Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II

KINETIKA REAKSI ION PERMANGANAT DENGAN ASAM OKSALAT

Nama : Rizka Fithriani Safira Sukma


NIM : 131810301049
Kelompok :5
Fakultas/ jurusan : MIPA / Kimia
Asisten : Lutfi Septi Aksanantika

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi beserta perubahannya.
Perubahan yang terjadi haruslah menghasilkan suatu zat ataupun produk baru. Banyak hal
yang dipelajari dalam bidang kimia salah satunya adalah tentang laju reaksi. Reaksi-reaksi
kimia yang ada disekitar berlangsung dengan laju yang berbeda-beda. Ada yang prosesnya
cepat dan ada pula yang lambat. Industri biasanya menginginkan suatu proses perlu
dipercepat atau diperlambat. Oleh karena itu, setiap reaksi kimia dalam industri perlu
dilangsungkan pada kondisi tertentu agar produknya dapat diperoleh dalam waktu
sesingkat mungkin.
Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Reaksi ini
menggunakan ion MnO4- sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+
dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat
atau besi dalam suatu sampel. Permanganometri juga bisa digunakan untuk menentukan
kadar belerang, nitrit, fosfit, dan sebagainya. Cara titrasi permanganometri ini banyak
digunakan dalam menganalisa zat-zat organik. Permanganometri merupakan salah satu
metode volumetri yang didasarkan pada reaksi oksidasi- reduksi, dimana kalium
permanganat digunakan sebagai titran sekaligus sebagai indikator sehingga disebut
sebagai autoindikator. Hal ini merupakan salah satu keuntungan metode permanganometri
sedangkan kekurangannya adalah Kalium permanganat mudah dipengaruhi oleh cahaya
dan reduktor-reduktor pengganggu sehingga kelarutannya selalu bergantung pada pH
karena Kalium permanganat mempunyai beberapa tingkat reduksi. Oleh karena itu
praktikum ini dilakukan untuk mengetahui orde reaksi KMnO4.

1.2 Tujuan
Tujuan percobaan kali ini adalah untuk menentukan tingkat reaksi MnO4- dengan
H2C2O4.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


2.1.1 Akuades
Akuades atau air mempunyai rumus kimia H2O. Air tidak bersifat korosif, iritasi,
permeator atupun sensitif untuk mata, kulit atau menelan. Akuades juga tidak berbahaya
jika terhirup. Akuades tidak memiliki efek karsinogenik dan mutagenic. Bahan ini tidak
mudah terbakar ataupun meledak. Akuades merupakan senyawa netral yang memiliki pH
7, tidak berbau dan tidak berwarna serta tidak berasa. Sifat fisika dan kimia dari aquades
antara lain, penampilan berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, berat molekul
18,0 g/mol, rumus kimia H2O, titik didih 100ºC, titik beku 0ºC. Akuades tidak memerlukan
penyimpanan yang spesifik (Anonim, 2015).
O
H H

Gambar 2.1 Struktur Air


2.1.2 H2C2O4
Asam oksalat merupakan senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan
nama sistematis asam etanadioat. Senyawa ini merupakan asam organik yang relatif kuat,
10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat. Banyak ion logam yang membentuk endapan
tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa),
penyusun utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan. Rumus molekul asam oksalat
adalah H2C2O4, dengan massa molar 90.03 g/mol (anhidrat) dan 126.07 g/mol (dihidrat).
Kelarutan dalam air yaitu 9,5 g/100 mL dalam suhu 15°C dan sebesar 14,3 g /100 mL
dalam suhu 25°C, dan sebesar 120 g/100 mL pada suhu 100°C. Titik didih asam oksalat
sebesar 101-102°C dalam keadaan dihidrat. Penyimpanan diletakkan di wadah tertutup
rapat jauh dari bahan yang menyebabkan bahan ini bereaksi (Anonim, 2015).
2.1.3 KMnO4

Kalium permanganat merupakan salah satu bahan yang cukup berbahaya. Kalium
permanganat merupakan salah satu bahan kimia yang berupa kristal berwarna ungu. Bahan
ini tidak berbau dan memiliki nilai pH antara 7-9. Kalium permanganat merupakan salah
satu oksidator yang cukup kuat sehingga mampu membantu dalam proses pembakaran.
Senyawa ini berbentuk padat, sangat reaktif dengan bahan-bahan organik, logam,
asam. Bahan dapat bereaksi hebat dengan kebanyakan logam, ammonia, ammonium
garam, phosphor. Sifat fisiknya tidak berbau, berat molekul 158,03 g/mol dengan warna
ungu. Titik didihnya 150°C. Senyawa ini merupakan agen pengoksidasi yang kuat. Kalium
permanganat biasa digunakan dalam larutan netral atau larutan yang bersifat basa dalam
kimia organik (Anonim, 2015).

2.2 Dasar Teori


Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Proses itu
ada yang lambat dan ada yang cepat. Contohnya bensin terbakar lebih cepat dibandingkan
dengan minyak tanah. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat, seperti membakar
dinamit yang menghasilkan ledakan, dan yang sangat lambat adalah seperti proses
berkaratnya besi. Pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi disebut kinetika kimia.
Kinetika kimia ini dikemukakan cara menentukan laju reaksi dan faktor apa yang
mempengaruhinya (Syukri, 1999).
Laju reaksi suatu reaksi kimia dinyatakan sebagai fungsi konsentrasi zat – zat
pereaksi yang berperan serta dalam reaksi tersebut. Mekanisme reaksi merupakan faktor
yang sangat berperan pada penentuan tingkat reaksi suatu reaksi kimia. Mekanisme ini
tidak dapat ditentukan hanya dengan meninjau saja, melainkan harus ditentukan secara
experimental. Oleh karena itu tingkat reaksi suatu reaksi kimia harus ditentukan percobaan
(Hiskia,1992).

Kinetika kimia adalah suatu ilmu yang membahas tentang laju (kecepatan) dan
mekanisme reaksi. Berdasarkan penelitianyang mula–mula dilakukan oleh Wilhelmy
terhadap kecepatan inversi sukrosa, ternyata kecepatan reaksi berbanding lurus dengan
konsentrasi atau tekanan zat – zat yang bereaksi. Laju reaksi dinyatakan sebagai perubahan
konsentrasi atau tekanan dari produk atau reaktan terhadap waktu. Berdasarkan jumlah
molekul yang bereaksi, reaksi terdiri atas :
1. Reaksi unimolekular : hanya 1 mol reaktan yang bereaksi
Contoh : N2O5  N2O4 + ½ O2
2. Reaksi bimolekular : ada 2 mol reaktan yang bereaksi
Contoh : 2 HI  H2 + I2
3. Reaksi termolekular : ada 3 mol reaktan yang bereaksi
Contoh : 2 NO + O2  2NO2
(Stroker, 1993).
Laju reaksi dapat berlangsung atau tidaknya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain:
1. Sifat Pereaksi
Salah satu faktor penentu laju reaksi adalah sifat pereaksinya, ada yang reaktif dan
ada juga yang kurang reaktif. Misalnya saja bensin lebih cepat terbakar daripada minyak
tanah. Demikian juga logam Natrium bereaksi cepat dengan air. Sedangkan logam
magnesium lambat.
2. Konsentrasi Pereaksi
Dua molekul yang akan bereaksi harus bertabrakan langsung. Jika konsentrasi
pereaksi diperbesar, berarti kerapatannya bertambah dan akan memperbanyak
kemungkinan terjadinya tabrakan antar molekul sehingga akan mempercepat jalannya
reaksi. Akan tetapi harus bahwa tidak selalu pertambahan konsentrasi pereaksi
meningkatkan laju reaksi. Karena laju reaksi juga dipengaruhi oleh faktor lain yang akan
diterangkan pada pasal
3. Suhu
Hampir semua reaksi menjadi lebih cepat apabila terjadi peningkatan suhu, karena
kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi. Akibatnya jumlah
dan energi tabrakan bertambah besar.
4. Katalis
Laju suatu reaksi dapat (umumnya dipercepat) dengan menambahkan zat yang
disebut katalis. Katalis sangat diperlukan dalam reaksi zat organik, termasuk dalam
organisme. Katalis dalam organisme disebut enzim yang dapat mempercepat proses
terjadinya reaksi di dalam tubuh
( Syukri, 1999 ).
Hukum laju dan kostanta laju, hukum laju reaksi mempunyai dua penerapan utama.
Penerapan praktisnya setelah diketahui hukum laju dan kostanta laju, maka laju reaksi
dalam komposisi campuran dapat diramalkan. Penerapan teoritis hukum laju ini adalah
hukum laju merupakan pemandu untuk mekanisme reaksi. Penentuan hukum laju
reaksi,yang bertujuan untuk menentukan hukum laju dan kostanta laju, seringkali
dilakukan pada beberapa temperatur. Idealnya, langkah pertama untuk mengenali semua
produknya, dan untuk menyelidiki ada tidaknya hasil sementara dan reaksi samping.
Penentuan hukum laju disederhanakan dengan metode isolasi. Konsentrasi semua, kecuali
satu reaktan dibuat berlebih contohnya, jika B sangat berlebih, maka dianggap
konsentrasinya akan konstan selama reaksi.

V = k {A}{B} ………………… (1)


Karena hukum laju yang sebenarnyadipaksa menjadi bentuk orde pertama dengan
mengasumsikan konsentrasi B konstan, maka ini disebut hukum laju orde pseudo-pertama
(Atkins, 1989).
Orde reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi
komponen. Orde suatu reaksi nilainya ditentukan secara percobaan dan tidak dapat
diturunkan secara teori, walaupun stoikiometri reaksinya telah diketahui. Kebanyakan
reaksi bersifat bimolekular. Molekuleritas berbeda dengan orde reaksi, molekularitas suatu
reaksi adalah jumlah molekul yang terlibat dalam tiap tahap reaksi. Bila suatu reaksi terdiri
dari beberapa tahap, gagasan “molekularitas” hanya dapat diterapkan pada tiap tahap,
gagasan ini tidak dapat diterapkan pada reaksi secara keseluruhan. Jadi, dalam
membicarakan molekularitas, yang pertama-tama harus ditentukan adalah adalah apakah
reaksi berlangsung dalam satu tahap atau dalam beberapa tahap. Sebagai contoh:
2N2O5 → 4NO2 + O2
(Bird, 1997)
Reaksi di atas tidak berlangsung dalam satu tahap, karena itu molekularitasnya
tidak dapat ditentukan begitu saja. Tetapi reaksi:
H + Cl2 → HCl + Cl
Berlangsung dalam satu tahap. Reaksi ini bersifat bimolekuler karena dalam tiap
tahap reaksi melibatkan dua molekul. Reaksi orde kedua tidak selalu bersifat bimolekular,
tetapi reaksi bimolekular selalu berorde dua (Bird, 1997).
Berkas molekular terbatas pada reaksi yang berlangsung pada fase gas, agar bekas
molekul reaktannya dapat dipersiapkan dengan sebaiknya – baiknya. Cara ini tidak dapat
digunakan, misalnya untuk mengkaji kinetika dalam pelarut cair (Oxtoby, 1998).
Reaksi suatu bahan jika mempunyai tingkat reaksi n terhadap zat pereaksi, maka
laju pereaksinya akan sebanding dengan konsentrasi n dan berbanding terbalik dengan
waktu (t).
r ∞ Cn................................................................. (2)
r ∞ 1/t................................................................ (3)
dimana C merupakan konsentrasi, n adalah tingkat atau orde reaksi dan t merupakan
waktu. Oleh karena itu
Cn ∞1/t................................................................(4)
(Tim Kimia Fisik, 2015).
Orde reaksi menyatakan besarnya pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju
reaksi. Berikut beberapa macam orde reaksi.
a. Orde reaksi nol
Reaksi dikatakan berorde nol terhadap salah satu reaktan, jika perubahan
konsentrasi reaktan tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Artinya, asalkan terdapat
dalam jumlah tertentu, perubahan konsentrasi reaktan itu tidak mempengaruhi laju reaksi.
Besarnya laju reaksi hanya dipengaruhi oleh besarnya konstanta laju reaksi (k).
v  k .X   k ……………………..(5)
0

b. Orde reaksi satu


Suatu reaksi dikatakan berorde satu terhadap salah satu reaktan, jika laju reaksi
berbanding lurus dengan konsentrasi reaktan itu. Jika konsentrasi reaktan itu dilipat-
tigakan maka laju reaksinya akan menjadi 31 atau 3 kali lebih besar.
v  k .X   k .X  ………………….(6)
1

c. Orde reaksi dua


Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu reaktan, jika laju reaksi
merupakan pangkat dua dari konsentrasi reaktan itu. Jika konsentrasi reaktan itu dilipat-
tigakan, maka laju reaksi akan menjadi 32 atau 9 kali lebih besar.
v  k . X  ……………………..(7)
2

d. Orde reaksi negatif


Suatu reaksi berorde negatif, jika laju reaksi berbanding terbalik dengan
konsentrasi reaktan tersebut. Jika konsentrasi reaktan itu diperbesar, maka laju reaksi akan
semakin kecil
(Bird, 1997).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Buret 50 mL
- Erlenmeyer 250 mL
- Botol semprot
- Gelas ukur 10 mL
- Pipet tetes
- Pipet volume 10 mL
- Gelas beaker 50 mL 5 buah
- Corong
- Statif
- Klem
- Ball pipet
3.1.2 Bahan
- Larutan H2C2O4 0,7 N
- Larutan KMnO4 0,1 N
- Aquades
3.2 Prosedur Kerja
Akuades
- ditambahkan dengan asam oksalat berturut-turut 2, 3, 4, 5 dan 4 mL
- ditambahkan air pada setiap Erlenmeyer sebanyak 2 mL
- ditambahkan dengan KMnO4 berturut-turut sebanyak 2, 3, 4, 5 dan 2
mL
- dicatat waktu yang dibutuhkan mulai dari penambahan KMnO4
sampai hilangnya warna ungu dalam Erlenmeyer
- Diulangi langkah-langkah di atas sebanyak dua kali
- ditentukan tingkat reaksi tersebut dengan membuat grafik C versus
1/t dan C2 versus 1/t untuk masing-masing pereaksi.

Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Data Percobaan

Volume Volume Volume Waktu


No. Larutan Akuades Larutan
Waktu (s) Rata-rata (s)
H2C2O4 (mL) (mL) KMnO4 (mL)
257
1. 2 2 2 254,5
252
227
2. 3 2 3 212
197

186
3. 4 2 4 203,5
221
208
4. 5 2 5 195,5
183
205
5. 4 2 2 204
203

4.1.2 Hasil Pengolahan Data

Konsentrasi Konsentrasi
H2C2O4 setelah KMnO4 setelah ln C ln C 1/t
No.
pengenceran pengenceran (H2C2O4) (KMnO4) (det-1)
(M) (M)
1. 0,175 0,033 -1,743 -3,41 0,00393
2. 0,21 0,037 -1,561 -3,30 0,00472
3. 0,233 0,04 -1,457 -3,22 0,00491
4. 0,25 0,042 -1,386 -3,17 0,00512
5. 0,233 0,033 -1,457 -3,41 0,00490
4.2 Pembahasan

Percobaan yang berjudul kinetika reaksi kalium permanganat dengan asam oksalat
bertujuan untuk menentukan tingkat reaksi KMnO4 dengan H2C2O4. Laju reaksi umum
dinyatakan sebagai laju penguragan konsentrasi molar pereaksi atau laju pertambahan
konsentrasi molar produk untuk satu satuan waktu sedangkan tingkat reaksi merupakan
salah satu cara memperkirakan sejauh mana konsentrasi zat pereaksi mempengaruhi laju
reaksi tertentu. Tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari
konsentrasi komponen tersebut dalam hukum laju.
Percobaan ini dilakukan dengan cara mereaksikan asam oksalat dengan kalium
permanganat dengan perbandingan antara volume asam oksalat dengan KMnO4 yang
divariasi. Laju reaksi umum dinyatakan sebagai laju pengurangan konsentrasi molar
pereaksi atau laju pertambahan konsentrasi molar produk untuk satu satuan waktu
sedangkan tingkat reaksi merupakan salah satu cara memperkirakan sejauh mana
konsentrasi zat pereaksi mempengaruhi laju reaksi tertentu.
Percobaan ini bersifat semi kuantitatif yang dapat digunakan untuk menentukan
pengaruh perubahan konsentrasi pada laju reaksi. Reaksi yang akan diamati adalah reaksi
oksidasi reduksi apabila kalium permanganat (KMnO4) direaksikan dengan asam (H+).
Reaksi ini dikatakan semi kuantitatif, karena pada percobaan ini tidak secara langsung
dilakukan pengukuran konsentrasi, yang diukur dalam percobaan ini adalah waktu yang
diperlukan ketika KMnO4 (berwarna ungu) terduksi menjadi Mn2+ (berwarna merah
kecoklatan). Persamaan reaksi reduksi oksidasi dari KMnO4 dan H2C2O4 dapat ditulis
sebagai berikut :

5C2O42-(aq) + 2MnO-4(aq) + 16 H+ (aq) 10CO2(g) + 8H2 O(l) + 2Mn2+(aq)

Langkah pertama yang dilakukan yaitu mengisi bret 1 dengan asam oksalat, buret 2
dengan akuades dan buret 3 dengan KMnO4. Pengisian KMnO4 pada buret harus dilakukan
dengan hati-hati karena KMnO4 merupakan oksidator kuat sehingga dikhawatirkan akan
menyebabkan kebocoran pada buret. Selanjutnya ditambahkan asam oksalat pada 5
erlenmeyer masing-masing 2, 3, 4, 5 dan 4 mL selanjutnya masing-masing Erlenmeyer
yang telah terisi ditambah dengan akuades masing-masing 2 mL. campuran asam oksalat
dan akuades dikocok kemudian ditambah dengan KMnO4 masing masing Erlenmeyer dari
Erlenmeyer 1 sampai 5 dengan volume 2, 3, 4, 5 dan 2. Pada penambahan KMnO4
dinyalakan stopwatch untuk menghitung waktu reaksi dari larutan. Stopwatch dimatikan
pada saat larutan berubah menjadi berwarna kemerahan.
Asam oksalat dan KMnO4 pada percobaan ini merupakan reaktan sedangkan
penambahan aquades berfungsi agar molekul-molekul asam oksalat dan kalium
permanganat terurai, sehingga jumlah partikel yang bereaksi semakin banyak. Jika asam
oksalat dan kalium permanganat langsung direaksikan tanpa diberi akuades maka yang
bertumbukan dan bereaksi kemungkinan hanyalah pada sisi-sisi partikel asam oksalat yang
kontak secara langsung dengan kalium permanganat, sedangkan sisi-sisi partikel yang
tidak terkontak tidak akan mengalami tumbukan dan tidak bereaksi.
Larutan asam oksalat ketika ditambahkan dengan aquades tidak mengalami
perubahan warna maupun menimbulkan bau tertentu. Ketika ditambahhkan dengan kalium
permanganat, secara perlahan larutan berubah warna menjadi ungu dan lama-lama menjadi
ungu pekat. Setelah beberapa saat, warna larutan yang semula berwarna ungu pekat
berubah menjadi merah kecoklatan. Hal ini terjadi akibat adanya perubahan bilangan
oksidasi dari ion Mn yan semula +7 (berwana ungu) menjadi +2 (merah kecoklatan).
Selain itu dihasilkan gelembung-gelembung gas yang relatif berjumlah banyak.
Gelembung-gelembung tersebut merupakan gas CO2 yang dihasilkan pada saat reaksi.
Ketika lautan asam oksalat–kalium permanganat didiamkan beberapa saat warna
larutannya semakin lama semakin jernih. Jernihnya larutan tersebut disebakan adanya
molekul-molekul air yang dihasilkan pada reaksi. Secara lengkap reaksi dari asam oksalat
dan kalium permanganat adalah sebagai berikut:
Reduksi : MnO4- + 8H+ + 5e  Mn2+ + 4H2O x2
Oksidasi : C2O42-  2CO2 + 2e x5
------------------------------------------------------------------ +
2MnO4- (aq) + 16H+ (aq) + 5C2O42- (aq)  2Mn2+ (aq) + 8H2O(l) +10CO2 (g)
Berdasarkan persaan diatas diatas jelas bahwa reaksi antara kalium permanganat dan asam
oksalat akan menghasilkan larutan yang berwarna merah kecoklatan (Mn2+), air (H2O), dan
gas CO2.
Berdasarkan data yang diperoleh semakin besar volume asam oksalat dan kalium
permanganate yang ditambahkan maka waktu yang dibutuhkan untuk berekasi menjadi
lebih sedikit. Volume yang bertambah sejalan dengan bertambahnya konsentrasi. Sesuai
dengan perhitungan yang dilakukan konsentrasi bertambah pada saat volume bertambah.
Erlenmeyer yang bereaksi dengan waktu yang paling lama adalah Erlenmeyer 1 yang berisi
2 mL akuades, 2 mL asam oksalat dan 2 mL KMnO4. Waktu reaksi yang paling cepat
adalah Erlenmeyer 4 dengan 5 mL asam oksalat dan 5 mL KMnO4. Erlenmeyer kelima
yang berisi 4 mL asam oksalat, 2 mL akuades dan 2 mL KMnO4 menghasilkan waktu yang
lebih lambat daripada Erlenmeyer 4. Hal ini dapat terjadi karena penambahan volume
KMnO4 yang hanya sedikit sehingga waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi lebih lama.
Reaksi antara KMnO4 dengan asam oksalat dapat dikatakan sebagai autokatalisator
karena ion Mn2+ yang terbentuk sebagai katalis. Kemudian reaksi ini tidak perlu indikator
secara khusus untuk menentukan titik ekuivalen karena laju ditentukan dari perubahan
warna proses tersebut. Berdasarkan penjelasan dari literatur, katalis dapat mempercepat
terjadinya reaksi dengan membentuk kembali zat katalis itu pada akhir reaksi. Katalis
adalah suatu zat yang mempercepat suatu laju reaksi dan menurunkan energi aktivasi.
Secara umum, katalis yang digunakan dalam reaksi kimia ada tiga jenis, yaitu katalis
homogen, katalis heterogen, biokatalis (enzim), dan autokatalis.

Grafik 1/t vs C Asam Oksalat


0.006

0.005
y = 0.0156x + 0.0013
0.004 R² = 0.9564
1/t

0.003
1/t
0.002 Linear (1/t)
0.001

0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
C

Gambar 4.1 Grafik C terhadap 1/t pada asam oksalat


Laju reaksi sebanding dengan peningkatan konsentrasi dan berbanding terbalik dengan
waktu. Berdasarkan grafik pada gambar 4.1 diketahui bahwa Cn ∞ 1/t, sehingga diperoleh
garis lurus dalam grafik Cn versus 1/t.
Grafik 1/t vs C2 Asam Oksalat
0.006

0.005
y = 0.0364x + 0.0029
0.004 R² = 0.9363
1/t

0.003
Series1
0.002
Linear (Series1)
0.001

0
0 0.02 0.04 0.06 0.08
C2

Gambar 4.2 Grafik C2 terhadap 1/t pada asam oksalat


Berdasaran grafik diatas terjadi kenaikan 1/t dengan bertambah besarnya C 2. Nilai R2 yang
didapat pada grafik ini juga cukup besar yaitu 0,936 namun lebih kecil daripada grafik
yang pertama.

Grafik t vs ln C Asam Oksalat


0.00
-0.20 0 50 100 150 200 250 300
-0.40
y = -0.0058x - 0.2822
-0.60 R² = 0.9529
-0.80
ln C

-1.00 ln C
-1.20 Linear (ln C)
-1.40
-1.60
-1.80
-2.00
t

Gambar 4.3 Grafik t terhadap ln C pada asam oksalat


Grafik di atas merupakan grafik t vs ln C dari campuran asam oksalat dengan akuades.
Grafik tersebut merupakan grafik untuk reaksi dengan orde di mana terjadi penambahan
waktu dengan menurunnya nilai ln C.
Grafik t vs 1/C Asam Oksalat
7
6
5 y = 0.0283x - 1.4364
4 R² = 0.9701
1/C

3 Series1
2 Linear (Series1)
1
0
0 100 200 300
t

Gambar 4.4 Grafik t terhadap 1/C pada asam oksalat

Grafik 1/t terhadap C KMnO4


0.045
y = 4.1454x + 0.0157
0.04
R² = 0.0819
0.035
0.03
0.025
1/t

0.02 Series1
0.015
Linear (Series1)
0.01
0.005
0
0 0.002 0.004 0.006
C

Gambar 4.5 Grafik C terhadap 1/t pada KMnO4


Grafik 1/t terhadap C2 KMnO4
0.002
0.0018 y = 0.337x - 0.0003
0.0016 R² = 0.1207
0.0014
0.0012
1/t

0.001
0.0008 Series1
0.0006 Linear (Series1)
0.0004
0.0002
0
0 0.002 0.004 0.006
C2

Gambar 4.6 Grafik C2 terhadap 1/t pada KMnO4

Grafik ln C KMnO4 terhadap t


-3.1
0 100 200 300 y = -0.0018x - 2.9701
-3.2
R² = 0.0411
-3.3

-3.4
ln C

Series1
-3.5
Linear (Series1)
-3.6

-3.7

-3.8
t

Gambar 4.7 Grafik t terhadap ln C pada KMnO4


Grafik t terhadap 1/C KMnO4
45
40 y = 0.0389x + 20.84
35 R² = 0.0194
30
25
1/C

20 Series1
15
Linear (Series1)
10
5
0
0 100 200 300
t

Gambar 4.7 Grafik t terhadap 1/C pada KMnO4


Persamaan garis yang diperoleh dari kurva dapat digunakan untuk menentukan
tingkat atau orde reaksi dari reaksi ion MnO4- dan asam oksalat. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa orde reaksi yang dihasilkan dari percobaan adalah satu dan dua. Orde
reaksi total pada reaksi asam oksalat dengan kalium permanganat adalah satu. Berdasarkan
literatur, orde reaksi dari reaksi KMnO4 dan asam oksalat masing-masing adalah 1. Hasil
tersebut mendekati dengan literatur, dimana dalam literatur orde ion permanganate adalah
satu. Orde asam oksalat adalah tiga dan orde total dari reaksi tersebut adalah empat
(Dewati, 2010). Berdasarkan percobaan dan perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa
percobaan kinetika reaksi ion permanganat dengan asam oksalat cukup berhasil.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dalam praktikum kinetika reaksi ion permanganat dengan
asam oksalat adalah reaksi diantara ion permanganat dengan asam oksalat memiliki orde
reaksi total dua. Orde reaksi asam oksalat adalah 1 dan orde reaksi KMnO4 adalah 1.
5.2 Saran
Praktikan sebaiknya melakukan praktikum dengan hati-hati dan tanpa terburu-buru.
Pengocokan dan penambahan bahan sebaiknya secara konstan agar hasil yang diperoleh
baik dan sesuai dengan literatur.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Akuades. [Serial Online].


http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927146. diakses tanggal 20 September
2015.
Anonim. 2015. Asam Oksalat. [Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9929897. diakses tanggal 20 September
2015.
Anonim. 2014. KMnO4. [Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=99256989. diakses tanggal 20 September
2015.
Atkins, P.W.1989. Kimia Fisik Jilid II Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
Bird, Tony. 1997. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia.
Hiskia, Achmad. 1992. Kimia Larutan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Oxtoby, 1998. Kimia Fisik. Jakarta: Erlangga.
Stoker, H.S. 1993. Introduction to chemical Principle. New York: Macmillan Publishing
Company.
Syukri, 1999. Kimia Dasar Jilid 1. Bandung: ITB.
Tim Kimia Fisik. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember : Universitas Jember.
PERHITUNGAN

a. Molaritas H2C2O4 dan KMnO4


H2C2O4 0,7 N
𝑁 0,7 𝑁
M = 𝐵𝐸 = = 0,35 𝑀
2

KMnO4 0,1 N
𝑁 0,1 𝑁
M = 𝐵𝐸 = = 0,10 𝑀
1

b. Molaritas Asam Oksalat + Air


Catatan:
M1= konsentrasi asam oksalat
V1 = volume asam oksalat
M2 = konsentrasi asam oksalat + air
V2 = volume asam oksalat + air
Erlenmeyer 1 volume oksalat 2 mL
M1 x V1 = M2 x V2
0,35 M x 2 mL = M2 x 4 mL
M2 = 0,175 M
Erlenmeyer 2 volume oksalat 3 mL
M1 x V1 = M2 x V2
0,35 M x 3 mL = M2 x 5 mL
M2 = 0,210 M
Erlenmeyer 3 volume oksalat 4 mL
M1 x V1 = M2 x V2
0,35 M x 4 mL = M2 x 6 mL
M2 = 0,233 M
Erlenmeyer 4 volume oksalat 5 mL
M1 x V1 = M2 x V2
0,35 M x 5 mL = M2 x 7 mL
M2 = 0,250 M
Erlenmeyer 5 volume oksalat 4 mL
M1 x V1 = M2 x V2
0,35 M x 4 mL = M2 x 6 mL
M2 = 0,233 M
c. Konsentrasi Campuran
Catatan:
M1= konsentrasi KMnO4
V1 = volume KMnO4
M2 = konsentrasi campuran
V2 = volume KMnO4 + H2C2O4 + H2O
Erlenmeyer 1 volume KMnO4 2 mL
M1 x V1 = M2 x V2
0,10 M x 2 mL = M2 x 6 mL
M2 = 0,0333 M
Erlenmeyer 2 volume KMnO4 3 mL
M1 x V1 = M2 x V2
0,10 M x 3 mL = M2 x 8 mL
M2 = 0,0375 M
Erlenmeyer 3 volume KMnO4 4 mL
M1 x V1 = M2 x V2
0,10 M x 4 mL = M2 x 10 mL
M2 = 0,040 M
Erlenmeyer 4 volume KMnO4 5 mL
M1 x V1 = M2 x V2
0,10 M x 5 mL = M2 x 12 mL
M2 = 0,042 M
Erlenmeyer 5 volume KMnO4 2 mL
M1 x V1 = M2 x V2
0,10 M x 2 mL = M2 x 8 mL
M2 = 0,025 M
d. Grafik
Grafik C versus 1/t menggunakan konsentrasi (M) asam oksalat + air
1/t C
0,00393 0,175
0,00472 0,210
0,00491 0,233
0,00512 0,250
0,00490 0,233

Grafik 1/t terhadap C Asam Oksalat


0.3
y = 61.423x - 0.0695
0.25 R² = 0.9564
0.2
1/t

0.15
Series1
0.1
Linear (Series1)
0.05

0
0 0.002 0.004 0.006
C

Grafik 1/t versus C2 menggunakan konsentrasi (M) asam oksalat + air


1/t C2
0,00393 0,0306
0,00472 0,0441
0,00491 0,0543
0,00512 0,0625
0,00490 0,0543
Grafik 1/t terhadap C2 asam oksalat
0.07
y = 25.689x - 0.072
0.06 R² = 0.9363
0.05
0.04
1/t

0.03 Series1
0.02 Linear (Series1)
0.01
0
0 0.002 0.004 0.006
C2

 Grafik t versus ln C menggunakan konsentrasi (M) asam oksalat + air


ln C t
-1,743 254,5
-1,561 212
-1,457 203,5
-1,386 195,5
-1,457 204

Grafik ln C asam oksalat terhadap t


0
y = -0.0058x - 0.2822
-0.2 0 100 200 300 R² = 0.9529
-0.4
-0.6
-0.8
ln C

-1 Series1
-1.2 Linear (Series1)
-1.4
-1.6
-1.8
-2
t

Grafik t versus 1/C menggunakan konsentrasi (M) asam oksalat + air


1/C t
5,714 254,5
4,762 212
4,292 203,5
4,00 195,5
4,292 204

Grafik t terhadap 1/C asam oksalat


7
6 y = 0.0283x - 1.4459
R² = 0.9701
5
4
1/C

3 Series1
2 Linear (Series1)
1
0
0 100 200 300
t

Grafik C versus 1/t menggunakan konsentrasi (M) KMnO4 + asam oksalat + air
1/t C
0,00393 0,033
0,00472 0,036
0,00491 0,040
0,00512 0,042
0,00490 0,025
Grafik 1/t terhadap C KMnO4
0.045
y = 4.1454x + 0.0157
0.04
R² = 0.0819
0.035
0.03
0.025
1/t

0.02 Series1
0.015
Linear (Series1)
0.01
0.005
0
0 0.002 0.004 0.006
C

Grafik 1/t versus C2 menggunakan konsentrasi (M) KMnO4 + asam oksalat + air
1/t C
0,00393 0,001089
0,00472 0,001296
0,00491 0,0016
0,00512 0,001764
0,00490 0,000625

Grafik 1/t terhadap C2 KMnO4


0.002
0.0018 y = 0.337x - 0.0003
0.0016 R² = 0.1207
0.0014
0.0012
1/t

0.001
0.0008 Series1
0.0006 Linear (Series1)
0.0004
0.0002
0
0 0.002 0.004 0.006
C2

 Grafik t versus ln C menggunakan konsentrasi (M) KMnO4 + asam oksalat + air


ln C t
-3,411 254,5
-3,283 212
-3,218 203,5
-3,170 195,5
-3,688 204

Grafik ln C KMnO4 terhadap t


-3.1
0 100 200 300 y = -0.0018x - 2.9701
-3.2
R² = 0.0411
-3.3

-3.4
ln C

Series1
-3.5
Linear (Series1)
-3.6

-3.7

-3.8
t

Grafik t versus 1/C menggunakan konsentrasi (M) KMnO4 + asam oksalat + air
1/C t
30,30 254,5
26,67 212
25,00 203,5
23,81 195,5
40 204
Grafik t terhadap 1/C KMnO4
45
40 y = 0.0389x + 20.84
35 R² = 0.0194
30
25
1/C

20 Series1
15
Linear (Series1)
10
5
0
0 100 200 300
t

e. Penentuan Orde atau Tingkat Reaksi H2C2O4


R = [H2C2O4]m [MnO4-]n
y = -0,005 – 0,970
ln C = m t [H2C2O4]m- 0,970
-1,456 = -0,005 [254,5]m- 0,970
-0,486 = -0,005[254,5]m
Log 97,2 = m log 254,5
2,00 = m 2,40
1,0 = m

f. Penentuan Orde atau Tingkat Reaksi KMnO4


R = [H2C2O4]m [MnO4-]n
y = 0,038x + 20,84
1/C = m.t[MnO4-]n + 20,84
30,30 = 0,038[254,5]n + 20,84
9,46 = 0,038[254,5]n
Log 249 = n log 254,5
2,39 = n 2,40
1,0 =n

Anda mungkin juga menyukai