Cara Interpretasi Geolistrik
Cara Interpretasi Geolistrik
GEOFISIKA EKSPLORE
‘’FIELDTRIP’’
Asisten Praktikum :
Fauzan Eka Saputra (H1F011056)
Oleh:
Shisil Fitriana (H1F012013)
FAKULTAS TEKNIK
PURBALINGGA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
“Besar arus listrik (I) yang mengalir melalui sebuah penghantar atau
Konduktor akan berbanding lurus dengan beda potensial / tegangan (V) yang
diterapkan kepadanya dan berbanding terbalik dengan hambatannya (R)”.
V = I x R, I = V / R, R = V / I
KETERANGAN: :
V = Voltage (Beda Potensial atau Tegangan yang satuan unitnya adalah Volt
(V))
I = Current (Arus Listrik yang satuan unitnya adalah Ampere (A))
R = Resistance (Hambatan atau Resistansi yang satuan unitnya adalah Ohm
(Ω))
Dalam aplikasinya, Kita dapat menggunakan Teori Hukum Ohm dalam
Rangkaian Elektronika untuk memperkecilkan Arus listrik, Memperkecil Tegangan
dan juga dapat memperoleh Nilai Hambatan (Resistansi) yang kita inginkan.
Hal yang perlu diingat dalam perhitungan rumus Hukum Ohm, satuan unit
yang dipakai adalah Volt, Ampere dan Ohm. Jika kita menggunakan unit lainnya
seperti milivolt, kilovolt, miliampere, megaohm ataupun kiloohm, maka kita perlu
melakukan konversi ke unit Volt, Ampere dan Ohm terlebih dahulu untuk
mempermudahkan perhitungan dan juga untuk mendapatkan hasil yang benar.
Untuk lebih jelas mengenai Hukum Ohm, kita dapat melakukan Praktikum
dengan sebuah Rangkaian Elektronika Sederhana seperti dibawah ini :
Dalam ilmu geofisika pengetahuan dasar tentang sifat kelistrikan suatu batuan
menjadi penting. Hal ini menjadi penting karena berkaitan dengan metode
pengukuran bawah permukaan untuk mengetahui sifat kelistrikan suatu formasi
atau anomali bawah permukaan. Metode ini dikenal dengan nama geolistrik atau
kelistrikan bumi. Sehingga dapat kita ketahui bersama bahwa aliran arus listrik di
dalam batuan dan mineral dapat di golongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi
secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik.
Konduksi secara elektronik. Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral
mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik di alirkan dalam batuan
atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga di
pengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang di lewatinya.
Salah satu sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis)
yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik.
Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut
menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya. Resistivitas memiliki
pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan), dimana resistansi tidak
hanya bergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada faktor geometri atau
bentuk bahan tersebut, sedangkan resistivitas tidak bergantung pada faktor
geometri. Jika di tinjau suatu silinder dengan panjang L, luas penampang A, dan
resistansi R, maka dapat di rumuskan:
Di mana secara fisis rumus tersebut dapat di artikan jika panjang silinder
konduktor (L) dinaikkan, maka resistansi akan meningkat, dan apabila diameter
silinder konduktor diturunkan yang berarti luas penampang (A) berkurang maka
resistansi juga meningkat. Di mana ρ adalah resistivitas (tahanan jenis) dalam Ωm.
Sedangkan menurut hukum Ohm, resistivitas R dirumuskan :
namun banyak orang lebih sering menggunakan sifat konduktivitas (σ) batuan yang
merupakan kebalikan dari resistivitas (ρ) dengan satuan mhos/m.
Di mana J adalah rapat arus (ampere/m 2 ) dan E adalah medan listrik (volt/m).
Konduksi secara elektrolitik. Sebagian besar batuan merupakan konduktor
yang buruk dan memiliki resistivitas yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya
batuan biasanya bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida,
terutama air. Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, di
mana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas
dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya.
Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah
banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam
batuan berkurang. Menurut rumus Archie:
di mana ρ e adalah resistivitas batuan, φ adalah porositas, S adalah fraksi pori-pori
yang berisi air, dan ρ w adalah resistivitas air. Sedangkan a, m, dan n adalah
konstanta. m disebut juga faktor sementasi. Untuk nilai n yang sama, schlumberger
menyarankan n = 2.
Konduksi secara dielektrik. Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral
bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut
mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak sama sekali. Elektron dalam
batuan berpindah dan berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh
medan listrik di luar, sehingga terjadi poliarisasi. Peristiwa ini tergantung pada
konduksi dielektrik batuan yang bersangkutan, contoh : mika.
Clay/lempung 1-100
Silt/lanau 10-200
Marls/batulumpur 3-70
Kuarsa 10-2x108
Sandstone/BatuPasir 50-500
Limestone/Batukapur 100-500
lava 100-5x104
Breksi 75-200
andesit 100-200
konglomerat 2x103-104
Klasifikasi berdasarkan Todd
4. GEOLISTRIK
I. Prinsip dasar geolistrik
Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan
listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur
dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui 2 buah ‘Elektroda
Tegangan’ M dan N yang jaraknya lebih pendek dari pada jarak elektroda AB. Bila
posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang
terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang
ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar.
Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh
arus listrik ini sama dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila
digunakan arus listrik DC murni), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran
arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari AB/2.
Umumnya metoda geolistrik yang sering digunakan adalah yang
menggunakan 4 buah elektroda yang terletak dalam satu garis lurus serta simetris
terhadap titik tengah, yaitu 2 buah elektroda arus (AB) di bagian luar dan 2 buah
elektroda tegangan (MN) di bagian dalam.
Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan
serta tegangan listrik yang terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu
(‘Apparent Resistivity’). Disebut tahanan jenis semu karena tahanan jenis yang
terhitung tersebut merupakan gabungan dari banyak lapisan batuan di bawah
permukaan yang dilalui arus listrik.
Bila satu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai
yang terpanjang tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak
AB/2 sebagai sumbu-X dan tahanan jenis semu sebagai sumbu Y, maka akan
didapat suatu bentuk kurva data geolistrik. Dari kurva data tersebut bisa dihitung
dan diduga sifat lapisan batuan di bawah permukaan.
Kegunaan
Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai
kedalaman sekitar 300 m sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya
lapisan akifer yaitu lapisan batuan yang merupakan lapisan pembawa air.
Umumnya yang dicari adalah ‘confined aquifer’ yaitu lapisan akifer yang diapit
oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan lempung) pada bagian bawah dan
bagian atas. ‘Confined’ akifer ini mempunyai ‘recharge’ yang relatif jauh, sehingga
ketersediaan air tanah di bawah titik bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca
setempat.
Geolistrik ini bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang
mempunyai kontras resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan
bawahnya. Bisa juga untuk mengetahui perkiraan kedalaman ‘bedrock’ untuk
fondasi bangunan.
Metoda geolistrik juga bisa untuk menduga adanya panas bumi (geotermal)
di bawah permukaan. Hanya saja metoda ini merupakan salah satu metoda bantu
dari metoda geofisika yang lain untuk mengetahui secara pasti keberadaan sumber
panas bumi di bawah permukaan.
Keunggulan
Keunggulan metoda geolistrik untuk mendeteksi perlapisan batuan sampai
kedalaman sekitar 500 m.
Item Keunggulan
Konfigurasi
Metoda geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah
elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN
yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan
Schlumberger. Setiap konfigurasi mempunyai metoda perhitungan tersendiri untuk
mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Metoda
geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda favorit yang banyak
digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan dengan
biaya survei yang relatif murah.
Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna,
seperti yang dipersyaratkan pada pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan
batuan yang terletak dekat dengan permukaan tanah akan sangat berpengaruh
terhadap hasil pengukuran tegangan dan ini akan membuat data geolistrik menjadi
menyimpang dari nilai sebenarnya. Yang dapat mempengaruhi homogenitas
lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang menyisip pada lapisan, faktor
ketidak-seragaman dari pelapukan batuan induk, material yang terkandung pada
jalan, genangan air setempat, perpipaan dari bahan logam yang bisa menghantar
arus listrik, pagar kawat yang terhubung ke tanah dsbnya.
‘Spontaneous Potential’ yaitu tegangan listrik alami yang umumnya
terdapat pada lapisan batuan disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang
secara kimiawi menimbulkan perbedaan tegangan pada mineral-mineral dari
lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak-homogenan lapisan
batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi bila digunakan
konfigurasi Schlumberger dengan jarak elektroda AB yang panjang dan jarak MN
yang relatif pendek, maka ada kemungkinan tegangan listrik alami tersebut ikut
menyumbang pada hasil pengukuran tegangan listrik pada elektroda MN, sehingga
data yang terukur menjadi kurang benar.
Untuk mengatasi adanya tegangan listrik alami ini hendaknya sebelum
dilakukan pengaliran arus listrik, multimeter diset pada tegangan listrik alami
tersebut dan kedudukan awal dari multimeter dibuat menjadi nol. Dengan demikian
alat ukur multimeter akan menunjukkan tegangan listrik yang benar-benar
diakibatkan oleh pengiriman arus pada elektroda AB. Multimeter yang mempunyai
fasilitas seperti ini hanya terdapat pada multimeter dengan akurasi tinggi.
a. Konfigurasi Dipole
Konfigurasi Dipole pada prinsipnya menggunakan 4 buah elektroda yaitu
pasangan elektroda arus (AB) yang disebut ‘Current Dipole’ dan pasangan
elektroda potensial (MN) yang disebut ‘Potential Dipole’. Pada konfigurasi Dipole
elektroda arus dan elektroda potensial bisa terletak tidak segaris dan tidak simetris.
Beberapa macam konfigurasi Dipole
Untuk menambah kedalaman penetrasi maka jarak antara ‘Current Dipole’
dan ‘Potential Dipole’ diperpanjang, sedangkan jarak elektroda arus dan jarak
elektroda tegangan tetap. Dan ini merupakan keunggulan konfigurasi Dipole
dibandingkan konfigurasi Schlumberger maupun Wenner, karena tanpa
memperpanjang kabel bisa mendeteksi batuan yang lebih dalam. Dalam hal ini
diperlukan alat pengukur tegangan yang ‘high impedance’ dan ‘high accuracy’.
Ada alat geolistrik merek tertentu yang bisa menggunakan multi ‘potensial
elektrode’ untuk satu bentangan elektroda arus. Dan hasil bisa langsung tergambar
pada layar monitor. Dalam hal ini yang tergambar adalah ‘apparent resistivity’
bukan ‘true resistivity’ serta mengabaikan persyaratan pengukuran geolistrik yaitu
homogenitas batuan, karena dalam konfigurasi Dipole tidak ada fasilitas untuk
membuat batuan tidak homogen menjadi seakan-akan homogen. Sedangkan pada
konfigurasi Schlumberger bisa dibuat data yang diperoleh dari batuan yang tidak
homogen menjadi seakan-akan homogen.
b. Konfigurasi Wenner
Konfigurasi Wenner dikembangkan oleh Wenner di Amerika yang ke-
empat buah elektroda-nya terletak dalam satu garis dan simetris terhadap titik
tengah. Jarak MN pada konfigurasi Wenner selalu sepertiga (1/3) dari jarak AB.
Bila jarak AB diperlebar, maka jarak MN juga harus diubah sehingga jarak MN
tetap sepertiga jarak AB.
Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan
tegangan pada elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena
elektroda MN yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat
ukur multimeter dengan impedansi yang relatif lebih kecil.
Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya,
sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan
kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN
hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5
jarak AB.
Konfigurasi Schlumberger
Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan
di dekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Data yang
didapat dari cara konfigurasi Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan faktor non
homogenitas batuan, sehingga hasil perhitungan menjadi kurang akurat.
Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan
pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh,
sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik ‘high
impedance’ dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4
digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan
pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.
Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk
mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan
membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda
MN/2.
Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika jarak
AB relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan
perubahan jarak elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan
tegangan listrik pada multimeter sudah demikian kecil, misalnya kurang dari 1.0
milliVolt.
Umumnya perubahan jarak MN bisa dilakukan bila telah tercapai
perbandingan antara jarak MN berbanding jarak AB = 1 : 20. Perbandingan yang
lebih kecil misalnya 1 : 50 bisa dilakukan bila mempunyai alat utama pengirim arus
yang mempunyai keluaran tegangan listrik DC sangat besar, katakanlah 1000 Volt
atau lebih, sehingga beda tegangan yang terukur pada elektroda MN tidak lebih
kecil dari 1.0 milliVolt.
Contoh penggunaan jarak MN/2 terhadap jarak AB/2
- Untuk jarak AB/2 dari 2.5 m sampai 10 m, gunakan jarak MN/2 = 0.5 m
- Untuk jarak AB/2 dari 10 m sampai 40 m, gunakan jarak MN/2 = 2.0 m
- Untuk jarak AB/2 dari 40 m sampai 160 m, gunakan jarak MN/2 = 8.0 m
- Untuk jarak AB/2 dari 160 m sampai 500 m, gunakan jarak MN/2 = 30 m
III. Rumus perhitungan metode
a. Palu sebanyak minimal 4 buah, berfungsi untuk mngetok paku tembaga agar
bisa di dapatkan besar tegangan dan arusnya.
b. Roll Kabel sebanyak 4 buah yang digunakan sebagai A, B, M dan N di
gunakan untuk aliran listrik sehingga bisa di baca pada resistivity meter
c. Paku tembaga dengan panjang 125 m sebanyak 4 buah yang digunakan
untuk A, B, M dan N berfungsi untuk penghubung aliran listrik sehingga
bisa di ketahui litologi bawah permukaan.
d. Resistivity Meter berfungsi sebagai alat yang mengahsilkan data berupa
tegangan dan arus.
e. HT minimal 3 buah di pegang oleh operator, dua lainnya di pegang oleh A
dan B berfungsi sebagia alat komunikasi dan koordinasi anatara operator
dan
f. Aki (accu ) sebanyak 2 buah berfungsi untuk pensuplai arus listrik ke
resitivity meter.
g. Kabel penghubung antara kabel roll ke resitivity, yang berfungsi sebagai
penghubung aliran listrik dari kabel roll ke resistivity sehingga bisa di baca
oleh resistivity meter.
h. Laptop berfungsi untuk mencatat besar tegangan dan volt sehingga bisa
dengan cepat di ketahui besar rho nya.
i. Payung berfungsi untuk menutupi resistivity ketika hujan turun dan terik
matahari sehingga tidak mengganngu ke erroran alat.
Penerima
Langkah kerja:
Untuk progres dengan memasukkan data AB/2 dan Rho rata rata dari hasil
percobaan sehingga di dapat litologi dari hasil penelitian bawah permukaan.
Sedangkan untuk res2dinv memasukkan data point datum yang di peroleh dari
(C1+C2)/2 kemudian ditambah C1. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
Maksud dan tujuan dari penulisan laporan ini yang di ambil dari acara
praktikum dan fieldtrip adalah:
HASIL PRAKTIKUM
1. Kolom litologi
2. 2D Wenner
PEMBAHASAN
1. Deskripsi lokasi
Pada penelitian di ambil data tegangan dan volt dengan jarak C1, P1, P2 dan
C2 sesuai dengan ketentuan tabel. Dilakukan percobaan minimal 2 kali dengan
melihat besar Rho sampai benar benar mirip atau maksimal beda 1. Rho di dapat
𝑉 𝑉𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
dari 𝐼 × 𝑘 untuk Rho rata-rata di dapat dari × 𝑘 .V merupkan tegangan,
𝐼 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
Pada fieldtrip ini menggunakan wenner, konfigurasi ini, jarak antar elektroda
C1 harus seragam untuk setiap pengukuran. Bila jarak elektroda C1C2 12 m, maka
jarak elektroda P1P2 4 m dan demikian seterusnya. Sedangkan menurut referensi
yang diperoleh konfigurasi Wenner adalah konfigurasi dengan sistem aturan spasi
yang konstan dengan catatan faktor “n” untuk konfigurasi ini adalah perbandingan
jarak antara elektroda C1-P1 (atau C2-P2) dengan spasi antara P1-P2 seperti pada
Gambar 3. Jika jarak antar elektroda potensial (P1 dan P2 adalah a maka jarak antar
elektroda arus(C1 dan C2) adalah 2na + a. Proses penentuan resistivitas
menggunakan 4 buah elektroda yang diletakkan dalam sebuah garis lurus (Sakka,
2001).
Cara pengukuran metode resistivitas yang biasa digunkan dalam akuisisi data
lapangan memiliki fungsi yang berbeda beda. Disini akan dibahas tentang Lateral
Mapping dan Vertical Sounding seperti yang sudah diberitahukan sebelumnya.
Lateral Mapping
Pada lateral mapping cara ini digunakan untuk mengetahui kecenderungan harga
resistivitas di suatu areal tertentu. Setiap titik target akan dilalui beberapa titik
pengukuran. Ilustrasinya ditunjukkan pada gambar 4.
Gambar 4. Teknik akuisisi Lateral mapping
Gambar diatas menunjukkan skema akuisisi data secara mapping dengan
menggunakan konfigurasi Wenner. Untuk pengukuran pertama ( n=1), spasi antar
elektroda dibuat sama besar a. Setelah pengukuran pertama dilakukan, elektroda
selanjutnya digeser ke kanan sejauh a ( C1 bergeser ke P1, P1 bergeser ke P2, P2
bergeser C1 ) sampai jarak maksimum yang diinginkan.
3. Pengolahan data
Kemudian di buat kolom litologi pada corel. Pada tahap ini hanya di lakukan
pengeditan pada kolom yang sudah ada. Mengklik A untuk mengedit text dan shape
untuk mengedit kotaknannya. Untuk ukuran hanya di lakukan dengan menggeser
geser krusor dan mengkliknya. Untuk litoloi juga demikian bisa di klik A.
4. Interpretasi
Interpretasi kolom litologi adiwarno
Litologi yang paling tua atau terendapkan duluan adalah batu lempung yang
mempunyai kedalaman 55,93 m, tebal 29,30m dan tahan jenis 3,35 ohm m.
Kemudian lapisan diatasnya adalah batubeku yang mempunyai potensi tambang
dengan kedalaman 26,63 m, tebal 6,08m dan tahan jenis 50,35 ohm m. Lapisan
diatasnya ada breksi dengan kedalaman 20,55 m, tebal 6,30 m dan tahan jenis
183,88 ohm m. Diatasnya lagi terendapkan breksi dengan kedalaman 14,25 m, tebal
5,54m dan tahan jenis 198,46 ohm m. Kemudian batupasir kasar dengan kedalaman
8,71 m, tebal 2,64m dan tahan jenis27,35ohm m. Lalu batu lempung dengan
kedalaman 6,07 m, tebal 0,72 m dan tahan jenis 8,01 ohm m. Setalah itu di atasnya
terdapat batu lempung dengan kedalaman 4,96m, tebal 0,41 m dan tahan jenis 5,04
ohm m. Di atasnya lagi batulempung dengan kedalaman m, tebal dan tahan jenis
ohm m. 2 lapisan diatasnya adala batu beku dengan potensi tambang dan secara
berurutan ke atas dengan kedalaman 4,55m, tebal 2,14 dan tahan jenis 48,38 ohm
m untuk diatasnya dengan kedalaman 2,41m, tebal 1,71 m dan tahan jenis 67,77
ohm m. Dan yang paling terakhir terbentuk adalah tanah yang hasil dari lapukan
brkesi dengan kedalaman 0,70 m, tebal 0,70m dan tahan 156,31 jenis ohm m.
Interpretasi 2D Wenner
KESIMPULAN
Maksud dan tujuan dari penulisan laporan ini yang di ambil dari acara
praktikum dan fieldtrip adalah:
http://dasarteknikotomotif.blogspot.com/2014/08/pengertian-rumus-dasar-hukum-
ohm.html (Diakses pada tanggal 13 Desmber 2014, pukul 20.45 WIB)
http://jurnal-
online.um.ac.id/data/artikel/artikelAE8F65203D5B17C70A31B74EE862C30F.pd
f (Diakses pada tanggal 16 Desmber 2014, pukul 17.55 WIB)
http://one-geo.blogspot.com/2012/05/sifat-kelistrikan-batuan_28.html (Diakses
pada tanggal 13 Desmber 2014, pukul 21.00 WIB )
http://poetrafic.wordpress.com/2011/01/12/sifat-kelistrikan-suatu-batuan/
(Diakses pada tanggal 13 Desmber 2014, pukul 21. 17 WIB)
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_fis_044110_chapter2.pdf. (Diakses
pada tanggal 16 Desmber 2014, pukul 09.00 WIB)