PENDAHULUAN
Reaksi nuklir pertama kali berhasil dilaksanakan oleh Rutherford pada tahun
1919. Nuklir merupakan suatu kata yang erat kaitannya dengan inti atom dimana bila
terjadi ketidakstabilan inti, maka atom tersebut berusaha mencapai kestabilannya
dengan memancarkan antara lain sinar gamma, partikel alfa atau beta yang dikenal
sebagai radiasi dan unsur yang memancarkan radiasi tersebut disebut radioisotope atau
zat radioaktif. Radiasi yang dipancarkan oleh zat radioaktif ini dapat bermanfaat dalam
berbagai bidang, antara lain bidang kesehatan, industry, biologi, pertanian, peternakan,
hidrologi dan pertambangan3.
Penggunaan isotop radioaktif dalam biologi dan kedokteran telah dimulai sejak
tahun 1901 oleh Henri Danlos yang menggunakan isotop radium untuk pengobatan
penyakit tuberculosis pada kulit. Kemudian pada tahun 1920-an Hevesy dkk.
Mempelajari distribusi dan metabolism radioisotope alamiah (timah hitam, bismuth,
dan thorium) pada tanaman dan hewan. Selanjutnya Blumgart dan Weiss (1927)
meneliti kecepatan sirkulasi darah pada orang normal dan pasien penyakit jantung
dengan menggunakan gas radon yang dilarutkan dalam larutan garam fisiologik.
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Radiofarmaka
Beberapa persyaratan yang harus dipunyai oleh suatu radiofarmaka antara lain
adalah :
1. Toksisitasnya rendah.
2. Pembuatan dan penggunaannya mudah.
3. Lebih spesifik untuk penyakit tertentu atau terakumulasi pada organ tertentu.
4. Tingkat bahay radiasi pada manusia rendah.
5. Untuk visualisasi eksternal (in vivo) sebaiknya merupakan sinar γ (gamma)
murni dengan energi 100-400 keV.
6. Harga relatif murah.
Banyak cara penempatan radiofarmaka dalam organ tubuh yang belum dapat
dijelaskan mekanismenya, meskipun ada yang telah diketahui. Beberapa cara
penempatan yang sudah diketahui. Beberapa cara penempatan yang sudah diketahui
mekanismenya adalah :
- Proses Fagositosis
Bila pembawa materi adalah mikrokoloid yang dapat ditandai oleh Tc-99m, In-
113m, atau Au-198, maka radiofarmaka ini akan difagosit oleh system
retikuloendotelial (RES) tubuh setelah disuntikkan intravena. Radiofarmaka ini
dimanfaatkan untuk membuat skening hati, limpa, sumsum tulang dan juga
membuat skening kelenjar getah bening regional bila diberikan subkutan.
- Transportasi aktif
Secara aktif sel-sel organ tubuh memindahkan radiofarmaka ini dari plasma
darah ke dalam organ untuk selanjutnya ikut metabolism tubuh atau
dikeluarkan dari tubuh. Contoh radiofarmaka kelompok ini adalah: I131 dalam
bentuk garam sodium akan ditransfer ke sel tiroid untuk membuat T3 dan T4
Tc-99m IDA dan I131 Rose Bengal oleh sel polygonal hati ditransfer dari darah
untuk kemudian diekskresi ke usus halus lewat saluran empedu. I131 Hippuran,
diekskresi oleh sel tubulus, sehingga dapat dipakai untuk memeriksa fungsi
ginjal melalui pemeriksaan renogram.
- Penghalang Kapiler
Apabila pembawa materi adalah makrokoloid yang berukuran 20-30 u dan
disuntikkan intravena akan menjadi penghalang kapiler diparu, misalnya
radiofarmaka Tc-99-m-makrokoloid. Hal ini dapat dimanfaatkan membuat
scanning perfusi paru untuk mendeteksi emboli paru.
- Pertukaran Difus
Pembawa materi yang telah ditandai radioaktif akan saling bertukar tempat
dengan senyawa yang sama dari organ tubuh. Misalnya polifosfat bertanda Tc-
99m dalam tulang akan merata 3 jam setelah suntikan radiofarmaka tersebut.
Pertukaran difus dapat pula terjadi antara RIHSA dan cairan interselluler otak
bila ada kerusakan sawar darah otak, sehingga dapat dipakai untuk mendeteksi
lesi otak.
- Komparmental
Bila radiofarmaka dapat menggambarkan blood pool karena keberadaannya
dalam darah cukup lama, maka dapat dimanfaatkan untuk membuat scanning
jantung atau plasenta (ventrikulografi dan plasentografi). Hal tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan RIHSA, Cr51 eritrosit atau Tc-99m Sn eritrosit.
Pemeriksaan letak plasenta dengan isotop radiofarmaka telah lama ditinggalkan
dan diganti dengan pemeriksaan sonografi yang lebih aman. Saat ini
pemeriksaan ventrikulografi jantung dengan Tc-99m Sn eritrosit makin popular
di Indonesia.
- Pengasingan Sel
Sel darah merah yang ditandai oleh Cr51 dan dipanaskan 50o selama satu menit
bila dimasukkan kembali ke tubuh penderita secara intravena akan segera
diasingkan ke limpa, dan merupakan radiofarmaka untuk membuat skening
limpa. Penempatan TI201 dalam miokard jantung sehat dan terjadinya defect
aktivitas yang permanen di daerah infark atau defek sementara di miokard yang
iskemik adalah contoh yang popular dari penempatan radiofarmaka dalam
tubuh yang diketahui secara pasti mekanismenya1.
Kamera Gamma8
1. Sangat sensitif.
2. Tidak menimbulkan rasa sakit.
3. Tidak memberikan efek sampingan sehingga dapat digunakan pada
hampir semua penderita penyakit termasuk pasien yang sudah parah
keadaannya.
4. Selain untuk evaluasi anatomis juga dapat untuk mengetahui fungsi
organ tersebut3.
Penggunaan radioisotope untuk pengobatan pada saat ini masih terbata pada
beberapa jenis penyakit antara lain pengobatan hipertiroid, karsinoma tiroid,
polisitemia vera dan hemangioma kulit. Berdasarkan cara pemakaiannya dibagi
menjadi dua kelompok :
1. Dengan cara penyinaran dari luar (eksternal), antara lain menggunakan cobalt-
60 dan cesium-137.
2. Dengan cara dimasukkan ke dalam tubuh (internal), antara lain menggunakan
iodium-131 untuk pengobatan hipertiroid dan kanker tiroid. Sejak tahun 1993,
dikembangkan pembuatan radiofarmaka dalam bentuk senyawa bertanda
menggunakan unsur radioaktif yang dikenal sebagai radioisotope generasi
kedua diantaranya samarium-153, dysprosium-165, rhenium-186, holmium-
166 yang merupakan isotop pemancar β dan astatine-211, bismuth-212 sebagai
pemancar α yang dapat untuk pengobatan kanker.
Pankreas : insulin
kalsitonin3.
1. Cari kanker tulang atau tentukan apakah kanker dari area lain di tubuh, seperti
payudara, paru-paru atau kelenjar prostat, telah menyebar ke tulang.
2. Mendiagnosis penyebab atau lokasi nyeri tulang yang tidak dapat dijelaskan,
seperti nyeri punggung bawah yang sedang berlangsung.
3. Membantu menentukan lokasi tulang yang tidak normal dalam struktur tulang yang
kompleks, seperti kaki atau tulang belakang. Evaluasi tindak lanjut dapat dilakukan
dengan computed tomography (CT) atau magnetik pemindaian resonansi
pencitraan (MRI).
4. Mendiagnosa patah tulang, seperti fraktur stres atau patah tulang pinggul, tidak
terlihat jelas pada x-rays.
5. Temukan kerusakan tulang yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi lain, seperti
penyakit Paget6.
Pemeriksaan scanning tulang yaitu 3-4 jam setelah penyuntikkan intravena 10-
15mCi Tc-99m – MDP dilakukan pemeriksaan scanning tulang, setelah penderita
kencing Dipergunakan kamera gamma dengan energi rendah, kolimator parallel dan
window 25-30%. Dibuat pemeriksaan radiologi di daerah yang aktivitasnya meningkat
secara abnormal1.
3.2 Scanning Hati dan Limpa
Partikel koloidal yang disuntikkan intravena akan dikeluarkan dari darah oleh
sel-sel system retikuloendotelial (RES) dengan cara fagositosis. Bila ada kerusakan di
satu tempat di hati atau limpa, maka sel-sel RES gagal menangkap radiokoloid
sehingga terjadi cold spot atau lobang pada citra (image) organ tersebut. Indikasi
dilakukannya scanning hati dan limpa adalah untuk mengevaluasi bentuk, ukuran dan
letak hati dan limpa. Scanning hati dan limpa juga digunakan untuk mendeteksi lesi
fokal seperti keganasan primer, keganasan sekunder, abses, kista dan lain-lain. Dapat
pula mendeteksi lesi difus seperti sirosi hati.
Sel-sel kelenjar gondok akan menangkap secara aktif ion I dari plasma darah
untuk sintasis hormone T3 dan T4. Dengan demikian bila terhadap penderia diberikan
I131 dalam bentukan garam sodium, ion tersebut akan berkumpul dikelenjar gondok dan
dapat dideteksi dari luar. Scanning kelenjar gondok dilakukan untuk menilai besar,
bentuk anatomi dan letak kelenjar gondok yang berfungsi. Kemudian digunakan juga
untuk mengevaluasi nodul tiroid, berfungsi atau tidak atau bahkan suatu nodul otonom,
pra dan pasca-operasi karsinoma tiroid dan menilai efek terapinya, menilai massa
dileher dan mediastinum dan up-take tiroid untuk menilai laju penimbunan I131
kedalam tiroid. Keterbatasan dari scanning dan uptake kelenjar gondok adalah apabila
suatu bagian kelenjar gondok yang masih berfungsi tetapi dalam tingkat rendah akan
tampak sebagai daerah cold (tak berfungsi) disbanding dengan jaringan yang normal.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara diberikan peroral 30 uCi I131, up-take pertama 2
jam, kedua 24 jam, ketiga 48 jam setelah pemberian I131. Scanning dilakukan 24 jam
setelah pemberian1.
4. Wiharto, K., 1996. Kedokteran Nuklir dan Aplikasi Teknik Nuklir Dalam
Kedokteran.
http://www.iaea.org/inis/collection/NCLCollectionStore/_Public/31/065/3106
5368.pdf . Diakses pada 25 Mei 2018
5. Purwati T., Setiabudi W., 2016. Penentuan Waktu Paro Biologi TC99M MDP
Pada Pemeriksaan Bone Scanning.
https://media.neliti.com/media/publications/213930-none.pdf . Diakses pada
27 Mei 2018
6. https://www.radiologyinfo.org/en/pdf/bone-scan.pdf . Diakses pada 28 Mei
2018
7. http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?catid=2&mid=5&nid=173 .
Diakses pada 29 Mei 2018
8. http://www.iop.org/education/teacher/resources/teaching-medical-
physics/gamma/page_54689.html . Diakses pada 29 Mei 2018