PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air
haru dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta
makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus
diakukan dengan bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generai
sekarang maupun generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian
sumber daya air harus ditanamkan pada segenap pengguna air.
Saat ini, masalah yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kualitas air
yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan
kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun.
Koagulasi merupakan proses destabilisasi partikel koloid dan partikel
tersuspensi termasuk bakteri dan virus melalui penetralan muatan elektriknya
untuk mengurangi gaya tolak menolak antar partikel (Kawamura, 1992).
Sedangkan menurut Hadi (1997), flokulasi didefinisikan sebagai proses
penggabungan partikel-partikel yang tidak stabil setelah proses koagulasi melalui
proses pengadukan lambat sehingga terbentuk gumpalan atau flok yang dapat
diendapkan atau disaring pada proses pengolahan selanjutnya. Dalam proses
koagulasi flokulasi dibutuhkan koagulan untuk mendestabilisasi koloid dengan
menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid sehingga terbentuk inti flok
yang dapat bergabung satu sama lain membentuk flok dengan ukuran yang lebih
besar sehingga mudah mengendap (Sawyer, 2003). Koagulan merupakan bahan
kimia yang dibutuhkan untuk membantu proses pengendapan partikel–partikel
kecil yang tidak dapat mengendap dengan sendirinya secara gravitasi. Secara
umum terdapat dua jenis koagulan yaitu koagulan anorganik dan organik.
Beberapa contoh koagulan anorganik yang sering digunakan adalah Poly
Aluminium Chloride (PAC), Ferric Chloride (FeCl3) dan Aluminium Sulphate
(Al2(SO4)3). Koagulan organik yang sering digunakan adalah biji kelor
(Moringa oleifera) (Ramadhani, 2013).
B. Tujuan
Untuk mengetahui konsentrasi antara kapur dan PAC yang tepat untuk
menjernihkan air Danau Galuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Air
Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak ada satupun makhluk
hidup yang berada di planet bumi ini, yang tidak membutuhkan air. Di dalam sel
hidup, baik pada tumbuh – tumbuhan ataupun pada hewan ( termasuk di
dalamnya pada manusia ) akan terkandung sejumlah air, yaitu lebih dari 75%
kandungan sel tumbuh – tumbuhan atau lebih dari 67 % kandungan sel hewan,
terdiri dari air. Jika kandungan tersebut berkurang, misalnya dehidrasi pada
manusia yang diakibatkan muntaber, kalau tidak cepat ditanggulangi akan
mengakibatkan kematian. Tanaman yang lupa tidak disiram pun akan layu dan
kalau dibiarkan akan mati ( Suriawiria, 2005 ).
Air dipermukaan bumi ini terdiri atas 97 % air asin di lautan, 2 % masih
berupa es, 0,0009 % berupa danau, 0,00009 % merupakan air tawar di sungai,
dan sisanya merupakan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan
hidup manusia, tumbuhan dan hewan yang hidup di daratan. Oleh sebab itu air
merupakan barang langka yang paling dominan dibutuhkan di permukaan bumi
ini ( Nugroho, 2006 ).
Ditinjau dari segi ilmu kesehatan masyarakat, penyedian sumber air bersih
harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang
terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata – rata
kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150 – 200 liter atau 35 – 40
Universitas Sumatera Utara galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan
bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (
Chandra, 2007 ).
Tentu saja dengan semakin sulitnya tempat dan sumber air, semakin tinggi
nilai pencemarannya, dan semakin tinggi biaya untuk pengolahan dan pemurnian
air tersebut. Oleh karena itu, nilai air yang memenuhi syarat untuk kepentingan
kehidupan ditentukan berdasarkan syarat fisik, persyaratan kimia dan persyaratan
biologis dari WHO, APPHA ( American Public Health Association ) Amerika
Serikat, atau Departemen Kesehatan R.I. ( Suriawiria, 2005 ).
Proses pengolahan umumnya melibatkan proses fisika maupun kimia. Pada
proses fisika antara lain penyaringan (screening), filtrasi dan pengendapan,
sedang proses kimia umumnya netralisasi, koagulasi, flokulasi serta aerasi.
Pengolahan air buangan yang dilakukan dengan proses koagulasi dan
flokulasibertujuan untuk memisahkan polutan koloid tersuspensi dari dalam air
dengan memperbesarukuran partikel-partikel padat yang terkandung didalamnya.
Pada proses koagulasi ditambahkan sejenis bahan kimia ke dalam air
buangan dengan sifat-sifat tertentu yakni dapatmemberikan muatan (+) yang
akan menetralkan muatan (-) yang pada umumnyadimilikioleh suatu koloid yang
disebut koagulan. Jenis koagulan yang biasa ditambahkan antara lain :
Al2(SO4)3, FeSO4, FeCl3, atauPAC (Poly Alumunium Chlorida). Selain
pembubuhan koagulan diperlukan pengadukansampai flok-flok ini terbentuk dari
partikel-partikel kecil dan koloid yang bertumbukan dan akhirnya mengendap
bersama-sama.
Flok-flok yang telah terbentuk dipisahkan dari larutannya dengan
sedimentasi. Sedimentasi merupakan proses pemisahan partikel dari cairannya,
baik partikel yang memang telah ada di dalam air baku, yang terbentuk sebagai
akibat penambahan bahan kimia, maupunpartikel yang dihasilkan dari flokulasi
fisis yang digabungkan dengan pengolahan biologis,dengan memanfaatkan gaya
gravitasi.
Kestabilan koloid dapat dikurangi dengan proses koagulasi (proses
destabilisasi) melalui penambahan bahan kimia dengan muatan berlawanan.
Terjadinya muatan pada partikel menyebabkan antar partikel yang berlawanan
cenderung bergabung membentuk inti flok. Proses koagulasi selalui diikuti oleh
proses flokulasi, yaitu penggabungan intiflok atau flok kecil menjadi flok yang
berukuran besar. Proses koagulasi-flokulasi terjadi pada unit pengaduk cepat dan
pengaduk lambat. Pada bak pengaduk cepat, dibubuhkan bahan kimia (disebut
koagulan). Pengadukan cepat dimaksudkan agar koagulan yang dibubuhkan
dapat tercampur secara merata/homogen. Pada bak pengaduk lambat, terjadi
pembentukan flok yang berukuran besar hingga mudah diendapkan pada bak
sedimentasi.
Koagulan yang banyak digunakan dalam pengolahan air minum
adalahaluminium sulfat atau garam-garam besi. Kadang-kadang koagulan-
pembantu, seperti polielektrolit dibutuhkan untuk memproduksi flok yang cepat
mengendap. Faktor utama yang mempengaruhi koagulasi dan flokulasi air adalah
kekeruhan, padatan tersuspensi,temperatur, pH, komposisi dan konsentrasi kation
dan anion, durasi dan tingkatagitasiselama koagulasi dan flokulasi, dosis
koagulan, dan jika diperlukan, koagulan-pembantu.
Koagulasi adalah dicampurkannya koagulan dengan pengadukan secara
cepat guna mendistabilisasi koloid dan solid tersuspensi yang halus, dan masa
inti partikel, kemudian membentuk jonjot mikro (mikro flok).
D. Kapur
Proses pengolahan air, air kapur dapat berguna sebagai bahan penurun
kesadahan, menetralisasi keasaman, memperkecil kadar silika, mangan, fluorida
dan bahan-bahan organik. Selain itu dapat juga mengurangi kadar BOD dengan
cara menyerap antara 40% sampai 50 % bahan organik terlarut maupun tidak
terlarut.Proses pengolahan air bekas, kapur dapat befungsi antara lain dalam
pengendalian keasaman digester, penyerapan bau (deodorant) dan sebagai
desinfektan.
Proses pengolahan buangan industri besi/baja, kapur digunakan untuk
menetralisir asam sulfat bebas (free sulfuric acid ) dan mengendapkan garam-
garam besi yang terdapat pada limbah industri tersebut. Kapur dapat digunakan
untuk mengurangi gas SO2 yang keluar dari pembakaran batubara atau minyak
yang mengandung sulfur yang tinggi melalui suatu proses yang disebut “wet
scrubing”.
Pada peternakan ayam, kapur dapat digunkan untuk mengeringkan serta
mengurangi bau kotoran ayam yang berceceran di laniat kandang. Selain itu juga
dapat berfungsi sebagai “geomedical” untuk mencegah parasit-parasit dan bnayak
penyakit ayam. Dosis yang biasa dipakai pada peternakan ayam adalah sekitar 1
lb (0,45 kg) Hydrates Lime [Ca(OH)2] pada setiap 3-5 ft2 (2,79-4,65 m2) lantai
yang mengandung kotoran ayam. Kapur juga dapat dipergunakan sebagai
penghilang fosfor dalam air, disini kapur berfungsi sebagai bahan koagulan,
karena salah satu cara penghilangan fosfor dalam air adalah pengendapan
kimiawi.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
C. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan PAC 2%
1). Timbang PAC sebanyak 2 gram.
2). Buat kedalam wadah breaker glass.
3). Tambahkan aquades kedalam breaker glass sampai menunjukan angka 100
ml.
4). Aduk sampai larutan larut.
2. Pembuatan Larutan Kapur 2%
1). Timbang Kapur sebanyak 2 gram.
2). Buat kedalam wadah breaker glass.
3). Tambahkan aquades kedalam breaker glass sampai menunjukan angka 100
ml.
4). Aduk sampai larutan larut.
Ph Suhu Kekeruhan
7,4 37,9 0C 137 NTU
B. Pembahasan
Pada praktikum yang telah kami laksanakan, kami melakukan
percobaan penjernihan air dengan menggunakan air danau yang bernama
Danau Galuh, air ini memiliki kekeruhan 137 NTU, dengan PH 7,4. Suhu
o
37,0 C. Percobaan penjernihan ini menggunakan alat yang bernama
Flakulator dengan metode jartest.
Dari adanya penurunan kecepatan pada saat menggunakan jartest juga
terdapat maksud atau tujuan tertentu. Pada kecepatan 100 rpm selama 1 menit,
dimaksudkan agar bahan koagulan bercampur secara merata dengan air
sampel. Pada kecepatan 30 rpm selama 5 menit, dimaksudkan agar partikel-
partikel padat dapat bertemu dan membentuk flok-flok yang apabila flok
tersebut terbentuk maka akan dapat mengendap.
Setelah dilakukan percobaan air yang menurut kami paling baik adalah pada
tabung ke-4 yaitu dengan larutan PAC 3 ml, Kapur 2 ml, ph 7,8 dan suhu 36,3
0
C dengan angka kekeruhan 21,7 NTU karena standar parameter air bersih 25
NTU.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
B. Saran
https://evynurhidayah.wordpress.com/2012/01/17/laporan-jartest/
http://scholar.unand.ac.id/18099/2/2.%20BAB%20I.pdf