengar suara grok-grok. paracetamol 3 x 250 mg iv
inhalasi ventolin + NaCl 0.9%
O : CM, tampak sakit sedang, 3cc
ambroxol 5mg + salbutamol
HR: 120 x/mnt, RR:26x/mnt, T:36.5C
0.05 mg + CTM 1 mg 3 x 1
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera
pulv
Ikterik -/-
thyrax 1 x 30 mg
THT: nafas cuping hidung tidak ada,
faring hiperemis, tidak ada sekret pada
hidung dan telinga
leher : tidak ada pembesaran KGB
thorax : simetris, tidak ada retraksi sela
iga
cor : BJ I dan II murni regular, tidak
ada murmur dan gallop
pulmo : suara nafas vesicular, ada
ronkhi dan tidak ada wheezing
abdomen : datar, supel, bising usus
normoperistaltik, terdapat hernia
umbilikus
ekstremitas : teraba hangat CRT<2
detik
A: Bronkopneumonia
Hipotiroid
1. Bronkiolitis akut
2. Tuberkulosis Paru
3. Sindrom down
X. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Bronkopneumonia disebut juga
pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda
asing. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian
distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris,
dan alveoli.1,2
Epidemilogi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima
tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak
balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8%
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia.2
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5
tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka
13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun Insiden pneumonia pada anak ≤ 5
tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100
anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita dinegara
Berkembang.3,4
Etiologi
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak,
terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia
pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli,
pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan
oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang
lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumoniae.2
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus(RSV) yang mencakup 15-
40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus dan
adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens global pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8
juta episode baru di seluruh dunia dengan 3.4 juta episode pneumonia berat yang perlu rawat-inap.
Diperkirakan tahun 2005 terjadi kematian 66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% di
antaranya terjadi di negara berkembang. Data di atas mempertegas kembali peran RSV sebagai etiologi
potensial dan signifikan pada pneumonia anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama
dengan infeksi lain.2,5
Faktor non-infeksi3,5
Bronkopneumonia hidrokarbon:
Terjadi oleh karena aspirasi selama menelan muntah atau sonde lambung. Zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah, dan bensin.
Bronkopneumoni lipoid :
Terjadi akibat pemasuksn obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli
petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,
pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti
minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis
minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat
paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
Klasifikasi
Karakteristik penyakit
- Pneumonia tipikal
- Pneumonia atipikal (mis. Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae).4
Tabel 1.1 pneumonia, pneumonia berat, sangat berat, dan bukan pneumonia
Patogenesis4
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak
dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru
dapat melalui berbagai cara, antara lain :
1. inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
4. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang
dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. refleks batuk
8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke
alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium,
yaitu :
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang
terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan
sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam
darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis
sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi
fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
d. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin
dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Gejala klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang,
sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin
terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan dirumah sakit. Beberapa faktor yang
mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik,
mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi,
terbatasnya penggunaan prosedur diagnostic invasive, etiologi noninfeksi yang relative lebih sering, dan
faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang
menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana
pneumonia. 6,7
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
- Gejala infeksi umum, yaitu: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan
gastrointestinal seperti : mual, muntah atau diare ; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratory, yaituL: batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air
hunger, merintih, dan sianosis.6,7
Pemeriksaan fisik4,8
- Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping
hidung.
- Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
- Pada perkusi tidak terdapat kelainan
- Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit
normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan
bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi
mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin
dilakukan.1,6
- Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan
pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu
berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk
menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan
bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas penegakkan diagnosis. 1,2,6
- infiltrat alveolar, merupakan kondisi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai
satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai
lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu
tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia
- bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak-bercak
infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan
pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.2
infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan
profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri
superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons
terhadap terapi antibiotik.2
- Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali
pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat
berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi
paru.2,5
Diagnosis5,8
Dari anamnesa didapatkan gejala non respiratorik dan gejala respiratorik. Dasar diagnosis
tergantung umur, beratnya penyakit dan jenis organisme penyebab. Pada
bayi/anak kecil (balita) pemeriksaan auskultasi sering tidak jelas, maka nafas cepat dan retraksi/tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam dipakai sebagai parameter. Kriteria nafas cepat, yaitu :
2 bl-< 12 bl : ≥ 50x/menit
12 bl-5 th : ≥ 40x/menit
≥ 5 tahun : ≥ 30x/meni
- Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
- Panas badan
- Ronki basah sedang nyaring pada bronkopneumonia atau suara pernafasan bronkial
(pada daerah yang dengan perkusi bernada pekak) pada pneumonia lobar
- Foto toraks menunjukkan adanya infiltrat berupa bercak-bercak (bronko) difus merata (lober)
pada satu atau beberapa lobus
- Leukositosis Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan,
dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil dominan.
Pedoman diagnose dan tatalaksana yang lebih sederhana menurut WHO. Berdasarkan pedoman
tersebut bronkopneumoni dibedakan berdasarkan :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan
diberi antibiotika.
- Bronkopneumonia berat :
Bila di jumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di
rumah sakit dan d beri antibiotic.
Diagnosis banding9
Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau kesulitan bernafas.
Tabel 1.3 Diagnosis banding sesak pada anak
Penatalaksanaan1,7,9
yang mendasarinya
amoksisillin-asam klavulanat
amoksisillin + aminoglikosid
amoksisillin-amoksisillin klavulanat
golongan sefalosporin
kotrimoksazol
makrolid (eritromisin)
- Penderita imunodefisiensi atau ditemukan penyakit lain yang mendasari ampisilin + aminoglikosida
(gentamisin), Hipersensitif dengan penisilin/ampisilin : Eritromisin,
- Antibiotik selanjutnya ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap respons klinis dalam 24-72 jam
pengobatan antibiotik awal Kalau penyakit menunjukkan perbaikan → antibiotik diteruskan sampai dengan
3 hari klinis baik (Pneumokokus biasanya cukup 5-7 hari, bayi < 2 bl biasanya 10-14 hari) Kalau
penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 72 jam antibiotik awal
dihentikan dan→ diganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat (sebelumnya perlu diyakinkan dulu tidak
adanya penyulit seperti empiema, abses, dll, yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
Indikasi rawat
Pada bayi
Pada anak
saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis
distress pernapasan
grunting
Kriteria pulang:
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
Komplikasi
Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan
akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu
tempat atau seluruh rongga pleura.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
Infeksi sitemik
Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak
dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.Interaksi sinergis antara
malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh.
Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.6
Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap
berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga
kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain. 7,9
Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan diberikan 2 kali dengan
interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali, namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali
pada usia 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun
PCV diberikan cukup 1 kali.
Vaksinasi H.Influenzae
Vaksinasi varisela
Yang di anjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah dapat diberikan setelah umur 12
bulan, terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur > 12 tahun, perlu
2 dosis dengan interval minimal 4 minggu
Vaksinasi influenza
Diberiikan pada umur > 6 bulan setiap tahun. Untuk imunisasi primer anak 6 bulan - < 9 tahun di
berikan 2 kali dengan interval minimal 4 minggu. 7,9
DAFTAR PUSTAKA
1. Garna, herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung : UNPAD
2. Hegar, badriul. 2010. Pedoman pelayanan medis. Jakarta : IDAI.
3. Latief, abdul, dkk. 2009. Pelayanan kesehetan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta: Depkes
4. Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.
5. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC
6. Smeltzer, Suzanne C.2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Volume I.Jakarta: EGC
7. Sastroasmoro, sudigdo, dkk. 2007. Panduan pelayanan medis dept. IKA. Jakarta: RSCM
8. Rahajoe, Nastini.N.2008.Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta: IDAI
9. Nelson .2000.Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta:EGC.