Anda di halaman 1dari 9

BAB 1.

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
1.1.1 BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERTROPHY)
Hiperplasia prostat atau BPH adalah pembesaran prostat yang jinak
bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular.
Penyakit ini sering disebut dengan hipertopi prostat namun secara
histologi yang dominan adalah hyperplasia. (Long, 2006)
Hipertrofi prostat jinak (benign prostatic hypertrophy, BPH)
merupakan kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh
meningkatnya ukuran zona dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar
prostat (Grace, Pierce A., dkk, 2007).
Hiperplasia Prostat Benigna adalah pembesaran progresif dari
kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun)
menyebabkan derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius
(Doenges, E. Marilynn, 2002).

1.2 Epidemiologi
1.2.1 BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERTROPHY)
Usia menjadi faktor resiko untuk BPH. Data menunjukkan bahwa
pria dengan ras kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi dengan status
sosial ekonomi dan fasilitas kesehatan yang buruk.
BPH akan menyebabkan obstruksi uretra yang cukup berat
sehingga memerlukan intervensi medis seeekitar 30%. Dalam hal ini
ukuran prostat tidak berhubungan dengan tingkat keparahan obtruksi
saluran kemih. Hipertrofi fibromuskular yang terjadi pada BPH dapat
menimbulkan denervasi sebagian prostat dan jaringan di sekitarnya,
yang menyebabkan iritasi uretra dan keluhan frekuensi dan urgensi
saat berkemih, inkontinesia urgensi dan nokturia.
1.3 Etiologi
1.3.1 BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERTROPHY)
Penyebab pasti terjadinya BPH belum diketahui secara pasti hingga
sekarang, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia
prostat berkaitan erat dengan kadar dihidrotestoteron (DHT). Tetapi
selain faktor tersebut ada beberapa faktor lain yang diduga menjadi
penyebab timbulnya hiperplasia prostat, sebagai berikut :
a. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reductase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat
mengalami hiperplasia.
b. Ketidakseimbangan hormon esterogen-testosteron
Pada proses penuaan, terjadi peningkatan hormon esterogen
dan penurunan hormon testosteron yang akan
mengakibatkan hiperplasi stroma.
c. Interaksi stroma-epitel
Hiperplasi stroma dan epitel disebabkan juga oleh
menurunnya transforming growth factor beta dan
meningkatnya epidermal growth factor atau fibroblast
growth factor.
d. Berkurangnya sel yang ati
Esterogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan
lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan poliferasi sel
tarnsit.
1.4 Klasifikasi
1.4.1 BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERTROPHY)
Menurut Sjamsuhidajat (2005) BPH memiliki empat derajat yakni :
a. Derajat 1
Terdapat obstruktif tapi kandung kemih masih
mampu mengeluarkan urin hingga habis. Apabila
ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok
dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine
kurang dari 50 ml.
b. Derajat 2
Terdapat retensi urin namun kandung kemih mampu
mengeluarkan urin meski tidak sampai habis, masih
tersisa sekitar 60-150cc. Dan akan menimbulkan rasa
tidak enak buang air kecil atau disuria dan menjadi
nocturia.
c. Derajat 3
Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba
lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml. Setiap buang air
kecil akan tersisa sekitar 150cc
d. Derajat 4
Retensi urin total, pasien tampak kesakita dan urin
menetes secara periodik ontinen

1.5 Patofisiologi/Patologi
1.5.1 BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERTROPHY)
Perubahan mikroskopik pada prostat terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Jika perubahan mikroskopik ini berkembang maka akan
menimbulkan perubahan patolgoi natomi pada pria 50 tahunan.
Terdapat beberapa teroi tentang terjadinya BPH, sebagai berikut :
a. Teori Dehidrosteron (DHT)
Penetrasi DHT kedalam inti sel terjadi karena aksis
hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi
dehidrosteron (DHT) yang mana nantinya penetrasi itu
akan menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga
menyebabkan tejadinya sintesa protein.

b. Teori hormon
Di usia tua, bagian tengah dari kelenjar prostat akan
mengalami hiperplasia karena sekresi androgen berkurang
dan kadar esterogen yang relatif bertambah. Esterogen
sendiri berperan dalam kemunculan dan perkembangan
hiperplasi prostat.
c. Teori reawkening
Hal ini merupakan reinduksi dari kemampuan mesenkim
sinus urogenital untuk berploferasi dan membentuk
jaringan prostat. Pembesaran prostat terjadi perlahan-lahan
sehingga perubahan tersebut mempengaruhi saluran kemih
yang juga membesar secara perlahan-perlahan. Ditahap
awal pembesaran prostat, resistensi urin meningkat
didaerah leher buli-buli dan daerah prostat, dan juga timbul
sakulasi atau divertikel yang disebabkan oleh otot detrusor
menebal dan meregang. Jika keadaan berlanjut, maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampulagi untuk berkontrasi
sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat
menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih
bagian atas.

1.6 Manifestasi Klinis


1.6.1 BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERTROPHY)
BPH atau disebut syndroma protatisme dibagi menjadi dua yakni :
a. Gejala obstruktif
 Hesistansi yaitu proses pembuangan urin yang lama dan
disertai dengan mengejan yang disebabkan karena otot
destruksor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
untuk meningkatkan tekanan intravesikel guna mengatasi
adanya tekanan dalam uretra prostatika

 Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing karena


ketidakmampuan otot destruksor untuk mempertahankan
tekanan intravesikel hingga berakhirnya miksi
 Terminal dribbling yaitu menetesnya urin pada akhir
kencing
 Pancaran lemah yakni kelemahan pada saat pengeluaran
urin disebabkan karena destruksor memerlukan waktu
untuk dapat melampaui tekanan di uretra
 Rasa tidak puas setlah berakhirnya buang air kecil.
b. Gejala iritasi
 Urgency, perasaan buang air kecil yang sulit ditahan
 Frequency, pembuangan urin yang sering terjadi dan dapat
terjadi disiang hari atau malam hari (nocturia)
 Dysuria, timbulnya rasa nyeri saat buang air kecil
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1.7.1 BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERTROPHY)
Menurut Soeparman (2002), pasien yang mengalami BPH dapat
melakukan pemeriksaan dengan beberapa pemeriksaan penunjang,
sebagai berikut:
a. Sedimen urin, untuk mencari kemungkinan adanya proses infeks
atau inflamasi pada saluran kemih
b. Kultur urin, mengetahui jenis kuman yang menyebabkan infeksi
dan menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba
yang diujikan
c. Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu
salurna kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukkan
bayangan buli-buli yang terisi penuh oleh urin yang merupakan
tanda dari retensi urin
d. IVP (Intra vena Pielografi), untuk mengetahui kemungkinan
kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis,
dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat serta penyakit pada
buli-buli
e. Utrasonografi (trans abdominal dan trans rektal) untuk mengetahui
pembesara prostat, volume buli-buli dan mengukur sisa urin serta
keadaan patologi lainnya seperti divertikel dan tumor
f. Systocopy, untuk mengukur besar prostat dengan mengukur
panjang uretra parsprostika dan melihat penonjolan prostat ke
dalam rectum

1.8 Penatalaksanaan Medis


1.8.1 BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERTROPHY)
Penyebab menjadi alasan bagi penderita untuk melakukan
pengobatan serta melihat tingkat keparahan obstruksi dan kondisi
klien. Terapi pada penderita BPH terdapat beberapa jenis antara lain :
a. Observasi (watchfull waiting)
Hal ini delakukan pada pasien dengan keluhan
ringan. Nasehat yang diberikan yakni pengurangan
minum setelan makan malam untuk mengurangi buang
air kecil di malam hari, menghindari obat-obatan
dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan mengkonsumsi alkohol. Setiap 3 bulan
dianjurkan untuk melakukan kontrol eluhan, sisa
kencing dan pemeriksaan colok dubur
b. Terapi medikamentosa
 Penghambat adrenergika (prazosin,
tetrazosin) : yang bekerja dengan
menghambat reseptor pada otot polos dileher
vesika, sehingga prostat menjadi relaksasi.
Hal ini akan menurunkan tekanan pada
uretra prostat sehingga gangguan pada aliran
air seni dan gejala-gejala lainnya berkurang
 Penghambat enzim 5-a-reduktase, yang
menghambat pembentukan DHT sehingga
prostat yang semula membessar akan
mengecil
c. Terapi bedah
Terapi ini diberikan tergantung pada berat tanda dan
gejalanya. Indikasi absolut untuk terapi bedah yakni
:
 Retensi urin yang berulang
 Hematuri
 Tanda penurunan fungsi ginjal
 Infeksi saluran kemih yang berulang

 Adanya tanda obstruksi berat seperti


hidrokel
 Adanya batu di saluran kemih
d. Katerisasi urin
Terapi ini diberikan bagi klien yang mengalami
retensi urin dengan cara memasukkan selang karet
atau plastik melalui uretra kedalam kandung kemih.
Pemasangan kateter menyebabkan urin mengalir
terus menerus pada pasien yang tidak mampu
mengontrol perkemihan atau pasien yang
mengalami obstruksi pada saluran kemih. Kateter
yang sering dijumpai adalah kateter foley dan
kateter yang menetap.
e. Insisi prostat tranuretral (TUIP)
Dengan cara memasukkan intrumen melalui uretra.
Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan.
f. Trans uretral reseksi prostat (TURP)
Cara ini merupakan operasi pengangkatan jaringan
prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana
resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-
F untuk pembedahan uretra yang dilengkap dengan alat
pemotong dan counter yang disambungkan ke alliran
listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum
maupun spinal dan merupakan tindakan invasif yang
masih dianggap aman dan memiliki tingkat morbiditas
minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi
serta tidak memiliki efek merugikan terhadap potensi
kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaran sekitar 30-60 gram, dan
kemudian dilakukan reseksi. Setelah dilakukan reseksi,
penyembuhan terjadi dengan granulasi dan repitalisasi
uretra pars prostatika.

Nuari, Nian Afrian., Widayati Dhina. 2017. GANGGUAN


PADASISTEM PERKEMIHAN & PENATALAKSANAAN
KEPERAWATAN. Yogyakarta : CV BUDI UTAMA [ yang diakses
melalui
https://books.google.co.id/books?id=EbDWDgAAQBAJ&pg=PA170&
dq=bph+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjA2fG2yoTaAhXLNY
8KHTX7AXEQ6AEINDAC#v=onepage&q=bph%20adalah&f=true
pada tanggal 24 Maret 2018 jam 17.53]
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/123/jtptunimus-gdl-aniksugiya-
6134-2-babii.pdf

Anda mungkin juga menyukai