Anda di halaman 1dari 16

III.

METODE PENARIKAN SAMPEL

Bab ini bertujuan untuk mempelajari beberapa metode-metode pengambilan


sampel dan metode penentuan jumlah sampel. Pada akhir pertemuan diharapkan
mahasiswa mampu:
 Menentukan jumlah sampel yang representatif dalam penelitian.
 Memilih dan menggunakan metode-metode pengambilan sampel yang tepat
sesuai dengan rancangan penelitian yang akan dilaksanakan.

Dalam suatu penelitian, jarang sekali seorang peneliti dapat meneliti dan
mengobservasi seluruh subyek yang akan ditelitinya. Hal ini disebabkan karena
keterbatasan sumber daya, baik dana maupun waktu. Seorang peneliti hanya dapat
meneliti/mengobservasi bagian dari subyek tersebut. Selain itu ilmu statistik telah
membuktikan bahwa dengan teori peluang dimungkinkan untuk mengambil bagian yang
dapat mewakili populasi, sehingga perilaku populasi dapat diwakili oleh bagian yang
diambil. Bagian dari keseluruhan populasi yang menjadi obyek sesungguhnya dari suatu
penelitian itulah yang disebut sampel. Sampel merupakan suatu bagian dari populasi
yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya.
Metode untuk menyeleksi populasi agar terpilih sebagai sampel yang
representatif itulah yang disebut metode penarikan sampel (sampling). Metode
penarikan sampel merupakan proses pemilihan sejumlah individu (sampel) untuk suatu
penelitian, sehingga individu-individu tersebut merupakan perwakilan kelompok yang
lebih besar (populasi).
Metode penarikan sampel yang representatif pada dasarnya menyangkut masalah
sampai dimanakah ciri-ciri yang terdapat pada sampel yang terbatas itu benar-benar
menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Tujuan penarikan sampel adalah
menggunakan sebagian individu-individu yang diselidiki tersebut untuk memperoleh
informasi tentang populasi.
Syarat yang harus dipenuhi dalam prosedur penarikan sampel adalah
representative (mewakili) dan besarnya (ukuran) sampel harus memadai. Suatu sampel
dikatakan representatif apabila ciri-ciri sampel yang berkaitan dengan tujuan penelitian
sama atau hampir sama dengan ciri-ciri populasinya. Dengan sampel yang representatif
seperti ini maka informasi yang dikumpulkan dari sampel hampir sama telitinya dengan
informasi yang dapat dikumpulkan dari populasinya.
Suatu sampel yang baik juga harus memenuhi syarat bahwa ukuran atau
besarnya memadai untuk dapat meyakinkan kestabilan ciri-cirinya. Berapa besar ukuran
sampel yang memadai, tergantung pada sifat populasi dan tujuan penelitian. Semakin
besar ukuran sampel, semakin kecil kemungkinan salah menarik kesimpulan
populasinya.

3.1. Metode Pengambilan Sampel


Ada dua metode penarikan sampel yang dapat digunakan dalam melakukan
penelitian. Kedua metode itu adalah metode penarikan sampel secara acak (Probability
Sampling =Random Sampling) dan metode penarikan sampel secara tidak acak
(Nonprobability Sampling). Baik metode penarikan sampel secara acak dan metode
penarikan sampel secara tidak acak dikategorikan lagi menjadi beberapa metode yang
akan dijelaskan secara rinci pada bagian ini.

1. Sampel Acak (Probability Sampling)


Metode pengambilan sampel secara random atau acak memberikan peluang
yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel. Metode pengambilan sampel secara random atau acak terdiri dari simple
random sampling (pengambilan sampel acak sederhana), proportionate stratified
random sampling (pengambilan sampel berstrata proporsional), disproportionate
stratified random sampling (pengambilan sampel berstrata tidak proporsional), cluster
sampling (pengambilan sampel kelompok), dan sistematic sampling (pengambilan
sampel sistematik)
a. Metode Pengambilan Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling)
Metode Pengambilan Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling) ialah
metode pengambilan sampel sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan
elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai
sampel. Syarat lain yang penting adalah bahwa satuan-satuan yang akan dipilih harus
konsisten sama. Pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
yang ada dalam populasi.
Apabila besarnya sampel yang diinginkan itu berbeda-beda, maka besarnya
kesempatan bagi tiap satuan elementer untuk terpilihpun juga berbeda-beda. Misalnya
besar populasi adalah N, sedangkan unsur dalam sampel (sample size) adalah n, maka
besar kesempatan bagi tiap satuan elementer untuk terpilih dalam sampel adalah n/N.
contoh
Metode pengambilan sampel acak sederhana dapat dilakukan dengan:
1. Pengundian. Dalam metode ini, semua unit penelitian (unit elementer) disusun
dalam daftar kerangka sampling (sampling frame) dan diberi nomor urut. Setiap
nomor urut dituliskan dalam secarik kertas kecil yang kemudian dilipat-lipat. Semua
lipatan kertas kecil tersebut dimasukkan ke dalam suatu wadah untuk dapat diaduk,
kemudian dilakukan pengundian untuk melakukan penarikan sampel. Nomor-nomor
yang tercantum pada kertas-kertas yang terpilih itu merupakan nomor urut sampel
yang selanjutnya akan menjadi sampel penelitian.
2. Menggunakan tabel angka acak (random numbers). Dalam metode ini peneliti juga
harus membuat kerangka sampling (sampling frame). Kerangka sampling dibuat
dengan menuliskan semua populasi dan memberi nomor urut. Kemudian si peneliti
mengambil daftar angka random (random numbers). Daftar angka random adalah
halaman-halaman penuh dengan kolom-kolom deretan angka-angka yang tampak
tercampur seolah-olah tanpa sistem. Misalnya jumlah populasi sebanyak 1.000
rumah tangga dan akan dipilih 100 sampel rumah tangga, maka ambil sajalah salah
satu kolom di daftar random numbers tadi, dan mencari pada kolom itu suatu deret
horisontal dari 4 angka yang kurang dari 1.000 (misalnya 0052). Dengan memakai
angka tadi sebagai pangkal, kemudian menyusur ke bawah kolom demi kolom, dan
mencatat tiap deretan angka yang membentuk suatu nomor kurang dari 1.000,
sampai tercapai jumlah 100 nomor. Nomor-nomor inilah yang merupakan nomor
dari rumah tangga yang terpilih dalam sampel.
Dalam menggunakan metode simple random sampling ini ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi. Syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain:
- Harus tersedia kerangka sampling atau memungkinkan untuk dibuatkan kerangka
samplingnya. Dalam kerangka sampling tidak boleh ada unsur sampel yang dihitung
dua kali atau lebih.
- Sifat populasinya harus homogen; jika tidak, kemungkinan akan terjadi bias.
- Ukuran populasinya tidak tak terbatas; artinya harus pasti berapa ukuran
populasinya.
- Keadaan populasinya tidak terlalu tersebar secara geografis.

b. Pengambilan Sampel Berstrata Proporsional (Proportionate Stratified Random


Sampling)
Metode pengambilan sampel berstrata proporsional (Proportionate Stratified
Random Sampling) digunakan apabila kondisi populasi heterogen dan berstrata. Dalam
metode sampling ini, sebelum peneliti melakukan pemilihan sampel, maka populasi
digolongkan terlebih dahulu ke dalam golongan-golongan atau strata-strata menurut
suatu kriteria tertentu. Kriteria tersebut misalnya umur, pendapatan, luas lahan,
pendidikan, dan yang lain-lain.
Metode ini memiliki efisiensi statistik yang lebih tinggi dibandingkan dengan
metode sampel acak sederhana. Keunggulan metode ini adalah prosedur pengambilan
sampel memiliki sampel tertimbang sendiri, dan rata-rata populasi mudah diestimasi
dengan menghitung rata-rata seluruh sampel. Stratifikasi dapat digunakan jika peneliti
ingin mengetahui karakteristik tertentu suatu subpopulasi.
Sebagai contoh, untuk penelitian yang bertujuan untuk mengkaji tingkat adopsi
petani terhadap teknologi tertentu, maka akan diambil sampel petani dari strata luas
lahan yang berbeda. Terlebih dahulu kita membagi luas lahan dengan klasifikasi sempit
(dengan luas lahan < 0,5 Ha), sedang (dengan luas lahan 0,5 – 1 Ha), dan luas (dengan
luas lahan (> 1 Ha). Dari hasil pra survey diperoleh jumlah populasi sebanyak 140
orang, dimana jumlah petani yang memiliki luas lahan < 0,5 Ha adalah 80 petani, luas
lahan 0,5-1 Ha adalah 40 petani dan luas lahan > 1 Ha 20 petani. Dari jumlah populasi
akan diambil sampel sebanyak 30 orang. Dengan metode ini, maka akan dapat diketahui
perbedaan tingkat adopsi menurut strata luas lahan yang dimiliki petani. Jumlah sampel
yang diambil menurut strata luas lahan masing-masing dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Contoh Pengambilan Sampel dengan Metode Berstrata Proporsional

No. Luas Lahan (Ha) Populasi (KK) Sampel (KK)


1. < 0,5 80 80/140x30 = 17
2. 0,5 – 1 40 80/140x30 = 9
3. >1 20 80/140x20 = 4
Jumlah 140 30

c. Pengambilan Sampel Berstrata Tidak Proporsional (Disproportionate Stratified


Random Sampling)

Metode ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel apabila populasinya


berstrata, tetapi kurang proporsional. Misalnya salah satu strata lebih besar dibanding
strata yang lain. Keputusan pengambilan sampel dalam hal ini, dibuat dengan
pertimbangan bagaimana sampel akan dialokasikan di antara strata-strata.
Dalam metode ini jumlah sampel untuk satu strata boleh diambil lebih besar
dengan alasan:
a. Strata lebih besar.
b. Strata memiliki lebih banyak variabel secara internal.
c. Dalam strata, pengambilan sampel dirasa paling ekonomis.
Sebagai contoh, dengan tujuan penelitian yang sama dengan contoh sebelumnya,
namun dari hasil pra survey diperoleh dari jumlah populasi sebanyak 140 petani, jumlah
petani yang memiliki luas lahan < 0,5 Ha adalah 80 petani, luas lahan 0,5-1 Ha adalah
55 petani dan luas lahan > 1 Ha 5 petani. Dari jumlah populasi akan diambil sampel
sebanyak 30 orang. Karena jumlah petani yang memiliki luas lahan > 1 Ha hanya 5
orang, maka seluruhnya akan dijadikan sampel. Hal ini menyebabkan hanya sampel
dengan luas lahan < 0,5 Ha dan 0,5 – 1 Ha yang diambil secara proporsional. Cara
pengambilan sampel seperti ini disebut dengan metode berstrata tidak proporsional.
Tabel 3. Contoh Pengambilan Sampel dengan Metode Berstrata Tidak
Proporsional

No. Luas Lahan (Ha) Populasi (KK) Sampel (KK)


1. < 0,5 80 80/135x 25 =15
2. 0,5 – 1 55 55/135x 25=10
3. >1 5 5
Jumlah 140 30

d. Pengambilan Sampel Kelompok (Cluster Sampling)


Metode cluster sampling diperlukan jika obyek penelitian atau daerah penelitian
sangat luas sehingga populasi perlu dibagi menjadi beberapa kelompok. Selanjutnya
sampel akan dipilih secara acak dari masing-masing kelompok. Pada umumnya, metode
ini dilakukan melalui dua tahap, pertama menetapkan dulu sampel daerahnya, kedua
menentukan individu yang ada pada wilayah secara sampling pula. Metode cluster
sampling umumnya digunakan pada populasi nasional, propinsi, dan pedesaan.
Misalnya, populasi penelitian adalah seluruh petani kelapa sawit di Provinsi
Sumatera Utara. Kemungkinan mendata seluruh petani kelapa sawit yang ada akan sulit
dilakukan. Karena itu dibuat dalam kelompok misalnya berdasarkan Kabupaten, atau
berdasarkan status kepemilikan. Contoh lain adalah jika akan melakukan penelitian
yang populasinya adalah murid Sekolah Dasar (SD) yang ada di suatu wilayah. Tidak
mungkin semua data anak SD dapat dihimpun dalam sebuah daftar yang akurat,
kalaupun mungkin, pasti daftar itu akan sangat panjang dan memerlukan waktu serta
biaya yang tidak sedikit untuk menyusunnya. Maka kelompok siswa SD itu dibuat
berdasarkan nama sekolahnya. Kelompok anak SD itu disebut cluster. Cluster dapat
berupa sekolah, kelas, kecamatan, desa, kelurahan, RW, RT, dan sebagainya. Apabila
cluster itu bersifat wilayah geografis yang kecil, maka pengambilan sampelnya dapat
dilakukan satu tahap (simple cluster sampling).

e. Pengambilan Sampel Sistematik (Sistematic Sampling)


Pengambilan sampel sistematik ialah suatu metode pengambilan sampel, dimana
hanya unsur pertama saja dari sampel yang dipilih secara acak, sedangkan unsur-unsur
selanjutnya dipilih secara sistematik menurut suatu pola tertentu. Metode pengambilan
sampel dilakukan berdasarkan urutan anggota populasi (yang telah diberi nomor urut).
Cara penggunaan metode sistematic sampling ini mirip dengan cara simple
random sampling. Bedanya, pada metode sistematic sampling pengundian hanya
dilakukan satu kali, yakni ketika menentukan unsur pertama dari sampling yang akan
diambil. Penentuan unsur sampling selanjutnya ditempuh dengan cara memanfaatkan
interval sampel. Interval sampel adalah angka yang menunjukkan jarak antara nomor-
nomor urut yang terdapat dalam kerangka sampling yang akan dijadikan patokan dalam
menentukan atau memilih unsur-unsur sampling kedua dan seterusnya hingga unsur ke-
n. Interval sampel biasanya dilambangkan dengan huruf k. Andaikan yang terpilih
sebagai unsur sampling pertama adalah satuan elementer yang bernomor s, maka
penentuan unsur-unsur sampel berikutnya adalah:
Unsur pertama = s
Unsur kedua = s+k
Unsur ketiga = s + 2k
Unsur keempat = s + 3k, dan seterusnya hingga unsur ke-n.
Misalnya ukuran populasinya 1000 (N = 1000) dan ukuran sampel yang akan
diambil sebesar 100 (n = 100), maka pasti k = 10. Andaikan saja unsur sampel pertama
yang terpilih adalah nomor urut 010, maka unsur-unsur selanjunya yang harus diambil
adalah nomor 020, 030, 0450, 050, 060, 070, dan seterusnya dengan berpatokan pada
penambahan angka 10 dari nomor urut terakhir. Pengambilan sampel juga dapat
dilakukan dengan mengambil sampel yang bernomor urut hanya yang ganjil atau hanya
yang genap.

2. Sampel Nonprobabilitas (Nonprobability Sampling)


Beberapa alasan mengapa metode nonprobabilitas digunakan adalah:
a. Tidak ada alternatif lain yang memungkinkan. Hal ini bisa terjadi karena jumlah
populasi tidak dapat diketahui dengan pasti.
b. Adanya hambatan dalam pemakaian desain probabilitas. Pengambilan sampel secara
probabilitas (random) membutuhkan keahlian dan kecerdasan peneliti untuk
melakukannya.
c. Jika pengambilan sampel secara random dikhawatirkan tidak obyektif, karena studi
yang bersifat khusus, maka penggunaan metode nonprobabilitas akan lebih tepat.
d. Biaya dan waktu yang dikorbankan dalam mengambil sampel secara acak terlalu
besar, tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Penggunaan desain
nonprobabilitas yang diawasi secara ketat, akan memberikan hasil yang dapat
diterima secara ilmiah.
Ada beberapa metode pengambilan sampel nonprobabilitas, yaitu: purposive
sampling, accidental sampling (pengambilan sampel aksidental), snowball sampling
(pengambilan sampel bola salju)
a. Purposive Sampling
Metode mengambil sampel secara purposive adalah metode pengambilan sampel
berdasarkan kriteria atau tujuan tertentu (disengaja). Ada dua metode pengambilan
sampel yang dapat digunakan yaitu:
(1) Pengambilan Sampel Keputusan (Judgement Sampling)
Metode pengambilan sampel berdasarkan keputusan/penilaian paling banyak
digunakan dalam studi kasus. Sampel yang diambil dipercaya memiliki posisi
terbaik dalam memberikan informasi yang dibutuhkan.
Sebagai contoh, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor
penyebab kegagalan pengambilan solusi konflik lingkungan yang terjadi di suatu
daerah. Maka, peneliti hanya mengambil sampel tokoh-tokoh masyarakat yang
terlibat dalam pertemuan tingkat desa.
(2) Pengambilan Sampel Kuota (Quota Sampling)
Dalam metode pengambilan sampel kuota, peneliti tertarik menyeleksi subyek yang
sesuai dengan desain pengukuran (desain kontrol) yang sudah ditentukan. Misalkan,
karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan terdiri atas 65% laki-laki dan 35%
perempuan. Pendidikan mereka tediri atas lulusan SD, SMP, SMA, dan Perguruan
Tinggi. Pertanyaan yang kita berikan mungkin akan memperoleh jawaban bervariasi
tergantung pada karakteristik mereka (baik menurut jenis kelamin, pendidikan,
agama, maupun status sosial). Dalam pengambilan sampel kuota, kita ingin
menggunakan sejumlah kecil anggota sampel yang terkontrol oleh karakteristik
tersebut. Berdasarkan berbagai karakteristik, kita mengambil beberapa orang laki-
laki, perempuan, lulusan SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi yang beragama
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha, serta karakteristik lain yang
dikehendaki. Semakin besar jumlah karakteristik, maka semakin besar biaya yang
dibutuhkan mahal, Untuk mengatasi masalah ini biasanya pengambilan sampel
dapat pula dilakukan berdasarkan karakteristik khusus yang paling dominan.
b. Pengambilan Sampel Aksidental (Accidental Sampling)
Metode pengambilan sampel aksidental yaitu menentukan sampel berdasarkan orang
yang ditemui secara kebetulan atau siapa pun yang dipandang oleh peneliti cocok
sebagai sumber data. Misalkan, dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk
menganalisis alasan dan deskripsi konsumen yang berbelanja di pasar tradisional.
Sampel yang dipilih adalah konsumen mana saja yang kebetulan ditemui sedang
berbelanja di pasar tradisional yang telah ditentukan.

c. Pengambilan Sampel Bola Salju (Snowball Sampling)


Metode pengambilan sampel bola salju dimulai dengan suatu kelompok kecil atau
satu orang yang diminta untuk menunjuk responden/sampel berikutnya yang sesuai
dengan karakteristik yang dibutuhkan di dalam penelitian. Cara pengambilan sampel
dengan metode ini dilakukan secara berantai yang dimulai dari sampel yang kecil
dan semakin lama menjadi semakin besar. Ibarat bola salju yang menggelinding
sehingga semakin lama jumlah sampel semakin besar. Sampling ini dipilih bila kita
ingin menyelidiki hubungan antar manusia dalam kelompok yang akrab atau
menyelediki cara-cara informasi tersebar di kalangan tertentu atau untuk
menyelidiki rantai pemasaran suatu produk.
Misalnya, kita ingin menganalisis distribusi pupuk bersubsidi di Sumatera Utara,
maka terlebih dahulu kita mewawancarai produsen pupuk tersebut. Dari produsen
pupuk maka kita mengetahui pada distributor mana ia menjual produknya. Dari
distributor kita mengetahui pada pedagang pengecer mana ia menjual produknya.
Demikian seterusnya hingga kita sampai pada konsumen akhir.

Tabel 4. Contoh Pengambilan Sampel dengan Metode Bola Salju

No. Kategori Responden Populasi Sampel


1. Produsen 2 1
2. Distributor 18 3
3. Pedagang Pengecer 143 11
4. Konsumen 915 20

3.2. Penentuan Besarnya Anggota Sampel


Ada empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan besarnya
sampel dalam suatu penelitian:
1. Tingkat keragaman (degree of homegenity) dari populasi.
Semakin seragam populasi, semakin kecil sampel yang dapat diambil. Apabila
populasi itu seragam sempurna (completely homogenous), maka satu satuan
elementer saja dari seluruh populasi itu sudah cukup representatif untuk diteliti.
Sebaliknya apabila populasi itu secara sempurna tidak seragam (completely
heterogenous), maka hanya pencacahan lengkaplah yang dapat memberikan
gambaran yang representatif.
2. Presisi yang dikehendaki dari penelitian.
Semakin tinggi tingkat presisi yang dikehendaki, semakin besar jumlah sampel yang
harus diambil. Sampel yang besar cenderung memberikan penduga yang lebih
mendekati nilai sesungguhnya (true value). Tingkat presisi terutama digunakan
dalam penelitian eksplanatif, misalnya penelitian korelasional. Tingkat presisi
adalah tingkat keakuratan hasil penelitian yang diinginkannya. Tingkat presisi
biasanya dinyatakan dengan taraf signifikansi (α) yang dalam penelitian sosial biasa
berkisar 0,05 (5%) atau 0,01 (1%), sehingga keakuratan hasil penelitiannya (selang
kepercayaannya) 1–α yakni bisa 95% atau 99%. Jika kita menggunakan taraf
signifikansi 0,01 maka ukuran sampel yang diambil harus lebih besar daripada
ukuran sampel jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,05.
3. Metode analisis.
Metode analisis yakni pengolahan data, penyajian data, pembahasan, dan
interpretasi data. Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian
membutuhkan data dengan jumlah tertentu. Misalnya, kita akan menggunkan
metode analisis data dengan statistik deskriptif. Tabel-tabel distribusi frekuensi
silang (tabel silang) atau tabel kontingensi dengan ukuran 3 x 3 atau lebih, dimana
pasti terdiri dari 9 buah sel, akan digunakan untuk mendeskripsikan hasil penelitian.
Untuk tujuan ini, maka ukuran sampelnya harus besar. Hal ini dimaksudkan agar
seluruh sel dalam tabel terisi, sehingga layak untuk dianalisis dengan asumsi-asumsi
kontingensi.
Untuk penelitian yang menggunakan metode analisis statistik inferensia, maka
ukuran sampelnya boleh lebih kecil dibandingkan apabila kita menggunakan
rancangan analisis statistik deskriptif saja. Dengan kata lain, rancangan penelitian
deskriptif membutuhkan ukuran sampel yang lebih besar daripada rancangan
penelitian eksplanatif. Contoh lainnya adalah jika kita menggunakan model regressi
linier berganda, dimana variabel bebas yang kita gunakan jumlahnya cukup banyak,
maka data yang dibutuhkan juga harus cukup besar sehingga data yang ada dapat
dianalisis.
4. Alasan tertentu yang berkaitan dengan keterbatasan peneliti.
Alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada
pada peneliti, misalnya keterbatasan waktu, tenaga, biaya, dan lain-lain Apabila
menginginkan tingkat presisi yang tinggi maka jumlah sampel harus besar, tetapi
apabila dana, tenaga, dan waktu terbatas, maka seringkali jumlah sampel yang
digunakan jumlahnya dikurangi. Namun, bagaimanapun mengurangi jumlah sampel
tetap harus mempertimbangkan kaidah ilmiah dan ketiga faktor (derajat
keseragaman, presisi dan metode analisis) di atas.
Besarnya sampel dalam suatu penelitian dapat ditentukan dengan menggunakan
beberapa persamaan.

Ukuran Sampel dalam Proporsi


Besarnya sampel menurut metode proporsi adalah:
2
Z  
n  pq 1 / 2 
  

dimana:
n = jumlah minimal anggota sampel
p = proporsi kelompok pertama
q = proporsi kelompok kedua (1-p)
α = nilai Z tabel
Z1/2α = nilai Z tabel
Jika α = 0,01; maka terjadi persamaan yang digunakan adalah:
2
 2,58 
n  pq  
 0,01 

Jika α = 0,05; maka rumus akan menjadi:


2
 1,98 
n  pq 
 0,05 

Contoh penggunaan:
Suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan usaha TKI purna dan
bagaimana pengaruh kredit usaha kecil yang diberikan pemerintah terhadap pendapatan
usaha TKI purna. Populasi usaha TKI purna di wilayah penelitian adalah 400 usaha.
Sejumlah 1.00 industri di antaranya belum memanfaatkan kredit usaha kecil.
Pertanyaan:
Berapa besar sampel yang harus diambil?
Jika: α = 0,05
1.000
p  0,25
4.000
2
 1,98 
n   0,251  0,25    2,94
 0,05 

Besarnya Sampel berdasarkan Ketelitian Estimasi


Berdasarkan ketelitian estimasi, maka besarnya sampel dapat diperkirakan
dengan persamaan:
2
 s 
n 
 SE 

dimana:
n = banyaknya sampel
s = standar deviasi (ditentukan)
SE = standar penyimpangan
X 2 NP (1  P )
S
d 2  N  1  X 2 p1  p 
dimana:
S = banyaknya anggota sampel
N = banyaknya anggota populasi
P = proporsi dalam populasi
D = derajat ketelitian (=1,96)
X = harga tabel Kai Kuadrat
p 1  p   N  n 
dan SE 
n 1 N
dimana:
SE = standar estimasi
P = proporsi
N = jumlah anggota populasi
n = jumlah anggota sampel
Atau dengan persamaan Dasar Koefisien Interval yaitu:

W  Z 1 / 2
n
dimana:
W = interval estimasi
Z1/2α = standar skor (tertentu)
σ = simpangan baku populasi (diketahui)
n = besarnya anggota sampel

Ukuran Sampel jika Jumlah Populasinya Diketahui


Jika ukuran populasinya diketahui dengan pasti maka Rumus Slovin dapat
digunakan. Rumus Slovin adalah:
N
n
1  Ne 2
Dimana:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = kesalahan pengambilan sampel yang ditolerir, misalnya 5%. Batas kesalahan
yang ditolelir ini untuk setiap populasi tidak sama, ada yang 1%, 2%, 3%,
4%,5%, atau 10%.
Ukuran Sampel Jika Simpangan Baku (Standard Deviation) Populasi Diketahui

Dengan pendekatan statistik, besarnya ukuran sampel dapat diperkirakan jika


besarnya simpangan baku (standard deviation) populasi diketahui. Rumus untuk
menetapkan ukuran sampel tersebut adalah sebagai berikut:
n s   Z T 
2

dimana:
ns = ukuran sampel
σ = perkiraan simpangan baku populasi
Z = nilai standar sesuai tingkat signifikansi
T = kesalahan yang dapat diterima
Contoh:
Untuk menduga rata-rata waktu yang diperlukan oleh setiap mahasiswa dalam
menyelesaikan soal tertentu, diperlukan sebuah sampel. Ketika menduga rata-rata
tersebut, dikehendaki derajat kepercayaan 99% dengan beda yang lebih kecil dari 0,05
menit. Jika simpangan baku waktu yang diperlukan 0,5 menit, berapa jumlah mahasiswa
yang perlu diambil sebagai sampel?
Diketahui
σ = 0,5
Z = 2,58 (jika derajat kepercayaan 99%, maka besarnya α adalah 1 – 0,99 = 0,01,
maka Z(1/2σ) = Z(0,005) = 2,58
T = 0,05
n s   Z T 
2

n s    0,5 x 2,58 / 0,05


2

= 665,64
Jadi paling sedikit sampel itu harus terdiri atas 666 mahasiswa.

Menurut Paul Leedy ( )Rumus lain yang bisa dipergunakan untuk menentukan
ukuran sampel adalah sebagai berikut:
n   Z e  p 1  p  
2

dimana:
ns = ukuran sampel yang diperlukan
Z = nilai standar sesuai tingkat signifikansi
e = 2% = 0,02
p = perkiraan proporsi pada populasi yang jika tidak diketahui maka nilai p(1-p)
ditaksir dengan nilai maksimumnya yaitu 0,25
Contoh:
Misalkan, Departemen Pendidikan Nasional perlu mengetahui ada berapa persen kira-
kira anak-anak SD yang bercita-cita ingin menjadi guru. Ketika melakukan perkiraan
ini, koefisien kepercayaan diambil 95% dengan kekeliruan menduga tidak lebih dari dua
persen. Berapa anak SD yang perlu diteliti?
Diketahui:
Z = 1,96 (jika derajat kepercayaan 95%, maka besarnya α adalah 1 – 0,95 = 0,05,
maka Z(1/2σ) = Z(0,025) = 1,96
e = kesalahan penaksiran maksimum yang dapat diterima
p = 0,25
n   Z e  p 1  p  
2

n  1,96 0,02   0,25


2

= 2401
Jadi paling sedikit sampel itu harus terdiri atas 2401 siswa SD.

Ukuran Sampel berdasarkan Jenis Penelitian


Krejcie dan Morgan memperkirakan ukuran sampel yang perlu diambil untuk
suatu populasi tertentu berdasarkan jenis penelitian yang akan dilakukan.
Tabel 5. Ukuran Sampel berdasarkan Jenis Penelitian menurut Morgan

No. Jenis Penelitian Ukuran Sampel Minimum


1. Deskriptif 10% dari populasi
2. Korelasi 30 subjek
3. Kausal-Komparatif 30 subjek per kelompok
4. Eksperimen 50 subjek per kelompok

Rumus lain yang bisa dipergunakan untuk menentukan ukuran sampel menurut
Morgan adalah sebagai berikut:
X 2 Np 1  p 
n
d 2  N  1  X 2 p 1  p 

dimana:
n = ukuran sampel yang diperlukan
N = ukuran populasi
p = proporsi populasi (0,5)
d = derajat ketelitiam (0,05)
X2 = nilai tabel X2 (3,841)
Dengan rumus Morgan, maka disusunlah sebuah tabel yang diberi nama Tabel
Morgan. Tabel Morgan memuat perkiraan ukuran sampel dengan ukuran populasi
tertentu. Tabel Morgan disusun berdasarkan asumsi pada anggota populasi yang bersifat
homogen dengan jumlah yang tidak terbatas.
Tabel 6. Jumlah Sampel berdasarkan Rumus Morgan
N n N n N n
10 10 200 132 900 269
15 14 210 136 950 274
20 19 220 140 1000 278
25 24 230 144 1100 285
30 28 240 148 3500 346
35 32 250 152 4000 351
40 36 260 155 4500 354
45 40 270 159 5000 357
50 44 280 162 5500 359
55 48 290 165 6000 361
60 52 300 169 6500 363
65 56 320 175 7000 364
70 59 340 181 7500 365
75 63 360 186 8000 367
80 66 380 191 8500 368
85 70 400 196 9000 368
90 73 420 201 9500 369
95 76 440 205 10000 370
100 80 460 210 15000 375
110 86 480 214 20000 377
120 92 500 217 25000 378
130 97 550 226 30000 379
140 103 600 234 35000 380
150 108 650 242 40000 380
160 113 700 248 45000 381
170 118 750 254 50000 381
180 123 800 260 75000 382
190 127 850 265 100000 383

Sebagai catatan, apabila dalam suatu penelitian, jumlah sampel cukup besar,
maka konsekuensinya adalah biaya, tenaga, dan waktu yang disediakan harus besar
pula. Hal ini menyebabkan besarnya sampel yang betul-betul representatif sering sulit
dipenuhi.

Anda mungkin juga menyukai