Anda di halaman 1dari 11

Analisis Kasus Kepailitan Pt Cipta Televisi Pendidikan Indonesia

(Tpi) Dan Pergantian Nama Menjadi MNCTV

Dosen Pengempu:

Mata Kuliah : Penghantar Hukum Bisnis ( )

Ruang Kelas : E II 4 (A2)

Oleh Kelompok :
Anggota Kelompok :

I Gede Artha Sanjaya (17075220)

Anak Agung Wulan Kumala (1707522028)

Ni Putu Ayu Sri Kusuma Dewi (1707522036)

Ida Ayu Dhiana Pradnyani (1707522037)

MANAJEMEN NON REGULER

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kepailitan merupakan suatu keadaan yang dialami oleh banyak perusahaan. Masalah
kepailitan tentunya tidak lepas dari masalah yang berkaitan dengan utang – piutang. Sebuah
perusahaan dikatakan pailit apabila perusahaan tidak mampu membayar utangnya terhadap
perusahaan (kreditor) yang telah memberikan pinjaman kepada perusahaan yang pailit. Kasus
pailitnya PT. Cipta Televisi Indonesia atau yang lebih familiar disebut dengan TPI dengan
slogan MIlik Kita Bersama ini adalah salah satu contoh dari begitu banyaknya perusahaan
yang dinyatakan pailit oleh kreditornya.

Berawal dari tuntutan Crown Capital Global Limited (CCGL), sebuah perseroan yang
berkedudukan di British Virgin Island terhadap TPI dalam dokumen resmi yang diperoleh di
pengadilan, permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Crown Capital melalui kuasa
hukumnya, Ibrahim Senen, dengan perkara No. 31/PAILIT/2009/PN.NIAGA JKT PST,
tertanggal 19 Juni 2009. Pemohon, dalam permohonan pailitnya, mengklaim termohon
mempunyai kewajiban yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih US$ 53 juta (nilai pokok
saja), di luar bunga, denda, dan biaya lainnya. Pemohon juga menyertakan kreditur lainnya
yakni Asian Venture Finance Limited dengan tagihan US$ 10.325 juta diluar bunga, denda,
dan biaya lainnya.

Melihat laporan CCGL, pihak Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
mengabulkan permohonan tuntutan dari CCGL untuk mempailitkan TPI pada 14 Oktober
2009. Namun, rupanya Pengadilan Niaga melakukan kesalahan ketika memutusakan untuk
mempailitkan TPI. Pengadilan Niaga tidak melakukan proses verifikasi utang – piutang
secara lebih jeli, sehingga akibatnya banyak pihak yang seakan – akan menyalahkan
keputusan Pengadilan Niaga yang tidak memberi kesempatan TPI untuk membela diri.

Kejanggalan ini kemudian disangka sebagai akibat munculnya Markus (Makelar


Kasus) yang tidak beritikad baik dan berencana merugikan TPI. Merasa tidak bersalah, TPI
melakukan kasasi untuk permohonan peninjauan kembali kasus tersebut kepada Mahkamah
Agung. Sidang putusan kasasi kasus pailit TPI ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Abdul
Kadir Moppong dengan hakim anggota Zaharuddin Utama dan M. Hatta Ali. Sungguh kabar
yang membawa angin segar bagi TPI dan seluruh pihak yang telah mendukung TPI dalam
usaha penolakan kasus pailit karena pada hari Selasa, 15 Desember 2009 Mahkamah Agung
telah mengabulkan permohonan kasasi TPI yang diajukan oleh karyawan PT. Cipta Televisi
Pendidikan Indonesia (TPI). Alhasil, putusan pailit atas TPI pun batal.
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa


masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kronologi kasus sengketa kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan


Indonesia (TPI)?

2. Bagaimana hasil kasus putusan kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia


(TPI)?

3. Mengapa PT Cipta Televisi Indonesia (TPI) berganti nama menjadi MNCTV?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui kronologi kasus sengketa kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan


Indonesia (TPI).

2. Untuk mengetahui hasil kasus putusan kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan


Indonesia (TPI).

3. Untuk mengetahui alasan PT Cipta Televisi Indonesia (TPI) berganti nama menjadi
MNCTV.
BAB II

PEMBAHASAN

3.1. Kronologi Kasus Kepailitan TPI

TPI pertama kali mengudara pada 1 Januari 1991 selama 2 jam dari pukul 19.00-
21.00 WIB. TPI diresmikan Presiden Soeharto pada 23 Januari 1991 di Studio 12 TVRI
Senayan, Jakarta. Secara bertahap, TPI mulai memanjangkan durasi tayangnya. Pada akhir
1991, TPI sudah mengudara selama 8 jam sehari. TPI didirikan oleh putri sulung Presiden
Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut dan sebagian besar sahamnya dimiliki
oleh PT Cipta Lamtoro Gung Persada. Stasiun televisi yang akrab dengan masyarakat segmen
menengah bawah ini harus diakui tidak memiliki kinerja keuangan yang baik, terutama ketika
TPI kemudian memutuskan keluar dari naungan TVRI dan beralih menjadi stasiun musik
dangdut pada pertengahan 1990-an.

Secara berangsur-angsur kinerja keuangan memburuk, utang-utang pun kian


menumpuk. Pada tahun 2002, posisi utang TPI sudah mencapai Rp 1,634 triliun, jumlah yang
sangat besar untuk periode tahun itu. Mbak Tutut pun yang saat itu juga terbelit utang maha
besar kelimpungan. Di satu sisi dirinya menghadapi ancaman pailit, di sisi lain utang TPI
juga terancam tak terbayar. Di tengah kondisi tersebut, Mbak Tutut meminta bantuan kepada
Hary Tanoe untuk membayar sebagian utang-utang pribadinya. Sebagai catatan, Hary Tanoe
saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Bimantara Citra Tbk (BMTR) yang sekarang
berubah nama menjadi PT Global Mediacom Tbk (BMTR). Bimantara Citra merupakan
perusahaan kongsi antara Bambang Trihatmojo, adik Mbak Tutut dengan Hary Tanoe dan
kawan-kawan.

Akhirnya BMTR sepakat untuk membayar sebagian utang mbak Tutut sebesar US$
55 juta dengan kompensasi akan mendapat 75% saham TPI. Oleh sebab itu, kedua belah
pihak yakni pihak Mbak Tutut dengan pihak Hary Tanoe melalui PT Berkah Karya Bersama
(BKB) menandatangani investment agreement pada 23 Agustus 2002 dan ditandatanganinya
adendum surat kuasa pengalihan 75% saham TPI kepada BKB pada Februari 2003.

Crown Capital Global Limited (CCGL) memberikan tuduhan pailit kepada TPI.
Tuduhan pailit oleh perusahaan Crown Capital Global Limited (CCGL) terhadap PT. Cipta
Televisi Pendidikan Indonesia dikabulkan oleh Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat pada tanggal 14 Oktober 2009. Putusan tersebut menuai banyak protes oleh
para ahli hukum, DPR, Komisi Penyiaran Indonesia, pekerja TPI, dan semua konsumen
siaran TPI di Indonesia. Hal ini disinyalir adanya campur tangan Markus (Makelar Kasus),
sehingga kasus ini aneh sekali jika dikabulkan dengan mudahnya oleh Pengadilan Niaga.
Menurut Sang Nyoman, Direktur Utama TPI, keberadaan makelar kasus dalam
perkara ini disinyalir sangat kuat mengingat sejumlah fakta hukum yang diajukan ke
persidangan tidak menjadi pertimbangan majelis hakim saat memutus perkara ini. Ketika
didesak siapa makelar kasus yang dimaksud, Nyoman mengatakan bahwa ada pihak yang
disebut-sebut mendapat tugas pemberesan sengketa ini dan mengakui sebagai pengusaha batu
bara berinisial RB. Inisial ini pernah terungkap ketika diadakan rapat pertemuan antara hakim
pengawas, tim kurator, dan direksi TPI di Jakarta Pusat pada Rabu tanggal 4 November 2009.
Hal tersebut dirasa aneh oleh pihak TPI sendiri karena pihak TPI tidak merasa memiliki utang
yang belum terbayar kepada CCGL.

Menurut Pengadilan Niaga, tuduhan kepailitan dikabulkan dengan alasan didasarkan pada
asumsi majelis hakim bahwa TPI tidak bisa memenuhi kewajiban membayar utang obligasi
jangka panjang (sub ordinated bond) senilai USD53 juta kepada Crown Capital Global
Limited (CCGL). Sementara dalam kenyataannya yang terjadi adalah :

1. Pada 1996, TPI yang masih dipegang Presiden Direktur Siti Hardiyanti Rukmana alias
Mbak Tutut mengeluarkan sub ordinated bond (Sub Bond) sebesar USD53 juta. Utang
dalam bentuk sub ordinated bond tersebut.

2. Dibuat sebagai rekayasa untuk mengelabuhi publik atas pinjaman dari BIA. Marx
menjelaskan, rekayasa terjadi karena ditemukan fakta bahwa uang dari Peregrine
Fixed Income Ltd masuk ke rekening TPI pada 26 Desember 1996. Namun, selang
sehari tepatnya 27 Desember 1996, uang tersebut langsung ditransfer kembali ke
rekening Peregrine Fixed Income Ltd. Setelah utang-utang itu dilunasi oleh
manajemen baru TPI, dokumen- dokumen asli Sub Bond masih disimpan pemilik
lama yang kemudian diduga diambil secara tidak sah oleh Shadik Wahono (yang saat
ini menjabat sebagai Direktur Utama PT Cipta Marga Nusaphala Persada)

3. Terjadi transaksi Sub Bond antara Filago Ltd dengan CCGL dengan menggunakan
promissory note (surat perjanjian utang) sehingga tidak ada proses pembayaran.
Semua transaksi pengalihan Sub Bond berada di luar kendali TPI setelah Sub Bond
berpindah tangan, sehingga apabila CCGL menagih hutang dari Sub Bond, jelas-jelas
illegal.

Hal ini juga sulit diterima oleh Komisi Penyiaran Indonesia karena penanganan kasus
yang melibatkan media massa tidak bisa semua kalangan mampu dan sanggup
menggunakannya, sehingga penanganannya pun harus dikecualikan. Dalam putusan pailit ini,
kerugian tidak hanya dialami perusahaan tersebut tetapi masyarakat luas juga turut dirugikan.

Pihak kuasa hukum PT. TPI mencoba memberi klarifikasi yang sejujurnya disertai dengan
bukti – bukti otentik melalui segala macam transaksi yang tercatat di buku ATM Bank BNI
46 yang menjadi ATM basis bagi perusahaan TPI. Dikatakan Marx Andriyan, bahwa pada
tahun 1993 telah ditandatangani Perjanjian piutang antara TPI dengan Brunei Investment
Agency (BIA) sebesar USD $50 juta. Atas instruksi pemilik lama, dana dari BIA tidak
ditransfer ke rekening TPI tapi ke rekening pribadi pemilik lama.
Dalam laporan keuangan TPI juga tidak pernah tercatat utang TPI dalam bentuk Sub
Bond senilai USD 53 juta. Berdasarkan hasil audit laporan keuangan TPI yang dilakukan di
kantor akuntan publik dipastikan bahwa di dalam neraca TPI 2007 dan 2008 juga tidak
tercatat adanya kreditur maupun tagihan dari CCGL.

3.2. Hasil Putusan Kasus Kepailitan TPI

Kejanggalan ini kemudian disangka sebagai akibat munculnya Markus (Makelar


Kasus) yang tidak beritikad baik dan berencana merugikan TPI. Merasa tidak bersalah, TPI
melakukan kasasi untuk permohonan peninjauan kembali kasus tersebut kepada Mahkamah
Agung. Setelah proses verifikasi oleh Mahkamah Agung, kesalahan – kesalahan yang belum
teridentifikasi oleh Pengadilan Niaga mulai nampak, seperti bukti pembayaran tagihan utang
oleh TPI. Dalam laporan keuangan tersebut dikatakan, bahwa surat utang (obligasi) milik TPI
sebesar US$ 53 juta yang jatuh tempo pada tanggal 24 Desember 2006 telah berhasil dibayar.

Lagipula, ada masalah lain yang lebih kompleks tentang keberadaan surat – surat
utang itu. Keadaan yang rumit itu seharusnya tidak dilanjutkan dalam urusan hukum.
Dikatakan bahwa, persyaratan pengajuan kepailitan adalah apabila transaksi yang berjalan
berlangsung dengan sederhana, bukan kompleks seperti masalah dugaan pailitnya TPI.
Apalagi dikatakan juga dari hasil pengkajian ulang, bahwa hanya ada 1 kreditor yang merasa
punya masalah utang piutang dengan TPI, sementara dalam persyaratan diakatakan bahwa
harus ada lebih dari 1 kreditor yang merasa dirugikan yang boleh mengajukan kasus ini ke
pengadilan. Melihat dua kekeliruan di atas, dalam sidang putusan kasasi kasus pailit TPI ini
yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Abdul Kadir Moppong dengan hakim anggota
Zaharuddin Utama dan M. Hatta Ali, maka pada tanggal 15 Desember 2009 diputuskan
bahwa TPI tidak pailit.

Akibat berita baik ini, keluarga besar PT. TPI yang sahamnya 75% dimiliki oleh PT.
Media Nusantara Citra yang dimiliki oleh Henry Tanoe melakukan syukuran dan
memantapkan hati dan langkah untuk mengibarkan sayapnya di udara.

3.3. Alasan Perubahan Nama Menjadi MNCTV

Sejak Juli 2006, 75% saham TPI dimiliki oleh Media Nusantara Citra, kelompok
perusahaan media yang juga memiliki RCTI dan Global TV. Lalu pada tanggal 20 Oktober
2010 atau 20.10.2010 tepat pukul 20.10 WIB menjadi momen bersejarah pergantian nama
Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Logo dan merek baru MNCTV resmi menggantikan
TPI. Perubahan nama tersebut hanyalah rebranding untuk kepentingan bisnis. Nama PT-nya
tetap CTPI, tetapi brand usahanya berganti menjadi MNC TV. Karena dengan rating nomor 4
yang dimiliki TPI tetapi penjualan iklan tidak bagus diharapkan dengan bergantinya nama
tersebut penjualan iklan semakin meningkat.

Alasan pemilihan nama menggunakan MNC TV, dikarenakan MNC sendiri sudah
kuat di market dan dapat menghemat waktu dan biaya dengan mengadakan riset. Selain itu,
perlu diketahui bahwa program dangdut yang sudah menjadi program utama, tetap akan
dipertahankan oleh MNCTV, tetapi selain mempertahankan itu, MNCTV juga akan
menambahkan program-program yang lainnya juga.

3.4. Profil MNCTV

MNCTV merupakan salah satu pelopor stasiun televisi swasta di Indonesia yang
mulai mengudara sejak tanggal 20 Oktober 2010 dengan tag-line atau slogan ‘Selalu di Hati’.
Logo dan merek perseroan MNCTV ini diharapkan dapat memperluas pangsa pasar dan
pemirsa dari stasiun ini. Bersamaan dengan kehadiran MNCTV, publik dapat menyaksikan
peningkatan kualitas dan keragaman tayangan, sebagai hasil dari komitmen untuk
memperbaiki kerja dan budaya perseroan.

MNCTV pada awalnya menggunakan nama TPI, di mana TPI sendiri didirikan pada
tahun 1990 di Jakarta, sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penyiaran televisi
di Indonesia. TPI merupakan perusahaan swasta ketiga yang mendapatkan izin penyiaran
televisi pada tanggal 1 Agustus 1990, dan sebagai stasiun televisi pertama yang mendapat izin
penyiaran secara nasional. TPI mulai beroperasi secara komersial sejak tanggal 23 Januari
1991. Dan pada bulan Juli 2006, Media Nusantara Citra (MNC) mengakuisisi 75% saham
TPI. Sejak saat itu secara resmi TPI bergabung menjadi salah satu televisi yang dikelola
MNC yang juga merupakan induk dari RCTI dan Global TV.

MNCTV sejak awal juga telah membuktikan diri sebagai stasiun televisi yang paling
jeli dalam menangkap selera dan kebutuhan masyarakat Indonesia, stasiun televisi yang
benar-benar menampilkan citra Indonesia, mengedepankan tayangan-tayangan sopan dan bisa
dinikmati seluruh keluarga. Program-program yang sangat Indonesia inilah yang mampu
mengantarkan MNCTV sebagai stasiun televisi papan atas Indonesia. MNCTV sendiri
senantiasa mengasah diri sebagai partner yang memberikan layanan terbaik bagi seluruh
mitra usaha. Dengan dukungan SDM profesional, MNCTV siap menjadi televisi terdepan
yang dapat diandalkan.

3.4.1. MNCTV Insight

MNCTV merupakan salah satu pelopor stasiun televisi swasta di Indonesia yang
mulai mengudara dengan nama baru sejak 20 Oktober 2010 (sebelumnya TPI) dengan izin
Menteri Penerangan No.127/E/RTF/K/VIII/1990, dan menjangkau 158 juta pemirsa di
seluruh Indonesia. Berdasarkan riset Nielsen, di tengah persaingan industri pertelevisian yang
semakin ketat, MNCTV berhasil mencapai posisi 1 dengan 16,6% audience share pada April
2005.

3.4.2. Visi, Misi, Slogan

Visi : Pilihan Utama Pemirsa Indonesia

Misi : Menyajikan Tayangan Bercita Rasa Indonesia yang Menghibur dan Inspiratif

Slogan : Selalu di Hati

3.4.3. Dewan Direksi dan Dewan Komisaris


Dewan Direksi

President Director – S.N Suwisma

Managing Director – Nana Putra

Finance & Technology Director – Ruby Panjaitan

Program & Production Director – Endang Mayawati

Sales & Marketing Director – Tantan Sumartana

Dewan Komisaris

Komisaris Utama – Hary Tanoesoedibjo

Komisaris – Rudijanto Tanoesoedibjo

Komisaris – Tarub

Komisaris – Agus Mulyanto

3.5. Lingkungan Kompetitif MNCTV

1. Pesaing

Yang menjadi pesaing utama bagi MNCTV adalah SCTV, Indosiar, Metro TV, Trans TV, dan
TV One. Produk dan jasa yang dihasilkan satu sama lain tidak jauh berbeda atau cenderung
mirip karena sistem TV di Indonesia belum memiliki ciri khas tersendiri.

2. Pendatang baru.

MNCTV saat ini tidak memiliki ancaman pendatang baru yang potensial karena MNCTV ini
dulunya adalah TPI yang sudah dikenal oleh masyarakat, hanya nama brand usahanya saja
yang berubah.

3. Substitusi.

Produk subtitusi dibagi menjadi beberapa kategori yaitu media cetak seperti majalah, surat
kabar, sebagai produk untuk pengganti untuk berita dan informasi, sedangkan radio untuk
menggantikan acara musik, dan internet adalah media hiburan untuk mendapatkan informasi
dan berupa audio visual.

4. Pemasok.

Pihak-pihak yang dikategorikan sebagai pemasok adalah production house (PH), pemasok
peralatan operasional perusahaan, dan sumber daya manusia yang berkualitas yang
mendukung jalannya proses bisnis perusahaan.

5. Konsumen.
Pihak yang berperan sebagai pelanggan adalah penikmat produk/jasa yaitu pemirsa dari
kelompok umur manapun dan dari golongan apapun yang berada di Indonesia maupun luar
negeri.

3.6. Competitive Advantage MNCTV

Penerapan teknologi informasi yang terencana dengan baik dapat meningkatkan dan
mempertahankan keunggulan bersaing organisasi. MNCTV memandang bahwa teknologi
informasi memiliki peran dalam meningkatkan kemampuan bersaing bagi pangsa pasar
perusahaan atau lini bisnis. Inovasi juga memiliki perananan yang pening. Inovasi yang
dilakukan MNCTV yaitu dengan menayangkan pertandingan sepak bola Liga Inggris,
meningkatkan beberapa tayangan olahraga dan anak-anak. MNCTV juga menjaga kualitas
sebagai stasiun televisi yang paling jeli dalam menangkap selera dan kebutuhan masyarakat
Indonesia, stasiun televisi yang benar-benar menampilkan citra Indonesia, dan
mengedepankan tayangan-tayangan sopan dan bisa dinikmati seluruh keluarga.

3.7. Analisa Matriks BCG

Salah satu teknik terpopuler dalam menganalisis strategi perusahaan untuk mengelola
portofolio adalah matriks BCG. Masing-masing bisnis di dalam perusahaan diplot pada
matriks berdasarkan pertumbuhan pasar mereka dan kekuatan relatif dari posisi kompetitfnya
dalam pangsa pasar tersebut.

MNCTV berada di posisi “sapi perah” karena MNCTV pertumbuhan bisnisnya


rendah terutama dalam bidang periklanan tetapi posisi kompetitifnya kuat. Ketika namanya
masih TPI, pendapatan iklan menempati urutan terbawah dari 10 stasiun televisi nasional
untuk itu TPI mengganti namanya menjadi MNCTV agar pendapatan iklan bisa meningkat.

3.8. Analisa SWOT

a. Strengths

1. Stasiun televisi yang benar-benar menampilkan citra Indonesia

2. Menjadi pelopor pembangunan budaya melayu yang menyumbang dalam


pembentukan karakter budaya nasional.

3. Menempati urutan ke 4 dari 10 stasiun televisi nasional dalam posisi audience share
2010.

4. Memiliki banyak penghargaan.

5. Stasiun televisi yang menyajikan acara musik dangdud.

b. Weakness

1. Menempati urutan ke 10 dari 10 stasiun televisi nasional dalam pendapatan iklan.


2. Diasosiasikan sebagai Stasiun TV untuk orang tua/senior dengan tayangan “biasa
saja” dan kurang inovatif.

c. Opportunities

1. Penonton yang banyak yang berada di seluruh Indonesia.

2. Penggantian nama yang akan menambah citra.

3. Dibawah naungan MNC Group yang sudah mempunyai nama besar dan kredibilitas
yang baik di Indonesia untuk industri media.

d. Threats

1. Banyaknya stasiun televisi yang memiliki program unggulan.

2. Produk subtitusi seperti media cetak, radio dan internet sebagai media pemberi
informasi.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia tidak jadi dipailitkan karena laporan dugaan
oleh CCGL tidak terbukti benar, bukti-bukti belum jelas, dan karena pembukuan laporan
tahunan yang tersedia sangat jauh dari kata sederhana.

Perubahan nama TPI menjadi MNC hanyalah rebranding untuk kepentingan bisnis.
Nama PT-nya tetap CTPI, tetapi brand usahanya berganti menjadi MNC TV. MNCTV
memandang bahwa teknologi informasi memiliki peran dalam meningkatkan kemampuan
bersaing bagi pangsa pasar perusahaan atau lini bisnis.

MNCTV berada di posisi “sapi perah” karena MNCTV pertumbuhan bisnisnya


rendah terutama dalam bidang periklanan tetapi posisi kompetitifnya kuat. Ketika namanya
masih TPI, pendapatan iklan menempati urutan terbawah dari 10 stasiun televisi nasional
untuk itu TPI mengganti namanya menjadi MNCTV agar pendapatan iklan bisa meningkat.

4.2. Saran

Hendaknya Pengadilan Niaga sungguh-sungguh memperhitungkan putusan hakimnya


disesuaikan dengan bukti-bukti yang telah diidentifikasi, verifikasi, dan bagaimana kreditor
atau debitornya. Jangan sembarangan mengambil keputusan, karena akan berdampak pada
pelanggaran kode etik.

Anda mungkin juga menyukai