Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA SEPANJANG

RENTANG KEHIDUPAN DEWASA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 13
DANIK KUSWATI
FATIMMAH EMMA SYAHARA
MUHAMMAD KHOIRUL HUDA
SARAH NUR MAYA
WINDA AYU FITALOKA

PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah dalam

keadaan bugar dan nyaman seluruh tubuh dan bagian- bagiannya. Bugar dan

nyaman adalah relatif, karena sifat subjektif sesuai orang yang

mendefinisikan. Jiwa yang sehat sulit didefinisikan dengan tepat. Meskipun

demikian, ada beberapa indikator untuk menilai kesehatan jiwa (Yusuf,

Fitryasari & Nihayati, 2015).

World Health Organization (2008) menjelaskan kriteria orang yang

sehat jiwanya adalah orang yang dapat melakukan segala aktifitas yang

berkaitan dengan psikologis, lingkungan sosial dan spiritual. WHO (2009)

memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan jiwa,

10 % dari seluruh total orang dengan gangguan jiwa yang mengalami hal

tersebut adalah dewasa, 25 % penduduk dunia diperkirakan akan mengalami

gangguan jiwa pada usia 18-21 tahun.

Menurut WHO (2018) menyebutkan bahwa di negara-negara

berpenghasilan rendah dan menengah, antara 76% dan 85% orang dengan

gangguan mental tidak menerima pengobatan untuk gangguan mereka.

Sedangkan di negara-negara berpenghasilan tinggi, antara 35% dan 50%

orang dengan gangguan mental berada dalam situasi yang sama. Artinya

1
masih banyak di dunia orang dengan gangguan jiwa yang tidak

mendapatkan pengobatan.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2018) prevalensi penduduk

Indonesia yang mengalami skizofrenia/psikosis adalah 7,0 % dari jumlah

penduduk. Angka prevelensi skizofrenia di berbagai provinsi di Indonesia,

Bali menduduki peringkat pertama dengan 11,0 % anggota rumah tangga

yang mengalami skizofrenia sedangkan Jawa Tengah sendiri menduduki

peringkat ke lima dengan prevelensi skizofrenia 9,0 % dari jumlah

penduduk, diperkirakan 90 orang dari 1000 orang mengalami skizofrenia.

Selain itu prevelensi penduduk Indonesia yang mengalami depresi pada

umur >15 tahun adalah 6,1 %.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian kesehatan jiwa?

2. Apa saja kriteria kesehatan jiwa?

3. Apa saja factor yang mempengaruhi kesehatan jiwa desawa?

4. Bagaimana asuhan keperawtan sehat jiwa sepanjang rentang dewasa?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian kesehatan jiwa

2. Untuk mengetahui kriteria kesehatan jiwa

3. Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi kesehatan jiwa dewasa

4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan sehat jiwa sepanjang rentang

dewasa?

2
BAB II

PENDAHULUAN

A. Pengertian

Kesehatan jiwa kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup

harmonis dan produktif sebagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang,

dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia dengan ciri

menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stress

kehidupan dengan wajar, mampu bekerja dengan produktif dan memenuhi

kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan hidup,

menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya dan merasa nyaman

dengan orang ain (Keliat, 2011).

Kesehatan jiwa mencakup disetiap perkembangan individu dimulai

sejak dalam kandungan kemudian dilanjutkan ke tahap selanjutnya dimulai

dari bayi (0-18 bulan), masa toddler (1,5-3 tahun), anak- anak awal pra

sekolah (3-6 tahun ), usia sekolah (6-12 tahun), remaja (12-18 tahun),

dewasa muda (18-35 tahun), dewasa tengah (35-65 tahun), hingga dewasa

akhir (>65 tahun) (Wong, D.L, 2009).

B. Kriteria kesehatan mental

3
Schneiders dalam (Semiun, 2006) mengemukakan beberapa kriteria

yang sangat penting dan dapat digunakan untuk menilai kesehatan. Kriteria

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut menurut Schneiders (dalam

Semiun, 2006).

1. Efisiensi Mental

2. Pengendalian dan Integrasi Pikiran dan Tingkah Laku

3. Integrasi Motif-motif serta Pengendalian Konflik dan Frustasi

4. Perasaan-perasaan dan Emosi-emosi yang Positif dan Sehat

5. Ketenangan atau Kedamaian Pikiran

6. Sikap-sikap yang Sehat

7. Konsep-Diri (Self-Concept) yang Sehat

8. Identitas Ego yang Adekuat

9. Hubungan yang Adekuat dengan kenyataan

C. Faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa

Menurut (Hakim, 2010) Masalah pada kesehatan jiwa adalah

permaslahan yang harus diatasi secara komprehensif, faktor pendukungnya

adalah sebagai berikut:

1. Faktor fisik (organo biologis): Faktor fisik cukup dapat mempengaruhi

kualitas kesehatan jiwa pada seseorang, contohnya yaitu saat seseorang

mengetahui bahwa tubuhnya digerogoti kanker pada saat itu juga

seseorang telag kehilangan sebagian kehidupannya, walaupun secara

pemikiran sadar teapi mental emosionalnya telah terganggu dan

4
mempercepat proses penurunan sistem kekebalan tubuh secara drastis

dan semngat hidupnya juga berkurang.

2. Faktor mental/emosional (psikoedukatif): Kekuatan pada mental dan

emosional yang mendukung, dan saran positif diperlukan untuk

membangunkan semangat hidup dalam mengembalikan kesehatan

secara jasmani dan rohani.

3. Faktor sosial budaya (sosial kultural): Lingkungan keluarga dan satu

darah sangat diperlukan untuk menyempurnakan konsep kesehatan

mental emosional seseorang, komunikasi dalam keluarga sangat

dibutuhkan dalam mengatasi setiap permasalahan yang datang kapan

saja dalam hidup. Dalam keluarga, lingkungan, budaya, sangat

menentukan kualitas kesehatan mental emosional seseorang dalam

menghadapi setiap permasalahan yang ada.

D. Karakteristik aspek kesehatan jiwa

Menurut (Videback, 2008) karakteristiknya dibagi menjadi 7 yaitu:

1. Otonomi dan kemandirian Individu dapat melihat dirinya untuk

menemukan nilai dan tujuan hidup. Individu yang otonomi dan mandiri

dapat bekerja secara independen atau kooperatif dengan orang lain

tanpa kehilangan otonom.

2. Memaksimalkan potensi diriIndividu mempunyai orientasi

pertumbuhan dan aktualisasi diri.

5
3. Menoleransi ketidakpastian hidup.Individu menghadapi tantangan

sehari-hari dengan harapan dan pandangan positif walaupun tidak

mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan.

4. Harga diri individu memiliki kesadaran yang realistis terhadap

kemampuannya.

5. Menguasai lingkunganIndividu dapat menghadapi dan mempengaruhi

kemampuan dan juga keterbatasannya.

6. Orientasi realistisIndividu mampumenoleransi stres dalam kehidupan,

merasakan cemas atau berduka sesuai dengan keadaan, mengalami

kegagalan tanpa merasakan hancur. Menggunakan dukungan keluarga

dan teman untuk mengatasi krisis karena stres tidak akan berlangsung

selamanya.

E. Tugas Perkembangan Dewasa

Optimalisasi perkembangan orang dewasa awal mengacu pada

tugas-tugas perkembangan dewasa awal menurut R.J. Havighurst, 1953

(dalam Hurlock, 1986), mengemukakan rumusan tugas-tugas

perkembangan masa dewasa awal sebagai berikut :

1. Memilih teman (sebagai calon istri atau suami)

2. Belajar hidup bersama dengan suami/istri

3. Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga

4. Mengelola rumah tangga

5. Mulai bekerja dalam suatu jabatan

6. Mulai bertanggung jawab sebagai warga negara

6
Dewasa awal atau dini adalah masa kematangan fisik dan psikologis.

Menurut Anderson (dalam Mappiare : 17) terdapat 7 ciri kematangan

perkembangan psikolog masa dewasa dini, ringkasnya sebagai berikut:

1. Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego; minat orang matang

berorientasi pada tugas-tugas yang dikerjakannya,dan tidak condong

pada perasaan-perasaan diri sendri atau untuk kepentingan pribadi.

2. Tujuan- tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efesien;

seseorang yang matang melihat tujuan-tujuan yang ingin dicapainya

secara jelas dan tujuan-tujuan itu dapat didefenisikannya secara cermat

dan tahu mana pantas dan tidak serta bekerja secara terbimbing menuju

arahnya.

3. Mengendalikan perasaan pribadi; seseorang yang matang dapat

menyetir perasaan-perasaan sendiri dan tidak dikuasai oleh perasaan-

perasaannya dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang

lain. Dia tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi

mempertimbangkan pula perasaan-perasaan orang lain.

4. Keobjektifan; orang matang memiliki sikap objektif yaitu berusaha

mencapai keputusan dalam keadaan yang bersesuaian dengan

kenyataan.

5. Menerima kritik dan saran; orang matang memiliki kemauan yang

realistis, paham bahwa dirinya tidak selalu benar, sehingga terbuka

terhadap kritik-kritik dan saran-saran orang lain demi peningkatan

dirinya.

7
6. Pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi; orang yang matang

mau memberi kesempatan pada orang lain membantu usahan-usahanya

untuk mencapai tujuan. Secara realistis diakuinya bahwa beberapa hal

tentang usahanya tidak selalu dapat dinilainya secara sungguh-sunguh,

sehingga untuk itu dia bantuan orang lain, tetapi tetap dia

brtanggungjawab secara pribadi terhadap usaha-usahanya.

7. Penyesuaian yang realistis terhadap situasi-situasi baru; orang matang

memiliki cirri fleksibel dan dapat menempatkan diri dengan kenyataan-

kenyataan yang dihadapinya dengan situasi-situasi baru.

F. Eviden Based Practice(EBP)

Judul jurnal : Komunitas SEHATI (Sehat Jiwa dan Hati ) Sebagai Intervensi

Kesehatan Mental Berbasis Masyarakat

Populasi : Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat pedukuhan X

di kecamatan Moyudan, Sleman, Yogyakarta

Intervensi : Pada penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian

tindakan (action research) yang melibatkan tokoh masyarakat di

desa pedukuhan X di kecamatan Moyudan, Sleman untuk

meneruskan pengetahuan kesehatan jiwa meliputi masalah

kesehatan jiwa, pra dan pascapsikoedukasi yang disampaikan

secara promkes, sehingga kader SEHATI bisa memantau

kesehatan jiwa di desa tersebut

Komparasi : Tidak ada journal pembanding

8
Outcome : Hasil analisis statistic uji beda dengan menggunakan paired

sample t-test (uji beda pre dan post test pada kelompok yang

sama dengan 15 peserta ) menunjukkan ada perbedaan

penyerapan informasi sebelum dan sesudah pemberian

psikoedukasi, dengan nilai p= 0.000 dan nilai t= -9,471. Nilai

rerata sebelum pemberian psikoedukasi adalah 5,93 sementara

nilai rerata setelah pemberian psikoedukasi adalah 11,20.

Time : 10 Oktober 2014

Recomendasi : Agar keluarga bisa menjalankan peran sebagai pelindung

utama pasien jiwa dan mampu menciptakan kondisi emosi yang

nyaman bagi mereka. Selain keluarga, peran masyarakat juga

diharapkan untuk meneruskan perilaku bebas stigma negative

terhadap pasien jiwa kepada generasi berikutnya. Agar fungsi

kader dalam komunitas pedukuhan SEHATI ini optimal, perlu

adanya kerjasama antara puskesmas dan perangkat pemerintah

hingga level kabupaten untuk merumuskan kebijakan terkait

pencegahan dan penanganan kasus gangguan kesehatan di

masyarakat

9
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, L. (2010). Pembentukan UU Kesehatan Jiwa Sebagai Upaya Mendorong


Pembangunan Sosial . Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi
Sekretaris Jendral DPR RI
Keliat, B.A, dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. CMHN (Basic
Course). Jakarta: EGC
Kurniawan,Y & Sulistyarini, I . (2016). Komunitas SEHATI (Sehat Hati dan Jiwa)
sebagai Intervensi Kesehatan Mental Berbasis Masyarakat. INSAN Jurnal
Psikologi dan Kesehatan Mental Vol. 1(2), 112-124
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). (2018). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian RI.
https://www.depkes.go.id/resources/download/general/hasil%20Riskesda
s%202013.pdf diakses pada tanggal 1 september 2019
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: EGC
WHO. (2018). Mental Disorder and Skizofrenia.
https://www.who.int/mental_health/managemnent/schizoprenia/en/
diakses pada tanggal 1 september 2019
Wong, D.L., dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Jakarta
:EGC
Yusuf, Fityasari & Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :
Salemba Medika

10

Anda mungkin juga menyukai