ISLAM
STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
INDONESIA
Untuk Dokter Muda
FAKULTAS KEDOKTERAN
NIM 15711025/18712036
Gelombang periode
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ibu S
Umur : 51 tahun
Pekerjaan : Pedagang
No. RM : 495***
Dilakukan autoanamnesis oleh pasien sendiri dan alloanamnesis kepada keluarga pasien.
Keluhan utama:
Muntah darah
Keluhan lain yang dirasakan pasien berupa lemas hingga tidak mampu berjalan tanpa bantuan
orang lain setelah muntah-muntah, nafsu makan menurun, dan gangguan tidur. Demam, nyeri
kepala, dan tubuh pegal-pegal disangkal. Buang air kecil dan buang air besar lancar.
Kebiasaan :
Paisen merupakan seorang pedagang yang bekerja pagi hingga siang hari. Kesibukannya
tersebut membuat pasien sering melewatkan sarapan pagi dan menggantinya dengan minum
teh manis hangat di pagi hari, pasien biasanya makan setelah zuhur hanya 2-4 sendok makan,
pasien biasanya makan 3 kali dalam sehari (siang-sore-malam). Riwayat merokok, minum-
minuman alkohol, minum jamu, dan menerima transfusi darah sebelum sakit disangkal.
E4 V5 M6
Skema manusia
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), mata cowong (-/-)
Paru
Inspeksi : normochest, spider nevi (-), diameter lateral > AP, pergerakan dinding dada
simetris, pemakaian otot bantu pernafasan (-)
Jantung
Inspeksi : Dinding dada sejajar dengan dinding perut, Ictus cordis tidak tampak.
Inspeksi : dinding abdomen sejajar dengan dinding dada, distensi (-), massa (-), caput
medusa (-), spider nevi (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan dilakukan pada 25 Mei 2019 di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Resume Anamnesis:
1. Muntah darah
2. Mual
3. Lemas
4. Nafsu makan menurun
5. Gangguan tidur
6. Sering telat makan
7. Konjungtiva anemis
8. Nyeri tekan epigastrium
9. Nyeri tekan perut kanan atas
10. Jaringan dibawah kuku pucat
11. Hb 7,1 (menurun)
12. AE 2,13 (menurun)
13. Hmt 19,5 % (menurun)
14. AT 96 (menurun)
26 Mei 2019
Subjective :
Muntah darah (-), mual (-), lemas (+), tidak nyaman pada perut atas (+), sulit tidur (+), nyeri
perut (-).
Objective :
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), nyeri tekan epigastrium(-), jaringan dibawah
kuku pucat (+/+).
Px. Laboratorium :
Assesment :
- Hematemesis perbaikan
- Anemia sedang perbaikan
- Hepatitis B kronik
Plan:
Subjective :
Muntah darah (-), mual (-), lemas (+), BAB hitam (+), sulit tidur (-), nyeri perut (-).
Objective :
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), nyeri tekan epigastrium(-), jaringan dibawah
kuku pucat (+/+)
Px. Laboratorium :
Assesment :
- Hematemesis perbaikan
- Melena
- Anemia sedang perbaikan
- Hepatitis B kronik
Plan:
28 Mei 2018
Subjective :
Muntah darah (-), mual (-), lemas berkurang, BAB hitam (-), nyeri perut (-).
Objective :
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), nyeri tekan epigastrium (-), jaringan dibawah
kuku pucat (+/+).
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Hb 8,6 g/dl 14-18 g/ dL
Eritrosit 2,81 juta/Ul 4,6 – 6,2 juta/ ul
HMT 24,9 % 40-54%
Leukosit 9,6 ribu/mikroL 4.1-10,9 ribu/ ul
Trombosit 58 ribu/mikroL 140-440 ribu/ ul
Assesment :
- Melena perbaikan
- Anemia sedang
- Hepatitis B kronik
Plan:
Subjective :
Muntah darah (-), mual (-), lemas (-), BAB hitam (-), nyeri perut (-).
Objective :
Kesadaran : composmentis
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,30C
Px. Fisik :
Konjungtiva anemis berkurang , sklera ikterus (-/-), nyeri tekan epigastrium (-), jaringan
dibawah kuku pucat (+/+).
Assesment :
- Anemia Perbaikan
- Hepatitis B kronik
Plan:
- BOLEH PULANG
Obat Pulang :
- Asam folat 2x1
- Curcuma 2x1
- Spironolacton 100 mg 1-0-0
- Lansoprazol 30 mg 1x1
- Asam tranexamat 500 mg 2x1
- Domperidon 2x1
- Syr. Sucralfat 3x2 cth
Pernyataan :
Bahwa semua data yang saya tulis dalam status ujian ini adalah berdasarkan
pemeriksaan yang saya lakukan sendiri.
Faktor Risiko
Penularan terbesar hepatitis B biasanya melalui transmisi vertikal (infeksi perinatal) dan
sebagian kecil terjadi secara horizontal yakni melalui kontak langsung dengan cairan tubuh
(darah dan produk darah, saliva, cairan serebrospinal, cairan peritoneum, cairan pleura, cairan
amnion, semen, cairan vagina).
Patogenesis
Infeksi VHB merupakan interaksi dinamis yang melibatkan virus, hepatosit, dan sistem imun
pasien. Infeksi VHB pada dewasa muda yang imunotoleran umumnya menyebabkan hepatitis
B akut (>90%) dan hanya 1 % yang menjadi kronis. Namun, sebaliknya 90% infeksi VHB
secara perinatal akan menyebabkan bayi lahir dengan infeksi VHB kronis yang bersifat
asimptomatik dikemudian hari.
Masa inkubasi VHB rata-rata 75 hari (rentang 30-180 hari). Pada kasus infeksi VHB akut,
penanda HBsAg serum baru dapat terdeteksi 30-60 hari pasca infeksi VHB. Kenaikan kadar
HbsAg serum akan diikuti dengan peningkatan enzim aminotransferase dan munculnya gejala
klinis (ikterik) pada 2-6 minggu setelahnya. Penanda HbsAg jarang terdeteksi 1-2 bulan setelah
onset ikterus dan jarang menetap hingga 6 bulan. Hepatitis B akut pada umumnya sembuh
secara spontan dan membentuk antibodi secara alamiah ditandai dengan anti-HBs positif, IgG
anti-HBc positif, dan anti-Hbe positif.
Pada kasus infeksi VHB kronis, HbsAg ditemukan menetap minimal selama 6 bulan. Hingga
saat ini, infeksi VHB kroniktidak dapat dieradikasi sepenuhnya karena adanya molecul
covalently closed circular DNA (cccDNA) yang permanen di dalam nukleus hepatosit
terinfeksi. Selain itu, VHB memiliki enzim reverse transcriptase untuk replikasi sehingga
untaian genom VHB dapat meyatu dengan DNA hepatosit, yang kemudian berpotensi
meyebabkan transformasi karsinogenik.
Perjalanan infeksi VHB kronis ini dapat dibagi menjadi empat tahapan : (1) fase
imunotoleransi, (2) fase imunoaktif atau immune clearance, (3) pengidap inaktif (inactive
carrier), serta (4) fase reaktivasi. Penentuan fase ini sangat penting dalam penentuan terapi
inisiasi dan penghentian terapi.
Hepatitis B akut
Fase pre-ikterik (1-2 minggu sebelum fase ikterik) : gejala konstitusional seperti
anoreksia, mual, muntah, malaise, keletihan, atralgia, mialgia, nyeri kepala, fotofobia,
faringitis, dan batuk. Bisa juga disertai demam namun tidak tinggi.
Fase ikterik : gejala prodromal berkurang, namun ditemukan sklera ikterik dan
penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan hepatomegali yang disertai
nyeri tekan di area kuadran kanan atas abdomen. Dapat ditemukan splenomegali,
gambaran kolestatik, hingga adenopati servikal. Hanya <1% hepatitis B akut yang
menjadi gagal hati akut.
Fase perbaikan (kovalesen) : gejala konstitusional menghilang, namun masih
ditemukan hepatomegali dan abnormalias pemeriksaan kimia hepar.
Hepatitis B kronik
Hepatitis B kronik memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi, mulai dari asimptomatik,
gejala hepatitis akut, hingga tanda-tanda sirosis dan gagal hati.
Pemeriksaan penunjang
1. Serologi hepatitis B
HBsAg Anti Hbs Anti-HBc HBeAg Anti-HBe DNA HBV
Hepatitis akut (+) (-) IgM (+) (-) (+)
Window period (-) (-) IgM (+) atau (-) (+) atau (-) (+)
Riw. Hepatitis B (-) (+) IgG (-) (+) atau (-) (-)
(sembuh)
Imunisasi (-) (+) (-) (-) (-) (-)
Hepatitis kronik (+) (-) IgG (+) (-) (+)
HBeAg (+)
Hepatitis kronik (-) (-) IgG (-) (+) (+) atau (-)
HBeAg (-)
2. Biokimia hepar
Pemeriksaan ALT, AST, gamma-glutamyl transpeptidase (GGT), alkalin fosfatase,
bilirubin, albumin, globulin, serta pemeriksaan darah perifer lengkap dan waktu
protrombin. Umumnya akan ditemukan ALT yang lebih tinggi dari AST tapi seiring
berkembangnya penyakit menuju sirosis, rasio tersebut akan berbalik. Bila sirosis telah
terbentuk, akan tampak penurunan progresis albumin, peningkatan globulin, dan
pemanjangan waktu protrombinyang disertai penurunan jumlah trombosit. Pada pasien
hepatitis B kronis, perlu dilakukan pemeriksaan α-fetoprotein untuk mendeteksi
karsinoma hepatoseluler.
3. USG dan biopsi hepar untuk menilai derajat nekroinflamasi dan fibrosis pada kasus
infeksi kronis dan sirosis hepar.
4. Pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit hepar lain bila diperlukan, termasuk
kemungkinan koinfeksi hepatitis C dan/ atau HIV.
Diagnosa
Tatalaksana
Hepatitis B akut
Umumnya bersifat suportif seperti tirah baring, serta menjaga asupan nutrisi dan cairan tetap
adekuat. Sekitar 95% kasus hepatitis B akut akan mengalami resolusi dan serokonversi spontan
tanpa terapi antiviral. Bila terjadi komplikasi hepatitis fulminan maka dapat diberikan
lamivudin 100-150 mg/hari selama 3 bulan setelah serokonversi atau setelah muncul anti-Hbe
pada pasien HBsAg positif.
Hepatitis B kronik
Hingga saat ini, pengobatan terapi hepatitis B hanya bersifat penekanan dan stimulasi sistem
imun namun tidak menghilangkan VHB sehingga pasien membutuhkan pengobatan jangka
panjang bahkan seumur hidup. Oleh sebab itu, tujuan terapi jangka panjang ialah untuk
meningkatkan kualitas hidup dan survival, mencegah progresi penyakit sirosis hepatis
dekompensata, dan karsinoma hepatoseluler (KHS). Untuk tujuan terapi jangka pendek ialah
menekan replikasi virus, menekan jumlah DNA VHB serta serokonversi HbeAg menjadi anti
Hbe.
DAFTAR PUSTAKA