Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Hubungan Perawat dan Klien (Helping Relationship) Salah satu karakteristik dasar dari
komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan
tercipta suatu hubungan diantara keduanya,. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk suatu
hubungan ‘helping relationship’. Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua
(atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau
dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan.

Pada konteks keperawatan, hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan
klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper)
membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien (Suryani 2015).

B. karakteristik seorang helper (perawat)


a. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina
hubungan saling percaya. Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat
berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan
menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh
terhadap perawat.
b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresi
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata
yang mudah dipahami oleh klien. Komunikasi nonverbal harus cukup ekspresif dan
sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi
klien.
c. Bersikap positif
Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan
penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan
terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat

2
dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan
diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya
d. Empati bukan simpati
Dengan empati, perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah karena
perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam
perasaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.
e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien,
melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk dapat
melakukan hal ini perawat harus memahami dan mendengarkan dengan aktif, serta penuh
perhatian.
f. Menerima klien apa adanya
Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin
hubungan interpersonal.
g. Sensitif terhadap perasaan klien
Dengan bersikap sensitif terhadap perasaan klien, perawat dapat terhindar dari
berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien. h.
Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri Perawat harus
mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan
atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri
C. Fase helping relationship
terdiri dari empat fase berurutan yang masing-masing ditandai dengan tugas-tugas
dan keterampilan yang dapat diidentifikasi. Hubungan tersebut harus melewati seluruh
tahap dengan baik, karena masing-masing fase merupakan landasan untuk fase
berikutnya. Perawat dapat mengidentifikasi perkembangan hubungan dengan memahami
fase prainteraksi, fase perkenalan, fase kerja, dan fase terminasi.
a. Fase prainteraksi
Fase prainteraksi serupa dengan tahap perencanaan sebelum melakukan
wawancara. Perawat memiliki informasi tentang pasien sebelum bertatap muka untuk
pertama kali. Informasi meliputi nama, alamat, usia, riwayat medis, dan/atau riwayat
sosial pasien. Perencanaan untuk kunjungan pertama dapat menimbulkan perasaan cemas

3
pada diri perawat. Jika perawat menyadari perasaan tersebut dan mengidentifikasi
informasi yang spesifik untuk dibahas, akan diperoleh hasil yang positif.
b. Fase orientasi
Fase orientasi disebut juga sebagai fase perkenalan yang penting dalam mengatur
keseluruhan sifat hubungan. Selama pertemuan awal, klien dan perawat mengamati
dengan cermat dan membuat penilaian tentang perilaku mereka satu sama lain. Tiga
tahap yang terdapat dalam fase perkenalan adalah membuka hubungan, mengklarifikasi
masalah, dan membuat serta memformulasi kontrrak (Brammer, 1988 dalam Kozier
2010). Tugas penting lain di dalam fase perkenalan meliputi mengenal satu sama lain dan
membina saling percaya.
c. Fase kerja
Selama fase kerja, perawat dan klien mulai memandang satu sama lain sebagai
individu yang unik. Mereka mulai menghargai keunikan tersebut dan saling peduli. Sikap
caring menunjukkan kepedulian yang dalam dan tulus terhadap kesejahteraan orang lain.
Saat sikap caring tumbuh, kemungkinan munculnya sikap empati juga semakin besar.
D. Fase terminasi
Fase terminasi dalam hubungan terapeutik biasanya sulit dan diliputi
kebimbangan. Akan tetapi, jika fase sebelumnya berjalan secara efektif, klien umumnya
memiliki pandangan yang positif serta merasa mampu untuk mengatasi masalah secara
mandiri. Di sisi lain karena perasaan caring telah tumbuh, sangat wajar jika muncul
perasaan kehilangan, dan setiap individu perlu mengembangkan cara untuk mengucapkan
selamat tinggal. Di semua tatanan praktik, perawat membina beberapa jenis helping
relationship yang mencakup penetapan tujuan bersama pasien, atau jika pasien tidak
dapat berpartisipasi, dengan orang yang mendukung pasien.
Berikut ini langkah-langkah dalam membina helping relationship.
a) Mendengar aktif
b) Membantu mengidentifikasi apa yang dirasakan oleh pasien.
c) Tempatkan diri dalam posisi pasien (empati).
d) Bersikap jujur
e) Bersikap tulus dan dapat dipercaya
f) Gunakan keterampilan perawat.

4
g) Waspada terhadap perbedaan budaya yang dapat mempengaruhi makna dan
pemahaman.
h) Jaga kerahasiaan pasien.
i) Sadari peran dan keterbatasan perawat
D. Jenis-jenis gangguan komunikasi
a. Gangguan Bicara

Perkembangan bahasa tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan bicara. Perkembangan


bahasa dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan anak dibesarkan. Kelainan bicara
merupakan salah satu jenis kelainan atau gangguan perilaku komunikasi yang ditandai dengan
adanya kesalahan proses produksi bunyi bicara. Ditinjau dari segi klinis, gejala kelainan bicara
dalam hubungannya dengan penyebab kelainannya, dapat berupa:
 Disaudia adalah satu jenis gangguan bicara yang disebabkan gangguan pendengaran.
 Dislogia diartikan sebagai satu bentuk kelaian bicara yang disebabkan oleh kemampuan
kapasitas berpikir atau taraf kecerdasan di bawah normal. Misalnya tadi dengan tapi, kopi
dengan topi.
 Disatria diartikan jenis kelainan yang terjadi akibat adanya kelumpuhan, kelemahan,
kekakuan atau gangguan koordinasi otot alat-alat ucap atau organ bicara karena adanya
kerusakan susunan syaraf pusat. Disartria memlikiki beberapa jenis, yaitu: Spatic
Disatria, Flaksid Disatria, Ataksia Disatria, Hipokinetik Disatria, Hiperkinetik Disatria.
 Disglosi mengandung arti kelainan bicara yang terjadi karena adanya kelainan bentuk
struktur dari organ bicara. Kegagalan tersebut akibat adanya kelainan bentuk dan struktur
organ artikulasi, yaitu: palaktoskisis (sumbing langitan), maloklusi (tumbuh gigi atas atau
gigi bawah), anomali (bentuk lidah yang tebal tidak tumbuh velum atau tali lidah yang
pendek).
 Dislalia adalah gejala gangguan bicara karena ketidak mampuan dalam memperhatikan
bunyi-bunyi bicara yang diterima, sehingga tidak mampu membentuk konsep bahasa.
Misalnya”makan” menjadi “kaman” atau “nakam”.
b. Gangguan Irama
Gangguan bicara dengan ditandai adanya ketidaklancaran pada saat berbicara, meliputi :

5
 Cluttering adalah gangguan kelancaran bicara yang ditandai dengan bicara yang sangat
cepat, sehingga terjadi kesalahan artikulasi sehingga sulit dimengerti. Terdapat 3 type
yaitu: distorsi (pengucapan yang tidak jelas), substitusi (penggantian ucapan menjadi
bunyi lain), omisi (penghilangan bunyi-bunyi).
 Palilalia adalah gangguan bicara diman kata atau frase yang diulang dengan cepat.
c. Gangguan Suara

Gangguan pada proses produksi suara merupakan salah satu jenis gangguan
komunikasi. Gangguan tersebut meliputi :

 Kelainan nada adalah Gangguan pada frekuensi getaran pita suara pada waktu ponasi
yang berakibat pada gangguan nada yang diucapkan.
 Kelainan kualitas suara adalah Gangguan suara yang terjadi karena adanya
ketidaksempurnaan kontak antara pita suara pada saat adduksi, sehingga suara yang
dihasilkan tidak sama dengan suara yang biasanya.
 Afonia adalah Kelainan suara yang diakibatkan ketidakmampuan dalam memproduksi
suara atau tidak dapat bersuara sama sekali karena kelumpuhan pita suara.
 Keterlambatan bicara dan bahasa dimana dapat disebabkan oleh berbagai faktor
termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan bahasa
juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukung seperti fungsi otot mulut dan
fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang
sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) sampai dengan
ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan
mekanisme oral-motor dalam fungsinya untuk bicara dan makan.
 Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf
sampai beberapa huruf. Sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf itu
sehingga menimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga
dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara.
 Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangan
kemampuan untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat
berlangsung dengan baik. Anak-anak dengan afasia didapat memiliki riwayat

6
perkembangan bahasa awal yang normal, dan memiliki onset setelah trauma kepala
atau gangguan neurologis lain (contohnya kejang).
 Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama
bicara. Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang
spasmodik, bisa terjadi spasme tonik dari otot otot bicara seperti lidah, bibir, dan
laring. Terdapat kecenderungan adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu,
gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan
jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hubungan membantu perawat-klien adalah proses yang dinamis antara perawat dan klien
untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan serta kemampuan adaptasi. Hubungan
membantu perawat-klien memiliki dimensi yang terdiri dari rasa percaya, empati, perhatian,
autonomi dan mutualisme.

Hubungan membantu perawat klien juga memiliki fase-fase, yang mana setiap fase merujuk
apa yang harus dilakukan perawat dalam menerapkan hubungan membantu tersebut. Gangguan
dalam proses komunikasi akan mempengaruhi keefektifan seseorang untuk berkomunikasi yang
nantinya akan mengganggu pemahaman seseorang tentang informasi yang disampaikan oleh
komunikator.

B. Saran

Saran yang dapat kami sampaikan adalah agar para pembaca dapat mempelajari makalah
yang kami buat dan mengerti isi serta ruang lingkupnya sehingga dapat diambil pembelajaran
dan diterapkan dalam kehidupan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkannya.
Semoga para pembaca dapat mengkaji dengan baik dan bisa melengkapi kekurangan
makalah yang kami buat, kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata lengkap
dan sempurna. Masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam sistematika makalah maupun
isinya. Maka dari itu, kami sebagai penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan dalam penyusunan makalah yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai